Simpanse
Simpanse (Pan troglodytes)
Klasifikasi ilmiah
Kerajaan:
Filum:
Kelas:
Ordo:
Famili:
Subfamili:
Tribus:
Subtribus:
Panina
Genus:
Pan

Oken, 1816
Spesies tipe
Simia troglodytes
Spesies

Pan troglodytes
Pan paniscus

distribusi penyebaran spesies Pan spp.

Simpanse (nama ilmiah: Pan troglodytes), adalah spesies kera besar yang berasal dari hutan dan sabana di Afrika tropis.[1]Terdapat empat subspesies dari simpanse yang telah dikonfirmasi, dan ada subspesies kelima yang diusulkan. Sementara kerabat dekat simpanse, yaitu bonobo, dikenal juga sebagai simpanse kecil, simpanse sendiri dikenal juga sebagai simpanse biasa atau simpanse besar. Simpanse dan bonobo ada dua anggota spesies dari genus Pan. Bukti dari fosil dan pengurutan DNA menunjukkan bahwa genus Pan adalah takson saudara dari garis keturunan manusia dan merupakan kerabat terdekat manusia. Rambut hitam kasar menutupi hampir seluruh tubuh simpanse kecuali bagian wajah, jari tangan, jari kaki, telapak tangan, dan telapak kaki mereka. Simpanse memiliki ukuran tubuh lebih besar dan lebih kuat dari bonobo, dengan berat 40–70 kg (88-154 pon) untuk jantan dan 27–50 kg (60-110 pon) untuk betina, serta tinggi 120 hingga 150 cm (3 kaki 11 inci hingga 4 kaki 11 inci).

Simpanse adalah anggota dari keluarga Hominidae, bersama dengan gorila, manusia, dan orangutan. Simpanse terpisah dengan manusia dalam ranting keluarga sekitar 4 - 6 juta tahun lalu. Dua spesies simpanse di atas adalah kerabat terdekat manusia, semuanya anggota dari suku Hominini (berikut dengan spesies yang punah dari sub-suku Hominina). Simpanse satu-satunya anggota yang diketahui dari sub-suku Panina. Kedua spesies Pan tersebut terpisah sekitar 1 juta tahun lalu.

Sejarah secara evolusi sunting

Hubungan secara evolusi sunting

 
Hubungan taksonomi dari Hominoidea

Genus Pan dianggap merupakan bagian dari sub-keluarga Homininae di mana manusia juga salah satu bagiannya. Kedua spesies ini adalah kerabat terdekat manusia secara evolusi yang masih hidup, memiliki kesamaan nenek moyang dengan manusia enam juta tahun lalu.[2] Penelitian oleh Mary-Claire King tahun 1973 menemukan 99% kesamaan DNA antara manusia dan simpanse,[3] walaupun penelitian lain telah meralat hasilnya menjadi 94% [4] kesamaan, dengan beberapa perbedaan terdapat dalam non-coding DNA. Telah diusulkan bahwa troglodytes dan paniscus bersama dengan sapiens berada dalam genus Homo, daripada dalam Pan. Salah satu alasan mengenai hal ini adalah spesies lain telah diklasifikasi ulang menjadi genus yang sama berdasarkan persamaan genetis seperti yang terdapat pada manusia dan simpanse.

Fosil sunting

Kebanyakan fosil manusia telah ditemukan, tetapi fosil simpanse tidak dijelaskan sampai pada tahun 2005. Populasi simpanse yang ada sekarang di Afrika Barat dan Tengah tidak berbenturan dengan situs besar fosil manusia di Afrika Timur. Namun, fosil simpanse sekarang telah dilaporkan berasal dari Kenya. Hal ini mengindikasikan bahwa manusia dan anggota dari clade Pan berada di Rift Valley Afrika Timur selama Pertengahan Pleistocene.[5]

Anatomi dan fisiologi sunting

 
Tengkorak dan otak manusia dan simpanse, diilustrasikan oleh Gervais' dalam Histoire naturelle des mammifères

Kebanyakan simpanse jantan memiliki tinggi 1.7 m saat berdiri, dan memiliki berat 70 kg; yang betina lebih kecil. Panjang tangan simpanse umumnya, bila dilebarkan, memiliki rentang satu setengah kali tinggi badan dan tangan simpanse lebih panjang dari kakinya.[6] Bonobo sedikit pendek dan kurus daripada kebanyakan simapanse tetapi memiliki tungkai yang lebih panjang. Kedua spesies menggunakan tangannya yang panjang dan kuat untuk memanjat pohon. Di tanah, simpanse biasanya berjalan menggunakan keempatnya dengan bantuan baku tangan dan kepalan tangan, sebuah bentuk tenaga penggerak yang disebut dengan knuckle-walking. Kaki simpanse lebih cocok untuk berjalan dibandingkan orangutan karena telapak kaki simpanse lebih luas dan jempol yang pendek. Simpanse biasa dan bonobo dapat berjalan tegak dengan dua kaki saat membawa barang dengan kedua tangannya. Bonobo secara proporsional memiliki tungkai lebih panjang dan cenderung sering berjalan tegak dibandingkan Simpanse Biasa. Kulitnya lebih gelap; wajah, tangan, telapak tangan dan kaki tidak berbulu; dan simpanse tidak memiliki ekor. Kedua spesies memiliki warna pada kulit luar wajah, tangan dan kaki yang beragam dari merah jambu sampai berwarna gelap, tetapi memiliki warna lebih terang pada saat muda, menjadi lebih gelap saat menua. Penelitian Universitas Chicago Medical Center menemukan perbedaan genetis yang signifikan antara populasi simpanse.[7] Tonjolan bertulang diatas mata memberikan tampilan mundur pada dahi, dan hidungnya datar. Walaupun dengan mulut menonjol, bibirnya hanya mendorong kedepan saat simpanse mencibir. Otak simpanse setengah dari ukuran otak manusia.[8]

Testikel simpanse lebih besar untuk ukuran badannya, dengan kombinasi berat sekitar 110 gram dibandingkan dengan gorilla 28 gram atau manusia 43 g. Hal ini secara umum diatribusikan pada kompetisi sperma karena sifat poliandri alamiah pada perilaku perkawinan simpanse.[9] Simpanse mencapai masa puberti pada umur antara 8 dan 10 tahun, dan jarang hidup melebihi umur 40 di alam liar, tetapi diketahui hidup sampai 60 tahun selama penangkaran.

