Separatisme di Tiongkok


Separatisme di Tiongkok mengacu pada beberapa gerakan pemisahan diri di Tiongkok Raya, yang mencakup wilayah-wilayah sebagai berikut:

Mongolia Dalam dan Mongolia Luar dalam dinasti Qing, c. 1820
Era Panglima Perang di Tiongkok, 1924

Gerakan separatis yang paling menonjol di Tiongkok adalah gerakan kemerdekaan Taiwan. Gerakan ini didukung oleh fakta bahwa Republik Tiongkok secara de facto memerintah wilayah yang dikenal sebagai Taiwan dan beberapa pulau kecil yang terletak di Tiongkok Daratan. Republik Tiongkok sampai dengan saat ini terlibat dalam perselisihan kedaulatan dengan Republik Rakyat Tiongkok mengenai pemerintah manakah yang merupakan pemerintah sah dari "seluruh Tiongkok", yang diklaim mencakup Tiongkok Daratan dan pulau Taiwan.

Gerakan separatis di Tiongkok paling menonjol berikutnya adalah gerakan kemerdekaan Tibet, yang secara historis mendapatkan perhatian luas di dunia Barat setelah penggabungan Tibet ke dalam wilayah Republik Rakyat Tiongkok. Tiongkok (RRT) saat ini memerintah wilayah bersejarah Tibet dan membaginya menjadi dua wilayah administratif, yaitu Provinsi Qinghai dan Daerah Otonomi Xizang (Tibet) .

Gerakan separatis di Tiongkok paling menonjol ketiga adalah gerakan kemerdekaan Turkistan Timur, yang baru-baru ini menjadi perhatian media asing menyusul tuduhan bahwa Tiongkok (RRC) telah mendirikan "kamp pendidikan ulang" di Daerah Otonomi Xinjiang. Kamp ini ditengarai menjadi tempat penahanan ratusan ribu atau bahkan hingga satu juta Muslim (terutama etnis Uighur) tanpa proses pengadilan.

Gerakan separatis di Tiongkok paling menonjol keempat adalah gerakan kemerdekaan Mongolia Selatan, yang tujuan utamanya adalah memperoleh kemerdekaan bagi Daerah Otonomi Mongolia Dalam sebagai Mongolia Selatan, yang tujuan selanjutnya adalah untuk menggabungkan Mongolia Selatan ke dalam negara berdaulat yang sekarang dikenal sebagai Mongolia. Dukungan akar rumput untuk gerakan ini jauh lebih rendah dibandingkan dengan gerakan-gerakan separatis besar lainnya di Tiongkok.

Sebagai tambahan, wilayah Hong Kong dan Makau, yang keduanya dikelola sebagai Daerah Administratif Khusus Tiongkok (RRT), juga memiliki gerakan kemerdekaan mereka sendiri. Saat ini, kedua daerah tersebut sudah berstatus otonom, tetapi secara bertahap status tersebut dikurangi oleh pemerintah Beijing. Status otonomi Hong Kong dan Makau secara resmi akan berakhir masing-masing pada tahun 2047 dan 2049. Gerakan kemerdekaan yang ada di Hong Kong lebih kuat dan berpengaruh dari pada gerakan kemerdekaan yang ada di Makau.

Selain itu, ada berbagai gerakan separatis kecil lainnya di Tiongkok, seperti gerakan kemerdekaan Manchuria, gerakan kemerdekaan Shanghai, gerakan kemerdekaan Kantonia (Guangdong), dan sebagainya. Namun, gerakan-gerakan tersebut tidak signifikan dan seringkali diabaikan dibandingkan dengan gerakan-gerakan sebelumnya yang telah disebutkan di atas.

Masalah bahasa di Tiongkok sunting

Terdapat ratusan bahasa yang digunakan di seluruh wilayah Tiongkok. Bahasa utama yang digunakan adalah Bahasa Tionghoa Standar, yang berdasar kepada bahasa Mandarin, dan juga terdapat ratusan bahasa Tionghoa lainnya, yang semuanya secara kolektif dikenal sebagai Hanyu (Hanzi sederhana: 汉语; Hanzi tradisional: 漢語; Pinyin: Hànyǔ, 'Bahasa Han'). Hanyu dituturkan oleh 92% populasi penduduk di Tiongkok. Bahasa Tiongkok (atau 'bahasa Sinitik') biasanya dibagi menjadi tujuh kelompok bahasa utama, dan studi tentang masing-masing bahasa tersebut dimasukkan ke dalam disiplin akademik yang berbeda.[1] Masing-masing bahasa tersebut berbeda satu sama lain baik secara morfologi maupun fonetik seperti halnya hubungan antara bahasa Inggris, Jerman, dan Denmark. Terdapat juga sekitar 300 bahasa etnis minoritas yang dituturkan oleh 8% populasi penduduk Tiongkok.[2] Bahasa etnis minoritas yang mendapatkan dukungan terbesar dari pemerintah adalah bahasa Mongol, Tibet, Uighur dan Zhuang.

