Sejarah Kekristenan
Sejarah Kekristenan bertitik tolak dari kehidupan Yesus, seorang guru Yahudi dan pengkhotbah keliling yang disalibkan di Yerusalem sekitar tahun 30–33 Masehi. Para pengikutnya memaklumkan bahwa ia adalah inkarnasi Allah, dan sudah bangkit dari maut. Dua ribu tahun kemudian, Kekristenan sudah menyebar ke serata dunia, menjadi agama terbesar dengan lebih dari dua miliar pemeluk di seluruh dunia.

Bagian dari seri tentang |
Kekristenan |
---|
![]() |
![]() |
Bagian dari seri |
Sejarah agama |
---|
![]() |
Mulanya Kekristenan adalah gerakan akar umbi yang disebarluaskan oleh para rasul di kota-kota, hingga mencapai massa genting pada abad ke-3 ketika pemeluknya bertambah hingga lebih dari satu juta jiwa. Dukungan yang diberikan Kaisar Romawi Konstantinus pada permulaan dasawarsa 300-an memiliki andil besar dalam transformasi Kekristenan menjadi sebuah agama terlembaga dengan susastra keagamaan yang resmi. Seni rupa, arsitektur, dan sastra Kristen pun tumbuh marak. Doktrin-doktrin teologis yang saling sanggah menuntun kepada perpecahan, yakni tanggapan terhadap Syahadat Nikea tahun 325, yang menuntun kepada skisma Nestorian abad ke-5 dan menciptakan Gereja di Timur. Sekalipun riwayat Kekaisaran Romawi Barat tamat pada tahun 476, negara-negara penggantinya maupun negara kembarannya di Timur (kemudian hari menjadi Kekaisaran Romawi Timur) tetap Kristen.
Pada Abad Pertengahan, rahib-rahib di Barat melestarikan kebudayaan dan menyediakan aneka layanan sosial. Perang-perang penaklukan yang dilancarkan bangsa Arab menghancurkan banyak komunitas Kristen di Timur Tengah dan Afrika Utara, tetapi kristenisasi terus berlanjut di Eropa dan Asia, serta turut andil dalam pembentukan negara-negara Eropa Timur. Skisma Timur–Barat tahun 1054 menjadi saksi keretakan yang memisahkan Gereja Ortodoks Timur di Kekaisaran Romawi Timur dari Gereja Katolik di Barat. Tanpa menghiraukan segala perbedaan, umat Kristen Timur meminta bantuan umat Kristen Barat untuk melawan bangsa Turki, sehingga meletuslah Perang Salib. Dihadapkan dengan berbagai tantangan dari dalam maupun dari luar, Gereja pun bergiat memberantas bidat dan membentuk mahkamah-mahkamah inkuisisi. Reformasi Gregorian menjadikan Gereja Katolik lebih tersentralisasi dan lebih birokratis. Kemajuan-kemajuan kesenian maupun keilmuan di kalangan rahib Gereja Barat menjadi landasan bagi Renesans dan revolusi ilmu pengetahuan.
Skisma Barat dan berbagai kemelut yang melanda Eropa pada abad ke-14 menuntun kepada maraknya kecaman terhadap Gereja serta Reformasi Protestan pada abad ke-16, yang melahirkan Protestantisme. Perseteruan antarwangsa mengobarkan perang-perang agama di Eropa. Beragam aliran Kristen, pada taraf yang berbeda-beda, memengaruhi kolonialisme Eropa, Abad Pencerahan, Revolusi Amerika, Revolusi Prancis, Revolusi Industri, dan perdagangan budak lintas Samudra Atlantik. Beberapa tokoh Protestan menciptakan kritisisme Alkitab, sementara tokoh-tokoh Protestan lainnya menanggapi rasionalisme dengan Pietisme dan gerakan-gerakan kebangunan dalam kehidupan beragama yang melahirkan bermacam-macam denominasi baru. Umat Protestan memperjuangkan toleransi beragama, pemisahan urusan agama dari urusan negara, dan pembaharuan akhlak, manakala misionaris-misionaris abad ke-19 meletakkan landasan bertapak bagi banyak bangsa. Pada abad ke-20, Kekristenan meredup di beberapa tempat di Dunia Barat, tetapi melonjak pesat di Dunia Timur dan Dunia Selatan.
Kekristenan purba (sekitar tahun 27 hingga abad ke-4)
suntingAbad pertama
suntingTitik tolak Kekristenan adalah Yesus, seorang pria Yahudi dan pengkhotbah keliling yang berkarya di Galilea dan Yudea pada abad pertama Masehi.[1][2] Tidak banyak yang dapat diketahui secara pasti dari seluk-beluk kehidupan Yesus, tetapi penyaliban dirinya sekitar tahun 30 tercatat dengan baik.[3][4][5] Iklim keagamaan, sosial, maupun politik di Galilea dan Yudea sangat berlainan, dan diwarnai pergolakan yang ditimbulkan oleh gerakan-gerakan keagamaan maupun politik.[1][6][7] Salah satu di antaranya adalah mesianisme Yahudi, gerakan yang menjanjikan seorang juru selamat mesianis dari trah Daud, Raja Israel nan silam, yang akan menyelamatkan Israel. Bagi para pengikutnya, yang disebut "murid", Yesuslah mesias yang dijanjikan itu.[8][9][10]
Yesus adalah sosok nabawi yang mewartakan pesan eskatologis "akhir zaman" tentang kedatangan Kerajaan Allah.[11] Inkarnasi, yakni keyakinan bahwa Allah mengejawantah di dalam diri Yesus,[10][12] dan kebangkitan, yakni keyakinan bahwa sesudah wafat disalib, Yesus bangkit dari maut,[1][13] merupakan keyakinan-keyakinan Kristen yang paling tua.[14][10] Pembaptisan, dan perayaan Ekaristi secara berjemaah dalam rangka memperingati santap malam terakhir Yesus menjelang wafat, merupakan upacara-upacara Kristen yang paling tua.[15][16]
Mayoritas anggota komunitas-jemaat Kristen perdana adalah orang Yahudi.[17][18] Mereka berkumpul dalam kelompok-kelompok kecil di rumah-rumah tinggal, dan melaksanakan ibadat yang lazimnya berupa kenduri.[19][20] Para sesepuh jemaat (disebut presbiter atau uskup) mengasuh kelompok-kelompok kecil itu, mencukupi kebutuhan-kebutuhan ekomoni terkait pelaksanaan kenduri, dan menyalurkan santunan amal kasih.[21][22][23][24] Kaum hawa merupakan para pemeluk terawal agama Kristen yang signifikan jumlahnya.[25] Agama menjadi sesuatu yang menarik lantaran kaum hawa berpeluang mendapatkan kebebasan yang lebih besar melalui kegiatan-kegiatan kagamaan daripada yang diperbolehkan oleh adat-istiadat Romawi.[26][27][28][29] Surat-surat Paulus mengakui keberadaan mereka dalam jemaat-jemaat Kristen perdana.[30][31] Kemungkinan besar Kekristenan bermula dengan jumlah anggota di bawah 1000 jiwa, yang kemudian tumbuh membentuk kurang-lebih seratus Gereja-Gereja rumah tangga berskala kecil dengan rata-rata tujuh puluh orang anggota pada tahun 100.[32]
Dari antara orang-orang pertama yang mengimani ajarannya, Yesus membina kedekatan dengan dua belas orang murid yang kemudian hari disebut "para rasul".[33] Saulus asal Tarsus, yang kemudian hari dikenal sebagai Rasul Paulus, adalah seorang Yahudi bermazhab Farisi yang sebelumnya tidak kenal dengan Yesus dan menganiaya umat Kristen purba. Menurut pengakuannya sendiri, kehidupannya berbalik arah sesudah Kristus menampakkan diri kepadanya dalam perjalanan ke Damsyik.[34] Paulus, Petrus, dan Yakobus saudara Yesus, mungkin sekali adalah tiga tokoh Kristen yang paling berpengaruh pada abad pertama, tetapi kedua belas rasul semuanya berkelana menjelajahi dunia kuno untuk mewartakan pesan-pesan mereka, mendirikan Gereja, dan menarik pemeluk baru yang kemudian hari juga mendirikan Gereja.[35][36][37]
Kekristenan lebih merupakan agama perkotaan[38] yang menyebar melalui para perantau Yahudi[39][40] sepanjang jalur-jalur dagang dan perjalanan.[41][42][43] Meskipun Stefanus dan Yakobus saudara Yohanes gugur sebagai syuhada, dan Petrus dijebloskan ke dalam penjara, gerakan ini tumbuh dan berkembang, menjalar sampai ke Antiokhia, tempat para pengikut gerakan ini untuk pertama kalinya disebut "orang Kristen".[44] Dari Antiokhia, Barnabas dan Paulus berangkat selaku misionaris ke Siprus, kemudian menyambangi Asia Kecil, tempat injil diterima oleh orang-orang Yahudi maupun bukan Yahudi.[45] Pada penghujung abad pertama, jemat-jemaat Kristen sudah hadir di semua kota besar di Kekaisaran Romawi, seperti Roma, Aleksandria, Antiokhia, Efesus, dan Kartago.[46]
Peralihan keyakinan orang-orang bukan Yahudi ke agama Kristen menimbulkan pertikaian dengan sekelompok orang yang menghendaki penegakan syariat Musa termasuk sunat.[47][48] Yakobus saudara Yesus menggelar Konsili Yerusalem (sekitar tahun 50) yang menetapkan bahwa orang-orang yang masuk Kristen harus menjauhi "makanan yang telah dicemarkan berhala-berhala, percabulan, daging binatang yang mati dicekik, dan darah," tetapi tidak boleh diwajibkan menjalankan aspek-aspek lain dari syariat agama Yahudi (Kisah Para rasul 15:20–21).[49] Selagi subur-suburnya bertumbuh di tengah bangsa-bangsa bukan Yahudi, Kekristenan berangsur-angsur terpisahkan dari agama Yahudi.[50][51] Ketidaksepahaman seputar syariat agama Yahudi, para pengasas agama Yahudi Rabani, dan pemberontakan melawan Roma, turut menyebabkan keterpisahan ini.[52][53] Meskipun demikian, Kekristenan Yahudi terus berpengaruh di Palestina, Suriah, dan Asia Kecil hingga ke abad ke-2 dan ke-3.[54][55]
Pada abad-abad permulaan tarikh Masehi, bahasa-bahasa yang paling sering digunakan untuk menyebarluaskan Kekristenan adalah bahasa Yunani, bahasa Suryani (salah satu corak bahasa Arami), dan bahasa Latin.[56] Karya-karya tulis Kristen dalam bahasa Yunani Koine, termasuk empat injil (riwayat karya pelayanan Yesus), surat-surat Paulus, dan surat-surat yang dinisbatkan kepada pemimpin-pemimpin Kristen terdahulu lainnya, ditulis pada abad pertama dan memiliki kewibawaan yang lumayan besar bahkan pada periode formatif.[57][58] Surat-surat yang dialamatkan Rasul Paulus kepada jemaat-jemaat Kristen perdana beredar dalam bentuk bunga rampai sastra pada penghujung abad pertama.[59]
Periode Pranikea (tahun 100–312)
suntingIman Kristen menyebar sampai ke Suriah dan Mesopotamia, yang penduduknya menuturkan bahasa Arami, bukan bahasa Yunani. Umat Kristen Arami hadir di Adiabene (di utara Irak) pada abad ke-2.[60] Kekristenan menyebar sampai ke Afrika Utara pada abad pertama, dan pada abad ke-3, sudah tersebar ke seluruh kawasan Laut Tengah, mulai dari negeri Yunani dan Anatolia sampai ke Jazirah balkan di timur, bahkan sampai ke Britania, daerah jajahan Romawi nun jauh di barat laut.[61][62]
Masyarakat Romawi mencapai titik genting antara tahun 150 sampai 250, manakala Kekristenan bertumbuh dari di bawah 50.000 pemeluk menjadi di atas satu juta pemeluk.[63][43] Suatu tatanan Gereja yang lebih formal dikembangkan pada waktu dan tempat yang berbeda-beda. Para uskup merupakan tokoh-tokoh utama dalam pertumbuhkembangan Kekristenan, dan mengalami peningkatan kuasa dan pengaruh ketika mulai membawahi daerah-daerah yang lebih luas dengan banyak Gereja.[64][65][66][67] Pembaptisan dilakukan dengan cuma-cuma, tanpa pungutan uang jasa, sehingga menjadikan Kekristenan lebih terjangkau daripada agama-agama tradisional bangsa Romawi.[68][69] Keimanan menjadi ciri khas penanda utama kewargaangerejaan, dan Kekristenan purba sangat inklusif terhadap siapa saja yang mengungkapkan keimanan.[70][71] Orang-orang beriman dipisahkan dari "orang-orang tak beriman" dan "ahli-ahli bidat" oleh batasan sosial yang kuat.[72][73] Sifat eksklusif nan unik inilah yang membuat Kekristenan memiliki daya tarik psikologis elitisme.[74][75]