Neoteny sunting

Nancy Lynn Barrickman dari Departemen Evolutionary Psycholoy di Universitas Duke mengklaim penemuan Brian T.Shea dengan analisis multivariat bahwa Bonobo lebih neotenized dibandingkan simpanse biasa, dengan melihat fitur seperti panjang batang tubuh yang lebih proporsional pada Bonobo.[10]

Arga Ema sunting


 
Bonobo

Perbedaan anatomi antara Simpanse biasa dan Bonobo hanya sedikit, tetapi dalam seksual dan perilaku sosial mereka memiliki perbedaan yang menyolok. Simpanse biasa mengkonsumsi segala macam makanan, memiliki kultur berburu secara berkelompok sesama pejantan muda yang dipimpin oleh jantan alfa, dan hubungan sosial yang sangat kompleks. Bonobo, disisi lain, umumnya pemakan buah dan egaliter, tidak melakukan kekerasan, matriarki, sifat mengerti secara seksual.[11] Bonobo diketahui sering melakukan seks, dengan norma biseksualitas untuk jantan dan betina, dan juga menggunakan seks untuk membantu mencegah dan menyelesaikan konflik. Grup simpanse yang berbeda juga memiliki kultur yang berbeda dalam pemilihan tipe alat.[12] Simpanse condong memperlihatkan tingkat agresi yang lebih tinggi daripada Bonobo. [13]

Struktur sosial sunting

Simpanse hidup dalam grup sosial multi-jantan dan multi-betina yang besar yang disebut dengan komunitas. Dalam sebuah komunitas terdapat hierarki sosial yang jelas yang didiktekan oleh posisi dari satu individu dan pengaruh dari individu tersebut bagi yang lain. Simpanse hidup dalam sebuah hierarki yang lebih ramping di mana lebih dari satu individu bisa mendominasi anggota lain dari tingkat lebih rendah. Biasanya ada jantan yang lebih dominan yang dijuluki dengan jantan Alfa. Jantan Alfa adalah jantan dengan tingkat tertinggi yang mengkontrol grup dan memberikan perintah selama terjadi perselisihan. Dalam masyarakat simpanse 'jantan dominan' tidak harus yang jantan terbesar atau terkuat tetapi jantan yang lebih manipulatif dan politis yang dapat memberi pengaruh terhadap kejadian dalam suatu grup. Simpanse jantan biasanya mendapatkan dominasi lewat pengaruh sekutu yang akan menyediakan dukungan bagi individu tersebut seandainya nanti terdapat perselisihan kekuatan. Jantan alfa biasanya memperlihatkan sifat sombong untuk meningkatkan kuasa supaya terlihat menggertak dan kuat sedapat mungkin. Hal ini bertujuan untuk mengintimidasi anggota lain yang berusaha mengambil alih kuasa dan menjaga autoritas, dan sangat penting bagi jantan alfa bertahan pada status yang dimilikinya. Simpanse peringkat-rendah akan memperlihatkan rasa hormat dengan gestur patuh dalam bahasa tubuh atau menjulurkan tangannya sambil mengeluarkan bunyi dengkur. Simpanse betina memperlihatkan rasa hormat pada jantan alfa dengan memperlihatkan seperempat bagian belakangnya.

Simpanse betina juga memiliki hierarki yang dipengaruhi oleh posisi si betina dalam suatu grup. Dalam beberapa komunitas simpanse, betina muda bisa mewarisi status tinggi dari ibu yang berperingkat-tinggi. Betina-betina juga akan membentuk sekutu untuk mendominasi betina tingkat-rendah. Berbeda dengan jantan yang tujuan utama dari status dominasinya yaitu untuk mendapatkan hak akses perkawinan dan terkadang dominasi kekerasan terhadap bawahan, yang betina memperoleh status dominasi untuk mendapatkan sumber seperti makanan. Betina tingkat-tinggi biasanya akan mendapat akses pertama terhapap sumber. Secara umum, kedua kelamin menginginkan status dominan untuk meningkatkan kedudukan sosial dalam suatu grup.

Terkadang betinalah yang memilih jantan alfa. Bagi simpanse jantan supaya dapat status alfa, dia harus memperoleh penerimaan dari betina-betina dalam suatu komunitas. Betina-betina harus meyakinkan bahwa grupnya harus memperoleh pasokan makanan yang cukup. Dalam beberapa kasus, kelompok betina dominan akan mengusir jantan alfa yang tidak sesuai dengan pilihan mereka dan akan membantu jantan lain yang mereka lihat berpotensi memimpin grup sebagai jantan alfa yang sukses.