Masalah etnis di Tiongkok sunting

Masalah etnis di Tiongkok lahir dari berbagai faktor yang diantaranya adalah sejarah Tiongkok dan gerakan Nasionalisme Tiongkok. Faktor-faktor tersebut telah mendorong berbagai gerakan bersejarah seperti Pemberontakan Serban Merah (yang bertujuan untuk menjatuhkan dominasi kepemimpinan suku Mongol dari Dinasti Yuan) dan Revolusi Xinhai yang menggulingkan Dinasti Qing yang didominasi oleh suku Manchu. Ketegangan antar etnis juga telah menyebabkan berbagai insiden kerusuhan etnis yang terjadi di Tiongkok seperti kerusuhan Ürümqi pada Juli 2009.

Daftar gerakan separatis di Republik Rakyat Tiongkok sunting

 
Pembagian etnolingustik di Tiongkok

Catatan sunting

Wilayah yang Diklaim Saat Ini Berada dalam Wilayah Ibu Kota Luas Wilayah Populasi Suku/Kelompok Etnis Gerakan Kemerdekaan Utama
Kanton Guangdong Guangzhou (Kwangchow) 179.800 113.000.000 Kanton Gerakan kemerdekaan Kanton
Turkistan Timur Xinjiang Ürümqi 1.700.000 20.000.000 Uighur Gerakan kemerdekaan Turkistan Timur
Hong Kong Hong Kong Hong Kong 1.110 7.500.000 Hong Kong Gerakan kemerdekaan Hong Kong
Mongolia Dalam Mongolia Dalam Hohhot 1.183.000 25.000.000 Mongol Gerakan kemerdekaan Mongolia Selatan
Makau Makau Makau 115 700.000 Makau Gerakan kemerdekaan Macau
Manchuria Heilongjiang
Jilin
Liaoning
Harbin (Halbin) 787.000 112.000.000 Manchu Gerakan kemerdekaan Manchuria
Tibet Daerah Otonomi Tibet
Qinghai
Lhasa 2.500.000 10.000.000 Tibet Gerakan kemerdekaan Tibet

Taiwan (Republik Tiongkok) sunting

Latar belakang sunting

 
Wilayah yang dikontrol Republik Tiongkok

Taiwan (Republik Tiongkok) adalah sebuah negara dengan pengakuan diplomatik terbatas yang terletak di pulau Taiwan, serta beberapa pulau kecil di sekitarnya, termasuk kepulauan Penghu, Kinmen, dan Matsu. Status politik untuk pulau Kinmen dan Matsu di Taiwan masih dalam perdebatan.

Pembentukan Taiwan (Republik Tiongkok) sebagai sebuah negara sebelumnya didahului oleh dua entitas negara yang akhirnya melebur menjadi satu negara sejak tahun 1945.

Di masa modern saat ini, status politik Taiwan telah berkembang menjadi salah satu anomali geopolitik paling unik yang ada di seluruh dunia. Kekuatan revolusioner yang mengusir Republik Tiongkok keluar dari Tiongkok Daratan dan melarikan diri ke Taiwan membentuk rezim pemerintahan Tiongkok baru dan menamakannya Republik Rakyat Tiongkok. Rezim baru ini tidak hanya mengklaim seluruh wilayah yang sebelumnya dikuasai oleh pemerintah Republik Tiongkok di Tiongkok Daratan, tetapi juga wilayah Republik Tiongkok yang baru diperoleh di pulau Taiwan (Formosa Jepang). Hingga saat ini, Republik Rakyat Tiongkok masih mengklaim Taiwan sebagai bagian dari wilayah kedaulatannya, sementara Republik Tiongkok sendiri secara de facto masih berkuasa penuh atas pulau Taiwan.

Kelompok etnis di Taiwan (Republik Tiongkok) sunting

 
Topografi Taiwan

Secara resmi, di Taiwan (Republik Tiongkok) terdapat dua kelompok etnis asli utama, yaitu suku Han (alias "Han Taiwan") dan masyarakat adat Taiwan (yang secara etnis termasuk ke dalam suku bangsa Austronesia). Dua kelompok etnis asli ini dapat diklasifikasikan lagi ke dalam beberapa subdivisi. Suku Han dapat dibagi lagi menjadi orang Hoklo Taiwan, orang Hakka Taiwan, dan orang Tiongkok Daratan di Taiwan (Republik Tiongkok). Golongan terakhir mengacu kepada orang-orang Tiongkok Daratan yang bermigrasi ke wilayah Taiwan selama akhir 1940-an dan awal 1950-an, dan istilah yang dipakai untuk menyebut golongan ini pun sudah jarang digunakan. Sementara untuk masyarakat adat Taiwan, saat ini ada enam belas suku yang diakui secara resmi oleh pemerintah Taiwan (Republik Tiongkok), dan diperkirakan terdapat beberapa kelompok suku lainnya yang tidak diakui secara resmi.

