SETARA Institute for Democracy and Peace adalah sebuah lembaga swadaya masyarakat yang berbasis di Indonesia yang melakukan penelitian dan advokasi tentang demokrasi, kebebasan politik dan hak asasi manusia.[1] SETARA Institute adalah organisasi penelitian dengan penelitian intinya yang berfokus pada menjawab kebutuhan aktual masyarakat. Dibentuk pada tahun 2005, SETARA Institute dimaksudkan sebagai respons terhadap maraknya fenomena fundamentalisme, diskriminasi dan kekerasan atas nama agama dan moralitas di banyak bidang yang mengancam pluralisme dan hak asasi manusia di Indonesia. SETARA Institute bekerja di ruang sekuler (hukum berbasis hak asasi manusia dan konstitusi) dan tidak melakukan penelitian yang menembus ke teologi agama. SETARA Institute adalah perintis pembela kebebasan beragama di Indonesia. Organisasi ini mempromosikan kebebasan sipil dan perubahan kebijakan untuk mendorong pluralisme dan hak asasi manusia.

SETARA Institute
Berkas:LogoHitam.png
Tanggal pendirian14 Oktober 2005; 18 tahun lalu (2005-10-14)
Pendiri[[Abdurrahman Wahid, Ade Rostiana, Azyumardi Azra, Bambang Widodo Umar, Bara Hasibuan, Benny K. Harman, Benny Susetyo, Bonar Tigor Naipospos, Budi Joehanto, Damianus Taufan, Despen Ompusunggu, Hendardi, Ismail Hasani, Kamala Chandrakirana, Luhut M.P. Pangaribuan, M. Chatib Basri, Muchlis T, Pramono Anung, Rachland Nashidik, Rafendi Djamin, R. Dwiyanto Prihartono, Robertus Robert, Rocky Gerung, Saurip Kadi, Suryadi A. Radjab, Syarif Bastaman, Theodorus W. Koerkeritz, Zumrotin KS]]
TipeCivil Society Organization, Research Institute
Kantor pusatJakarta, Indonesia
Lokasi
Situs webwww.setara-institute.org

Laporan sunting

SETARA Institute telah menulis beberapa laporan tentang kebebasan beragama dan intoleransi atau diskriminasi terhadap agama minoritas.[2] Termasuk juga laporan tentang penganiayaan terhadap seorang ateis, Alexander Aan.

Pada tahun 2011, SETARA Institute for Democracy and Peace mencatat terdapat 244 tindakan kekerasan terhadap agama minoritas – hampir dua kali lipat jika dibandingkan dengan angka tahun 2007.[3] Media-media di Indonesia juga menggunakan lembaga ini sebagai sumber untuk mengkritik penindasan terhadap mayoritas Muslim Sunni.[4]

Dewan sunting

Dewan Eksekutif
  • Ketua: Ismail Hasani
  • Sekretaris: Iif Fikriyati Ihsani
  • Bendahara: Diah Hastuti
  • Direktur Eksekutif: Halili Hasan
  • Peneliti: Ikhsan Yosarie, Sayyidatul Insiyah, Syera Anggreini Buntara, Iif Fikriyati Ihsani, Nabhan Aiqani, Cucu Sutrisno, Inggrit Ifani, Ismail Hasani, Halili Hasan, Sahbani Siregar dan lain-lain
Dewan Penasihat
Pendiri
Abdurrahman Wahid, Ade Rostiana, Azyumardi Azra, Bambang Widodo Umar, Bara Hasibuan, Benny K. Harman, Benny Susetyo, Bonar Tigor Naipospos, Budi Joehanto, Damianus Taufan, Despen Ompusunggu, Hendardi, Ismail Hasani, Kamala Chandrakirana, Luhut M.P. Pangaribuan, M. Chatib Basri, Muchlis T, Pramono Anung, Rachland Nashidik, Rafendi Djamin, R. Dwiyanto Prihartono, Robertus Robert, Rocky Gerung, Saurip Kadi, Suryadi A. Radjab, Syarif Bastaman, Theodorus W. Koerkeritz, Zumrotin KS.

Referensi sunting

  1. ^ Disebutkan oleh The Jakarta Globe http://www.thejakartaglobe.com/news/religious-intolerance-cannot-be-justified-sby/
  2. ^ "List of reports". Setara Institute. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-09-02. Diakses tanggal 2 July 2012. 
  3. ^ Hodal, Kate (3 May 2012). "Indonesia's atheists face battle for religious freedom". London: Article in The Guardian, 3 May 2012. Diakses tanggal 2 July 2012. 
  4. ^ "For example the article "'Clothing is not the domain of govt law': Setara"". Article in Jakarta Post, 5 June 2012. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2016-03-05. Diakses tanggal 3 July 2012.