Inteligensi sunting

 
Diagram dari otak. Pemetaan grup utama dari foci dalam ruang motor pada Simpanse

Simpanse membuat alat dan menggunakannya untuk mendapatkan makan dan dipertontonkan; mereka memiliki strategi berburu yang canggih yang membutuhkan kerjasama, influensi dan tingkatan; mereka memiliki status, manipulatif dan mampu menipu; mereka mampu belajar menggunakan simbol dan memahami aspek dari bahasa manusia termasuk beberapa sintaks relasi, konsep dari angka dan urutan numerik;[14] dan mereka mampu membuat perencaan spontan untuk keadaan atau kejadian pada masa depan.[15]

Penggunaan alat sunting

Salah satu penemuan terpenting adalah pada Oktober 1960 saat Jane Goodall mengobservasi penggunaan alat di antara simpanse. Penelitian terbaru mengindikasikan bahwa penggunaan alat batu pada simpanse terjadi sekitar 4.300 tahun lalu.[16] Penggunaan alat pada simpanse termasuk menggali sarang rayap menggunakan alat sebuah tongkat kayu besar, dan menggunakan tongkat kayu kecil untuk memancing rayap keluar.[17] Penelitian terbaru mengungkap penggunaan alat lebih canggih seperti galah, di mana Simpanse di Senegall mengasah galah dengan giginya dan digunakan untuk menusuk Senegal Bushbaby lewat lubang kecil di pohon.[18][19] Sebelum penemuan penggunaan alat pada simpanse, ia dipercaya bahwa manusia satu-satunya spesies yang membuat dan menggunakan alat, tetapi beberapa spesies pengguna-alat lainnya sekarang telah diketahui.[20][21]

Pembuatan-sarang sunting

Pembuatan-sarang, terkadang dianggap sebagai penggunaan alat, terlihat pada simpanse yang membangun sarang di pohon dengan menyatukan dahan dari satu atau lebih pohon. Hal ini membentuk bagian terpenting dalam perilaku, terutama dalam kasus saat ibu yang mengajarkan perlilaku ini kepada anaknya. Sarang terdiri dari matras, didukung oleh fondasi yang kuat, dan dilapisi dengan daun-daun yang lembut dan ranting. Sarang dibuat dalam pohon dengan diameter minimal 5 m dan terletak pada ketinggian 3 – 5 m. Siang dan malam sarang dibuat. Sarang bisa terdapat dalam grup.[22]

Empati sunting

 
Ibu simpanse dan bayi

Penelitian terbaru menunjukkan bahwa simpanse rupanya terlibat dalam perilaku altruistik dalam suatu grup,[23][24] tapi tidak peduli dengan keselamatan anggota dari grup lain.[25] Namun di lingkungan liar simpanse juga mengadopsi simpanse yatim piatu, terkadang dari grup yang tidak bertalian. Dan pada kasus tertentu bahkan simpanse jantan menjaga anak simpanse di luar grup yang telantar, namun dalam kebanyakan kasus mereka biasanya membunuh bayi tersebut.[26]

Bukti untuk "Spiritualitas Simpanse" termasuk memperlihatkan berkabung, "cinta romantis pertama", "tari hujan", apresiasi terhadap keindahan alam seperti pemandangan matahari terbenam di pinggiran danau, keingintahuan dan rasa hormat terhadap mahluk liar (seperti python, yang bukan berupa ancaman maupun sumber makanan bagi simpanse), empati terhadap spesies lain (seperti memberi makan kura-kura) dan bahkan "animisme" atau "berpura-pura bermain" di mana simpanse menggendong dan mendadani batu atau tongkat kayu.[27]

Komunikasi sunting

Simpanse berkomunikasi hampir sama dengan manusia berkomunikasi secara non-verbal, menggunakan vokalisasi, gestur tangan, dan ekspresi wajah. Penelitian pada otak simpanse mengungkapkan bahwa komunikasi pada simpanse mengaktifkan sebuah area pada otak simpanse yang berada pada posisi yang sama pada area Broca, pusat bahasa pada otak manusia.[28]

Penelitian pada bahasa sunting

 
Profil samping dari seekor simpanse.

llmuwan telah lama tertarik dengan penelitian pada bahasa, mempercayai bahwa ia kemampuan kognitif yang unik pada manusia. Untuk menguji hipotesis ini, ilmuwan telah mencoba mengajarkan bahasa manusia pada beberapa spesies kera besar. Percobaan pertama dilakukan oleh Allen dan Beatrix Gardner pada tahun 1960-an dengan menghabisan 51 bulan mengajarkan American Sign Language (ASL) kepada simpanse bernama Washoe. Gardners melaporkan bahwa Washoe mempelajari 151 isyarat, dan secara spontan juga mengajarkan pada simpanse lainnya.[29] Dalam waktu yang lebih lama, Washoe telah mempelajari lebih dari 800 isyarat.[30]

Debat masih berlangsung antara para ilmuwan, yang terkenal yaitu antara Noam Chomsky dan David Premack, tentang kemampuan kera besar dalam mempelajari bahasa. Sejak laporan pertama tentang Washoe, sejumlah penelitian lain telah dilakukan dengan tingkat kesuksesan yang beragam,[31] termasuk satu ekor simpanse yang bernama, secara parodi, Nim Chimpsky, dilatih oleh Herbert Terrace di Columbia University. Walaupun laporan awalnya sedikit positif, pada bulan November 1979, Terrace dan teamnya mengevaluasi ulang kaset video dari Nim dengan pelatihnya, menganalisis mereka frame demi frame untuk setiap isyarat dan konteks (keadaan yang terjadi sebelum dan sesudah isyarat Nim). Dalam analisis ulang, Terrace menyimpulkan bahwa penyebutan oleh Nim dapat dijelaskan hanya sebagai dorongan dari yang melakukan eksperimen, dan juga kesalahan pada data laporan. "Kebanyakan perilaku kera adalah latihan murni," kata dia. "Bahasa masih berdiri sebagai definisi penting pada spesies manusia." Dalam kekalahan ini, Terrace sekarang beralasan bahwa penggunaan ASL pada Nim tidak seperti pendekatan bahasa manusia. Nim tidak pernah memulai percakapan, jarang memperkenalkan kata-kata baru, dan secara sederhana hanya meniru apa yang manusia lakukan. Kalimat yang dikeluarkan Nim juga tidak berkembang, tidak seperti anak manusia yang perbendaharaan katanya dan panjang kalimatnya memperlihatkan korelasi positif yang kuat.[32]