Inklusivitas Kekristenan juga merangkul kaum hawa, yang merupakan kaum mayoritas di dalam komunitas-komunitas Kristen.[25] Melalui kegiataɲ-kegiatan keagamaan, kaum hawa berpeluang mendapatkan kebebasan yang lebih besar daripada yang dimungkinkan oleh adat-istiadat Romawi.[26][27] Kaum hawa di lingkungan Gereja tampil menonjol di dalam kepengurusan jemaat,[30][76] di dalam surat-surat Paulus,[77][78] maupun di dalam karya-karya seni rupa Kristen purba,[79] sementara kebanyakan kritik antikristen terdahulu berkaitan dengan "prakarsa perempuan", yang mengindikasikan peran serta kaum hawa di dalam gerakan akar umbi itu.[26][80][81][note 1] Ada segelintir tinggalan karya seni dari zaman Gereja purba, tetapi karya seni Kristen yang paling tua muncul di pekuburan sekitar tahun 200.[86][87][88] Karya seni tersebut biasanya memadukan langgam seni Yunani-Romawi dengan simbolisme Kristen. Citra Kristen yang paling lazim adalah penggambaran Yesus sebagai gembala yang baik.[89][90]
Keempat injil dan surat-surat Paulus pada umumnya dipandang sebagai karya-karya tulis yang berwibawa, tetapi karya-karya tulis selebihnya, seperti kitab Wahyu, Surat kepada orang Ibrani, Surat Yakobus, dan Surat Yohanes yang Pertama, dipandang memiliki kewibawaan dengan bobot yang berbeda.[91][92][93] Karya-karya sastra Gnostik menggugat sifat fisis Yesus, Montanisme mengajarkan bahwa para rasul dapat digantikan, dan Monarkianisme menitikberatkan keesaan Allah melebihi Tritunggal.[94] Menghadapi keberagamanan semacam itu, persatuan dihadirkan oleh kitab suci pegangan bersama dan para uskup.[95][96] Gereja purba belum mengenal hukum kanon.[97]
Periode Pranikea juga menjadi saksi timbulnya aniaya dari pihak pemerintah Romawi yang sporadis tetapi kian hari kian gencar, dan merebaknya sempalan-sempalan, aliran-aliran pemujaan, maupun gerakan-gerakan keagamaan.[98] Pada dasawarsa 250-an, Kaisar Desius dan Kaisar Valerianus mengundangkan pidana mati bagi orang-orang yang tidak mau mempersembahkan kurban kepada dewa-dewi Romawi, sehingga mencetuskan aniaya terhadap umat Kristen di mana-mana. Aniaya yang dilancarkan secara resmi oleh negara mencapai puncaknya pada masa pemerintahan Kaisar Dioklesianus, dari tahun 303 sampai 311.[99][100][101] Pemerintah Kekaisaran Sasani juga menganiaya umat Kristen secara berkala.[102][103]
Penghujung Abad Kuno (tahun 313 hingga sekitar tahun 600)
suntingPenghujung Abad Kuno adalah zaman perubahan, karena pada kurun waktu inilah Kekristenan menjadi agama yang diakui keberadaannya, bahkan kelak dianakemaskan oleh pemerintah Romawi, sehingga mengalami transformasi besar-besaran.[104] Pada tahun 313, Kaisar Konstantinus, yang mendaku diri sebagai orang Kristen, menerbitkan Maklumat Milan yang memberikan toleransi kepada semua agama.[105] Sejak saat itu, ia mengayomi Kekristenan, melimpahkan kekuasaan kehakiman kepada para uskup, dan mengundangkan kesetaraan kedudukan mereka dengan pendeta-pendeta politeis.[106] Dengan dana dari pundi-pundi pribadi maupun kas negara, ia membangun gereja-gereja dan mencadangkan dana bagi pemeliharaan gedung gereja maupun pemenuhan hajat hidup rohaniwannya.[107] Pada akhir abad ke-4, sebagian besar kota di Kekaisaran Romawi sudah memiliki gedung gereja.[108]
Seni rupa, sastra, maupun arsitektur Kristen berkembang pada masa pemerintahan Kaisar Konstantinus.[109][110] Basilika, ragam bangunan balairung kotapraja, menjadi acuan arsitektur Kristen.[111] Fresko-fresko, mosaik-mosaik, arca-arca, dan lukisan-lukisan membaurkan gagrak klasik dengan gagrak Kristen.[112] Demikian pula muncul sejenis puisi hasil persilangan yang dianggit dalam gagrak klasik dengan konsep-konsep Kristen.[113][114][115] Menjelang akhir abad ke-4, Hieronimus diamanatkan untuk menerjemahkan nas-nas Alkitab Yunani ke dalam bahasa Latin. Hasil terjemahannya dikenal dengan nama Vulgata.[116] Para Bapa Gereja yang berkiprah pada kurun waktu ini, seperti Agustinus dari Hipo, Yohanes Krisostomus, Gregorius dari Nisa, Atanasius dari Aleksandria, Basilius dari Kaisarea, Gregorius dari Nazianzus, Sirilus dari Aleksandria, dan Ambrosius dari Milan, menghasilkan sejumlah besar karya tulis.[117]
Cita-cita mulia zuhud yang lahir dari pemikiran para Bapa Gereja terdahulu ini juga dirangkul oleh rahbaniyat, yang sebelumnya sudah hadir di Suriah, dan menjadi kunci bagi pertumbuhkembangan Kekristenan.[118][119][120] Pada penghujung Abad Kuno, paguyuban-paguyuban rahbani mulai dikaitkan dengan tempat-tempat suci yang ada di daerah perkotaan Palestina (yang menjadi tempat tujuan ziarah), Kapadokia, Italia, Galia, dan Afrika Utara jajahan Romawi.[121] Pada dasawarsa 370-an, Basilius Agung membentuk Basileyas, sebuah paguyuban rahbani di Kaisarea (Mazaka) yang mengembangkan tata layanan kesehatan yang pertama bagi fakir miskin, cikal bakal dari rumah-rumah sakit umum modren.[122]
Dampak sosial Kekristenan, teristimewa amalan-amalan welas asihnya,[123] turut andil dalam penyebarluasannya, sekalipun harus bersaing dengan politeisme tradisional maupun aliran-aliran pemujaan dan kepercayaan alternatif.[124][125][note 2] Tidak ada undang-undang yang memaksa orang-orang pagan untuk berpindah agama sebelum masa pemerintahan Kaisar Yustinianus (tahun 527 sampai 565), dan politeisme masih hidup di beberapa tempat sampai abad ke-9.[131][132][133][134] Meskipun demikian, kurban darah, yang menjadi inti upacara hampir semua kelompok umat bergama di kawasan Laut Tengah pada zaman prakristen, menghilang pada akhir abad ke-4 lantaran digempur undang-undang.[135][136]
Meskipun kadang-kadang timbul perseteruan, tindak kekekerasan aktual bernuansa keagamaan di antara umat pagan dan umat Kristen bukanlah suatu fenomena umum. Pidato, dalam bentuk retorika polemis, merupakan wujud utama kekerasan.[137][138] Argumennya berpusat pada makna hakiki dari "logos". Makna Logos yang dikemukakan pihak pagan dapat dijumpai di dalam mitos-mitos dan puisi-puisi kuno sebagai alegori.[139] Tanggapan-tanggapan dari pihak Kristen membentuk ontologi-ontologi hakiki mereka yang pertama, berbeda dari para apolog sebelumnya, menandaskan makna logos menurut Kekristenan.[138][140] Meskipun demikian, yang menjadi pokok perhatian para pengulas Alkitab antara tahun 300 sampai 600 bukanlah tanggapan-tanggapan polemis terhadap pihak pagan melainkan ihwal membantu umat Kristen yang keprihatinan utamanya adalah dosa dan keselamatan.[141][142] Baptisan Kristen memiliki kekhususan tersendiri dan menunjukkan bagaimana umat Kristen memahami konsep-konsep tersebut dalam kaitannya dengan wafat Kristus.[143] Seiring perkembangannya, teologi berpegang teguh kepada paradoks inkarnasi Allah, dan kontribusi insani yang menentukan bagi penebusan yang tampak di dalam diri Yesus Kristus selaku "manusia baru, yang adalah Allah".[144]
Sebelum abad ke-4, agama Yahudi sudah menjadi agama yang diakui keberadaannya oleh pemerintah, sedangkan agama Kristen dianiaya lantaran dipandang sebagai aliran kepercayaan takhayul yang melanggar hukum. Pada abad ke-4, agama Kristen dianakemaskan oleh kaisar-kaisar, sedangkan agama Yahudi dicap bidat.[145] Sekalipun demikian, Agustinus dari Hipo menegaskan bahwa orang-orang Yahudi tidak boleh dibunuh maupun dipaksa memeluk agama Kristen; mereka tidak boleh diganggu-gugat sebab merekalah pelestari syariat Perjanjian Lama dan "saksi-saksi hidup" Perjanjian Baru.[146] Rata-rata umat Yahudi dan umat Kristen (kecuali orang Visigoti di Spanyol) hidup rukun berdampingan hingga ke Abad Pertengahan Madya.[147][148][note 3]
Kaisar Konstantinus maupun kaisar-kaisar penggantinya berupaya menyelaraskan Gereja dengan program politik mereka.[152] Para petinggi Gereja menanggapi upaya tersebut dengan pembatasan terhadap kewenangan sekuler yang dijabarkan sejelas-jelasnya. Bagi para petinggi Gereja, Kekaisaran Romawi adalah bagian dari Gereja semesta, bukan sebaliknya.[153] Hampir sepanjang penghujung Abad Kuno, para paus, yang merupakan para pengganti Santo Petrus selaku Uskup Roma, memiliki pengaruh yang terbatas dan belum memiliki kekuasaan yang dibutuhkan untuk menyingkirkan campur tangan sekuler dalam urusan Gereja. Meskipun demikian, kekuasaan paus mulai bertambah besar ketika para batrik Timur menyandarkan harapan kepada Sri Paus di Roma untuk menyelesaikan berbagai silang pendapat.[154][155][156]
Sebaran geografis
suntingKekristenan tumbuh pesat sepanjang kurun waktu ini.[157][158] Umat Kristen di Persia (sekarang Irak) habis-habisan dianiaya pada penghujung Abad Kuno, tetapi jumlahnya malah terus bertambah. Suatu ragam Kekristenan masuk dan menyebar di tengah-tengah masyarakat Arab yang berdiam di Palestina, Yaman, dan Jazirah Arab.[159] Pada abad ke-4, persentase umat Kristen di Kekaisaran Sasani sama tingginya dengan persentase umat Kristen di Kekaisaran Romawi.[160] Sekalipun orang-orang Hun, Ostrogoti, Visigoti, dan Vandal mengharubirukan Kekaisaran Romawi pada abad ke-4 dan ke-5, banyak dari mereka yang akhirnya memeluk agama Kristen.[161][162][163] Suriah merupakan rumah bagi sebuah perguruan teologi yang ramai.[159][164] Injil pertama kali diwartakan di Asia Tengah dan Tiongkok oleh para misionaris penutur bahasa Suryani.[60]
Lembaga-lembaga Kristen di Asia dan Afrika Timur tidak pernah mengembangkan pengaruh seperti yang dilakukan gereja-gereja di Eropa dan Romawi Timur.[165] Meskipun demikian, Armenia menjadi negara pertama yang menjadikan Kekristenan sebagai agama resmi negara pada tahun 301, disusul Albania Kaukasia, dan Etiopia serta Eritrea.[166][167][168] Sebagai agama minoritas di Britania sejak abad ke-2,[169] Kekristenan mulai tergeser oleh paganisme Saksen-Inggris pada abad ke-5;[170] pergeseran ini berbalik arah selepas pelancaran misi Gregorian tahun 597.[171] Para misionaris juga mulai mengkristenkan orang Irlandia pada awal abad ke-5.[172]
Kekerasan dalam beragama
suntingUmat Kristen pada Abad Kuno Akhir mengaitkan diri sendiri dengan damai sejahtera, dan menyifatkan paganisme sebagai kepercayaan yang pada hakikatnya penuh dengan kekerasan dalam amalan-amalan kurban dan kesyahidan.[173] Dikotomi ini menjejali sastra Abad Kuno Akhir dengan tuduhan tindak kekerasan yang dilotarkan oleh pihak pagan maupun oleh pihak Kristen kepada pihak yang berseberangan dengannya.[174]
Bidat, skisma, dan konsili