Orang Hoklo Taiwan dan Hakka Taiwan, serta dalam beberapa kesempatan masyarakat adat Taiwan, biasanya secara kolektif disebut sebagai "Benshengren Taiwan" oleh masyarakat Taiwan (Republik Tiongkok), yang secara kasar diterjemahkan menjadi "Orang Provinsi Asli" . Sementara itu, orang Tiongkok Daratan di Taiwan (Republik Tiongkok) (bukan yang dimaksud dengan warga Republik Rakyat Tiongkok di Taiwan), yang berasal dari berbagai provinsi di Tiongkok Daratan, sering disebut sebagai "Waishengren Taiwan" oleh masyarakat Taiwan (Republik Tiongkok), yang kira-kira secara bebas diterjemahkan menjadi "Orang Luar Provinsi"

Berikut adalah masing-masing populasi proporsional dari kelompok-kelompok etnis yang ada di Taiwan (Republik Tiongkok).

 
Peta distribusi penyebaran masyarakat adat Taiwan
  • Orang Benshengren Taiwan berjumlah 84% dari populasi asli Taiwan (Republik Tiongkok).
    • Orang Hoklo Taiwan berjumlah sekitar 70% dari populasi asli Taiwan (Republik Tiongkok).
    • Orang-orang Hakka Taiwan berjumlah sekitar 14% dari populasi asli Taiwan (Republik Tiongkok).
  • Orang Waishengren Taiwan berjumlah sekitar 14% dari populasi asli Taiwan (Republik Tiongkok).
  • Masyarakat adat Taiwan berjumlah sekitar 2% dari populasi asli Taiwan (Republik Tiongkok).

Orang Kinmen (Quemoy) dan Matsu (Lienchiang) sunting

Selain itu, kelompok etnis di Kinmen dan Matsu dapat mengidentifikasi diri mereka masing-masing sebagai "etnis Kinmen" dan "etnis Matsu". Penduduk Kinmen dan Matsu sebagian besar adalah berasal dari etnis Hoklo (Han), tetapi tidak semuanya sepakat untuk mengidentifikasi diri mereka sebagai "orang Taiwan". Secara historis, Kinmen dan Matsu adalah bagian dari Provinsi Fujian, Tiongkok, dan tidak pernah menjadi bagian dari pemerintahan Formosa Jepang ataupun rezim pemerintah bersejarah Taiwan lainnya. Namun demikian, wilayah Kinmen dan Matsu telah diperintah oleh Taiwan (Republik Tiongkok) sejak tahun 1949 (dan oleh Republik Tiongkok sejak masih berkuasa di Tiongkok Daratan). Dengan demikian, meskipun Kinmen dan Matsu secara teknis bukan bagian dari wilayah Taiwan, sebagian penduduk yang tinggal di wilayah ini atau berasal dari wilayah tersebut memandang diri mereka sebagai "orang Taiwan", dalam berbagai konteks. Sebaliknya, sebagian penduduk lain yang tinggal di wilayah ini masih mengidentifikasi diri mereka sebagai orang Tiongkok Daratan, berbeda dari kelompok "Tiongkok Daratan di Taiwan (Republik Tiongkok)" atau "Waishengren Taiwan".

Kelompok etnis Provinsi Taiwan, Republik Rakyat Tiongkok sunting

Tiongkok (Republik Rakyat Tiongkok) mengklaim Taiwan dan Penghu sebagai salah satu wilayah provinsinya dan karenanya memiliki klasifikasi etnis sendiri untuk kelompok etnis asli yang ada. Namun, sebagian besar negara mengabaikan klasifikasi etnis ini dan lebih memilih klasifikasi etnis yang ditentukan oleh Taiwan (Republik Tiongkok).

Menurut Tiongkok (Republik Rakyat Tiongkok), kelompok etnis di Taiwan terbagi menjadi suku Han dan etnis Gaoshan. "Gaoshanren" yang berarti "masyarakat di gunung yang tinggi" dan merujuk kepada berbagai suku di kelompok masyarakat adat Taiwan sebagai satu kelompok etnis tunggal.

Kelompok utama pendukung kemerdekaan Taiwan sunting

Dukungan Koalisi Pan-Hijau untuk kemerdekaan Taiwan sunting

Gerakan kemerdekaan Taiwan adalah gerakan kompleks yang melibatkan banyak pihak dan kelompok politik. Partai politik yang paling sering dikaitkan dengan gerakan ini adalah Koalisi Pan-Hijau, yang merupakan koalisi beberapa partai politik yang memperjuangkani kemerdekaan negara berdaulat multikultur di Taiwan dan Penghu (dan terkadang juga termasuk wilayah yang dikendalikan pemerintah Republik Tiongkok di Kinmen dan Matsu) dengan nama "Republik Taiwan". Gerakan ini merupakan gerakan politik yang dikenal luas di dunia internasional khususnya sejak partai politik paling senior di Koalisi Pan-Hijau, Partai Progresif Demokrat, telah dua kali memegang tampuk kekuasaan tertinggi di Taiwan (Republik Tiongkok) dalam dua dekade terakhir. Menjadi catatan penting bahwa pencapaian ini diperoleh melalui proses pemilihan demokratis, bukan dengan kudeta militer. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat dukungan luas masyarakat di Taiwan (Republik Tiongkok) untuk usaha gerakan kemerdekaan Taiwan.