Daya ingat sunting

Penelitian selama 30 tahun di Primate Research Institute, Universitas Kyoto, memperlihatkan bahwa simpanse mampu mengenali angka 1-9 dan nilainya. Simpanse lebih lanjut memperlihatkan kemampuan dalam daya ingat fotograpik, diperlihatkan dalam percobaan di mana campuran angka 1-9 diperlihatkan di layar komputer selama seperempat detik, di mana setelahnya simpanse, Ayumu, mampu secara benar dan cepat menunjukkan posisi di mana angka tersebut secara berurutan. Percobaan yang sama terkadang gagal bila dilakukan pada juara mengingat Ben Pridmore.[33]

Tertawa pada kera sunting

 
Simpanse muda sedang bermain

Tertawa mungkin tidak terbatas atau unik hanya pada manusia. Perbedaan tertawa antara simpanse dan manusia mungkin hasil dari adaptasi yang telah berevolusi menyebabkan manusia dapat berbicara. Kesadaran terhadap diri sendiri seperti pada pengujian kaca, atau kemampuan untuk mengenali keadaan berbahaya pada mahluk lain (lihat mirror neurons), adalah prasyarat dari tertawa, sehingga binatang dapat tertawa dengan cara yang sama pada manusia.

Simpanse, gorila, dan orangutan memperlihatkan vokalisasi seperti tertawa saat merespon pada kontak fisik, seperti bergelut, bermain kejar-kejaran, atau gelitik. Hal ini didokumentasikan pada simpanse liar dan peliharaan. Tertawa pada Simpanse Biasa tidak mudah dikenali oleh manusia, karena ia dihasilkan dengan tarikan dan keluaran napas yang berbunyi hampir seperti bernapas dan terengah-engah. Ada keadaan di mana primata selain manusia dilaporkan mengekspresikan kegembiraan. Salah satu penelitian menganalisis dan merekam pola suara yang dihasilan oleh bayi manusia dan Bonobo saat digelitik. Ditemukan bahwa walaupun tawa Bonobo menggunakan frekuensi tinggi, tawa diikuti oleh pola yang sama pada bayi manusia dan memiliki ekspresi wajah yang sama. Manusia dan simpanse memiliki area gelitik yang sama pada badan, seperti ketiak dan pusar. Kegembiraan terhadap gelitikan pada simpanse tidak hilang dengan usia.[34]

Tidur sunting

Waktu tidur rata-rata dalam periode 24-jam pada simpanse peliharaan dikatakan selama 9.7 jam.[35]

Agresi sunting

 
Simpanse jantan di Mahale National Park, Tanzania

Simpanse dewasa, terutama jantan, dapat sangat agresif. Mereka sangat teritorial dan dikenal membunuh simpanse lainnya.[36] Simpanse juga terlibat dalam berburu primata tingkat bawah seperti colobus merah.[37] dan Senegal bushbaby,[38][39] dan menggunakan daging dari hasil buruan sebagai "alat sosial" dalam komunitasnya.[40] Pada Februari 2009, setelah kecelakaan di mana seekor simpanse peliharaan bernama Travis menyerang dan memutilasi seorang wanita di Stamford, Connecticut, U.S. House of Representatives menyetujui melarang memelihara priamata di Amerika Serikat.[41]

Interaksi dengan manusia sunting

Sejarah sunting

 
Gregoire: simpanse berumur 62 tahun

Orang Afrika telah melakukan kontak dengan simpanse selama milenia. Simpanse diambil sebagai hewan peliharaan berabad-abad di beberapa desa Afrika, terutama di Republik Demokrasi Kongo. Di Virunga National Park sebelah timur dari negara tersebut, pihak berwenang taman secara berkala menangkap simpanse dari masyarakat yang memeliharanya sebagai hewan peliharaan.[42] Catatan pertama kontak antara Eropa dengan simpanse terjadi di Angola pada abad 17. Diari Duarte Pacheco Pereira (1506) seorang penjelajah dari Portugis, yang disimpan di Portuguese National Archive (Torre do Tombo), adalah bisa jadi dokumen Eropa pertama yang mengetahui bahwa simpanse membuat alatnya sendiri yang belum sempurna.

Penggunaan nama "simpanse" belum terjadi sampai tahun 1738. Nama itu diturunkan dari bahasa Tshiluba dari makna "simpanse-kivili", yang merupakan nama lokal untuk binatang dan diterjemahkan secara langsung menjadi "mockman" (Inggris) atau bisa saja hanya "kera". Penyebutan sehari-hari untuk "chimp" (Inggris) terjadi sekitar tahun 1870-an.[43] Ahli Biologi menggunakan Pan sebagai nama genus dari binatang tersebut. Simpanse sebagaimana halnya dengan kera lainnya diakui telah diketahui oleh para penulis Barat di waktu dahulu, tetapi umumnya sebagai mitos dan legenda bagi masyarakat pinggiran Eropa dan Arab, biasanya lewat fragmentasi dan coretan para penjelajah Eropa. Kera disebutkan secara beragam oleh Aristotle, dan juga dalam Kitab Injil Inggris, di mana mereka dijelaskan dikoleksi oleh Solomon. (1 Kings 10:22. Kata Hebrew, qőf, bisa berarti monyet.) Kera juga disebutkan dalam Qur'an (7:166), di mana Tuhan mengatakan pada masyarakat Israel yang melanggar Shabbat "Be ye apes".