suntingRagam-ragam regional Kekristenan menghasilkan teologi-teologi yang bhineka dan kadang-kadang saling saing.[175][176] Para sastrawan Kristen purba membidatkan semua amalan maupun doktrin yang menyimpang dari tradisi apostolik.[177][73][178] Banyaknya undang-undang yang berkaitan dengan bidat mengindikasikan bahwa umat Kristen pada kurun waktu ini menganggap masalah bidat lebih penting daripada masalah paganisme.[179][180][note 4]
Berdasarwasa lamanya Arianisme meresahkan seisi Gereja, baik awam (bukan rohaniwan) maupun rohaniwan, dengan silang pendapat seputar setara tidaknya keilahian Yesus dengan keilahian Bapa.[18][184][185] Konsili Nikea Pertama yang diselenggarakan pada tahun 325 berusaha mengakhiri kontroversi tersebut dengan mengeluarkan Syahadat Nikea, kendati ada saja pihak-pihak yang tidak mau menerimanya.[186][187] Perkembangan bidat memperlihatkan pentingnya pembatasan, dan menjadi semacam tenaga penggerak yang membentuk jati diri, membuka jalan bagi asimilasi budaya dan stabilitas sosial.[176] Di seluruh kawasan timur Laut Tengah, tempat faksi-faksi Kristen bergumul tanpa jalan keluar dari masalah, komunitas-komunitas Kristen melemah, sehingga memengaruhi daya sintas jangka panjang mereka.[188]
Kitab Suci Kristen dibakukan menjadi Kitab Suci Perjanjian Baru dan dibedakan dari Kitab Suci Perjanjian Lama pada abad ke-4.[189][190] Sekalipun sepakat soal susastra suci tersebut, perbedaan-perbedaan Gereja Timur dari Gereja Barat kian jelas terlihat.[191][192][193] Segenap Gereja Barat berpegang teguh kepada titik kata Konsili Nikea, sedangkan sebagian besar Gereja Timur menganut Arianisme.[194] Gereja Barat mencerca budaya Romawi sebagai budaya yang bergelimang dosa dan menentang campur tangan negara, sementara Gereja Timur menyelaraskan diri dengan budaya Yunani dan mengupayakan mufakat antara Gereja dan negara.[195][196][197] Kehidupan berumah tangga dibenarkan bagi rohaniwan di Gereja Timur, tetapi dipantangkan bagi rohaniwan di Gereja Barat.[198][199] Gereja Timur menganjurkan penyelenggaraan bersama tata kelola Gereja oleh lima kepala Gereja, dengan berdalil bahwa Batrik Konstantinopel, Batrik Aleksandria, Batrik Antiokhia, dan Batrik Yerusalem sederajat dengan Sri Paus, sedangkan Roma menegaskan keperdanaan Sri Paus.[200][201]
Kontroversi-kontroversi seputar bagaimana kodrat insani dan kodrat ilahi Yesus wujud secara bersamaan mencapi titik zenitnya ketika Nestorius menyatakan Maria sebagai ibu keinsanian Yesus, bukan keilahiannya, dan dengan demikian menimbulkan kesan bahwa Yesus memiliki dua kodrat yang berlainan.[202] Kekisruhan ini bermuara pada serentet konsili oikumene. Konsili oikumene ketiga yang diselenggarakan di Efesus membidatkan Nestorius. Konsili yang diselenggarakan pada tahun 431 ini dinafikan kewibawaannya oleh Gereja di Kekaisaran Persia. Penolakan tersebut menimbulkan perpecahan pertama Gereja Timur dari Gereja Barat. Dua kelompok umat Kristen Persia dan Suriah membentuk Gereja di Timur (dikenal pula dengan nama Gereja Asyuri, Gereja Nestorian, dan Gereja Persia), sementara mayoritas umat Kristen di Suriah dan Mesopotamia membentuk Gereja Ortodoks Suryani (Gereja Yakubi).[203][note 5] Perpecahan ini membuat sekian banyak sastrawan dan teolog Kristen Semit Suryani terkucilkan dari Dunia Kristen.[164] Gereja di Timur nyaris seluruhnya berada di luar wilayah Kekaisaran Romawi Timur.[206] Gereja ini menjadi Gereja utama di Asia pada Abad Pertengahan.[207]
Pada tahun 451, Gereja menggelar konsili oikumene yang keempat di Kalsedon.[208][note 6] Meskipun mayoritas Kekristenan mengamini Takrif Kalsedon yang menegaskan bahwa Putra itu "Ekapribadi dalam Dwikodrat", ada sebagian pihak yang beranggapan bahwa penyifatan seperti itu terlalu dekat dengan paham dualitas Nestorianisme, sehingga selepas tahun 484, mereka memisahkan diri dan menjadi golongan Ortodoks Oriental yang hanya mengamini kewujudan "Ekapribadi Allah Sang Logos yang Berinkarnasi".[210][211][212]
Selepas tahun 476
suntingPeristiwa penggulingan Kaisar Romulus Agustulus pada tahun 476 menandai akhir riwayat Kekaisaran Romawi Barat. Fragmentasi sosial-politik yang timbul menyusul peristiwa tersebut membuka jalan bagi Gereja untuk mengambil alih tanggung jawab atas kemaslahatan Eropa Barat.[213][214] Sepanjang lima abad berikutnya, kebudayaan dan peradaban Dunia Barat dilestarikan terutama oleh para rahib, sementara Kekaisaran Romawi Timur melanggengkan kebudayaan Romawi dengan seorang kaisar, sebuah pemerintahan sipil, dan sepasukan besar angkatan bersenjata.[215][216][217][218]
Kebijakan-kebijakan Kaisar Romawi Timur Yustinianus I (bertakhta mulai tahun 527 sampai 565) di bidang keagamaan mencerminkan keyakinannya bahwa keutuhan negara bertumpu pada kesatuan iman. Bertolak dari keyakinan itu, ia melancarkan aniaya terhadap kaum pagan dan kelompok-kelompok minoritas keagamaan, serta membersihkan birokrasi negara maupun Gereja dari anasir-anasir yang tidak seia sekata dengannya.[219][218] Yustinianus berkontribusi perkembangan budaya,[220] dan mengintegrasikan konsep-konsep Kristen dengan hukum Romawi di dalam Corpus Iuris Civilis. Darmasastra yang lahir atas prakarsa Yustinianus ini masih menjadi landasan hukum sipil di banyak negara modern.[97][221]
Di negeri Galia, Klovis I, raja orang Peranggi, berganti keyakinan menjadi pemeluk agama Katolik. Kerajaannya menjadi negara yang terkemuka di Dunia Barat pada tahun 507, dan dalam beberapa abad kemudian sedikit demi sedikit bertransformasi menjadi sebuah kerajaan Kristen.[215][216] Pengaruh Sri Paus bertambah besar lantaran masyarakat kian hari kian menyandarkan harapan kepada Roma untuk menuntaskan silang pendapat teologis.[200][222] Paus Gregorius I melambungkan gengsi dan kekuasaan lembaga kepausan dengan memprakarsai tanggapan terhadap invasi orang Lombardi pada tahun 592 dan 593, mereformasi kaum rohaniwan, membakukan musik peribadatan, memberangkatkan para misionaris, dan mendirikan biara-biara baru.[223][224] Sampai dengan tahun 751, Sri Paus masih terhitung kawula Kaisar Romawi Timur.[201]
Abad Pertengahan Awal (sekitar tahun 600–1000)
suntingPada permulaan dasawarsa 600-an, Kekristenan sudah tersebar ke sekeliling Laut Tengah.[225] Meskipun demikian, antara tahun 632 sampai 750, negara-negara Khilafah Islamiyah menaklukkan Timur Tengah, Afrika Utara, dan Jazirah Iberia.[226][227][228] Daulah Islamiyah menghancurkan jemaat-jemaat Kristen Asia di kota-kota, tetapi antara abad ke-5 hingga ke-6, Kekristenan juga tersiar sampai ke berbagai pelosok terpencil[note 7] sehingga meluputkannya dari kepunahan.[230][231] Para kurun waktu yang sama, perang-perang yang berkecamuk di tapal batas negara turut membentuk Kekaisaran Romawi Timur menjadi negara Kekaisaran Bizantin yang merdeka dan berdaulat.[232] Sampai dengan abad ke-8, Eropa Jermani masih berkubang dalam kemiskinan, terfragmentasi secara politik, dan bergantung kepada Gereja.[215][216]
Abad Pertengahan Awal merupakan periode formatif "Dunia Kristen" Barat yang muncul pada akhir kurun waktu tersebut.[233][234] Di dalam dan di sekitar dunia yang mayoritas Kristen ini, invasi, deportasi, serta pengabaian orang-orang barbar menghasilkan populasi-populasi yang "jauh dari kehidupan bergereja", yang memandang Kekristenan sebagai salah satu di antara sekian banyak agama yang dapat disenyawakan dengan paganisme lokal.[235][236] Gereja pada kurun waktu ini hanya dipengaruhi Alkitab secara tidak langsung.[237]
Rahbaniyat dan seni rupa
suntingHingga akhir kurun waktu Awal Abad Pertengahan, kebudayaan Dunia Barat dilestarikan dan diwariskan dari generasi ke generasi terutama oleh para rahib yang dikenal dengan sebutan "klerus reguler" lantaran mematuhi regula, tata tertib.[217][156] Tata tertib tersebut mencakup hal-ihwal kemurnian, ketaatan, dan kemiskinan yang diupayakan dengan berdoa, menghafal kitab suci, berpantang sanggama, berpuasa, melakukan pekerjaan kasar, dan berderma.[238][239]
Biara-biara dimanfaatkan pula sebagai panti asuhan bagi yatim-piatu dan pesanggrahan bagi para musafir, serta menyediakan makan minum bagi siapa saja yang membutuhkan.[240][241][242] Biara-biara mendukung literasi, menghasilkan karya-karya seni rupa dan seni kriya klasik, serta menyalin dan melestarikan karya-karya sastra kuno di dalam skriptorium-skriptorium dan perpustakaan-perpustakaannya.[243][244] Rahib-rahib yang dipenuhi semangat pengabdian menciptakan naskah-naskah beriluminasi.[245] Dari abad ke-6 hingga abad ke-8, sebagian besar lembaga pendidikan berkaitan dengan biara, tetapi metode-metode yang digunakan untuk mendidik populasi tuna aksara pada masa itu dapat pula mencakup pagelaran sandiwara-sandiwara misteri, ceramah-ceramah yang disampaikan dalam bahasa sehari-hari, riwayat hidup orang-orang kudus dalam bentuk wiracarita, dan karya-karya seni rupa.[234][246][247]
Awal Abad pertengahan merupakan kurun waktu yang penuh ketidakpastian, dan peran relikui-relikui dan para aulia yang mampu memberikan akses istimewa menuju yang ilahi kian lama menjadi kian penting.[248][249] Amalan menginfakkan harta supaya orang-orang yang sudah berpulang mendapatkan jawaban doa-doa (dengan akses istimewa tersebut) menjadi salah satu sumber kekayaan.[250][251] Biara-biara menjadi semakin tertata, dan lambat laun membentuk kewenangan sendiri yang terpisah dari kewenangan politik dan kewenangan kekeluargaan, dan dengan demikian merevolusi sejarah kemasyarakatan.[252][253] Pengamalan ilmu pengobatan dianggap sangat penting, dan biara-biara Abad Pertengahan terkenal lantaran rumah-rumah sakit umumnya, perawatan-perawatan akhir hayatnya, maupun sekian banyak kontribusinya di bidang pengobatan.[254][255] The sixth-century Regula Santo Benediktus dari abad ke-6 memiliki pengaruh yang sangat luas.[256][257][258]
Gereja Timur mengembangkan suatu pendekatan kepada seni rupa keagamaan yang tidak dikenal di Gereja Barat, dengan mengadaptasi seni lukis potret kuno di dalam ikon-ikon menjadi pengantara Allah dan umat manusia.[259] Pada dasawarsa 720-an, Kaisar Leo mengharamkan pembuatan citra Kristus, orang-orang kudus, dan peristiwa-peristiwa Alkitabiah, serta menghancurkan sebagian besar karya-karya seni semacam itu yang sudah ada sebelumnya.[260] Gereja Barat mengutuk perang terhadap ikon yang dilancarkan Kaisar Leo dan beberapa kaisar sesudahnya.[261] Pada abad ke-10 dan awal abad ke-11, kebudayaan Bizantin mulai memulihkan warisan seninya.[262][263]
Perbedaan antarkawasan
