Su Dingfang (Hanzi: 苏定方, 591-667) atau Su Lie (苏烈), Adipati Zhuang dari Xing (邢庄公), adalah seorang jenderal pada awal Dinasti Tang yang terkenal karena keberhasilannya menaklukan suku Tujue Barat (Turki) tahun 657. Kemenangannya atas Tujue ini memperluas wilayah barat kekaisaran Tang. Kemenangan lain yang membuat namanya semakin termashyur adalah penaklukan Kerajaan Baekje, Korea tahun 660.

Kehidupan awal sunting

Su Dingfang dilahirkan di Wuyi (sekarang Hengshui, Hebei) pada tahun 591, masa pemerintahan Kaisar Wen dari Sui. Pada masa pemerintahan Kaisar Yang dari Sui (putra Kaisar Wen) pemberontakan petani meletus dimana-mana menentang gaya pemerintahan sang kaisar yang tiran. Ayahnya, Su Yong memimpin milisi lokal melawan kaum pemberontak. Su yang ketika itu masih remaja sering berjuang dengan ayahnya di garis depan pertempuran. Setelah kematian ayahnya, Su mengambil alih kepemimpinan milisi itu dan meneruskan perjuangan ayahnya melawan pemberontak. Menurut Kitab Tang ia berhasil membunuh jenderal pemberontak Zhang Jincheng (walau ada kontradiksi mengenai hal ini, karena menurut Kitab Sui, Zhang dibunuh oleh Jenderal Yang Yichen dari Sui, sementara Zizhi Tongjian karya Sima Guang, sejarawan Dinasti Song, mencatat bahwa pembunuh Zhang adalah Jenderal Yang Shanhui dari Sui) dan mengalahkan seorang jenderal lainnya, Yang Gongqing.

Belakangan Su mengabdi pada seorang pemimpin pemberontak bernama Dou Jiande, Pangeran Xia. Salah seorang jenderal kepercayaan Dou, Gao Yaxian terkesan akan bakatnya dan memperlakukannya seperti anak sendiri. Pada tahun 621, Dou kalah dalam Pertempuran Hulao dan dihukum mati oleh Li Shimin, Pangeran Qin (putra Kaisar Tang Gaozu), wilayahnya diambil alih oleh pemerintah Tang, tetapi Gao dan beberapa jenderal lainnya berontak terhadap pemerintah Tang akhir tahun itu, mereka mendukung Liu Heita, Pangeran Handong, seorang jenderal kesayangan Dou, sebagai pemimpin mereka. Su ikut dalam pemberontakan yang akhirnya berujung kegagalan ini. Tahun 622, Gao Yaxian gugur dalam pertempuran dan tahun berikutnya Liu Heita dikalahkan oleh Li Jiancheng, putra mahkota Tang. Setelah kekalahan ini, Su kembali ke kampung halamannya.

Tak lama kemudian ia bergabung kembali dengan militer Tang. Tahun 626, ketika Li Shimin naik tahta sebagai Kaisar Tang Taizong menggantikan ayahnya, Su telah menjadi perwira di bawah Li Jing, seorang jenderal Tang yang terkenal. Su turut serta dalam kampanye militer Li Jing melawan Tujue Timur sekitar tahun 629-630, ia menjadi komandan garis depan dalam pertempuran yang menentukan dimana Li Jing mengalahkan Jiali Khan, Ashina Duobi dan membunuh istrinya, Putri Yicheng dari Sui. Ketika Li Jing kembali ke ibu kota membawa kemenangan, Su dipromosikan sebagai perwira kelas menengah.

Pengabdian pertama pada Kaisar Gaozong sunting

Tidak banyak yang diketahui mengenai karier militer Su selama pemerintahan Kaisar Taizong. Namanya mulai menonjol sejak tahun 655, pada masa pemerintahan putra Taizong, Kaisar Tang Gaozong. Tahun itu ia bekerja di bawah Jenderal Cheng Minzhen dalam sebuah kampanye militer melawan Kerajaan Goguryeo, Korea.

Pada akhir tahun itu, Kaisar Gaozong memerintahkan Jenderal Cheng Zhijie untuk memimpin pasukan melawan Shaboluo Khan, Ashina Helu dari Tujue Barat, vassal Tang yang memberontak. Dalam kampanye militer itu, Su bekerja di bawah Cheng. Awal kampanye itu meraih sejumlah kemenangan atas suku-suku bawahan Tujue Barat seperti Gexianlu, Chumukun, Chuyue, dan Tuqishi. Sekitar awal tahun 657, pasukan Cheng berhadapan dengan pasukan inti Tujue Barat dan mereka kembali meraih kemenangan dalam babak awal pertempuran dimana Su memimpin di garis depan. Namun segalanya menjadi kacau karena Wang Wendu, seorang deputi Cheng yang iri padanya dan bermaksud mencari tanda jasa bagi diri sendiri, bertindak di luar koordinasi. Su sebenarnya telah menyarankan agar pasukan sesegera mungkin menyerbu sisa pasukan Tujue, tetapi Wang malah bergerak sendiri dengan memerintahkan pasukan harus disusun dalam posisi segi empat dengan persediaan ransum di tengah. Bahkan Wang bertindak lebih jauh dengan memalsukan titah kaisar dengan menyatakan komando tertinggi telah dialihkan dari Cheng padanya.

