Subur Rahardja (4 April 1925 – 31 Desember 1985; Liem Sin Tjoei) Bangau Putih adalah pendiri PGB (Persatuan Gerak Badan). Murid-muridnya datang dari berbagai penjuru dunia. Kini PGB Bangau Putih mempunyai cabang-cabang di Jerman dan Amerika Serikat.

Masa kecil sunting

Subur Rahardja adalah putra dari Liem Kim Sek dan Tan Kim Nio, yang biasa disapa Suhu oleh murid-muridnya, mendapatkan pendidikan Belanda di Sekolah Kesatuan dan belajar bahasa Inggris di sekolah Tunas Harapan, di Jl. Suryakencana, Bogor. Kemudian ia melanjutkan sekolahnya di Sekolah Gedong Dalam.

Pada usia 6 tahun ia dan kakaknya mulai berlatih silat bersama ayahnya, seorang guru silat. Belakangan ia berlatih dengan Asuk Yat Long, seorang guru silat yang lain, di dekat rumahnya.

Ketika ia berusia 8 tahun, ayahnya meninggal dunia, dan ia diangkat oleh pamannya, Liem Kiem Bouw, seorang guru bela diri dan sinshe yang juga tinggal di Bogor. Di situlah Subur belajar tentang ilmu bela diri dari pamannya yang adalah murid dari sebuah aliran pencak silat.

Setiap hari Subur membantu pamannya di toko obat-obatannya, serta berlatih dengan sebuah kelompok musik keroncong. Pada tahun 1940-an, kelompok ini mulai mengadakan latihan bela diri.

Mulai mencari nafkah sunting

Guru besar Subur Rahardja dlahirkan pada 4 April 1925 dengan nama Lim Sin Tjoei dari seorang ayah bernama Lim Kim hauw. Subur Rahardja sejak kecil telah dididik disiplin keras.

Ilmu Silat berasal dimulai sejak usia 6 tahun belajar seni bela diri langsung dari ayahnya dan dari ayah Gusti Agung Gede Agung Djelantik Balewangse (guru bangsawan nya dari Lombok) serta dari beberapa seni bela diri yang terkenal yaitu Guru Sutur, Bapak Mada (keturunan Mbah Sakir Cimande), Gaya Kampung Baru Kalibata-Batavia (adalah Haji Husen alias Jiencin) dan Haji Dulhamid dari Tarikolot Cimande, Jawa Barat) Tjong Kim Nji, Liu Chi Tay, Bapak Sabuy. Hal ini dilakukan sampai ia berusia 25 tahun.

Dia mempelajari kombinasi inti Bela diri dan kemudian gaya Silat yang diambil dari banyak gerakan dan pengaruh dari Kuntao Shaolin selatan (Southern Shaolin Kungfu) dan beberapa aliran Pencak Silat. Ditambah dia senang mengamati gerakan alam begitu banyak mengambil prinsip alam. Gerak diperoleh dari pengamatan terhadap gerak dan sikap khewan seperti bangau, harimau, ular, monyet, ayam hutan, dan burung-burung merak.

Sehingga Silat yang diajarkan oleh PGB Bangau putihmerupakan sintesis dari empat gaya seni bela diri dengan inti aslinya dari kun tao yang berasla dari keluarganya.

Dalam tahun-tahun setelah Perang Dunia II, Subur bergabung dengan negaranya dalam pertempuran untuk perjuangan kemerdekaan. Subur memperoleh reputasi sebagai pejuang yang tangguh selama masa gerilya melawan kekuasaan kolonial Belanda dan Inggris. Karena keberanian dan akal sehatnya, Subur sering menemukan dirinya dalam peran pemimpin. Subur mulai berbagi keterampilan bela diri dengan teman-teman dekat dan kawan-kawan selama perjuangan kemerdekaan. Setelah menarik minat dari rekan-rekan di sekelilingnya, bahwa ia mencetuskan ide untuk membentuk sebuah wadah bernama Persatuan Gerak Badan disingkat PGB dan dengan simbol dari Bangau Putih.

Rupanya ide ini disetujui oleh ayah angkatnya (Pamannya) dan kemudian pada tanggal 25 Desember 1952 secara resmi lahir perguruan Silat dengan simbol Bangau Putih, dan diangkat Bapak Mada (dari Cimande) selaku penasehat di perguruannya. Bangau Putih diambil sebagai simbol warna putih murni, anggun, tenang, suka berteman dan hidup di alam lima.

Pada tahun 1950, Subur mulai bekerja di kantor Stanvac, perusahaan minyak Amerika, di Jakarta. Ia menangani pembukuan dan surat-menyurat perusahaan. Pada 1951 Subur menikah dengan Lie Gwat Nio dan memperoleh 9 orang anak, yaitu Lukman, Yulianti, Andyan, Yuliany, Irwan, Gunawan, Liem Lan Hoa, Francisca, Ardyan.

Mendirikan PGB sunting

Pada 1952, ketika mencapai usia 27 tahun, Subur mendirikan PGB Bangau Putih secara resmi. Perhatiannya terpusat kepada perkumpulan ini yang berkembang pesat setelah ia mempertunjukkannya di Stanvac, karena seluruh staf kantor itu bergabung dengan kelompoknya.