suntingEropa Timur sudah terimbas Kekristenan sedari zaman penjajahan Romawi, tetapi Kekristenan tersebut adalah Kekristenan bercorak Bizantin yang dibawa masuk oleh Santo Sirilus dan Santo Metodius pada abad ke-9, dan menjadi unsur yang tak terpisahkan dari pembentukan negara-negara modern di kawasan itu.[264][265][164] Kedua adik-beradik itu menciptakan abjad Glagolitsa untuk kepentingan penerjemahan Alkitab ke dalam bahasa setempat. Murid-murid mereka kelak menciptakan abjad Kirilitsa yang meluaskan literasi dan menjadi landasan kebudayaan maupun keagamaan bagi semua negara bangsa Slav.[266][267][268]
Pada tahun 635, Gereja di Timur membawa Kekristenan ke hadapan Kaisar Tiongkok, yang lantas mengizinkan pendirian tugu prasasti Sianfu, berisi penjabaran iman Kristen.[269] Kekristenan menyebar ke kawasan barat laut Tiongkok, Khotan, Turfan, dan tepi selatan Danau Balkasy di Kazakstan Selatan, tetapi pertumbuhkembangannya dihambat pada tahun 845 oleh Kaisar Wu-Tsung, yang menganakemaskan agama Tao.[270] Gereja di Timur mewartakan injil di sepanjang Jalur Sutra dan berjasa mengkristenkan sebagian masyarakat Mongol/Turki.[271] Selepas tahun 700, saat Kekristenan sedang terpuruk, masyarakat-masyarakat Kristen justru marak bermunculan di sepanjang jalur-jalur dagang utama yang melintasi Asia, India Selatan, kerajaan-kerajaan orang Nubia, Etiopia, maupun Armenia dan Georgia di kawasan Pegunungan Kaukasus.[159][272]
Di Eropa Barat, hukum kanon memiliki andil besar dalam penciptaan norma-norma yang berkaitan dengan sumpah setia, janji bakti, dan kesetiaan.[273] Norma-norma tersebut dimasukkan ke dalam hukum sipil, tempat jejak-jejaknya masih dapat dijumpai.[274] Di dalam asas-asas feodalisme, Gereja menciptakan model baru jabatan raja yang diberkati, yang tidak di kenal di Dunia Timur, dan pada tahun 800, Karel Agung, salah seorang keturunan Klovis, menjadi penerima jabatan raja model baru itu tatkala dinobatkan menjadi kaisar oleh Paus Leo III.[275] Karel Agung memprakarsai sejumlah upaya pembaharuan yang menjadi cikal bakal Renesans Karling, zaman kebangunan kecendekiaan dan kebudayaan.[276] Upacara penobatan dirinya memunculkan preseden yang menjadikan paus sebagai satu-satunya pihak yang dapat menobatkan kaisar di Dunia Barat, sehingga membuka peluang bagi para paus untuk mengklaim bahwa para kaisar menerima kekuasaan dari Allah melalui mereka.[277] Lembaga kepausan pun lepas dari kendali Kekaisaran Bizantin, dan praja-praja yang dulu bernaung di bawah payung Eksarkatus berubah menjadi praja-praja Gereja.[277][278] Meskipun demikian, kepausan masih membutuhkan uluran bantuan dan perlindungan, oleh sebab itu para Kaisar Romawi Suci acap kali memperalat kebutuhan tersebut dalam usaha untuk menguasai kepausan maupun Negara Gereja.[277] Di Roma, kepausan malah terjerat dalam kendali kaum bangsawan kota itu.[278][279]
Di Rusia, peristiwa pembaptisan Vladimirus, Pangeran Besar Kiev, pada tahun 989 secara tradisional dikaitkan dengan kristenisasi Rus Kiev.[280] Di dalam struktur keagamaan baru di Kiev, para adipati memegang kendali atas Gereja yang secara finansial bergantung kepada penguasa.[281][282][note 8] Rahbaniyat merupakan bentuk ketakwaan utama bagi rakyat tani maupun kaum menak yang mengaku Kristen tetapi masih memelihara banyak amalan prakristen.[284]
Serbuan-serbuan orang Viking pada abad ke-9 dan ke-10 yang meluluhlantakkan banyak gereja dan biara itu justru menuntun kepada pembaharuan. Para induk semang berlomba-lomba melakukan usaha pembangunan kembali, sehingga "pada pertengahan abad ke-11, terwujudlah suatu Gereja Latin yang bersatu, lebih tertata, lebih terdidik, dan lebih peka secara rohaniah."[285] Kekuasaan Sri Paus sekali lagi terdongkrak pada abad ke-10 ketika Guglielmus IX, Adipati Aquitania, maupun tokoh-tokoh awam pemangku kekuasaan lainnya yang mendirikan biara-biara, menempatkan lembaga-lembaga bentukan mereka itu di bawah pengayoman takhta kepausan.[286][287][288]
Abad Pertengahan Madya (sekitar tahun 1000–1300)
suntingPada kurun waktu ini, kewargagerejaan seseorang bermula sejak ia dibaptis begitu terlahir ke dunia.[289][290][291] Tiap-tiap warga Gereja diharapkan sedikit-banyak memahami Syahadat Para Rasul dan Doa Bapa Kami, beristirahat pada hari minggu dan hari-hari raya, menghadiri misa, berpuasa pada waktu-waktu tertentu, menerima komuni pada hari Paskah, membayar macam-macam pungutan yang akan digunakan untuk menyantuni orang-orang yang membutuhkan, serta mendapatkan upacara pamungkas di akhir hayatnya.[292][293] Kepausan Abad Pertengahan mendapatkan kewenangan dalam segala segi kehidupan masyarakat eropa ketika lembaga itu lambat laun menjadi serupa dengan pemerintahan-pemerintahan monarki yang sezaman dengannya.[294][295]
Hukum kanon menjadi sebuah tatanan raksasa yang sangat rumit, tetapi ratusan hukum di dalamnya justru meniadakan asas-asas Kekristenan terdahulu, yakni kesetaraan dan inklusivitas.[296][297] Abad Pertengahan Madya menjadi saksi terbentuknya beberapa doktrin fundamental Kristen, misalnya tujuh sakramen, upah yang adil bagi buruh, "syarat-syarat perkawinan Kristen, hakikat selibat rohaniwan, dan gaya hidup yang pantas bagi para imam".[298] Bidat didefinisikan dengan lebih tepat.[299] Purgatorium menjadi doktrin resmi. Pada tahun 1215, pengakuan dosa diwajibkan bagi semua orang.[300][301] Rosario diciptakan sesudah penghormatan terhadap Bunda Maria menjadi aspek sentral dari kurun waktu tersebut.[302]
Dimulai dari Biara Kluni (pada tahun 910), yang memanfaatkan arsitektur gagrak Romanik untuk membangkitkan rasa kagum dan takjub, serta menggugah kepatuhan, pengaruh biara-biara terdongkrak berkat usaha pembaharuan cara Kluni.[303][304][note 9] Meskipun demikian, dominansi rahbani di bidang kebudayaan dan keagamaan mutai menurun pada pertegahan abad ke-11 dengan meningkatnya pengaruh kaum rohaniwan sekuler, yakni rohaniwan yang bukan anggota tarekat religius.[306] Sekolah-sekolah biara kehilangan pengaruhnya dengan tersebarnya sekolah-sekolah katedral,[307] tumbuhnya sekolah-sekolah mandiri,[308] dan terbentuknya universitas-universitas sebagai badan-badan usaha swakelola yang dijamin dengan piagam-piagam dari para paus dan raja-raja.[309][310] Hukum kanon maupun hukum sipil terprofesionalisasi, dan terbentuk suatu kalangan elit terliterasi, yang kian menggeser peranan para rahib.[311][312] Sepanjang kurun waktu ini, kaum rohaniwan dan kaum awam menjadi "semakin terliterasi, semakin duniawi, dan semakin berani mengemukakan pendapat".[313][note 10]
Sentralisasi
suntingUsaha pembaharuan yang digagas Paus Gregorius VII (menjabat tahun 1073–1085) membuka "babak baru di dalam sejarah Gereja".[200][318] Sebelum itu, daulat raja dan kaisar, paling tidak sebagiannya, dibangun di atas keterkaitan dengan hal-hal ketuhanan.[319][311] Reformasi Gregorian dimaksudkan untuk merenggut sifat sakramental dari daulat tersebut, dan menegakkan keperdanaan Gereja dengan cara membebaskannya dari kendali negara.[320] Usaha pembaharuan ini melambungkan kembali kekuasaan temporer paus, sehingga memungkinkan dilakukannya penataan ulang tata usaha pemerintahan Negara Gereja yang berbuah peningkatan pesat kekayaan. Dengan demikian para paus dapat menjadi induk semang secara swadaya,[321][322][323] menyepadukan wilayah kedaulatan, memusatkan kewenangan, dan membentuk birokrasi.[324][325][311]
Tata usaha pemerintahan negara juga terpusat, dan persaingan antara Gereja dan negara, yang mengklaim yurisdiksi kehakiman dan perpajakan atas populasi yang sama, mencetuskan konflik demi konflik.[316][326] Salah satu contohnya adalah Kontroversi Investitur di Kekaisaran Romawi Suci, persengketaan Kaisar Romawi Suci Henrikus IV dengan Paus Gregorius VII seputar pengangkatan uskup dan abas serta pengendalian pendapatan mereka oleh pemerintah sekuler.[327][328][329][330] Bagi Gereja, peniadaan pelantikan oleh tokoh awam akan membantu mewujudkan kemandirian Gereja dari negara, memajukan usaha pembaharuan, dan memberikan pendampingan pastoral yang lebih baik. Bagi raja-raja, yang lebih mampu mengendalikan kekuasaan dan pendapatan uskup-uskup yang diangkatnya sendiri ketimbang kekuasaan dan pendapatan kaum bangsawan turun-temurun, peniadaan pelantikan oleh tokoh awam berarti kekuasaan Kaisar Romawi Suci dan kaum bangsawan Eropa akan merosot.[331][332][333][334]
Dekret Dictatus Papae tahun 1075 menegaskan bahwa hanya Sri Paus yang boleh melantik uskup-uskup.[335] Pembangkangan terhadap Sri Paus disejajarkan dengan bidat;[336] ketika Kaisar Henrikus IV menolak dekret itu, ia dikenai sanksi ekskomunikasi, yang menjadi salah satu faktor pemicu perang saudara.[337][338][339] Kontroversi serupa juga timbul di Inggris.[340]
Skisma, Perang Salib, perluasan, dan penyempitan
suntingGereja di Timur, yang memisahkan diri seusai Konsili Kalsedon, berhasil menyintasi berbagai tantangan dengan bantuan dari Bizantium.[341] Saat gerak ekspansinya mencapai titik zenit pada abad ke-13, Gereja di Timur membentang dari Suriah sampai ke timur Tiongkok, dari Siberia sampai ke selatan India dan selatan Asia.[342] Perpecahan yang kedua yang memisahkan Gereja Timur dari Gereja Barat terjadi pada tahun 1054, manakala Gereka di wilayah Kekaisaran Bizantin membentuk Gereja Ortodoks Timur Bizantin, yang semenjak saat itu menjalin persekutuan dengan Batrik Oikumene Konstantinopel, bukan dengan Sri Paus.[343]
Selain keterpisahan geografis, sudah lama ada pula berbagai perbedaan budaya, ketidaksepahaman geopolitis, dan kurangnya hormat-menghormati antara timur dan barat.[344][345] Meskipun demikian, Kaisar Bizantin Aleksius Komnenus tetap meminta bantuan Paus Urbanus II dalam rangka melawan orang Turki Seljuk pada tahun 1081,[346] dan Paus Urbanus menyeru orang-orang Kristen Eropa pada tahun 1095 untuk "pergi menolong saudara-saudara mereka di Tanah Suci."[347][348][349]
Seruan Paus Urbanus mendapat sambutan yang baik dari khalayak ramai. Dengan bertumpu pada aspek-aspek yang kuat dan memasyarakat dari agama rakyat, Perang Salib I mengaitkan ziarah, amal kasih, dan pengampunan dosa dengan kerelaan untuk berperang.[350][351] Perang ini memberi orang-orang Kristen kebanyakan sarana kasatmata untuk mengungkapkan semangat persaudaraan dengan umat Kristen Timur, dan mengandung keinsyafan akan tanggung jawab kesejarahan.[352] Perang Salib turut berjasa bagi pengembangan jati diri bangsa di negara-negara Eropa, dan pada akhirnya memperunyam perpecahan dengan Gereja Timur.[353] Tata susila kesatria aswasada Kristen yang kian berkembang merupakan suatu pengaruh sosial dan kebudayaan yang kuat sebelum terpuruk pada dasawarsa 1400-an.[354][355] Salah satu dampak penting dari Perang Salib adalah terciptanya indulgensi.[356]