 
Hugo Rheinhold's Affe mit Schädel ("Kera dengan tengkorak") adalah sebuah contoh bagaimana simpanse dilihat pada akhir abad 19-an.

Simpanse pertama yang melintasi benua datang dari Angola dan diberikan sebagi hadiah kepada Frederick Henry, Prince of Orange pada tahun 1640, dan diikuti oleh beberapa saudara-saudaranya pada tahun-tahun selanjutnya. Ilmuwan menyebut simpanse pertama ini sebagai "pygmies", dan mencatat persamaan binatang tersebut dengan manusia. Dua dasawarsa selanjutnya banyak hewan yang diimpor ke Eropa, umumnya diambil oleh kebun binatang sebagai hiburan bagi pengunjung.

Teori seleksi alam oleh Darwin (diterbitkan tahun 1859) menumbuhkan ketertarikan sains pada simpanse, kebanyakan dalam biologi, memacu sejumlah penelitian terhadap binatang dalam alam liar dan dalam kurungan. Peneliti simpanse pada waktu itu hanya tertarik pada perilaku yang berhubungan dengan manusia. Ini mungkin kajian ilmiah yang kurang ketat dan tidak begitu menarik kedengarannya, di mana perhatian lebih fokus pada apakah binatang memiliki sifat yang disebut 'baik'; inteligensi dari simpanse terkadang sering terlalu dibesar-besarkan, yang diabadikan dalam Affemit Schadel-nya Hugo Rheinhold (lihat gambar sebelah kiri). Pada akhir abad 19 simpanse masih tetap menjadi misteri bagi manusia, dengan sedikit informasi ilmiah yang didapatkan.

Abad 20 memperlihatkan zaman baru bagi penelitian ilmiah dalam perilaku simpanse. Sebelum 1960, hampir tidak ada ynag diketahui mengenai perilaku simpanse dalam habitat naturalnya. Pada bulan Juli pada tahun yang sama, Jane Goodall pergi ke hutan Gombe Tanzania untuk hidup bersama dengan simpanse, di mana dia secara khusus meneliti anggota dari komunitas simpanse Kasakela. Penemuannya tentang simpanse membuat dan menggunakan alat merupakan sebuah terobosan, di mana manusia sebelumnya dikenal sebagai satu-satunya spesies yang dipercaya yang melakukan hal tersebut. Penelitian paling progresif pada simpanse dipelopori oleh Wolfgang Köhler dan Robert Yerkes, keduanya merupakan ahli psikologi terkenal. Kedua orang tersebut dan rekan-rekan kerjanya membuat sebuah labor penelitian simpanse yang berfokus secara spesifik dalam mempelajari tentang kemampuan intelektual dari simpanse, terutama pemecahan-masalah. Hal ini biasanya melibatkan pengujian dasar, praktikal yang membutuhkan kapasitas intelektual yang tinggi (seperti bagaimana memecahkan masalah tentang pisang yang di luar jangkauan). Lebih lanjut lagi, Yerkes juga membuat observasi yang luas tentang simpanse di alam liar sehingga menambahkan pemahaman ilmiah yang luar biasa terhadap simpanse dan perilakunya. Yerkes meneliti simpanse sampai Perang Dunia II, sementara Kohler merangkup lima tahun penelitiannya dan menerbitkan Mentality of Apes-nya yang terkenal pada tahun 1925 (yang secara kebetulan bersamaan dengan mulainya analisis oleh Yerkes), yang akhirnya menyimpulkan bahwa "simpanse menunjukkan perilaku inteligen seperti jenis umum yang tampak pada manusia ... sebuah tipe perilaku yang ada secara spesifik hanya pada manusia" (1925).[44]

 
Simpanse di Los Angeles Zoo

Terbitan bulan Agustus 2008 dari American Journal of Primatology melaporkan hasil penelitan bertahun-tahun terhadap simpanse di Taman Nasional Mahale Mountain, Tanzania, yang memberikan bukti bahwa simpanse menjadi sakit karena infeksi virus yang terjangkit pada manusia. Investigasi molekular, mikroskopik dan epidemiological menunjukkan bahwa simapanse yang hidup di Taman Nasional Mahale Mountain menderita penyakit pernapasan yang disebabkan oleh varian dari paramyxovirus pada manusia.[45]

Penelitian sunting

Sejak November 2007, ada sebanyak 1300 simpanse dipelihara di laboratorium U.S (lebih dari 3000 kera hidup dalam penangkaran disana), baik ditangkap liar, atau didapat lewat sirkus, pelatih binatang, atau kebun binatang.[46] Kebanyakan lab melakukan dan membuat simpanse untuk penelitian yang invansif,[47] disebut-sebut sebagai "disuntik dengan agen yang terinfeksi, pembedahan atau biopsy yang dilakukan demi penelitian dan bukan demi simpanse, dan/atau percobaan obat".[48] Dua laboratorium yang didanai pemerintah menggunakan simpanse: Yerkes National Primate Research Laboratory di Universitas Emory di Atlanta, Geogia, dan Southwest National Primate Center di San Antonio, Texas.[49] Lima ratus simpanse telah pensiun dari laboratorium dan hidup di dalam suaka di A.S atau Kanada.[47]

 
Enos si simpanse angkasa sebelum dimasukkan ke dalam kapsul Mercury-Atlas 5 pada tahun 1961.