Sejak itu ia mulai mengajarkan silat ilmunya, dan mengangkat Pewaris ilmu jkepada 18 orang yang masih lingkungan keluarga, di antaranya adalah Hardja Lugina, Jo Tjin Kie, Tan Kun Sing, Tjun Liong, Tang Kong Hwa, Ong Kiat Hoey, John Atmadja dan lain-lain.

Seiring waktu, perguruan ini berkembang pesat dan menarik lebih banyak dan lebih umum. Pada tahun 1954 karena tempat latihan yang tidak memadai an dipindahkan ke Pasar Pakulitan Lebak Gedong di Bogor di Jalan Surya Kencana. Dengan sarana pelatihan yang lebih memadai untuk membuat perguruan ini berkembang pesat dan memiliki banyak anggota.

PGB Bangau Putih adalah salah satu perguruan tinggi pertama untuk asimilasi terlepas dari etnis, ras, dan agama. Hal ini didasarkan pada filosofi yang cinta damai dan persaudaraan. Dua tahun setelah berdiri (1954), PGB Bangau Putih bergabung dengan anggota PPSI tersebut, dan 1976 PGB Bangau Putih Bergabung IPSI Bogor resmi menjadi anggota dan berpartisipasi dalam kegiatan yang dilakukan oleh IPSI tersebut.

Sejak tahun 1967 dipindahkan ke Kebon Jukut 1 Bogor, ini berlangsung sampai sekarang, dan sejak saat itu tumbuh cabang2 PGB.

1972 Bertemu WS Rendra dan Pertama kali dan mengambil murid Orang Barat (Western man)

Pada tanggal 4 Desember 1972, Sunarti, istri WS Rendra (Seniman Terkenal Indonesia)] dari Teater Bengkel [Bengkel Teater di Yogyakarta (Jawa Tengah), Subur diundang dan keluarga besar PGB yang lebih untuk datang ke Bengkel teater

Setelah itu, Subur, bersama dengan kelompok termasuk Lim Sin Teng dan Lie Nie Kie, berangkat ke Yogya. Tiga hari kunjungan di Yogya dipenuhi dengan demonstrasi gerakan Silat. Para anggota Bengkel ditampilkan gerakan murni yang didahului dengan menutup mata mereka untuk beberapa saat. Kemudian, dengan mata masih tertutup, orang bergerak bebas mengikuti kata-kata dalam hati mereka, tanpa latihan atau memesan gerakan sebelumnya. Para pemain yang tidak menyadari atau setelah sadar apa yang telah terjadi.

Sebelum Subur dan kelompok kembali ke Bogor, anggota Bengkel mengundang mereka untuk Tritis Parang untuk 'lingkaran doa demi memastikan keselamatan Rendra saat ia berada di Australia. Selama kunjungan ini, Subur bertemu untuk kali pertama Louise Ansberry, seorang warga negara Amerika Serikat.

1 Januari 1973: WS Rendra dan anggota Bengkel lainnya, termasuk Benny, datang untuk mengunjungi Subur untuk pertama kalinya. Dalam pertemuan dengan Subur, WS Rendra mengusulkan siswa yang akan diangkat [ke PGB] dan dari kelompok Bengkel datang siswa kulit putih pertama, Robin Clark.

Setelah kunjungan Rendra, pada tahun 1974 41 orang diankat sebagai Warga Perguruan yang ditujukan untuk mengurus tugas-tugas khusus yang diperlukan dan sejak saat itu Rendra untuk pertama kalinya disebut Subur sebagai 'Suhu'. (Atau GURU BESAR) di kemudian hari banyak orang terkenal dan selebritis menjadi muridnya, seperti W.S. Rendra, Adi Kurdi, Sunarti Rendra, Sitoresmi, Poppy Dharsono, dll.

Setelah meninggal pada tahun 1986, PGB Bangau Putih dipimpin oleh putranya, Gunawan Rahardja, yang selain ahli seni bela diri yang juga terlibat dalam dunia pengobatan kesehatan.

Kecelakaan lalu lintas sunting

Pada 27 Desember 1985, Subur bersama sejumlah muridnya mengadakan perjalanan dengan tiga mobil ke Klenteng Tuban di Jawa Timur. Dalam perjalanan pulang ke Jakarta, mobil yang ditumpanginya terguling di sebuah tikungan di desa Sluke. Subur terluka parah dan dibawa ke Rumah Sakit Lasem. Karena perlengkapannya tidak memadai, ia dipindahkan ke RS Rembang. Dokter bedah di sana mengatakan bahwa kepalanya terluka parah.

Pada tanggal 31 Desember 1985 Subur Rahardja meninggal dunia setelah kondisinya sempat membaik sebentar. Jenazahnya dikebumikan pada 10 Januari 1986 di Tugu, tempat ia biasa berlatih. Saat dia didiamkan beberapa hari di tugu untuk menunggu anaknya,beberapa murid kesayangan,seperti Roden Surya Negara.

Pranala luar sunting

(Inggris) http://www.silat-white-crane.de/flashback_of_pgb_en.html