Kekristenan kian susut di Mesopotamia dan pedalaman Iran, kendati beberapa komunitas Kristen terus bertahan hidup jauh ke timur.[357][358] Tatkala Gereja di Mesir, Suriah, dan Irak harus tunduk di bawah pemerintahan tentara Islam, umat Kristen digolongkan sebagai kaum zimi, kaum yang dilindungi tetapi lebih rendah di mata hukum.[359] Komunitas-komunitas Kristen yang berbeda-beda mengadopsi beragam strategi demi bertahan hidup: ada yang menghindari interaksi, ada yang masuk Islam, dan ada pula yang mencari pertolongan dari luar.[360]
Kristenisasi Skandinavia berlangsung dalam dua tahap. Pada tahap pertama, yakni pada abad ke-9, para misionaris berkarya tanpa dukungan pemerintah sekuler; kemudian hari, kepala pemerintahan sekuler mulai mengawasi usaha kristenisasi di wilayah kedaulatannya sampai suatu jaringan gerejawi yang bertatanan akhirnya terbentuk.[361] Pada tahun 1350, Skandinavia sudah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari Dunia Kristen Barat.[362]
Renesans, ilmu pengetahuan, dan teknologi
suntingPerang-perang penaklukan kembali yang dilancarkan pihak Kristen selama lebih dari 200 tahun, yang dikobarkan di Italia pada tahun 915 dan di Spanyol pada tahun 1009 demi merebut kembali wilayah yang dicaplok pihak Muslim, mengakibatkan umat Islam hengkang dari Sisilia dan Spanyol, meninggalkan perpustakaan-perpustakaan mereka.[363] Antara tahun 1150 hingga 1200, para rahib menggeledahi perpustakaan-perpustakaan itu dan mendapati karya-karya tulis Aristoteles, Euklides, dan pujangga-pujangga purba lainnya.[364] Penemuan kembali koleksi lengkap karya tulis Aristoteles oleh orang-orang Barat menuntun kepada Renesans abad ke-12. Penemuan itu juga memunculkan konflik antara iman dan akal budi, yang diselesaikan melalui suatu revolusi di ranah fikrah yang disebut skolastisisme.[365][366] karya-karya tulis skolastis Tomas Aquinas meresapi teologi Katolik dan memengaruhi filsafat maupun hukum sekuler hingga ke zaman modern.[367][368][369] Renesans abad ke-12 menghidupkan kembali studi ilmiah fenomena alam yang menuntun kepada revolusi ilmu pengetahuan di Dunia Barat.[370][371][372] Tidak ada renesans semacam itu di Dunia Timur.[259]
Seni Rupa Bizantin sangat memengaruhi seni rupa Dunia Barat pada abad ke-12 dan ke-13.[373] Arsitektur Gotik, yang diciptakan dengan maksud menggugah sanubari untuk merenungi kebesaran Tuhan, juga muncul pada abad ke-12 dan ke-13.[374][375] Gerakan Sistersien adalah gelombang pembaharuan rahbani selepas tahun 1098; para rahib Sistersien sangat berjasa bagi kemajuan teknologi di Eropa pada Abad Pertengahan.[376][377][378]
Tantangan dan hambatan
suntingAbad ke-12 menjadi saksi perubahan tujuan yang hendak dicapai seorang rahib, dari devosi kontemplatif ke reformasi aktif.[379][380] Salah seorang dari rahib-rahib aktivis penceramah yang marak bermunculan pada masa itu adalah Dominikus, pendiri tarekat Dominikan yang berperan penting dalam perlawanan terhadap Katarisme.[381][290] Pada tahun 1209, Paus Inosensius III dan kepala negara Prancis, Raja Philippe II, mengobarkan perang melawan Katarisme.[382][383] Kampanye militer itu berubah menjadi alat politik ketika angkatan perang Raja Prancis secara strategis menyerobot dan menduduki tanah-tanah para bangsawan yang tidak mendukung kaum bidat Albigensian dan justru akrab dengan pihak Gereja.[384] Perang Salib Albigensian berakhir pada tahun 1229, ketika daerah Albia dibuat bertekuk lutut di bawah daulat Raja Prancis dan menjadi kawasan selatan wilayah Prancis, sementara bidat Katarisme terus becokol sampai tahun 1350.[385][386]
Tindakan asusila dan bidat yang dilakukan oleh umat awam maupun rohaniwan diperkarakan di mahkamah-mahkamah inkuisisi yang hanya dibentuk bilamana diperlukan dan dianggotai pihak-pihak berwenang dari Gereja maupun pemerintah.[387][388][389] Sekalipun mahkamah-mahkamah ini tidak memiliki kepemimpinan maupun organisasi bersama, tarekat dominikanlah yang menjadi penanggung jawab utama penyelenggaraan sidang-sidangnya.[390][391][392] Inkuisisi Abad Pertengahan ini menginterogasi dan memidana antara 8.000 sampai 40.000 pesakitan; hukuman mati relatif jarang.[393] Hukuman yang paling sering dijatuhkan adalah laku silih, yang bisa saja berupa pengakuan dosa di muka umum.[394] Sekalipun mengetuai dewan inkuisitor, para uskup tidak memiliki kuasa mutlak, dan tidak pula didukung oleh semua pihak.[395][396] Inkuisisi mulai menuai kecaman ketika penolakan masyarakat kian meningkat dan timbul kerusuhan-kerusuhan menentang padri-padri Dominikan.[397][398][399] Konsili Lateran IV tahun 1215 memberi kuasa kepada para inkuisitor untuk memburu pelaku "tindak pidana" asusila maupun "tindak pidana" terhadap agama sekalipun tidak ada pihak yang mengajukan dakwaan. Pada teorinya, pemberian kuasa tersebut membuat mereka menjadi pemangku kewenangan-kewenangan luar biasa. Pada praktiknya, tanpa dukungan yang memadai dari pemerintah setempat, tugas mereka sangat sukar dilaksanakan, sampai-sampai para inkuisitor terpaksa menjalankan tugas di bawah bayang-bayang ancaman bahaya, bahkan beberapa di antaranya tewas terbunuh.[400]
Dari tahun 1170 sampai 1180, filsuf Yahudi Musa bin Maimun (Maimonides) menulis kitab hukum dan etika Yahudi yang dijuduli "Misynah Torah".[401] Titik balik dalam hubungan Yahudi-Kristen muncul ketika Talmud "diadili" pada tahun 1239 oleh Paus Gregorius IX lantaran mengandung penistaan terhadap tokoh-tokoh utama Kekristenan.[402] Agama Yahudi yang bersendikan Talmud mulai dipandang sebagai agama yang jauh berbeda dari agama Yahudi Alkitabiah sehingga fatwa lama Agustinus untuk mendiamkan saja orang Yahudi dianggap tidak berlaku lagi.[403][402][404] Di tengah masyarakat umum muncul suatu retorika dengan aneka cerita terperinci yang mencitrakan orang Yahudi sebagai seteru yang konon membunuh orang Kristen untuk kepentingan upacara keagamaan, menggunakan darah orang Kristen dalam upacara keagamaan, dan menista Hosti Kudus. Berjangkitnya wabah Maut Hitam memunculkan prasangka bahwa orang Yahudilah biang keladinya, sehingga membuat komunitas-komunitas Yahudi di seluruh wilayah Kekaisaran Romawi Suci diserang oleh pihak-pihak yang termakan prasangka.[405][406][407] Orang Yahudi kerap menjadi talang uang bagi kaum bangsawan, mengucurkan pinjaman-pinjaman dengan bunga dan dibebaskan dari kewajiban-kewajiban finansial tertentu. Keistimewaan tersebut menimbulkan kedengkian dan kebencian.[408] Emikho, Bupati Leiningen, membantai orang-orang Yahudi lantaran ingin mendapatkan pasokan barang dan uang keamanan, sementara peristiwa pembantaian orang Yahudi tahun 1190 di York juga tampaknya dipicu oleh persekongkolan para petinggi setempat untuk melikuidasi utang-utang mereka.[409]
Kaum bangsawan Eropa Timur lebih mementingkan usaha menundukkan orang Balt, masyarakat besar terakhir yang masih politeis di Eropa, ketimbang memerangi umat Islam di Tanah Suci.[410][note 11] Pada tahun 1147, bula Divina dispensatione memberikan indulgensi kepada bangsawan-bangsawan tersebut dalam rangka Perang Salib Utara pertama, yang berjalan tersendat-sendat sampai tahun 1316, dengan maupun tanpa dukungan paus.[412][413][414] Kaum rohaniwan secara pragmatis menerima kristenisasi paksa yang dilakukan kaum bangsawan, kendati tetap mengusung penitikberatan teologis terhadap usaha untuk mengajak orang memeluk agama Kristen secara sukarela.[415]
Renesans dan Reformasi (sekitar tahun 1300–1650)
suntingPerpecahan di Eropa
suntingMalapetaka "abad ke-14 yang berlarat", yakni wabah penyakit, musibah kelaparan, kecamuk peperangan, dan kerusuhan sosial membuat orang-orang Eropa yakin bahwa kiamat sudah di ambang pintu.[416][417][418] Keyakinan ini menyebar di tengah-tengah masyarakat lalu berselirat dengan sentimen-sentimen antirohaniwan dan antipaus.[419][290][note 12] Kecaman terhadap Gereja menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan orang-orang Eropa pada kurun waktu Abad Pertengahan Akhir, dan disuarakan melalui karya-karya tulis sekuler atau keagamaan, maupun lewat gerakan-gerakan bidat atau reformasi internal,[421][422] kendati sebagian besar ikhtiar reformasi yang muncul antara tahun 1300 sampai 1500 berakhir dengan kegagalan.[423][424]
Pada tahun 1309, Paus Klemens V menghindari keruwetan politik faksional di Roma dengan pindah ke Avignon yang terletak di kawasan selatan Prancis. Dengan meninggalkan Roma, tempat kedudukan singgasana Petrus, babak kepausan Avignon yang meliputi masa jabatan tujuh orang paus berturut-turut ini tanpa disengaja telah menyurutkan marwah dan kekuasaan paus.[425][426] Paus Gregorius XI kembali ke Roma pada tahun 1377.[427][428][417] Sesudah ia mangkat pada tahun 1378, konklaf memilih Urbanus VI untuk menggantikannya, tetapi para kardinal Prancis tidak setuju lalu memilih Robertus de Genève. Peristiwa ini menjadi awal dari Skisma Barat, manakala ada lebih dari satu orang paus yang menjabat bersamaan.[429] Konsili Pisa tahun 1409, yang diselenggarakan untuk menyudahi permasalahan paus ganda, malah mengakibatkan terpilihnya seorang lagi paus tambahan. Skisma Barat disudahi pada tahun 1417 dengan terpilihnya Paus Martinus V.[430][431]
Sepanjang kurun waktu Abad Pertengahan Akhir, Gereja menghadapi banyak tantangan keras dan konfrontasi politik yang sengit.[432][433] Filsuf skolastis Inggris John Wycliffe (1320–1384) mendesak Gereja untuk kembali merangkul kesahajaan dengan melepaskan harta benda, untuk berhenti menghamba kepada politik sekuler, dan untuk mendustakan kewenangan paus.[434][435] Ajaran-ajaran Wycliffe dibidatkan, tetapi ia diizinkan menghabiskan sisa usianya di paroki tempat tinggalnya.[436] Pada tahun 1382, John Wycliffe menghasilkan terjemahan Alkitab yang pertama ke dalam bahasa Inggris.[437] Ajaran-ajaran John Wycliffe memengaruhi pemikiran Jan Hus (1369–1415), teolog Ceko yang menyuarakan penentangan terhadap hal-hal yang ia pandang sebagai kebobrokan di dalam tubuh Gereja.[438] Jan Hus divonis bersalah menjadi ahli bidat dan dihukum bakar hidup-hidup di tiang pancang.[439] Pidana mati terhadap Jan Hus mencetuskan Reformasi Bohemia yang berbuntut Perang Husite.[440][441][442]