Su memperingatkan atasannya bahwa keengganan Wang untuk sesegera mungkin menyerbu Tujue akan berakibat turunnya semangat tempur dan menandaskan bahwa perintah itu adalah palsu, ia juga mendesak agar Cheng menahan Wang dan menyerbu Tuju, tetapi sayangnya Cheng menolak semua usulan ini. Ketika beberapa orang Tujue datang ke kemah pasukan Tang untuk menyerah, Wang yang tergiur dengan harta mereka membantai mereka dan merampas harta itu tanpa menghiraukan keberatan dari Su. Su dengan marah menolak ketika Wang menawarkan sebagian harta rampasan itu padanya. Akhirnya dengan alasan yang kurang jelas, pasukan Tang mundur dan Wang didakwa atas kelancangannya memalsukan titah kaisar, seluruh gelar dan pangkatnya dicabut, statusnya diturunkan menjadi rakyat biasa.

Kampanye militer melawan Tujue Barat sunting

Musim semi tahun 657, Kaisar Gaozong sekali lagi memerintahkan kampanye militer melawan Tujue Barat. Kali ini Su lah yang menjadi komandan tertingginya, ia didampingi oleh Jenderal Ren Yaxiang dan Xiao Siye, juga diperkuat oleh sekutu Tang, Huige (sekarang Uyghur), dan kepala suku Tujue Barat yang memihak Tang, Ashina Mishe dan Ashina Buzhen. Kedua kepala suku itu mengambil rute dari selatan sedangkan Su dan yang lainnya dari utara. Mula-mula Su menyerang suku Chumukun dan mengalahkannya. Kemudian ia menghadapi pasukan Ashina Helu yang berkekuatan sekitar 100.000 pasukan dengan kurang dari 20.000 pasukan di pihaknya. Ashina Helu yang merasa yakin akan sanggup menghancurkan pasukan Su yang lebih kecil itu dengan mudah memerintahkan penyerbuan besar-besaran namun ia tidak sanggup menembus formasi pasukan Su yang diperlengkapi tombak-tombak panjang. Su membalas serangan ini dengan mengerahkan pasukan kavalerinya dan berhasil mengalahkan Ashina Helu serta membunuh puluhan ribu musuh. Hari berikutnya, pasukan Su terus maju, para pemimpin dari lima suku bawahan Tujue termasuk Jenderal Huluwu menyerah pada Su. Ashina Helu kabur bersama seorang jenderalnya, Qulu. Pemimpin dari lima suku lainnya menyerah pada Ashina Buzhen. Dengan demikian suku-suku bawahan Tujue telah menyerah semua pada pemerintah Tang.

Ketika pasukan Su terus maju mengejar Ashina Helu, mereka terhadang oleh badai salju. Para bawahannya menyarankan untuk beristirahat sebentar sambil menunggu badai reda. Namun Su malah bertindak sebaliknya, ia menekankan bahwa bila mereka terus mengejar tanpa menghiraukan badai salju pasti musuh akan terkejut karena tidak menduga hal ini. Maka ia bergabung dengan pasukan Ashina Mishe dan Ashina Buzhen, mereka melancarkan serangan dadakan terhadap Ashina Helu yang sedang mengkonsolidasi pasukannya. Kembali Ashina Helu kalah dan kehilangan puluhan ribu orangnya, tetapi sekali lagi ia berhasil lolos.

Ashina Helu melarikan diri ke Negara Shi (sekarang Tashkent, Uzbekistan), sebuah wilayah protektorat Tujue. Namun raja Shi yang takut pada pengaruh Tang dan tidak ingin mengambil risiko wilayahnya diserbu mereka meringkus Ashina Helu dan menyerahkannya pada pasukan Tang. Sejak itulah bangsa Tujue tidak lagi independen, mereka telah menjadi bawahan Kekaisaran Tang. Ashina Helu yang digiring ke ibu kota Chang’an (sekarang Xi'an, Shaanxi) mendapat pengampunan dari kaisar dan Su atas prestasinya dipromosikan sebagai jenderal tertinggi dan gelar kebangsawanan Adipati Xing, putra Su, Su Qingjie mendapat gelar Adipati Wuyi.

Kampanye militer melawan Sijie sunting

Tahun 659, Duman, kepala suku Sijie, salah satu cabang suku Tujue memberontak terhadap pemerintah Tang. Beberapa cabang suku lainnya seperti Shule, Zhujupo, dan Yebantuo (sekarang merupakan suku-suku yang berdiam di Kashgar, Xinjiang) yang ikut memberontak bersamanya mengalahkan Yutian (sekarang Hotan, Xinjiang), salah satu suku lainnya yang pro-Tang. Musim dingin tahun itu juga, kaisar mengutus Su Dingfang untuk memimpin ekspedisi penghukuman atas Duman. Ketika kedua pihak berhadapan, Su memilih 10.000 pasukan infanteri dan 3000 pasukan kavaleri untuk melakukan serangan dadakan terhadap Duman. Ketika ia dan pasukannya tiba di kemah utama musuh, Duman sangat terkejut dan berhasil dikalahkan dengan mudah. Duman sendiri kabur dan berlindung di sebuah kota. Pasukan Su mengepung rapat kota itu hingga akhirnya Duman menyerah.