Partai-partai politik besar lainnya yang terkait dengan Koalisi Pan-Hijau adalah Partai Kekuatan Baru dan Serikat Solidaritas Taiwan. Selain itu juga terdapat organisasi World United Formosans for Independence yang merupakan sekutu Koalisi Pan-Green.

Gerakan kemerdekaan masyarakat adat Taiwan sunting

Sementara banyak kelompok masyarakat adat Taiwan yang mendukung Koalisi Pan-Hijau, terdapat juga kelompok yang mendukung Taiwan First Nations Party, sebuah partai politik di Taiwan (Republik Tiongkok) yang secara khusus memperjuangkan status otonomi atau kemungkinan kemerdekaan masyarakat adat Taiwan. Dewan Masyarakat Adat Taiwan juga berafiliasi erat dengan kelompok gerakan yang memperjuangkan status otonomi atau kemerdekaan masyarakat adat Taiwan.[3]

Kelompok utama penentang kemerdekaan Taiwan sunting

Hubungan Tiongkok dengan Taiwan pada kenyataannya cukup membingungkan dan rumit. Secara sederhana, Taiwan (Republik Tiongkok) adalah negara berdaulat yang bersaing dengan Tiongkok (Republik Rakyat Tiongkok) untuk mendapatkan pengakuan sebagai satu-satunya pemerintah Tiongkok yang sah. Di dalam Taiwan (Republik Tiongkok) sendiri terdapat gerakan separatis nasional yang telah mengumpulkan dukungan massa dengan jumlah besar. Gerakan ini sama-sama ditujukan baik kepada pemerintah Taiwan (Republik Tiongkok) itu sendiri maupun pemerintah Tiongkok (Republik Rakyat Tiongkok) yang mengklaim keseluruhan Taiwan (Republik Tiongkok) sebagai bagian dari wilayah kedaulatannya.

Tiongkok (Republik Rakyat Tiongkok) secara luas di dunia internasional diakui sebagai pemerintah yang sah atas Tiongkok dan Taiwan. Hal ini juga menunjukkan bahwa negara Taiwan (Republik Tiongkok) dalam perjuangan pengakuan kedaulatannya tidak hanya melawan separatis Taiwan di dalam negeri, tetapi juga secara bersamaan melawan klaim pemerintah Tiongkok (Republik Rakyat Tiongkok). Dibandingkan dengan Tiongkok (Republik Rakyat Tiongkok), Taiwan (Republik Tiongkok) sesungguhnya berada pada posisi yang tidak menguntungkan di dunia internasional, namun juga bukan berarti sama sekali tidak berdaya. Hal ini dikarenakan sebagian besar negara di dunia tidak sepenuhnya mendukung kemungkinan pembubaran negara Taiwan (Republik Tiongkok). Namun pada saat yang sama, kedaulatan negara Taiwan (Republik Tiongkok) sendiri juga terancam oleh gerakan kemerdekaan Taiwan di dalam negeri, yang pada dasarnya bertujuan untuk menggulingkan pemerintah Taiwan (Republik Tiongkok).

Penolakan Tiongkok (Republik Rakyat Tiongkok) terhadap kemerdekaan Taiwan sunting

Tiongkok (Republik Rakyat Tiongkok) menganggap wilayah Taiwan, yang saat ini dikuasai oleh Taiwan (Republik Tiongkok), sebagai bagian dari wilayah kedaulatan negaranya, dan memaksa negara-negara lain di dunia untuk mematuhi Kebijakan Satu Tiongkok sebagai prasyarat untuk membangun hubungan diplomatik resmi dengan Tiongkok (Republik Rakyat Tiongkok). Sasaran Kebijakan Satu Tiongkok sendiri ditujukan kepada dua kelompok oposisi pemerintah Tiongkok yaitu pemerintah Taiwan (Republik Tiongkok) dan gerakan kemerdekaan Taiwan. Pada tahun 2005, pemerintah Beijing mengesahkan Undang-undang Antipemisahan Republik Rakyat Tiongkok sebagai upaya untuk menekan usaha gerakan kemerdekaan Taiwan.

Penolakan Koalisi Pan-Biru terhadap kemerdekaan Taiwan sunting

Koalisi Pan-Biru Taiwan (Republik Tiongkok) adalah aliansi partai-partai politik yang loyal kepada Republik Tiongkok, yang saat ini wilayah kedaulatannya secara de facto terbatas pada wilayah Taiwan dan beberapa pulau kecil yang tersebar di wilayah Provinsi Fujian, Tiongkok Daratan. Koalisi Pan-Biru menegaskan bahwa Republik Tiongkok adalah satu-satunya pemerintahan yang sah di seluruh Tiongkok Raya, yang wilayahnya meliputi "Tiongkok Daratan dan Taiwan", serta mempertahankan klaim bahwa Republik Tiongkok tidak pernah dalam satu hari pun kehilangan kedaulatannya atas pemerintahan sah di seluruh wilayah tersebut. Koalisi Pan-Biru menolak usaha kemerdekaan Taiwan tetapi juga pada saat yang sama menentang klaim Republik Rakyat Tiongkok atas Taiwan.