Simpanse yang digunakan pada penelitian biomedikal condong digunakan lagi selama dasawarsa, daripada digunakan kemudian dibunuh sebagaimana halnya binatang di laboratorium. Beberapa simpanse yang ada di laboratorium A.S telah digunakan dalam eksperimen selama lebih dari 40 tahun.[50] Menurut Project R&R, sebuah kampanye untuk membebaskan simpanse yang ditahan di lab A.S -- dijalankan oleh New England Anti-Vivisection Society berkaitan dengan Jane Goodall dan peneliti primata lainnya—simpanse tertua yang diketahui berada di lab A.S adalah Wenka, yang lahir di laboratorium di Florida pada Mei 21, 1954.[51] Dia diambil dari ibunya pada saat lahir untuk digunakan sebagai eksperimen penglihatan yang berlangsung selama 17 bulan, dan dijual sebagai hewan peliharaan kepada sebuah keluarga in North Carolina. Dia dikembalikan ke Yerkse National Primate Research Center tahun 1957 saat ia terlalu besar untuk ditangani. Sejak itu, ia telah enam kali melahirkan, dan telah digunakan dalam penelitian penggunaan alkohol, kontraseptif mulut, dan kajian kognitif.[52]

Dengan terbitnya genome simpanse, dilaporkan adanya peningkatan penggunanan simpanse di lab, beberapa ilmuwan berdebat mengenai penundaan pembiakan simpanse untuk penelitan seharusnya dinaikkan.[49][53] Penundaan 5 tahun dikenakan oleh U.S National Institutes of Health (NIH) tahun 1996, karena terlalu banyak simpanse dibiakkan untuk penelitian HIV, and ia telah diperpanjang per tahun sejak 2001.[49]

Peneliti lain beralasan bahwa simpanse adalah binatang yang unik dan seharusnya tidak digunakan dalam penelitian, atau diperlakukan secara berbeda. Pascal Gagneux, ahli biologi evolusioner dan primata di University of California, San Diego, beralasan bahwa, adanya memiliki rasa terhadap diri sendiri pada simpanse, penggunaan alat, dan kesamaan genetik dengan manusia, penelitian pada simpanse haruslah mengikuti aturan etikal yang juga digunakan pada manusia yang tidak mampu memberikan persetujuan.[49] Juga, penelitian terbaru menyatakan bahwa simpanse yang pensiun dari lab menunjukkan suatu bentuk posttraumatic stress disorder.[54] Stuart Zola, direktur dari Yerkse National Primate Research Laboratories, tidak setuju. Dia berkata pada National Geographic: "Saya pikir kita tidak harus membuat perbedaan antara kewajiban kita untuk memperlakukan semua spesies secara manusiawi, apakah itu tikus atau monyet atau simpanse. Seberapa banyakpun kita berharap untuk itu, simpanse bukanlah manusia." [49]

Meningkatnya jumlah pemerintah yang melakukan pelarangan penelitian pada Kera Besar melarang penggunaan simpanse dan kera besar lainnya dalam penelitian atau percobaan toksikologi.[55] Sejak tahun 2006, Austria, New Zealand, Netherlands, Sweden, dan UK telah memperkenalkan pelarangan ini.[56]

Dalam kultur pop sunting

Simpanse telah dijadikan stereotip dalam kultur pop, di mana mereka biasanya berperan sebagai pemain standar [57] sebagai teman anak-anak, kaki tangan atau badut.[58] Mereka biasanya cocok untuk peran terakhir di mana fitur wajah yang menonjol, tungkai yang panjang dan pergerakan yang cepat, yang mana manusia sering melihatnya lucu.[58] Oleh karena itu, hiburan yang menampilkan simpanse berpakaian manusia secara tradisional telah lekat pada sirkus dan panggung pertunjukan.[58]

Dalam era televisi, genre baru dari lakon simpanse muncul di U.S: sebuah serial di mana seluruh pemerannya adalah simpanse berpakaian sebagai manusia dan pada saat "berbicara" disuarakan oleh aktor manusia.[57] Pertunjukan tersebut, contohnya termasuk Lancelot Link, Secret Chimp pada tahun 1970-an atau The Chimp Channel pada tahun 1990-an, bergantung kepada pemeran keranya untuk membuat sesuatu yang baru, komedi lelucuan tingkat rendah.[57] "Aktor" simapanse tidak ada bedanya dengan lakon dalam sebuah sirkus, lucu karena sebagai simpanse dan bukan sebagai individu.[57] Kelompok hak asasi binatang, PETA, telah mendesak pengiklan menolak penggunaan simpanse di televisi dan iklan komersial, menganggapnya sebagai menyiksa binatang.[59] Sukses terbaru mereka yaitu berhasil meyakinkan Chrysler Corporation untuk mengubah iklan di mana seekor simpanse menekan tuas untuk meledakkan sesuatu sehingga memperlihatkan "monyet gaib" (ironinya iklan tersebut adalah sebuah parodi dari penjual mobil yang memiliki seekor kera yang menghancurkan sesuatu untuk memulai sebuah promosi penjualan).

Saat simpanse muncul di acara TV, mereka biasanya bertindak sebagai kaki tangan dari manusia. Dalam perannya, misalnya, J. Fred Muggs muncul dengan pembawa acara Today show Dave Garroway pada tahun 1950-an, sebagai Judy dalam Daktari pada tahun 1960-an atau sebagai Darwin dalam The Wild Thornberrys pada tahun 1990-an.[57] Berbeda dengan penggambaran fiksi dari hewan lainnya, seperti anjing (dalam Lassie), lumba (Flipper), kuda (The Black Stallion) atau bahkan kera (King Kong), karakter dan aksi dari simpanse jarang yang relevan dengan alurnya.[57]

Potret dalam fiksi ilmiah sunting

Penggambaran simpanse dalam sebuah cerita sebagai sebuah individu dibandingkan sebagai karakter pembantu, dan juga sebagai sentral karakter daripada kebetulan berada dalam sebuah cerita [57] sangat jarang, umumnya ditemukan dalam karya fiksi ilmiah. Cerita singkat Robert A. Heinlein "Jerry Was a Man" (1947) berpusat pada simpanse yang ditingkatkan secara genetis yang menggugat untuk diperlakukan lebih baik. Film tahun 1972 Conquest of the Planet of the Apes, memportret sebuah revolusi masa depan dari kera-kera yang diperbudak yang dipimpin oleh satu-satunya simpanse yang berbicara, Caesar, melawan tuannya manusia.[57] Cerita singkat lainnya "The Pope of the Chimps" oleh Robert Silverberg, diset pada masa sekarang, memperlihatkan tanda pertama perkembangan agama pada sebuah kelompok simpanse, yang mengejutkan manusia yang menelitinya. David Brin novel Uplift memperlihatkan masa depan di mana manusia memiliki simpanse yang telah "ditingkatkan" (dan beberapa spesies lainnya) dengan kebijaksanaan setingkat manusia.