Musim gugur tahun 660, Duman digiring menuju ibu kota timur, Luoyang, untuk dihadapkan pada Kaisar Gaozong yang saat itu berada disana. Beberapa pejabat Tang mendesak agar Duman dihukum mati, tetapi Su membelanya demi memegang janji untuk menjamin keselamatannya ketika ia hendak menyerah. Maka Kaisar Gaozong menetapkan bahwa walaupun secara hukum Duman pantas dihukum mati, tetapi untuk menghormati Su yang berpegang pada janjinya, ia memberi pengampunan pada Duman.

Kampanye militer melawan Baekje sunting

Setelah sukses memandamkan pemberontakan suku Sijie, sebuah tugas besar lainnya telah menanti Su. Pada musim semi tahun 660, Kerajaan Silla, sekutu Tang di Korea, meminta bantuan untuk menghadapi serbuan dari Kerajaan Baekje. Kaisar Gaozong mengangkat Su sebagai komandan tertinggi pasukan sekutu Tiongkok-Korea dengan membawahi 100.000 pasukan menuju Korea untuk bergabung dengan pasukan Silla yang dipimpin Raja Muyeol. Musim panas tahun itu Su bersama pasukannya bertolak dari Chengshan (sekarang Weihai, Shandong) menyeberangi Laut Kuning menuju ke Kerajaan Baekje. Pasukan Baekje gagal menghalau pendaratan pasukan besar dari Tiongkok itu. Begitu tiba, pasukan Tang langsung menyerbu ibu kota Baekje, Sabi (sekarang Buyeo, Chungcheongnam-do), dan mengepungnya. Raja Uija kabur ke utara bersama putra mahkota, Buyeo Yung, sementara putra keduanya, Buyeo Tae, malah mengangkat diri sebagai raja.

Putra Buyeo Yung, Buyeo Munsa, membujuk ayahnya untuk menyerah saja pada Tang, dengan alasan sekalipun mereka berhasil mengusir pasukan Tang, Buyeo Tae, yang kini menjadi raja, tetap akan membunuh mereka. Penyerahan diri Raja Uija, Pangeran Yung, dan putranya, menyebabkan banyak orang turut menyerah pada Tang sehingga tak lama kemudian Buyeo Tae pun terpaksa menyerah. Wilayah Baekje dianeksasi oleh Kekaisaran Tang. Pada musim dingin 660, Su mempersembahkan para tawanan perang pada kaisar di Luoyang, Raja Uija dan para tawanan lain mendapat pengampuan umum dari Kaisar Gaozong. Namun, menurut catatan sejarah, setelah kemenangan itu, pasukan Su yang ditempatkan di Baekje mulai berlaku sewenang-wenang dan menindas rakyat. Tercatat bahwa dua orang jenderal Baekje yaitu Heukchi Sangji dan Sataek Sangyeo pernah mencegah penjarahan dan pembantaian yang dilakukan oleh pasukan Su. Penindasan ini membangkitkan kemarahan rakyat, mereka memberontak di bawah pimpinan Buyeo Pung, salah satu putra Raja Uija yang baru kembali dari Jepang dan berusaha memulihkan kerajaannya. Namun pemberontakan ini berhasil ditumpas tahun 663.

Tahun-tahun terakhir sunting

Musim dingin 660, kaisar mengutus Su bersama Qibi Heli, Liu Boying, dan Cheng Minzhen untuk menyerang Kerajaan Goguryeo, sekutu Baekje. Musim gugur tahun berikutnya, Su mengepung ibu kota Goguryeo, Pyongyang. Namun hingga musim dingin tahun 662, pasukannya belum berhasil merebut kota itu, bahkan salah satu jenderal Tang, Pang Xiaotai gugur dalam pertempuran. Badai salju yang ganas akhirnya memaksanya untuk mengundurkan diri.

Musim panas tahun 663, Tufan (suku Tibet) menyerang Tuyuhun (sekarang Gansu dan Qinghai), salah satu vassal Tang sehingga kaisar mengutus Su untuk membantu Tuyuhun. Namun tidak ada catatan sejarah yang rinci mengenai ekspedisi ini, tidak diketahui apakah Tufan menang atas Tuyuhun ataupun kalah menangnya Su terhadap Tufan. Su wafat tahun 667. Liu Xu, penyunting utama Kitab Tang, yakin bahwa tidak ada prestasi militer Su yang menonjol pada tahun-tahun terakhir kehidupannya sehingga tidak tercatat secara rinci dalam sejarah, Liu berkomentar, “Adipati Xing menggunakan strateginya yang hebat untuk menaklukan pemberontak, ia melakukannya dengan baik dari awal hingga akhir, tetapi sayang tidak banyak yang diketahui tentang kampanye militernya melawan Shule karena tidak tercatat dengan baik dalam sejarah.”