Suku Talaud

suku bangsa di Indonesia

Suku Talaud merupakan suku yang menempati gugusan pulau-pulau Talaud kawasan Kepulauan Sangir, Kabupaten Talaud, Provinsi Sulawesi Utara. Kabupaten Kepulauan Talaud merupakan salah satu kabupaten terluar dari negara Indonesia, yang terletak di wilayah perbatasan negara Indonesia dengan Filipina. Berdasarkan fakta sejarah dahulu kala Suku Talaud memiliki keterbukaan akan hadirnya bangsa lain dari peran terhadap kepulauan lintasan perdagangan antar bangsa-bangsa pada kawasan utara menuju ke selatan dunia. Kawasan mereka ini memiliki tiga pulau pusat, yakni Pulau Karakelang, Salibabu dan Kabaruan. Istilah lain dari Talaud yakni Taloda, yang mempunyai makna "orang laut". Ada pula yang menyebut sebagai Porodisa.[1]

Bahasa Suku Talaud

Bahasa Talaud memiliki enam dialek, yakni Sali-Babu, Karakelang, Essang, Nanusa, Miangas, dan Kabaruan. Bahasa ini pula terdapat tingkatan bahasa halus, menengah, dan kasar. Sebagian besar Suku Talaud memakai bahasa Melayu Manado dalam berbahasa sehari-hari.[1]

Contoh Pemakaian Tiap Fonem Vokal, sebagai berikut:[2]

/inasa/ 'ikan'
/urana/ 'hujan'
/esaka/ 'laki-laki'
/onasa/ 'kotoran'
/awu/ 'debu'

Mata Pencaharian Suku Talaud

Sebagian besar mencari ikan merupakan mata pencaharian suku Talaud,[3] hanya sebagian kecil yang bertani di ladang ataupun bertani merupakan pekerjaan sampingan bagi masyarakat Suku Talaud. Kawasan Talaud memiliki hasil tanaman ubi-ubian sebagai tanaman utama, walaupun terdapat usaha dalam bercocok tanam untuk tanaman padi.[1]

Rata-rata warga Suku Talaud kususnya yang mendiami Desa Bowongbaru Pulau Karakelang terlihat hampir sebagian besar masyarakat desa menggeluti hubungan lintas batas dengan negara tetangga Filipina, hal ini dikarenakan keluarga mereka banyak pula yang mendiami di wilayah Filipina. Suku ini telah mengenal teknologi dalam membuat perahu untuk penangkapan ikan yang diadopsi dari Filipina, perahu ini yakni pumpboat yang umum digunakan saat ini. Terdapat pula perahu atau kapal dengan tenaga Fuso, yaitu mesin yang digunakan sebagai transportasi truk. Perahu ini berlayar dalam waktu 4-5 jam hingga melabuh di wilayah Filipina. Suku Talaud yang mendiami kawasan Bowongbaru mempunyai sekitar 200 kapal pumpboat.[1]

Hal ini menjadikan aktivitas perdagangan antara Suku Talaud dengan Filipina sangat biasa di desa ini. kapal jenis tersebut begitu efektif dalam menangkap ikan berjenis pelagis, khususnya ikan Tuna. Kegitan ekonomi ini sebenarnya telah tersebar di banyak wilayah desa pada kawasan kepulauan Talaud, hal ini menyebabkan mudahnya temuan barang yang berlabel Filipina, seperti halnya minuman-minuman alkohol, minuman-minuman ringan, perlengkapan makan atau minum, dan lain sebagainya. Tak sedikit barang dari Davao-Filipina yang telah diperjual-belikan di kawasan Talaud. Kegiatan ekonomi lintas batas ini merupakan aktivitas yang telah ada dari zaman sebelum kemerdekaan.[4]

Hubungan perdagangan dan hubungan lintas batas warga Suku Talaud dengan Filipina telah ada sejak lama dan strategi suku kepulauan Talaud sebagi pemenuhan kebutuhan ekonomi dan menjalin hubungan kekeluargaan. Hal ini pula membuat ketergantungan ekonomi warga Talaud terhadap Filipina yang semakin kuat. Kondisi hubungan ini yang memiliki timbulnya faktor pengaruh integritas bangsa dalam pertahanan indentitas nasional.[5] Hal ini karena adanya daya tarik ekonomi yang condong terhadap keuntungan posisi Filipina, pada sisi yang lain perhatian pemerintah Indonesia masih minim dan dianggap belum memuaskan kesejahteraan masyarakat. Dari hal tersebut, maka dapat diketahui adanya perkembangan kebudayaan Suku Talaud sangatlah terbuka namun juga rentan.[3]

Sistem Pemerintahan Suku Talaud

zaman dulu warga Talaud telah memiliki pengembangan akan sistem social maupun sistem politik dengan pembentukan kerajaan-kerajaan kecil. Masa sekarang pengaruh masa kerajaan masih terlihat dalam pelapisan sosial masyarakat. Bangsawan keturunan raja-raja maupun bangsawan lama dinamai dengan kelompok papung, dan golongan bawahnya merupakan rakyat biasa. Golongan budak disebut alangnga pada zaman kerajaan terdahulu. Saat ini lapisan sosial seperti hal tersebut telah mengalami penipisan yang signifikan dan mulai pudar.[1]

