StarFlyer

perusahaan asal Jepang
(Dialihkan dari Starflyer)

StarFlyer Inc. (株式会社スターフライヤー Kabushiki-gaisha Sutāfuraiyā?) adalah sebuah maskapai penerbangan Jepang yang berkantor pusat di wilayah Bandar Udara Kitakyushu di Kokuraminami-ku, Kitakyūshū, Prefektur Fukuoka.[1] Maskapai ini menyebutkan dirinya sebagai sebuah "maskapai hibrida" menyediakan layanan yang lebih tinggi dibandingkan maskapai penerbangan bertarif rendah namun memiliki biaya operasional yang lebih rendah dibandingkan maskapai penerbangan layanan penuh.[2]

Kantor pusat StarFlyer

Sejarah sunting

StarFlyer didirikan dengan nama Kobe Airlines (神戸航空 Kōbe Kōkū?) pada 17 Desember 2002 dengan harapan akan berbasis di Bandar Udara Kobe yang baru. Maskapai mengubah namanya menjadi StarFlyer pada bulan Mei 2003, dan berpindah ke Kitakyushu pada akhir tahun 2003.[3] Maskapai didirikan oleh mantan teknisi dari Japan Air System, Takaaki Hori dan mantan eksekutif All Nippon Airways, Yasushi Muto, yang masing-masing berperan sebagai presiden dan wakil presiden senior dari perusahaan hingga tahun 2009.[4] Kantor pusatnya pada awalnya berada di Shin Kokura Building (新小倉ビル 'Shin Kokura Biru'?) di Kokura Kita-ku, Kitakyūshū;[5] pada tahun 2010 maskapai mengumumkan pemindahan kantor pusat mereka menuju Bandar Udara Kitakyushu.[6]

StarFlyer memulai layanan mereka di Bandar Udara Kitakyushu Baru pada 16 Maret 2006.[7]

 
StarFlyer Airbus A320-200, City of Kitakyushu

All Nippon Airways memulai relasi operasional dengan StarFlyer pada tahun 2005, memungkinkan StarFlyer untuk menggunakan sistem pemesanan yang terkomputerisasi. Relasi ini ditingkatkan menjadi perjanjian codeshare pada tahun 2007, di mana layanan StarFlyer antara Haneda dan Kitakyushu (dan kemudian antara Haneda dan Fukuoka) dipasarkan dengan kode penerbangan ANA. Perjanian ini segera meningkatkan faktor muatan StarFlyer dari 59% menjadi lebih dari 70%.[7]

Pada bulan April 2008 perusahaan mengumumkan akan mulai membuka layanan penerbangan charter menuju Seoul pada bulan Juli. Maskapai menyatakan akan mengevaluasi penerbangan untuk pertimbangan apakah akan membuka layanan reguler di antara kedua kota (pada waktu yang sama, layanan pesanan juga melayani pesanan untuk penerbangan Jeju Air pada rute tersebut). Sebagai tambahan maskapai juga bersiap untuk membuka layanan charter menuju Hong Kong. StarFlyer mengoperasikan penerbangan charter bagi paket wisata dari Kitakyushu menuju Guam pada bulan Agustus 2013 dengan harapan untuk menyediakan lebih banyak layanan charter di masa mendatang.[8]

StarFlyer pada awalnya berencana untuk melakukan IPO pada tahun fiskal 2008, tetapi performa finansial dan operasional yang buruk membuat IPO ditunda; bersama dengan masalah lain, membuat maskapai tidak dapat melindungi harga bahan bakar untuk mengendalikan biaya, dan membatasi kemampuan untuk memperoleh modal. Hori dan Muto mengundurkan diri dari posisi mereka pada bulan Juni 2009, dan Shinichi Yonehara, mantan eksekutif perdagangan pesawat Mitsui & Co., menjadi presiden perusahaan.[4] Di bawah kepemimpinan Yonehara, maskapai menyelesaikan IPO mereka di Bursa efek Tokyo pada bulan Desember 2011.[3]

Maskapai ini mengalami pembatalan besar-besaran setelah terjadinya gempa bumi dan tsunami Sendai 2011, karena 13 dari 29 pilot pada saat itu tidak berasal dari Jepang, dan tujuh diantaranya berada di uar negeri dan menolak untuk kembali ke Jepang.[9]

Pada bulan Desember 2012, ANA mengumumkan akan membeli 18% saham dari StarFlyer, membuatnya menjadi pemegang saham terbesar dari maskapai ini.[10]

Pada tahun 2013, StarFlyer mengumumkan akan memulai layanan antara Fukuoka dan Bandar Udara Internasional Kansai di Osaka, menargetkan penumpang bisnis pada rute yang sangat kompetitif di mana layanan kereta api kecepatan tinggi Sanyo Shinkansen mengambil pangsa pasar sebesar 80%. StarFlyer mengumumkan akan memberi tarif diskon dimulai dari 4.500 yen untuk bersaing dengan layanan kereta dan maskapai lainnya, Peach.[11]

StarFlyer mengumumkan sebuah rencana restrukturisasi pada bulan November 2013, diantaranya mereka akan menawarkan paket pensiun dini kepada 30 pegawainya, membatalkan layanan penerbangan menuju Busan mulai 30 Maret 2014, dan mengurangi jumlah armadanya dari sebelas menjadi sembilan pesawat.[12] StarFlyer juga mempertimbangkan untuk menaikkan tarif tiket pada rute domestik pentingnya dari Haneda menuju Kitakyushu dan Fukuoka.[13] Sebagai tambahan pada bulan Oktober October 2015, Maskapai akan menambahkan satu pesawat A320 pada bulan Januari 2016 dan akan memindahkan rute Haneda-Osaka dari Bandar Udara Internasional Kansai menuju Bandar Udara Internasional Osaka di dekat Osaka pada bulan Januari 2016. [13]

Armada sunting

 
Interior dari StarFlyer Airbus A320-200

Sebagian besar armada A320 Star Flyer disewa dari GECAS dan AWAS,[14] namun maskapai membeli tiga A320 untuk menggantikan pesawat sewaan yang lebih tua; JA01MC dipensiunkan pada 30 April 2014 membuat armadanya berjumlah sepuluh pesawat, di mana lima pesawat akan disewa pada masa mendatang.[15]

Pada bulan Agustus 2014, armada StarFlyer terdiri dari 10 pesawat Airbus A320-200 dengan usia rata-rata 2,4 tahun, masing-masing dilengkapi kabin penumpang 144 atau 150 kursi dengan tampilan ekonomi.[16] Setiap penumpang memiliki sebuah monitor LCD yang digunakan untuk hiburan dalam penerbangan, dan juga colokan kabel untuk komputer notebook. StarFlyer berencana untuk menawarkan layanan internet dalam pesawat. J-AIR adalah maskapai lainnya yang juga menawarkan layanan wi-fi.

Armada StarFlyer
Pesawat Dalam armada
Penumpang Catatan
Airbus A320-200 9 150 4 dilengkapi denganwinglet

Corak sunting

Pesawat memiliki corak perusahaan hitam dan putih dan pengenalan perusahaan dilakukan oleh pengarah seni Tatsuya Matsui, seorang perancang robot, yang berhubungan dengan SGI Japan. Matsui mendasarkan identitas maskapai dalam konsep "Komet Induk" yang membawa penumpang mengarungi luar angkasa menuju destinasi mereka. Pekerjaannya juga meiputi eksterior pesawat, fasilitas bandara, dan pelengkap layanan dalam penerbangan termasuk kursi kulit khas maskapai dan coklat.[17]

Referensi sunting

Pranala luar sunting