Petak jalan

Sistem pendukung pergerakan kereta api dengan membagi jalur kereta api dalam beberapa petak
(Dialihkan dari Sistem blok persinyalan)

Dalam perkeretaapian, petak jalan atau petak blok[1][2] merupakan sistem pendukung jalannya operasional perkeretaapian dengan tujuan mencegah adanya tabrakan antarkereta. Prinsip dasar dari petak jalan ialah membagi jalur kereta api menjadi beberapa bagian yang disebut petak atau blok. Umumnya, satu petak jalan dimulai dari akhir stasiun atau sinyal menuju stasiun berikutnya atau sinyal blok selanjutnya.[3][4][5] Panjang satu petak jalan harus memungkinkan kereta api untuk berhenti ketika terjadi keadaan darurat tanpa membahayakan rangkaian kereta di petak jalan lainnya.[6]

Papan penanda Resort Jalan Rel 1.2 TPK di area Stasiun Ancol.
Papan penanda Resort Jalan Rel 1.2 TPK di area Stasiun Ancol.

Biasanya, sistem persinyalan digunakan untuk mengatur lalu lintas kereta api antarpetak. Ketika sebuah rangkaian menempati suatu petak, maka sinyal di kedua ujung petak akan menunjukkan indikasi bahwa petak tersebut tidak aman dilalui. Apabila bagian depan rangkaian kereta api baru saja memasuki sebuah petak, tetapi bagian belakang rangkaian masih berada di petak sebelumnya, maka kedua petak yang ditempati oleh kereta api berstatus tidak aman. Petak yang dilalui baru akan berstatus aman ketika seluruh bagian rangkaian kereta api telah meninggalkan petak yang dimaksud.

Sistem persinyalan blok memiliki kelemahan, yakni membatasi jumlah kereta api yang dapat berjalan di suatu rute berdasarkan jumlah petak jalan yang dimilikinya. Karena jalur kereta api memiliki panjang yang tetap, menambah kapasitas jalur kereta api memerlukan adanya penambahan petak jalan. Penambahan tersebut dapat menyebabkan petak jalan yang sudah ada sebelumnya menjadi lebih pendek sehingga kereta api yang melintas harus berjalan dengan kecepatan yang lebih lambat supaya dapat melakukan pengereman dengan aman.[a] Oleh karena itu, jumlah dan panjang petak jalan tidak dapat diubah dengan mudah karena perlu adanya perubahan sistem persinyalan yang mahal.

Prinsip dasar sunting

Masalah dasar dalam pengendalian perjalanan kereta api adalah ketidakmampuan kereta api untuk berpindah jalur dengan mudah dan memerlukan jarak pengereman yang panjang. Faktor lain yang menyulitkan pengendalian kereta api adalah cuaca buruk dan kondisi geografis jalur kereta api. Beberapa hal ini menyebabkan pengatur perjalanan kereta api kesulitan dalam mengamankan perjalanan kereta api.[butuh rujukan]

Terdapat kemungkinan sebuah kereta api mengalami gangguan hingga berhenti di tengah lintas, kemudian kereta api lain datang dari depan atau belakangnya. Pada situasi seperti ini, kereta api mungkin terlalu dekat untuk dapat berhenti, terlebih apabila letak kereta api yang berhenti berada dekat tikungan atau lengkung. Oleh karena itu, diterapkan sistem petak untuk menjamin bahwa jarak antarkereta api memenuhi nilai minimum tertentu.[7]

Jenis sunting

Petak jalan dalam sistem persinyalan kereta api dibagi menjadi dua, yaitu:[8]

  1. Petak jalan tetap, yaitu lintasan kereta api dengan petak jalan yang tidak berubah dan tetap pada tempatnya sepanjang waktu. Pada petak jalan tetap, satu petak hanya dapat dilalui oleh satu kereta api.
  2. Petak jalan bergerak, yaitu petak jalan yang dapat berubah-ubah bergantun kepada kepadatan lalu lintas kereta. Pemakaian petak jalan bergerak menggunakan teknologi Sistem Kendali Kereta Berbasis Komunikasi. Kereta dapat saling berkomunikasi dengan lintasannya sehingga posisi kereta dapat diketahui secara tepat.

Referensi sunting

  1. ^ Munang, Aswan; RM, Faisal; Mansur, Agus (2016-12-25). "EVALUASI DAN PERENCANAAN MITIGASI RESIKO PROYEK PEMBANGUNAN JALUR GANDA KERETA API SEMARANG - BOJONEGORO". Teknoin. 22 (2). doi:10.20885/teknoin.vol22.iss2.art5. ISSN 0853-8697. 
  2. ^ M.Sc, Prof Dr Ir Danang Parikesit; M.T, Dr Eng Imam Muthohar, S. T.; Ph.D, Prof Ir Ofyar Z. Tamin, M. Sc; M.Sc, Prof Dr Ing Ahmad Munawar; M.Sc, Prof Dr Ir Erika Buchari; Ph.D, Prof Ir Suryo Hapsoro Tri Utomo; Ph.D, Prof Ir Siti Malkhamah, M. Sc; MSTr, Dr Ir Hermanto Dwiatmoko; MM, Ir Bambang Drajat (2021-12-21). JALAN REL. Scopindo Media Pustaka. ISBN 978-623-365-022-9. 
  3. ^ Pigg, James (1897). Railway "Block" Signalling: The Principles of Train Signalling and Apparatus for Ensuring Safety. London: Biggs & Co. hlm. 35 – via Google Books. 
  4. ^ Returns of Accidents and Casualties as Reported to the Board of Trade by the Several Railway Companies in the United Kingdom. London: Darling & Son. 1898. hlm. 137 – via Google Books. 
  5. ^ Francis, J.D. (2007). An Entry in the Train Register. J.D. Francis. hlm. 137. ISBN 978-0-9514636-1-1 – via Google Books. 
  6. ^ Kichenside & Williams 2008, hlm. 73-88.
  7. ^ Wang, Haifeng; Schmid, Felix; Chen, Lei; Roberts, Clive; Xu, Tianhua (2013-06). "A Topology-Based Model for Railway Train Control Systems". IEEE Transactions on Intelligent Transportation Systems. 14 (2): 819–827. doi:10.1109/TITS.2012.2237509. ISSN 1558-0016. 
  8. ^ Haroen, Yanuarsyah (2017). Sistem Transportasi Elektrik. Bandung: ITB Press. hlm. 219. ISBN 978-602-7861-65-7. 


Kesalahan pengutipan: Ditemukan tag <ref> untuk kelompok bernama "lower-alpha", tapi tidak ditemukan tag <references group="lower-alpha"/> yang berkaitan