Lihat juga sunting

Referensi sunting

  1. ^ Parker, SYbil, P (1984). McGraw-Hill Dictionary of Biology. McGraw-Hill Company. 
  2. ^ "Chimps and Humans Very Similar at the DNA Level". News.mongabay.com. Diakses tanggal 2009-06-06. 
  3. ^ Mary-Claire King , Protein polymorphisms in chimpanzee and human evolution , Doctoral dissertation , University of California, Berkeley (1973).
  4. ^ "Humans and Chimps: Close But Not That Close". Scientific American. 2006-12-19. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2007-10-11. Diakses tanggal 2006-12-20. 
  5. ^ McBrearty, S. (2005-09-01). "First fossil chimpanzee". Nature. 437 (7055): 105–8. doi:10.1038/nature04008. PMID 16136135. 
  6. ^ "[1]" , Rolling Hills Wildlife Adventure 2005
  7. ^ "Gene study shows three distinct groups of chimpanzees". EurekAlert. 2007-04-20. Diakses tanggal 2007-04-23. 
  8. ^ "Simpanse Diarsipkan 2009-10-28 di Wayback Machine.," Microsoft Encarta Online Encyclopedia 2008. 2009-10-31.
  9. ^ "Why are rat testicles so big?". 2003–2004. Diakses tanggal 1 September 2009. 
  10. ^ Barrickman, N.T. (2008). Evolutionary Relationship Between Life History and Brain Growth in Anthropoid Primates. Retrieved Jun 1, 2011, from dukespace.lib.duke.edu/dspace/.../D_Barrickman_Nancy_a_200812.pdf?.
  11. ^ Courtney Laird. "Bonobo social spacing". Davidson College. Diakses tanggal 2008-03-10. 
  12. ^ "Chimp Behavior". Jane Goodall Institute. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2007-09-27. Diakses tanggal 2007-08-11. 
  13. ^ de Waal, F (2006). "Apes in the family". Our Inner Ape. New York: Riverhead Books. ISBN 1594481962. 
  14. ^ "Chimpanzee intelligence". Indiana University. 2000-02-23. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2016-09-17. Diakses tanggal 2008-03-24. 
  15. ^ Osvath, Mathias (2009-03-10). "Spontaneous planning for future stone throwing by a male chimpanzee". Curr. Biol. 19 (5): R190–1. doi:10.1016/j.cub.2009.01.010. PMID 19278627. 
  16. ^ Mercader J, Barton H, Gillespie J; et al. (2007). "4,300-year-old chimpanzee sites and the origins of percussive stone technology". Proc. Natl. Acad. Sci. U.S.A. 104 (9): 3043–8. doi:10.1073/pnas.0607909104. PMC 1805589 . PMID 17360606. 
  17. ^ Bijal T. (2004-09-06). "Chimps Shown Using Not Just a Tool but a "Tool Kit"". Diakses tanggal 2010-01-20. 
  18. ^ Fox, M. (2007-02-22). "Hunting chimps may change view of human evolution". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2007-02-24. Diakses tanggal 2007-02-22. 
  19. ^ "ISU anthropologist's study is first to report chimps hunting with tools". Iowa State University News Service. 2007-02-22. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2007-08-16. Diakses tanggal 2007-08-11. 
  20. ^ Whipps, Heather (2007-02-12). "Chimps Learned Tool Use Long Ago Without Human Help". LiveScience. Diakses tanggal 2007-08-11. 
  21. ^ "Tool Use". Jane Goodall Institute. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2007-05-20. Diakses tanggal 2007-08-11. 
  22. ^ Wrangham, Richard W. (1996). Chimpanzee cultures. Chicago Academy of Sciences, Harvard University Press. hlm. 115–125. ISBN 9780674116634. Diakses tanggal 2 July 2011. 
  23. ^ "Human-like Altruism Shown In Chimpanzees". Science Daily. 2007-06-25. Diakses tanggal 2007-08-11. 
  24. ^ Bradley, Brenda (1999). "Levels of Selection, Altruism, and Primate Behavior". The Quarterly Review of Biology. 74 (2): 171–194. doi:10.1086/393070. PMID 10412224. Diakses tanggal 2007-08-11. 
  25. ^ Silk JB, Brosnan SF, Vonk J; et al. (2005). "Chimpanzees are indifferent to the welfare of unrelated group members". Nature. 437 (7063): 1357–9. doi:10.1038/nature04243. PMID 16251965. 
  26. ^ Feltman, Rachel (2021-10-27). "How orphaned chimps get adopted". Washington Post (dalam bahasa Inggris). ISSN 0190-8286. Diakses tanggal 2024-01-16. 
  27. ^ "Appendices for chimpanzee spirituality by James Harrod" (PDF). Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2008-05-27. Diakses tanggal 2011-01-28. 
  28. ^ "Communication". Evolve. Musim ke-1. Episode ke-7. 2008-09-14. 
  29. ^ Gardner, R. A., Gardner, B. T. (1969). "Teaching Sign Language to a Chimpanzee". Science. 165 (3894): 664–672. doi:10.1126/science.165.3894.664. PMID 5793972. 
  30. ^ Allen, G. R., Gardner, B. T. (1980). "Comparative psychology and language acquisition". Dalam Thomas A. Sebok and Jean-Umiker-Sebok (eds.). Speaking of Apes: A Critical Anthology of Two-Way Communication with Man. New York: Plenum Press. hlm. 287–329. 