Sementara itu, muncul suatu gerakan budaya ketaatan beragama dalam kehidupan sehari-hari yang disebut Devotio Moderna. Gerakan ini bercita-cita mewujudkan suatu masyarakat Kristen yang bertakwa.[443] Melalui sarjana Belanda Desiderius Erasmus Roterodamus (1466–1536), humanisme Kristen tumbuh dan menjiwai kesustraan maupun pendidikan.[444] Antara tahun 1525 sampai 1534, William Tyndale menyusun Alkitab Tyndale dengan menggunakan Vulgata dan naskah-naskah Yunani dari Erasmus sebagai sumber.[437] Raja James memerintahkan pembuatan terjemahan Alkitab versi Raja James pada 1604, bersumberkan semua versi Latin, Yunani, maupun Inggris yang sudah ada. Alkitab Versi Raja James akhirnya terbit pada tahun 1611.[445]
Dunia Timur dan Renesans
suntingPersatuan kembali yang dimufakati Gereja Ortodoks dan Gereja Katolik pada tahun 1452 termentahkan oleh jatuhnya Konstantinopel ke tangan Kemaharajaan Usmani pada tahun 1453, yang membuat Gereja Ortodoks tersekat dari Dunia Barat selama satu abad lebih.[446][447][448] Syariat Islam tidak mengakui keberadaan Gereja Bizantin sebagai sebuah lembaga, tetapi kepedulian pemerintah Usmani terhadap stabilitas sosial membuka peluang bagi Gereja ini untuk bertahan hidup. Ketidakberdayaan finansial, gejolak tak berkesudahan, simoni, maupun penyelewengan memelaratkan banyak orang, dan membuat perpindahan agama menjadi jalan keluar yang menggiurkan.[449][450][451] Situasi ini mendorong negara untuk menyita gereja-gereja dan mengubahnya menjadi mesjid-mesjid.[451] Kebatrikan menjadi bagian dari sistem tata negara Usmani pada masa pemerintahan Sultan Sulaiman Gemilang (1520–1566),[452][450] dan pada akhir abad ke-16, keputusasaan yang meluas dan semangat juang yang rendah melahirkan kemelut dan kemunduran. Kirilos Lukaris (lahir tahun 1572, wafat tahun 1638) memprakarsai pembaharuan Gereja Bizantin sejak menjadi Batrik pada tahun 1620.[451] Lantaran sama-sama memusuhi Gereja Katolik, Kirilos membangun kedekatan dengan umat Protestan di Eropa, sehingga terpengaruh doktrin-doktrin Reformasi Protestan secara mendalam.[453] Tekanan Protestan membuahkan Pengakuan Iman Lukaris.[454]
Pelarian orang-orang Kristen Timur dari Konstantinopel dan naskah-naskah yang mereka bawa ke pengungsian merupakan faktor-faktor penting yang menggairahkan renesans sastrawi di Barat.[455][204] Gereja Katolik menjadi induk semang terdepan di bidang seni rupa dan arsitektur, menggagas pembuatan karya seni dan bangunan, serta menafkahi seniman-seniman kenamaan.[456][457] Meskipun paus-paus yang menjabat pada abad ke-15 harus berjerih pajah menegakkan kembali wewenang kepausan, babak kepausan Renesans mentransformasi Roma dengan membangun ulang Basilika Santo Petrus dan membuat kota itu menjadi pusat pembelajaran yang bergengsi.[458] Golongan Potestan Reformasi mencela paus-paus Renesans sebagai orang-orang bejat lantaran suka mengumbar syahwat, melakukan nepotisme, serta menjual "topi dan indulgensi".[459]
Di Rusia, Tsar Iwan III mengadopsi tatanan istana Kekaisaran Bizantin demi menarik dukungan dari kalangan elit Rus yang memandang diri mereka sebagai 'bangsa terpilih' yang baru, dan Moskwa sebagai Yerusalem yang baru.[460] Yeremias II (lahir tahun 1536, wafat tahun 1595), Batrik Ortodoks pertama yang melawat kawasan timur laut Eropa, mengasaskan Kebatrikan Ortodoks Rusia dalam lawatannya lawatannya.[461][450]
Keberhasilan Kekristenan pada abad ke-15 di Jepang diikuti oleh salah satu penganiayaan terbesar dalam sejarah agama Kristen.[462][463]
Kolonialisme dan karya misi
suntingKolonialisme muncul pada abad ke-15, terlahir dari sepak terjang kemiliteran/politik, atau dari keinginan warga pendatang untuk memiliki tanah.[464] Para misionaris Kristen dengan segera menyusul dengan membawa agenda mereka sendiri.[465][466][467][468] "Badan-badan usaha, para politikus, para misionaris, warga pendatang, maupun para pedagang jarang berkiprah seiring sejalan", malah kerap bertikai satu sama lain.[465] Sebagian misionaris mendukung kolonialisme, tetapi sebagian lagi bangkit menentang penindasan kaum penjajah.[469][470][471]
Antara tahun 1500 sampai 1800, agama Kristen Katolik tersebar ke seluruh dunia melalui kiprah para misionaris Spanyol, Portugis, dan Prancis.[472][467][473] Ketika bangsa Spanyol mengolonisasi Benua Amerika, sebagian besar kawasan Amerika Latin menjadi ragam Dunia Baru dari agama Katolik corak Iberia, sementara pembauran adat-istiadat pribumi dan adat-istiadat Spanyol juga menghasilkan aneka ragam Kekristenan corak pribumi.[474][475] Para misionaris Spanyol berusaha memberantas praktik jual-beli budak Indian di Karibia, tetapi Gereja Katolik justru menjadi salah satu pemilik budak kulit hitam terbanyak.[476]
Lama sebelum kedatangan penjajah Eropa yang pertama, jemaat-jemaat Kristen pribumi, yang kerap bertikai dengan orang-orang Kristen pendatang itu, sudah wujud di Asia dan Afrika.[477] Sebelum kedatangan bangsa Portugis, jemaat-jemaat Kristen Santo Tomas sudah hadir secara berkelanjutan selama lebih dari 1000 tahun di selatan India.[478] Pada abad ke-16, orang-orang Konggo yang dibaptis menjadi Kristen diangkut para pedagang budak Portugis ke Karibia dan Brasil. Ada jejak-jejak kentara yang menunjukkan bahwa mereka mewartakan Injil kepada orang-orang yang senasib dengan mereka. Para mantan budak pulang ke Afrika Barat "dengan Alkitab di genggaman" mendahului para misionaris Protestan Eropa. Orang-orang termerdekakan itu lantas mendirikan Freetown, kota yang memainkan peran utama dalam kristenisasi Afrika Barat.[342]
Pada abad ke-17 dan ke-18, para padri Yesuit maupun para padri dari tarekat-tarekat lain membangun desa-desa perampingan bagi orang-orang pribumi di Paraguay, Argentina, dan Brasil. Padri-padri Yesuit menganjurkan inovasi-inovasi teknis dan keterampilan lokal, berkarya secara khusus dalam bahasa pribumi untuk membuka "lahan-lahan usaha tani milik bersama" yang terpisah dari masyarakat kolonial, dan yang mengharamkan perhambaan maupun kerja paksa. Kerajaan Spanyol tidak senang dengan keswatantraan tersebut, lantas mengharamkan tarekat Yesut; anggota-anggota tarekat itu diusir dari Spanyol pada 1767. Sejak saat itu, daerah-daerah perampingan terbuka bagi pendatang, dan warga pribumi kerap menjadi hamba sahaya.[479][note 13]
Kaum hawa, kisruh tukang sihir, pengusiran, dan inkuisisi
suntingPada Abad Pertengahan, kaum hawa dianggap tidak mampu membedakan baik dan buruk serta tidak mampu mengemban kewenangan.[299][note 14] Meskipun demikian, ada perempuan-perempuan yang menjadi pemimpin kenamaan di biara-biara wanita, menjalankan kewenangan dan keistimewaan yang sama dengan para pemimpin biara pria, misalnya Hildegardis dari Bingen (wafat tahun 1179), Elisabet dari Schönau (wafat tahun 1164/1165), dan Marie d'Oignies (wafat tahun 1213).[482][483] Sekalipun Gereja Katolik sudah lama menandaskan bahwa tukang sihir sesungguhnya tidak ada, keyakinan bahwa tukang sihir itu nyata dan jahat berkembang di tengah segenap lapisan masyarakat Eropa pada abad ke-15.[484][485] Tak satupun penyebab "kisruh tukang sihir" yang diketahui, tetapi diduga Zaman Es Kecil adalah salah satu faktor penyebab.[486] Diperkirakan 100.000 orang, 80% di antaranya adalah kaum hawa, yang didakwa sebagai tukang sihir oleh warga desa tempat tinggalnya, dihadapkan ke pengadilan sipil antara tahun 1561 sampai 1670; 40.000 hingga 50.000 dipidana mati.[487][485]
Gereja pada Abad Pertengahan tidak pernah secara resmi mendustakan doktrin Agustinus perihal melindungi orang Yahudi. Meskipun demikian, tindakan melabeli orang-orang Yahudi sebagai pihak luar yang menganut ajaran bidat kian lama kian umum di tengah masyarakat Eropa pada abad ke-15, manakala negara-negara yang baru tersentralisasi menuntut keselarasan budayawi yang lebih besar dari warganya.[488][489] Para pemimpin lokal berulang kali mengusir orang-orang Yahudi dari tanah mereka, dan menyita harta benda mereka.[490][491][492]
Antara tahun 1478 sampai 1542, mahkamah inkuisisi Spanyol maupun mahkamah inkuisisi Portugis mula-mula mendapatkan pengesahan dari Gereja, tetapi tidak lama kemudian berubah menjadi lembaga negara.[493][494][495] Mahkamah Inkuisisi Spanyol, yang disahkan oleh Paus Sikstus IV pada tahun 1478, dibentuk dalam rangka menanggulangi kekhawatiran bahwa orang-orang Yahudi yang dikristenkan paksa diam-diam bersekongkol dengan kaum Muslim untuk menyabotase negara Spanyol yang baru lahir.[496][497] Lima tahun kemudian, Sri Paus menerbitkan sepucuk bula yang menyerahkan kendali atas Mahkamah Inkuisisi Spanyol kepada kepala negara Spanyol, sehingga membuat mahkamah inkuisisi menjadi lembaga tersentralisasi terpadu nasional pertama di negara Spanyol yang baru lahir itu.[498][499][500] Negara monarki Spanyol memusatkan kekuasaan negara dengan menyerap tarekat-tarekat tentara, serta mengadaptasi organisasi-organisasi jagabaya dan mahkamah inkuisisi demi maksud-maksud politik.[488] Mahkamah Inkuisisi Portugis, yang berada di bawah kendali dewan direksi negara, merangkul pendirian antiyahudi menjelang penghujung abad ke-15. Banyak di antara orang-orang Yahudi yang dikristenkan paksa, yang disebut orang Kristen baru, melarikan diri ke daerah-daerah jajahan Portugis di India, tetapi malah menjadi buruan Mahkamah Inkuisisi Goa.[501][494] Mahkamah Inkuisisi Roma yang birokratis dan cendekia, dan terkenal lantaran memidana Galileo Galilei, meladeni kepentingan politik kepausan di Italia.[502]
Reformasi Protestan
suntingDengan dukungan hukum sekuler dan hukum kanon, abad ke-14 menjadi salah satu kurun waktu yang penuh penindasan dengan kekerasan terhadap golongan-golongan minoritas di Eropa Barat.[296][503] Protes-protes terhadap beberapa amalan Gereja menuntun kepada Reformasi Protestan yang bermula ketika seorang rahib Katolik bernama Martin Luther memakukan sembilan puluh lima dalil-nya ke pintu gereja di Wittenberg pada tahun 1517. Martin Luther menggugat hakikat peran Gereja dalam masyarakat dan kewenangan Gereja.[504][505] Bagi umat Katolik, kewenangan berarti Sri Paus. Bagi orang-orang yang menyuarakan protes, kewenangan berada di dalam imamat orang percaya dan Kitab Suci.[505] Maklumat-maklumat yang dikeluarkan dalam Diet di Worms pada tahun 1521 mengutuk Martin Luther.[506][507]
Sesudah pergulatan yang sengit dan berlarut-larut, muncul tiga tradisi keagamaan baru menjajari agama Kristen Katolik, yaitu tradisi Lutheran, tradisi Kalvinis, dan tradisi Anglikan.[508][509] Bagi Martin Luther, peran Gereja dalam masyarakat ditentukan oleh dua ranah keberadaan manusia, ranah sekuler dan ranah agamawi, ranah yang satu tidak dibenarkan mendominasi ranah yang lain, dan hanya pihak berwenang sekuler yang berhak menggunakan paksaan.[510][505]
Zaman modern (tahun 1650–1945)
suntingGerakan-gerakan ideologis