Tiongkok (Republik Rakyat Tiongkok, alias "Tiongkok Daratan") sunting

 
Daerah Otonomi Khusus di Tiongkok

Republik Rakyat Tiongkok (Tiongkok/RRT) mengklaim dirinya sebagai satu-satunya pemerintah yang sah untuk wilayah daratan Tiongkok dan Taiwan.

Wilayah yang saat ini dikuasai oleh pemerintah RRT meliputi Tiongkok Daratan, Hong Kong, dan Makau. RRT juga mengklaim semua wilayah yang secara de facto saat ini dikuasai pemerintah Taiwan (Republik Tiongkok) sebagai bagian dari wilayah kedaulatannya. Di bawah kebijakan Satu Negara Dua Sistem, RRT telah mendirikan " Daerah Administratif Khusus (SAR) di Hong Kong dan Makau .

Wilayah Tibet (Qinghai, Daerah Otonomi Tibet, dan sekitarnya) sunting

Bangsa Tibet adalah kelompok etnis di wilayah Tibet yang berbeda dari Suku Han. Pendukung kemerdekaan Tibet meyakini bahwa Tibet adalah sebuah negara merdeka yang dianeksasi oleh pemerintah RRT. Tibet sendiri merupakan wilayah yang merdeka dan berdaulat sebelum bangsa Mongol menyerbu wilayah tersebut dan memasukkannya ke dalam wilayah kekuasaan Kekaisaran Mongol. Setelah Kekaisaran Mongol runtuh, Tibet menjadi bagian dari wilayah dinasti Yuan (Tiongkok), kemudian dinasti Qing (Tiongkok), lalu kemudian menikmati beberapa dekade kemerdekaan de facto sebelum dianeksasi oleh pemerintah Tiongkok (RRT).

Setelah usaha pemberontakan Tibet mengalami kegagalan, sekelompok orang dari etnis Tibet mengikuti hijrahnya Dalai Lama ke India, dan mendirikan pemerintahan dalam pengasingan yang disebut Pemerintahan Tibet Pusat[4] di Dharmashala, Himachal Pradesh, India. Pemerintahan ini juga merupakan anggota dari Organisasi Bangsa dan Masyarakat yang Tidak Terwakili. Partai-partai politik utama di Tibet adalah Gerakan Kemerdekaan Tibet Internasional dan Partai Demokrasi Nasional Tibet.[5] Kelompok-kelompok lain pendukung gerakan ini diantaranya adalah Students for a Free Tibet, Kongres Pemuda Tibet, dan Kampanye Internasional untuk Tibet.

Daerah Otonomi Xinjiang sunting

Xinjiang merupakan wilayah multietnis yang terdiri atas beberapa kelompok etnis, seperti etnis Uighur, Kazakh, Tajik, serta Han.

Orang-orang etnis Uighur meyakini bahwa etnis mereka adalah penduduk asli di wilayah Xinjiang, namun pemerintah Tiongkok (RRT) menentang klaim ini. Perdebatan atas gagasan ini menjadi sangat penting, karena hal tersebut akan sangat menentukan benar atau tidaknya gagasan bahwa Xinjiang adalah wilayah asli milik etnis Uighur. Pemerintah Tiongkok (RRT) sendiri selama beberapa dekade terakhir telah mendorong migrasi etnis Han dari berbagai wilayah di Tiongkok ke wilayah Xinjiang, yang mana hal tersebut menjadi perhatian serius bagi para kelompok separatis Uighur Xinjiang.

Kelompok separatis Uighur memperjuangkan kemerdekaan wilayah Xinjiang berdaulat sebagai Turkistan Timur. pra=|tepiBatas-batas wilayah negara yang diusulkan diperkirakan akan sesuai dengan perbatasan wilayah otonomi Xinjiang Tiongkok yang saat ini menguasai wilayah tersebut. Kelompok separatis Uighur sendiri telah membentuk pemerintahan dalam pengasingan yang disebut Pemerintah Turkistan Timur dalam Pengasingan .

Kelompok-kelompok pendukung utama kemerdekaan Uighur antara lain adalah Kongres Uighur Sedunia, yang juga merupakan anggota dari Organisasi Bangsa dan Masyarakat yang Tidak Terwakili.

Konflik Xinjiang sunting

Terdapat beberapa kelompok pemberontak bersenjata di Xinjiang yang aktif menentang pemerintah Tiongkok (RRT), yaitu Partai Islam Turkistan dan Organisasi Pembebasan Turkestan Timur. kelompok-kelompok tersebut sering dianggap memiliki hubungan dengan Al-Qaeda dan Negara Islam Irak dan Syam (ISIS).[6]

Sebagai tanggapan dari usaha perlawanan kelompok pemberontak, pemerintah Tiongkok (RRT) telah banyak mendirikan kamp pendidikan ulang di wilayah Xinjiang. Langkah ini ditempuh untuk meredam usaha pemberontakan kelompok separatis di wilayah Xinjiang yang oleh pemerintah Tiongkok (RRT) diklaim sebagai tindakan terorisme.

