Siti Noeroel Kamaril Ngasarati Kusumawardhani

(GRAy.) Gusti Raden Ayu Siti Noeroel Kamaril Ngasarati Kusumawardhani (17 September 1921 – 10 November 2015) adalah putri tunggal dari Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Aryo Mangkunegoro VII (tujuh),[1] dari permaisurinya, Gusti Kanjeng Ratu Timoer. Ayah Gusti Noeroel adalah seorang ningrat dari Solo yang beristrikan putri dari Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat. Ibu Gusti Noeroel adalah puteri ke-12 Sultan Hamengku Buwono VII dari permaisuri ketiga, G.K.R. Kencono. Nama asli ibunya adalah G.R.Ay. Mursudarijah.[2] K.G.P.A.A. Mangkunegara VII sendiri adalah pemegang tampuk pemerintahan Mangkunegaran dari tahun 1916-1944.

Gusti Noeroel
ꦒꦸꦱ꧀ꦠꦶꦤꦸꦫꦸꦭ꧀
Gusti Raden Ayu
Goesti Noeroel, c. 1938
Kelahiran(GRA.) Goesti Raden Adjeng Siti Noeroel Koesoemowardhani (GRAy) Goesti Raden Ayu Siti Noeroel Koesoemowardhani
(1921-09-17)17 September 1921
Surakarta, Hindia Belanda
Kematian10 November 2015(2015-11-10) (umur 94)
Bandung, Jawa Barat, Indonesia
WangsaMangkunegaran
Nama lengkap
(GRAy.) Gusti Raden Ayu Siti Nurul Kamaril Ngasarati Kusumawardhani
AyahMangkunegara VII (RM.) Raden Mas Suryo Prapto
Ibu(GKR.) Gusti Kanjeng Ratu Timur / ( GRA.) Gusti Raden Adjeng Mursudarijah / (GRAy.) Gusti Raden Ayu Mursudarijah
Pasangan(RM.) Raden Mas Soerjo Soejarso
AnakRasika Wiyarti
Bambang Atas Aji
Heruma Wiyarti
Wimaya Wiyarti
Sularso Basarah
Parimita Wiyarti
Aji Pamoso

Kehidupan awal sunting

Gusti Noeroel terkenal memiliki paras yang cantik. Karena kecantikannya, pada saat itu Gusti Noeroel menjadi primadona di Kota Solo dan didambakan para tokoh negara. Mulai dari mantan Perdana Menteri Sutan Sjahrir yang biasa mengirimkan kado melalui sekretarisnya ke kediaman Gusti Noeroel di Pura Mangkunegaran ketika rapat kabinet digelar di Yogyakarta. Gusti Noeroel juga didambakan oleh Kolonel GPH Djatikusumo, salah seorang prajurit militer. Yang menarik adalah mantan Presiden Soekarno yang juga tertarik dengan Gusti Noeroel namun konon kalah bersaing dengan Sutan Sjahrir.[3] Tokoh negara lainnya yang mencoba meminang Gusti Noeroel adalah Sri Sultan Hamengku Buwono IX yang memiliki 9 orang selir. Namun semua tokoh tersebut tidak ada satupun yang berhasil memikat hati Gusti Noeroel. Putri bangsawan ini memutuskan untuk menerima pinangan seorang militer berpangkat letnan kolonel yang bernama RM Soerjo Soejarso.

Kecantikan Gusti Noeroel yang termasyhur ini juga dibarengi dengan kepiawaiannya menari. Suatu kali, di usianya yang masih 15 tahun, Gusti Noeroel diminta datang secara khusus untuk menari di hadapan Ratu Wilhelmina di Belanda. Tarian tersebut dipersembahkan sebagai kado pernikahan Putri Juliana. Menariknya, saat itu rombongan dari Mangkunegaran tidak membawa gamelan untuk mengiringi tarian Gusti Nurul. Tarian itu diiringi alunan gamelan yang dimainkan dari Pura Mangkunegaran dan dipancarkan melalui Solosche Radio Vereeniging, yang siarannya bisa ditangkap dengan jernih di Belanda.[4]

Gusti Noeroel juga dikenal sebagai salah satu tokoh yang membidani berdirinya Solosche Radio Vereeniging, stasiun radio pertama di Indonesia.

Kematian sunting

Pada tanggal 10 November 2015 pukul 08.00 WIB, Gusti Noeroel mengembuskan napas terakhirnya di Rumah Sakit Borromeus, Bandung setelah sebelumnya dirawat selama 2 minggu.[5] Di usia 94 tahun, Gusti Noeroel tutup usia dikarenakan sakit diabetes yang dideritanya. Gusti Noeroel meninggalkan 7 orang anak dan 14 orang cucu dari pernikahannya dengan Soerjo Soejarso. Ketujuh orang anaknya adalah Sularso Basarah, Parimita Wiyarti, Aji Pamoso, Heruma Wiyarti, Rasika Wiyarti, Wimaya wiyarti, dan Bambang Atas Aji. Nama terakhir merupakan anak angkat Gusti Nurul.

Lihat pula sunting

Referensi sunting

  1. ^ Gusti Noeroel Berpulang, Karangan Bunga Mengalir di Parahyangan
  2. ^ "Gusti Noeroel, Perempuan Keraton yang Menjadi Inspirasi Lintas Generasi". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2015-11-12. Diakses tanggal 2015-11-10. 
  3. ^ Sejarawan: Gusti Noeroel Diperebutkan Bung Karno dan Sjahrir
  4. ^ Gusti Noeroel Wafat di Bandung
  5. ^ Gusti Noeroel Berpulang, Karangan Bunga Mengalir di Parahyangan

Pranala luar sunting