suntingZaman absolutisme politik hadir menyusul retaknya universalisme Kristen di Eropa.[511] Penyalahgunaan kuasa yang dilakukan raja-raja Katolik absolutis memunculkan kecaman keras terhadap agama Kristen yang mula-mula mencuat di kalangan reformator Protestan yang lebih ekstrem pada dasawarsa 1680-an sebagai salah satu aspek Abad Pencerahan.[512][513] Selama 200 tahun, golongan Protestan berwacana memperjuangkan toleransi beragama,[514][515] dan pada dasawarsa 1690-an, para pemikir sekuler memikirkan kembali alasan-alasan negara berbuat aniaya, sehingga mulai pula menganjurkan toleransi beragama.[516][517] Konsep-konsep kebebasan beragama, kebebasan berpendapat, dan kebebasan mengemukakan pendapat termantapkan di Dunia Barat.[518][519][520]
Sekularisasi menyebar ke segenap lapisan masyarakat Eropa.[521] Kritisisme Alkitab, yang diprakarsai golongan Protestan, menganjurkan historisisme dan rasionalisme untuk menjadikan kajian Alkitab lebih ilmiah dan sekuler pada dasawarsa 1700-an.[522][523][524] Sebagai tanggapan terhadap rasionalisme, pietisme, suatu gerakan kekudusan di dalam aliran Lutheran, muncul di Eropa dan menyebar ke Tiga Belas Koloni, dan menjadi salah satu unsur pencetus Kebangunan Besar Pertama, kebangunan rohani dasawarsa 1700-an.[525][526][527] Kaum Pietis Moravia datang ke Georgia pada tahun 1732, dan memengaruhi pengikiran John Wesley, misionaris Anglikan yang berkarya di Savannah.[528][529] Sepulangnya ke Inggris, John Wesley mulai berkhotbah dalam pertemuan-pertemuan di ruang terbuka, yang menuntun kepada pendirian gereja Metodis.[530][531][532][533] Di daerah-daerah koloni, aliran Presbiterian dan aliran Baptis turut andil dalam kebangkitan nasional maupun perpecahannya, yang melahirkan partai-partai politik dan memberi dukungan krusial kepada Revolusi Amerika.[534][535][536] Atas dorongan orang-orang Kristen dari berbagai aliran, Thomas Jefferson mengadaptasi Anggaran Dasar Virginia Perihal Kebebasan Beragama menjadi Amandemen Pertama Undang-Undang Dasar Amerika Serikat, yang mengukuhkan pemisahan urusan keagamaan dari urusan kenegaraan demi tegaknya pluralisme agama.[537][538]
Kemunculan Protestantisme berkontribusi terhadap konseptualisasi modal manusia,[539] pengembangan etika kerja yang baru,[540] sistem negara Eropa,[541] kapitalisme modern di Eropa Utara,[542] dan pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan.[543] Meskipun demikian, urbanisasi dan industrialisasi menciptakan segunung masalah sosial yang baru.[544][545] Di Eropa dan Amerika Utara, baik umat Protestan maupun umat Katolik menggelontorkan sejumlah besar santunan kepada fakir miskin, mendukung kesejahteraan keluarga, serta menawarkan pengobatan dan pendidikan.[546]
Semasa Revolusi Prancis, Thomas Jefferson terlibat dalam penyusunan 1789 Deklarasi Hak Asasi Manusia dan Warga Negara tahun 1789 yang mengakui kebebasan beragama, sementara para revolusioner radikal mengupayakan dekristenisasi lewat jalan kekerasan.[547][548] Akibatnya Gereja Ortodoks Timur menolak gagasan-gagasan Pencerahan lantaran dianggap terlalu berbahaya untuk dianut.[450]
Abad ke-19 dan ke-20
suntingKebangunan Besar Kedua, kebangunan rohani yang berlangsung dari dasawarsa 1800-an sampai dasawarsa 1830-an, melahirkan gerakan Mormon, gerakan Pemulihan, dan gerakan Kekudusan.[549] Golongan Mormon mengajarkan pemulihan Kekristenan abad pertama, menitikberatkan milenialisme dan pramilenialisme, serta bercita-cita mewujudkan suatu utopia agamawi.[550] Golongan Pemulihan, semisal Jemaat-Jemaat Kristus, Saksi-Saksi Yehuwa, dan Advent Hari Ketujuh, juga berfokus kepada pemulihan amalan-amalan Gereja purba, dan menitikberatkan pembaptisan sebagai pengalaman pertobatan yang mahapenting serta kewibawaan Alkitab.[551][552] Gerakan Kekudusan turut andil dalam pembentukan aliran Pentakosta dengan memadukan ajaran Pemulihan dengan tujuan pengudusan yang didefinisikan sebagai suatu pengalaman rohani yang lebih mendalam.[553]
Kebangunan rohani ini berfokus kepada pembuktian pertobatan melalui pembaharuan susila yang aktif di bidang-bidang seperti hak-hak kaum hawa, pemantangan alkohol, pemberantasan buta huruf, dan penghapusan perbudakan. Perjuangan menegakkan hak-hak kaum hawa menjadikan "doa, ibadat, dan pendalaman Alkitab sebagai senjata di kancah politik",[554] sedangkan penitikberatan pilihan dan aktivisme insani sejak saat itu memengaruhi aliran Injili.[555][556][557][558] Kegiatan perdagangan budak lintas samudra Atlantik, yang sudah berjalan tiga abad lamanya dan melibatkan beberapa orang Kristen, senantiasa menimbulkan suara-suara keberatan atas dasar kesusilaan, dan pada abad ke-18, orang-orang pribadi berlatar belakang aliran Handai Taulan, aliran Metodis, aliran Presbiterian, dan Baptis memprakarsai kampanye tertulis menentang kegiatan tersebut.[559] Jemaat-jemaat yang dipimpin pendeta-pendeta kulit hitam menjaga api perjuangan penghapusan perbudakan terus menyala hingga ke awal abad ke-19, manakala beberapa tokoh Protestan membentuk serikat-serikat antiperbudakan yang pertama.[560] Penentangan ideologis ini pada akhirnya mematikan usaha perdagangan budak lintas samudra Atlantik, yang mengubah jalan sejarah ekonomi dan sejarah umat manusia di tiga benua.[561][562]
Kebangunan Besar Ketiga tercetus pada tahun 1857 dan menancapkan akarnya di seluruh dunia, teristimewa di negara-negara penutur bahasa Inggris.[557] Para misionaris Protestan abad ke-19, yang banyak di antaranya adalah perempuan, memainkan peran penting dalam pembentukan bangsa dan masyarakat di tempat mereka berkiprah.[563][564][565][546] Mereka menerjemahkan Alkitab ke dalam bahasa-bahasa setempat, sehingga melahirkan tata bahasa tertulis, leksikon adat-istiadat pribumi, dan kamus bahasa lokal.[566] Semua itu dipergunakan dalam kegiatan belajar-mengajar di sekolah-sekolah misi, sehingga menyebarluaskan literasi dan indigenisasi.[567][568][569] Menurut sejarawan Lamin Sanneh, para misionaris Protestan dengan demikian telah merangsang timbulnya "gerakan pembaharuan kebudayaan budaya yang paling besar, paling bhineka, dan paling gencar" dalam sejarah Afrika.[570][471][571]
Aliran Kristen Liberal merangkul rasionalisme abad ke-17, tetapi sikap mengesampingkan iman dan upacara dalam menajaga kelangsungan Kekristenan menuntun aliran ini menuju kemundurannya. Aliran Kristen Fundamentalis muncul pada permulaan dasawarsa 1900-an sebagai suatu reaksi melawan rasionalisme modern.[572][573] Pada tahun 1930, fundamentalisme Protestan di Amerika sudah tampak sekarat.[574][575] Meskipun demikian, pada seperdua akhir dasawarsa 1930-an, suatu teologi menentang liberalisme yang juga mencakup reevaluasi ajaran-ajaran Reformasi Protestan mulai mempersatukan orang-orang berpandangan moderat dari kedua aliran tersebut.[576][577]
Gereja Katolik semakin lama menjadi semakin tersentralisasi, konservatif, dan berfokus kepada loyalitas terhadap Sri Paus.[524] Ketika Nazisme sedang naik daun, Paus Pius XI memaklumkan kemustahilan dalam merukunkan pendirian Katolik dengan negara-negara fasis totaliter yang mengutamakan bangsa melebihi Tuhan.[578] Sebagian besar pemimpin dan anggota gereja Protestan terbesar di Jerman, yakni Gereja Injili Jerman, mendukung partai Nazi ketika partai itu berhasil naik ke tampuk kekuasaan pada tahun 1933.[579] Kurang-lebih sepertiga umat Protestan Jerman membentuk Gereja Berpendirian yang menentang Nazisme; anggota-anggotanya dirundung, ditahan, atau menjadi incaran pemerintah. Di Polandia, imam-imam Katolik ditahan, dan imam-imam serta biarawati-biarawati Polandia dieksekusi mati secara massal.[580]
Gereja Ortodoks Rusia
suntingReformasi Gereja yang diprakarsai Tsar Pyotr I pada awal dasawarsa 1700-an menjadikan para petinggi Gereja Ortodoks berada di bawah kendali tsar. Para tsar terus-menerus melibatkan Gereja di dalam kampanye rusifikasi, yang turut mengobarkan antisemitisme.[581][582] Para pentolan revolusi komunis yang mendirikan negara Uni Soviet memandang Gereja sebagai musuh rakyat dan bagian dari monarki.[583][584][585][586] Pemerintah komunis Uni Soviet menindas keras Gereja Ortodoks Rusia.[587] Sampai tahun 1922, terhitung sudah 8.000 orang yang dihukum mati.[588] Liga Ateis Militan mengadopsi sebuah rencana-pancawarsa pada tahun 1932 yang "bertujuan menumpas agama setuntas-tuntasnya pada tahun 1937".[589] Meskipun demikian, Gereja Ortodoks terus bersumbangsih bagi teologi dan budaya.[590]
Seusai Perang Dunia II
suntingDi tataran global
suntingSebelum tahun 1945, sekitar sepertiga warga dunia adalah pemeluk agama Kristen, dan sekitar 80% di antaranya berdiam di Eropa, Rusia, dan Benua Amerika.[592] Pada tahun 2025, 31% orang dewasa di seluruh dunia mengaku beragama Kristen, tetapi tidak lagi terkonsentrasi di Dunia Barat.[593] Berdasawarsa lamanya Kekristenan mengalami penurunan di Eropa. Antara tahun 2010 sampai 2015, jumlah orang Eropa beragama Kristen yang meninggal dunia melampaui jumlah kelahiran dengan selisih angka mendekati 6 juta jiwa.[594] Terlahir di dalam sebuah kelompok keagamaan tidak menjamin seseorang akan terus menjadi anggota kelompok keagamaan tersebut, meskipun demikian, di tataran global, lebih dari seperlima orang dewasa meninggalkan kelompok keagamaan yang sudah membesarkan mereka.[595] Dari tahun 2019 hingga 2024, Jumlah pemeluk agama Kristen di dalam populasi orang dewasa di Amerika Serikat bertahan di kisaran 60% hingga 64%. Meskipun demikian, diprediksi bahwa jumlah pemeluk agama Kristen yang berdiam di Dunia Barat nantinya tidak akan mencapai seperempat dari jumlah pemeluk agama Kristen di seluruh dunia pada tahun 2060.[593]
Seusai Perang Dunia II, dekolonisasi memperkukuh emansipasi yang diperjuangkan para misionaris Kristen, dan menuntun kepada pertumbuhan pesat jemaat-jemaat di negeri-negeri bekas jajahan.[596][597][598][599] Pada tahun 1900, umat Kristen di Afrika hanya berjumlah kurang dari sembilan juta jiwa; pada tahun 1960, jumlahnya sudah bertambah sampai 60 jita jiwa, dan pada tahun 2005 sudah menjadi 393 juta jiwa, kurang-lebih setengah dari populasi benua itu, proporsi tersebut tidak berubah sampai tahun 2022.[566][591][600] Menurut Pew Research Center, agama merupakan perkara yang sangat penting bagi orang-orang di Afrika, Timur Tengah, Asia Selatan, dan Amerika Latin, yakni tempat-tempat dengan populasi yang sedang bertumbuh dan kemungkinan besar akan terus bertumbuh.[593] Kenyataan ini menggeser pusat geografis Kekristenan ke Afrika Subsahara, tempat yang diproyeksikan bakal menjadi tempat tinggal dari empat puluh persen lebih umat Kristen sedunia pada tahun 2060.[593]