Keberadaan kamp-kamp pendidikan ulang ini telah menjadi perdebatan dan kontroversi besar di dunia internasional, berdasarkan kecurigaan bahwa pemerintah Tiongkok (RRT) memenjarakan orang-orang dari kelompok etnis Uighur dan etnis Muslim pribumi lainnya secara masal tanpa proses pengadilan.

Pemerintah Tiongkok (RRT) mengklaim bahwa Kongres Uighur Sedunia memiliki hubungan dengan kelompok-kelompok separatis bersenjata di Xinjiang, namun sampai saat ini klaim tersebut belum dapat dibuktikan kebenarannya.

Mongolia Dalam sunting

Terdapat berbagai kelompok etnis yang mendiami wilayah Mongolia Dalam, diantaranya adalah suku Han dan Mongol.

Beberapa kelompok etnis Mongol di Mongolia Dalam memperjuangkan usaha kemerdekaan Mongolia Dalam sebagai sebuah negara baru bernama Republik Mongolia Selatan atau penyatuan dengan negara Mongolia.

Usaha kemerdekaan Mongolia Selatan didukung oleh beberapa partai politik, diantaranya adalah: Partai Rakyat Mongolia Dalam, yang juga merupakan salah satu anggota Organisasi Bangsa dan Masyarakat yang Tidak Terwakili; Aliansi Demokrasi Mongolia Selatan;[7] dan Partai Uni Liberal Mongolia.[8]

Daerah Administratif Khusus Tiongkok sunting

 
Peta Hong Kong

Hong Kong sunting

Latar Belakang sunting

Hong Kong adalah daerah dengan status administratif khusus yang berada di bawah kedaulatan Tiongkok (RRT) namun memiliki hak-hak istimewa sepeti halnya negara berdaulat dalam banyak aspek dan secara karakteristik mirip dengan wilayah dependensi. Secara resmi, Hong Kong merupakan bagian dari Daerah Administratif Khusus Republik Rakyat Tiongkok. Secara geografis, wilayah Hong Kong terhubung ke Tiongkok Daratan melalui Provinsi Guangdong. Sebagian besar wilayah Hong Kong terletak di semenanjung kecil yang termasuk di dalamnya bagian dari Semenanjung Kowloon dan pulau-pulau kecil di sekitarnya. Diantara pulau-pulau kecil tersebut yang paling dikenal luas adalah Pulau Hong Kong.

Secara historis, Pulau Hong Kong diserahkan oleh dinasti Qing kepada Imperium Britania (Inggris) pada tahun 1842 setelah kemenangan Inggris dalam Perang Candu Pertama. Hong Kong pun segera berkembang menjadi salah satu koloni Inggris terpenting di Asia. Semenanjung Kowloon yang bertetangga dengan Hong Kong juga diserahkan oleh dinasti Qing pada tahun 1860 sebagai konsekuensi kemenangan Inggris dalam Perang Candu Kedua dan lalu kemudian dimasukkan ke dalam bagian wilayah Hong Kong secara keseluruhan. Pada akhirnya, Inggris juga mengakuisisi Wilayah Baru yang terletak di sekitar wilayah Hong Kong pada masa itu, melalui perjanjian sewa selama kurun waktu 99 tahun pada tahun 1898 melalui Konvensi untuk Perluasan Wilayah Hong Kong. Perubahan luas wilayah ini disepakati sebagai akibat dari kekalahan dinasti Qing di Perang Tiongkok-Jepang Pertama, dimana Hong Kong tidak secara langsung terlibat di dalamnya.

Pada tahun 1997, Republik Rakyat Tiongkok dan Kerajaan Bersatu Britania Raya dan Irlandia Utara menandatangani Deklarasi Bersama Tiongkok-Britania untuk menyerahkan kedaulatan atas Hong Kong dari Inggris ke Tiongkok. Pemerintah Tiongkok sepakat untuk memerintah Hong Kong di bawah kerangka Satu Negara Dua Sistem, yang akan memberi Hong Kong status otonomi tinggi dan secara bersamaan memberikan kedaulatan Tiongkok atas Hong Kong.

Budaya sunting

Tiga wilayah utama Hong Kong yang terdiri dari Pulau Hong Kong, Semenanjung Kowloon, dan Wilayah Baru semuanya berada di bawah kekuasaan Inggris dalam jangka waktu yang berbeda, mulai dari 99 hingga 155 tahun. Sebagai akibat dari periode panjang kekuasaan Inggris tersebut, pengaruh Inggris banyak secara luas terlihat dalam aspek infrastruktur, tatanan sosial masyarakat, dan budaya Hong Kong. Pengaruh Inggris tersebut juga berakibat pada perkembangan budaya Hong Kong yang berbeda dari Tiongkok Daratan. Hal ini disebabkan karena gelombang migrasi orang dari Tiongkok Daratan ke Hong Kong, yang seringkali dilakukan secara ilegal. Sebagian besar tujuan dari para imigran tersebut adalah untuk menghindari penindasan Partai Komunis Tiongkok ataupun ingin mencari standar kehidupan yang lebih baik. Sebagian besar imigran Tiongkok Daratan ke Hong Kong adalah orang Kanton, meskipun ada juga sejumlah besar imigran dari etnis Hoklo, Tiochiu, Hakka, dan Shanghai. Pada masa sekarang, sebagian besar masyarakat Hong Kong dapat melacak riwayat garis keturunan nenek moyang mereka sampai kepada imigran dari etnis Kanton atau kelompok etnis lainnya yang bermigrasi ke Hong Kong di sepanjang abad ke-20. Penduduk asli Hong Kong, yaitu kelompok etnis yang telah bermukim di Hong Kong sebelum pemerintahan Inggris, saat ini jumlahnya merupakan minoritas dari keseluruhan penduduk Hong Kong. Populasi Hong Kong di masa sekarang juga terdiri dari minoritas etnis yang berasal dari kawasan Asia Selatan, Asia Tenggara, Eropa, Amerika Utara, dan kelompok etnis besar dunia lainnya.

