Skandal Dreyfus
Skandal Dreyfus adalah krisis politik yang dimulai pada tahun 1894 dan terus berlanjut hingga 1906 di Prancis selama Republik Ketiga.[1][2] Krisis politk ini melibatkan Alfred Dreyfus (1859-1935), seorang kapten Yahudi, yang dihukum atas tuduhan berkhianat membocorkan rahasia militer Prancis kepada Jerman.[1] Alfred Dreyfus diberhentikan dari jabatannya dan diasingkan ke Pulau Setan (bahasa Inggris: Devil's Island) pada tahun 1897 oleh Mayor Hubert-Joseph Henry.[1][2] Selama dalam pengasingan, saudara laki-laki Alfred, Mathieu Dreyfus, meneliti kasus ini dan dan menemukan sebuah dokumen yang ditulis oleh tulisan tangan.[2] Tulisan tangan dalam dokumen itu mirip dengan tulisan tangan dari Mayor Ferdinand Walsin-Esterhazy.[1][2] Pada 1898, bukti lebih jauh dituduhkan kepada Mayor Esterhazy karena telah membocorkan rahasia militer Prancis dan memalsukan bukti.[1]
Meskipun bukti-bukti telah dikumpulkan oleh Mathieu Dreyfus, tetapi Alfred tetap dinyatakan bersalah.[2] Hukuman terhadap Alfred ini telah menimbulkan anti-semitisme, dimana Prancis terbagi menjadi dua kubu, yaitu Pro-Dreyfus dan Kontra-Dreyfus.[1][2] Penghukuman terhadap Dreyfus kemudian diketahui melibatkan Gereja Katolik Roma.[1] Sedangkan Esterhazy tetap dinyatakan tidak bersalah.[1] Setelah pembebasan tudahan atas Esterhazy, jurnalis Émile Zola menulis sebuah artikel berjudul J'accuse...!, yang menibulkan kemarahan kaum cendikiawan dan liberal.[1][2] Setelah penerbitan tulisan Emil Zola, Esterhazy melarikan diri dari Prancis dan Mayor Henry dimasukan kedalam penjara kemudian bunuh diri.[1] Pada 1899, pemerintah Prancis memberikan pengampunan kepada Alfred Dreyfus.[1] Alfred dikembalikan menjadi tentara dan bertugas selama Perang Dunia I.[1] Alfred Dreyfus kemudian pensiun sebagai letnan kolonel.[1] Akibat dari Dreyfus Affair, pemerintah Prancis akhirnya membuat undang-undang yang memisahkan antara gereja dan negara pada 1906.[1][2]