  31. ^ "Salinan arsip". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2004-08-15. Diakses tanggal 2011-08-14. 
  32. ^ Wynne, Clive (October 31, 2007). "eSkeptic". Skeptic. Diakses tanggal 2011-01-28. 
  33. ^ The study was presented in a five documentary called "The Memory Chimp"[pranala nonaktif], part of the channel's Extraordinary Animals series.
  34. ^ Steven Johnson (2003-04-01). "Emotions and the Brain". Discover Magazine. Diakses tanggal 2007-12-10. 
  35. ^ "40 Winks?" Jennifer S. Holland , National Geographic Vol. 220, No. 1. July 2011.
  36. ^ Walsh, Bryan (2009-02-18). "Why the Stamford Chimp Attacked". TIME. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2013-08-26. Diakses tanggal 2009-06-06. 
  37. ^ Teelen S (2008). "Influence of chimpanzee predation on the red colobus population at Ngogo, Kibale National Park, Uganda". Primates. 49 (1): 41–9. doi:10.1007/s10329-007-0062-1. PMID 17906844.  [pranala nonaktif permanen]
  38. ^ Gibbons A (2007). "Primate behavior. Spear-wielding chimps seen hunting bush babies". Science. 315 (5815): 1063. doi:10.1126/science.315.5815.1063. PMID 17322034. 
  39. ^ Pruetz JD, Bertolani P (2007). "Savanna chimpanzees, Pan troglodytes verus, hunt with tools". Curr. Biol. 17 (5): 412–7. doi:10.1016/j.cub.2006.12.042. PMID 17320393. 
  40. ^ Hockings KJ, Humle T, Anderson JR; et al. (2007). Brosnan, Sarah, ed. "Chimpanzees share forbidden fruit". PLoS ONE. 2 (9): e886. doi:10.1371/journal.pone.0000886. PMC 1964537 . PMID 17849015. 
  41. ^ Urban, Peter, STAFF WRITER, The Advocate. 2009. House approves primate pet ban. http://www.stamfordadvocate.com/ci_11778339 Diarsipkan 2009-12-20 di Wayback Machine.
  42. ^ "Gorilla diary: August - December 2008". BBC News. 2009-01-20. Diakses tanggal 2010-04-28. 
  43. ^ "chimp definition | Dictionary.com". Dictionary.reference.com. Diakses tanggal 2009-06-06. 
  44. ^ Goodall, Jane (1986). The Chimpanzees of Gombe: Patterns of Behavior. Cambridge, Mass.: Belknap Press of Harvard University Press. ISBN 0-674-11649-6. 
  45. ^ Newswise: Researchers Find Human Virus in Chimpanzees Retrieved on June 5, 2008.
  46. ^ "End chimpanzee research: overview". Project R&R, New England Anti-Vivisection Society. 2005-12-11. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2008-04-17. Diakses tanggal 2008-03-24. 
  47. ^ a b "Chimpanzee lab and sanctuary map". The Humane Society of the United States. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2008-03-07. Diakses tanggal 2008-03-24. 
  48. ^ "Chimpanzee Research: Overview of Research Uses and Costs". Humane Society of the United States. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2008-03-07. Diakses tanggal 2008-03-24. 
  49. ^ a b c d e Lovgren, Stefan. Should Labs Treat Chimps More Like Humans? , National Geographic News , September 6, 2005.
  50. ^ Chimps Deserve Better Diarsipkan 2008-02-15 di Wayback Machine. , Humane Society of the United States.
  51. ^ A former Yerkes lab worker. "Release & Restitution for Chimpanzees in U.S. Laboratories " Wenka". Releasechimps.org. Diakses tanggal 2009-06-06. 
  52. ^ Wenka , Project R&R , New England Anti-Vivisection Society.
  53. ^ Langley, Gill. Next of Kin: A Report on the Use of Primates in Experiments Diarsipkan 2007-11-28 di Wayback Machine., British Union for the Abolition of Vivisection, p. 15, citing VandeBerg JL, Zola SM (2005). "A unique biomedical resource at risk". Nature. 437 (7055): 30–2. doi:10.1038/437030a. PMID 16136112. 
  54. ^ Bradshaw GA, Capaldo T, Lindner L, Grow G (2008). "Building an inner sanctuary: complex PTSD in chimpanzees" (PDF). J Trauma Dissociation. 9 (1): 9–34. doi:10.1080/15299730802073619. PMID 19042307. 
  55. ^ Guldberg, Helen. The great ape debate Diarsipkan 2011-05-21 di Wayback Machine. , Spiked online , March 29, 2001. Retrieved August 12, 2007.
  56. ^ Langley, Gill. Next of Kin: A Report on the Use of Primates in Experiments Diarsipkan 2007-11-28 di Wayback Machine. , British Union for the Abolition of Vivisection, p. 12.
  57. ^ a b c d e f g h Van Riper, A. Bowdoin (2002). Science in popular culture: a reference guide. Westport: Greenwood Press. hlm. 19. ISBN 0-313-31822-0. 
  58. ^ a b c Van Riper, op.cit., p. 18.
  59. ^ "Animal Actors | PETA.org". Nomoremonkeybusiness.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2010-03-03. Diakses tanggal 2011-01-28. 
General references

Bacaan lebih lanjut sunting

Pranala luar sunting

  Media terkait Pan di Wikimedia Commons

Templat:Phylo