Gerakan kemerdekaan sunting

Gerakan kemerdekaan Hong Kong memperjuangkan usaha kemerdekaan Hong Kong sebagai negara-kota yang berdaulat penuh, seperti halnya Singapura. Terdapat juga sejumlah gerakan perjuangan kemerdekaan Hong Kong dalam bentuk lainnya seperti gerakan yang bertujuan untuk mempertahankan status Hong Kong sebagai Daerah Administratif Khusus tanpa batas waktu; gerakan untuk mengembalikan kedaulatan Hong Kong ke pemerintahan Inggris; gerakan untuk menggabungkan Hong Kong ke dalam wilayah pemerintahan Amerika Serikat; serta gerakan untuk menjadikan Hong Kong bagian dari Taiwan (Republik Tiongkok).

Makau sunting

Latar Belakang sunting

Makau adalah sebuah wilayah di pesisir selatan Republik Rakyat Tiongkok yang sama halnya dengan Hong Kong, adalah suatu wilayah di dalam kedaulatan Tiongkok dengan status sebagai Daerah Administratif Khusus. Selama lebih dari kurun waktu empat ratus tahun, Makau adalah wilayah yang merupakan bagian dari koloni Imperium Portugal dan provinsi seberang laut Portugal. Makau merupakan koloni bangsa Eropa pertama dan juga yang terakhir berada di Tiongkok.[9]

 
Peta Makau

Secara historis, pedagang asal Portugal mulai menetap di wilayah Makau pada abad ke-16. Pada tahun 1557, Makau disewa oleh Portugal dari dinasti Ming untuk dijadikan sebagai pos dagang melalui perjanjian sewa per tahun seharga 500 taels (setara dengan 20 kilogram perak). Portugal terus memegang kontrol atas wilayah ini di bawah otoritas dan kedaulatan berbagai dinasti di Tiongkok. Pada tahun 1845, Ratu Maria II mengumumkan bahwa Makau berstatus sebagai pelabuhan bebas, sebagai respon atas didirikannya pelabuhan Hong Kong oleh pemerintah Inggris yang mengancam aktivitas ekonomi perdagangan di Makau. Di masa yang sama, pemerintah Makau juga mulai melawan pengaruh dinasti Qing dengan mengusir perwakilan pemerintah dinasti Qing yang ada di Makau dan berusaha memperluas luas wilayah koloni Portugal tersebut. Pada tahun 1887, pemerintah dinasti Qing dipaksa untuk menandatangani Traktat Tiongkok-Portugal di Beijing yang di dalamnya memuat pengakuan Tiongkok kepada kontrol permanen Portugal atas wilayah Makau dengan syarat pemerintah Portugal sepakat untuk tidak menyerahkan wilayah Makau kepada pihak lain tanpa persetujuan Tiongkok. Kontrol permanen Portugal atas Makau ini juga menandakan status Makau sebagai koloni Imperium Portugal. Pada tahun 1889, wilayah Makau telah bertambah seluas dengan wilayah Makau pada masa sekarang.

Status Makau sebagai koloni Imperium Portugal berubah menjadi provinsi seberang laut (bahasa Portugis: provincia ultramarina) pada tahun 1974, menyusul pecahnya Revolusi Anyelir di Portugal.

Setahun setelah Revolusi Anyelir, pemerintah Portugal menawarkan untuk mengembalikan kedaulatan wilayah Makau kepada Tiongkok. Namun pada tahun tersebut Revolusi Kebudayaan masih berkecamuk di Tiongkok Daratan, sehingga pemerintah Komunis Tiongkok menolak tawaran tersebut.[10]

Kedaulatan atas Makau diserahkan kembali kepada Tiongkok pada 20 Desember 1999, melalui Deklarasi Gabungan Tiongkok-Portugal dan Hukum Dasar Makau yang mengatur bahwa Makau diberikan hak otonomi khusus hingga tahun 2049, lima puluh tahun setelah penyerahan kedaulatan dilakukan.[11]

Wilayah Makau terletak di sebelah berat Delta Sungai Mutiara yang berhadapan langsung dengan Laut Tiongkok Selatan. Makau saat ini merupakan salah satu wilayah dengan tingkat kepadatan penduduk tertinggi dunia dan dua per tiga dari luas wilayahnya saat ini merupakan reklamasi daratan.