Kerajaan Talaud dahulu memiliki pemimpin sebagai seorang ratu atau raja. Kepemimpinan pada lapisan bawahnya terbagi atas orang jogugu sebagai pemimpin sejumlah kampung (wanua) di bawahnya. Kepala kampung dinami kapitan laut. Segala kegiatan akan kewajiban kapitan laut ini dibantu oleh sejumlah Dewan Adat dinamai Inanggu Wanua yang merupakan penggabungan antara pimpinan kelompok keluarga luas terbatas yang dinamai timadu ruangana.[1]

Pendirian bangunan masyarakat suku Talaud sebagian besar pada wilayah pesisir pantai, hal ini dikarenakan mata pencaharian utama yang bersumber dari laut yang lebih dekat dengaan muara sungai. Keluarga inti Suku Talaud dinamai gaghurang yang mendiami rumah semi permanen yang memiliki istilah bale. Keluarga inti membentuk suatu kelompok keluarga yang lebih luas terbatas yang memiliki istilah ruangana. Kelompok tersebut mendiami rumah besar yang dinamai bale manandu. Ketika suku Talaud bekerja bercocok tanam atau melaut dengan jarak yang jauh dari asal kampungnya, maka dengan kondisi terpaksa suku Talaud membangun rumah singgahan sementara yang memiliki istilah sabua bagi suku Talaud. Sebuah kampung sering didiami oleh satu ruangana, tetapi pada umumnya terdiri atas tiga sampai empat ruangana.[3]

Adat Istiadat Suku Talaud

Kehidupan suku Talaud memiliki berbagai aturan-aturan maupun norma-norma yang telah ada hingga saat ini, dari yang bersumber secara aturan-aturan formal, maupun aturan-aturan adat, atau aturan-aturan agama. Hal tersebut tercermin akan kehidupan suku Talaud yang melakukan upacara adat yang berhubungan dengan lingkaran daur hidup ataupun yang memiliki hubungan sistem mata pencaharian, kesenian, sistem peralatan, dan lain sebagainnya. Kelestarian peraturan adat di suku Talaud masih terjaga. Hal ini, maka keseluruh komponen masyarakat dan para pemimpin, pemerintah maupun yang menjabat sebagai aparat, ataupun tokoh-tokoh adat yang telah dipercayai, memiliki kewajiban dalam berperan aktif untuk kelestarian adat istiadat suku Talaud.[1]

Pimpinan adat suku Talaud memiliki kewajiban dalam menjaga keutuhan kesinambungan adat istiadat yang berperan dalami fungsi pelindungan adat-istiadat, pelaksanaan pengawasan dan kontrol sosial masyarakat suku Talaud yang mungkin terdapat kasus pelanggaran suatu aturan di suku Talaud. Secara fungsi hal ini pimpinan adat tidak bisa dijabat oleh sembarang orang, hanya orang-orang yang diyakini atau dipercaya dalam memimpin adat suku Talaud. Pimpinan adat ini harus memiliki sifat yang patut diteladani dalam kehidupan sehari-hari, sebagai panutan warga.[3] Suku Talaud memiliki hubungan kekerabatan yang bilateral sifatnya.[1]

Kegiatan sosial masyarakat suku Talaud di Kepulauan Talaud selalu melibatkan unsur-unsur atau berbagai elemen masyarakat suku Talaud. Hali ini yang ditunjukkan dalam kegiatan sosial masyarakat yang ikut andil dalam kegiatan-kegiatan adat tersebut, ada yang ditunjuk langsung oleh pimpinan adat, ada juga atas inisiatif warga sendiri.[3]

Referensi

  1. ^ a b c d e f g h Adriani en Kruyt 1912; Kennedy 1935, Kaudern 1937; Temenggung; Depdikbud 1989.
  2. ^ G. Bawole dkk. 1981. Struktur Bahasa Talaud. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Jakarta.
  3. ^ a b c d e Pristiwanto. 2011. Komodifikasi dan Pergeseran Makna Kearifan Lokal Studi Kasus Upacara Tradisional Tangkap Ikan Mane’e Pada Masyarakat Di Perbatasan Indonesia-Philipina (Tesis). FISIP Universitas Airlangga Surabaya.
  4. ^ Raharto, Aswatini. 1997 Migrasi Kembali Orang Sangir-Talaud dari Pulau-pulau di Wilayah Filipina Selatan, Laporan Penelitian Puslitbang Kependudukan dan Ketenagakerjaan Jakarta: LIPI.
  5. ^ Rosdakarya Pratiknjo Maria Heny. 2015. Memperkokoh KeIndonesiaan lewat Ketahanan Budaya Masyarakat Perbatasan di Bibir Pacifik Study kasus di Kabupaten Kepulauan Talaud (laporan penelitian). FISIP Universitas Sam Ratulangi Manado