Gerakan kemerdekaan sunting

Isu usaha kemerdekaan di Makau tidaklah mendapat banyak perhatian serius dibandingkan dengan isu serupa di Hong Kong. Namun isu ini pernah mengemuka di Dewan Legislatif Makau menyusul terjadinya kontroversi pengambilan sumpah Dewan Legislatif di Hong Kong. Pada tahun 2017, beberapa media Tiongkok memberitakan spekulasi tentang isu kemerdekaan Makau akan berkembang dan membahayakan kepentingan nasional.[12][13]

Lazim diketahui bahwa institusi sipil di Makau tidaklah seefektif di tetangganya, Hong Kong. Kelompok pejuang HAM kurang mendapatkan ruang berekspresi, dan kebebasan media dibatasi. Sama halnya dalam institusi pendidikan, Universitas Makau cenderung berpihak kepada tren politik yang berkembang dan kurang mengakomodir kebebasan akademik. Menurut survei Public Opinion Programme Universitas Hong Kong, dibandingkan penduduk Hong Kong, penduduk Makau lebih merasa dirinya adalah bagian dari rakyat Tiongkok (Republik Rakyat Tiongkok).[14]

Majalah Swedia The Perspective beropini bahwa kurangnya antusiasme di Makau untuk memerdekakan diri bisa jadi berakar pada ketergantungan ekonomi penduduk Makau kepada pariwisata, yang sebagian besar pemasukan sektor tersebut berasal dari Tiongkok Daratan. Saat ini Makau adalah salah satu wilayah dengan ekonomi terkuat dunia, dan sumbangan kekayaan terbesarnya berasal dari bisnis perjudian, yang mana hal ini hukumnya ilegal di Tiongkok daratan.[13]

Halaman terkait sunting

Referensi sunting

  1. ^ Dwyer, Arienne (2005). The Xinjiang Conflict: Uyghur Identity, Language Policy, and Political Discourse (PDF). Political Studies 15. Washington: East-West Center. hlm. 31–32. ISBN 978-1-932728-29-3. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2010-05-24. Diakses tanggal 2020-05-29. Tertiary institutions with instruction in the languages and literatures of the regional minorities (e.g., Xinjiang University) have faculties entitled Hanyu xi ("Languages of China Department") and Hanyu wenxue xi ("Literatures of the Languages of China Department"). 
  2. ^ Languages of China – from Lewis, M. Paul (ed.), 2009. Ethnologue: Languages of the World, Sixteenth edition. Dallas, Tex.: SIL International. "The number of individual languages listed for China is 299. "
  3. ^ "The First Nations of Taiwan: A Special Report on Taiwan's indigenous peoples". www.culturalsurvival.org (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2019-01-30. 
  4. ^ "Speech of His Holiness the Dalai Lama to the European Parliament, Strasbourg". The Office of His Holiness the Dalai Lama. 14 October 2001. Diarsipkan dari versi asli tanggal 25 March 2009. Diakses tanggal 11 April 2009. 
  5. ^ "INTERNATIONAL TIBET INDEPENDENCE MOVEMENT". International Tibet Independence Movement. Diarsipkan dari versi asli tanggal 16 April 2009. Diakses tanggal 11 April 2009. 
  6. ^ "Al-Qaeda and Islamic State Take Aim at China. Why have both groups turned their attention to Beijing?". The Diplomat. Diarsipkan dari versi asli tanggal 14 March 2017. Diakses tanggal 30 March 2017. 
  7. ^ ""Inner Mongolian People's Party" and the basic facts about its key members". Southern Mongolian Human Rights Information Center. Diarsipkan dari versi asli tanggal 25 February 2009. Diakses tanggal 11 April 2009. 
  8. ^ "モンゴル自由連盟党". Diarsipkan dari versi asli tanggal 26 July 2010. Diakses tanggal 22 November 2010.  (JP)
  9. ^ "Macau and the end of empire". BBC News Online. 18 Desember 1999. Diakses tanggal 29 Mei 2020. 
  10. ^ 程, 翔 (3 Desemver 2016). "「一二.三事件」,港澳殊途命運的起點". 「一二.三事件」,港澳殊途命運的起點. Diakses tanggal 29 Mei 2020. 
  11. ^ "Macau Basic Law". University of Macau. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2007-10-30. Diakses tanggal 29 Mei 2020. 
  12. ^ "環球時報炮製"澳獨"標籤澳門反對派立法會候選人". http://www.rfi.fr/tw/. Diakses tanggal 30 Mei 2020.  Hapus pranala luar di parameter |website= (bantuan)
  13. ^ a b "澳門選舉:民主派保議席 天鴿風災與「港獨」吹出來的?". 16 September 2017. Diakses tanggal 30 Mei 2020. 
  14. ^ "Why prosperous Macau does not follow Hong Kong's gamble for independence". The Perspective. 10 November 2016. Diakses tanggal 30 Mei 2020. 

Pranala luar sunting