Kekristenan di Asia Tenggara dan Asia Timur, khususnya di Korea, tumbuh kian pesat sesudah kolonialisme berakhir.[601][602][603] Agama Kristen menyebar dengan cepat sejak dasawarsa 1980-an.[604][605] Data Dewan Urusan Hubungan Luar Negeri menunjukkan angka pertumbuhan 10% per tahun populasi Kristen di Tiongkok sejak tahun 1979, teristimewa di kalangan muda-mudi.[606][607][608] Dengan tumbangnya Blok Timur, Kekristenan juga menyebar di beberapa negara Eropa Timur, meskipun menyusut di negara-negara Eropa Timur lainnya.[596][597][599] Agama Kristen Ortodoks kembali mengemuka di negara bekas Uni Soviet selepas tahun 1991, dan terus menjadi salah satu unsur penting dari jati diri bangsa bagi banyak warga negara tersebut.[593]
Pada seperempat pertama abad ke-21, Kekristenan hadir di lima benua dan beragam budaya;[609] sebagian besar umat Kristen berdiam di luar Amerika Utara dan Eropa Barat; umat Kristen kulit putih merupakan kelompok minoritas global, dan sedikit lebih dari setengah umat Kristen sedunia adalah kaum hawa.[610][611] Pada tahun 2017, Pew Research Center melaporkan bahwa Kekristenan adalah agama terbesar di dunia dengan kurang-lebih 2,4 miliar pemeluk, bertahan di angka 31,2% dari populasi dunia.[467][537][594]
Perkembangan-perkembangan masa kini
suntingPada abad ke-20, Kekristenan dihadapkan dengan tantangan sekularisme dan perubahan iklim moral terkait etika seksual, gender, dan ekslusivitas, yang menuntun kepada penurunan tingkat kehadiran umat dalam ibadat gereja di Dunia Barat.[612][613][614] Kebanyakan orang setuju bahwa agama memainkan peran yang tidak begitu penting di negaranya dibanding 20 tahun silam. Meskipun demikian, ada beberapa negara dengan opini publik yang menyatakan bahwa peran agama di tengah masyarakat mengalami peningkatan, sehingga memunculkan kesimpulan bahwa sekularisasi tidaklah merata di semua tempat.[593][615]
Pada tahun 2000, kurang-lebih seperempat dari umat Kristen sedunia merupakan bagian dari gerakan Pentakosta maupun gerakan-gerakan yang berkaitan dengannya.[616] Pada tahun 2025, jumlah penganut aliran Pentakosta diperkirakan bakal mencapai sepertiga dari hampir tiga miliar umat Kristen sedunia, sehingga menjadikan aliran Pentakosta sebagai cabang Protestantisme yang paling besar dan gerakan Kristen yang paling pesat pertumbuhannya.[617][618]
Tiga cabang utama Kekristenan Timur adalah Gereja Ortodoks Timur, Persekutuan Ortodoks Oriental, dan Gereja Katolik Timur.[343][341][619] Kurang-lebih setengah umat Kristen Ortodoks Timur berdiam di negara-negara pasca-Blok Timur.[620] Jemaat-jemaat Ortodoks Timur yang paling tua di Yerusalem, Antiokhia, Aleksandria, Konstantinopel, dan Georgia, mengalami penurunan jumlah anggota akibat migrasi paksa yang dipicu oleh persekusi keagamaan.[621] Pemerintah-pemerintah yang terlampau otoriter dan totaliter telah menimbulkan kemelut dan penurunan jumlah di banyak tempat.[622][471][623] Pada tahun 2020, ada 57 negara dengan pembatasan terhadap agama dalam taraf yang “sangat tinggi”, yakni mengharamkan atau menganakemaskan golongan tertentu, melarang perpindahan agama, dan membatasi dakwah.[593][624] Aniaya antikristen sudah konsisten menjadi salah satu pokok keprihatinan hak asasi manusia.[625]
Umat Kristen Ortodoks(cabang Yunani, cabang Rusia, cabang Balkan) cenderung lebih konservatif dalam sebagian besar perkara ketimbang umat Protestan maupun Katolik.[620] Kurang dari empat di antara sepuluh orang Kristen Ortodoks tidak keberatan berekonsiliasi dengan Gereja Katolik.[620] Tujuan oikumene Katolik adalah memulihkan persekutuan paripurna antar-Gereja, tetapi tidak ada mufakat anatarjemaat aliran Injili.[626][627][628] Meskipun demikian, ada kecenderungan di tataran lokal ke arah diskusi, tukar mimbar, dan aksi sosial bersama.[629][630]
Sekian banyak perang yang meletus pada abad ke-20 mencuatkan pertanyaan teodisea.[631] Untuk pertama kalinya sejak zaman pra-Konstantinus, pasifisme Kristen menjadi alternatif pengganti perang.[632] holokaustos memaksa banyak orang untuk menyadari bahwa supersesionisme, keyakinan bahwa umat Kristen telah menggantikan umat Yahudi sebagai umat pilihan Allah, dapat menuntun kepada kebencian, etnosentrisme, dan rasisme. Supersesionisme tidak pernah dijadikan doktrin resmi maupun diterima oleh semua pihak, dan karya-karya tulis supersesionis makin lama makin ditentang.[633]
Bagi para teolog yang menulis kajian-kajian selepas tahun 1945, teologi menjadi bergantung kepada konteks.[634] Teologi Pembebasan dikombinasikan dengan injil sosial, mendefinisikan ulang keadilan sosial, dan menyingkap dosa yang terlembagakan demi menolong fakir miskin Amerika Latin, tetapi konteksnya membatasi penerapannya di lingkungan yang lain.[635][636][634] Bermacam-macam situasi sosial-politik melahirkan teologi kulit hitam dan teologi feminis. Perpaduan Kekristenan dengan permasalahan-permasalahan hak-hak sip, aspek-aspek gerakan Black Power, dan tanggapan-tanggapan terhadap kaum Muslim kulit hitam melahirkan teologi kulit hitam yang menyebar ke Inggris Raya dan beberapa negara di Afrika, menghadapi apartheid di Afrika Selatan.[637][638] Gerakan feminis pada pertengahan abad ke-20 bermula dengan etos antikristen, tetapi tidak lama kemudian mengembangkan teologi feminis yang berpengaruh, yang didarmabaktikan bagi usaha untuk mentransformasi gereja dan masyarakat.[639][640] Teologi feminis dikembangkan di tataran lokal melalui gerakan-gerakan seperti teologi womanis kaum hawa Amerika keturunan Afrika, teologi "mujerista" kaum hawa Hispanik, dan teologi feminis Asia.[641]
Dari pertengahan hingga akhir dasawarsa 1990-an, teologi pascakolonial muncul di seluruh dunia dari banyak sumber.[642] Teologi ini menelaan struktur-struktur kekuasaan dan ideologi untuk menyingkap apa saja yang sudah dihapuskan atau diberangus kolonialisme di dalam budaya-budaya pribumi.[643] Gerakan misioner pada abd ke-21 telah bertransformasi menjadi jejaring global multifaset dan multibudaya dari lembaga-lembaga swadaya masyarakat, sukarelawan-sukarelawan amatir jangka pendek, dan tenaga-tenaga ahli dwibudaya dan dwibahasa jangka panjang tradisional yang berfokus kepada penginjilan dan perkembangan lokal.[644][645]
Baca juga
suntingKeterangan
sunting- ^ Jalan hidup zuhud memikat banyak perempuan karena memberikan beberapa peluang untuk menentukan nasib sendiri,[82][83] menawarkan celah untuk mengelak dari urusan kawin-mawin dan beranak-pinak, serta menawarkan kehidupan intelektual dengan akses kepada kekuasaan sosial dan ekonomi.[84][85][82]
- ^ Dukungan rakyat terhadap agama-agama politeis sudah menurun sejak abad ke-2 Masehi, dan terus menurun sepanjang penghujung Abad Kuno. Kemungkinan besar penurunan dukungan ini adalah akibat dari faktor-faktor ekonomi seperti penurunan urbanisme dan kemakmuran pada masa kemelut abad ke-3. Kekacauan ekonomi selanjutnya ditimbulkan oleh arus perpindahan suku-suku Jermani pada abad ke-4 dan ke-5. Kekacauan tersebut menyurutkan aliran dana dari pemerintah maupun sumbangan dari orang-orang pribadi untuk mengongkosi perhelatan-perhelatan dan kuil-kuil yang mahal.[126][127][128][129][130]
- ^ Muncul teologi supersesionisme yang menyatakan bahwa umat Kristen sudah menggantikan umat Yahudi selaku umat pilihan Allah;[149] banyak sarjana menisbatkan antisemitisme kepada konsep ini, sementara sarjana-sarjana lain membedakan keduanya.[150][151]
- ^ Di Afrika Utara, pada masa pemerintahan Konstantinus, Donatisme muncul sebagai skisma. Kaum Donatis menolak, kadang-kadang dengan kekerasan, untuk menerima kembali ke pangkuan Gereja orang-orang yang sudah melepaskan begitu saja susastra suci pada masa aniaya Dioklesianus. Sesudah berulang kali mengeluarkan imbauan, pemerintah akhirnya menindaki penolakan tersebut dengan paksa.[181] Pada tahun 408, di dalam Surat 93, Agustinus berfatwa membela tindakan pemerintah.[181][182] Kewibawaan fatwa Agustinus tentang penggunaan paksaan untuk mengubah keyakinan orang tidak tergoyahkan sepanjang satu sahasrawarsa di Gereja Barat, dan menurut Peter Brown, "fatwa tersebut menyediakan landasan teologis bagi pembenaran aniaya pada Abad Pertengahan".[183]
- ^ Kelompok yang kedua mencakup Gereja Yakubi (Gereja Suryani di Antiokhia), Gereja Suryani di India, Gereja Kubti di Mesir, Gereja Armenia, dan Gereja Habasyi.[204][205]
- ^ Konsili oikumene yang ke-5 diselenggarakan tahun 583, dan yang ke-6 diselenggarakan tahun 680–681.[208] Konsili ketujuh yang diselenggarakan pada tahun 787, yakni konsili Nikea II, merupakan konsili terakhir yang diakui sebagai sebuah konsili umum oleh Gereja Bizantin.[209]
- ^ Kawasan timur Iran, Jazirah Arab, Asia Tengah, beberapa daerah di Tiongkok, serta kawasan pesisir India dan Indonesia, memudiki Sungai Nil melewati daerah Mesir Hulu sampai ke Nubia, Eritrea, dan Etiopia.[229]
- ^ Sang Pangeran mengangkat rohaniwan menjadi pemangku jabatan pemerintahan, mencukupi kebutuhan hidup mereka, menentukan siapa saja yang dapat naik ke jabatan gerejawi yang lebih tinggi, dan menentukan arah tujuan sinode-sinode para uskup di Metropolia Kiev.[283]
- ^ Pada periode yang sama, rahib Guido dari Arezzo menciptakan garis dan spasi paranada menamai not-not sehingga merintis jalan bagi perkembangan seni musik modern.[305]
- ^ Paroki muncul sebagai salah satu lembaga fundamental di Eropa pada Abad Pertengahan.[314][315][313] Selepas abad ke-11, pendidikan dimulai di lingkungan rumah, kemudian dilanjutkan di lingkungan paroki tempat seseorang dilahirkan, bukan lagi di lingkungan biara.[316][317] Pastor paroki (rohaniwan sekuler) merayakan liturgi, membesuk orang sakit, mengajari muda-mudi, menyantuni fakir miskin, melayani orang dalam sakaratul maut, dan mengawasi serta menjaga keberlanjutan pendapatan paroki dari lahan, ternak, sewa, dan perpuluhan.[316]
- ^ Para pemimpin eropa Timur ini memandang Perang Salib sebagai sarana untuk meluaskan wilayah kekuasaan, membina aliansi, dan memberdayakan Gereja maupun negara mereka yang baru seumur jagung.[411]
- ^ Beberapa pihak mengklaim bahwa kaum rohaniwan tidak berbuat banyak untuk meringankan penderitaan masyarakat, sekalipun tingkat kematian yang tinggi di kalangan rohaniwan mengindikasikan bahwa banyak rohaniwan yang terus merawat orang-orang sakit. Pihak-pihak lain yang hidup pada Abad Pertengahan mengklaim bahwa kaum rohaniwan yang "bejat" dan "gemar mengumbar hawa nafsu" itulah yang menjadi biang keladi berbagai malapetaka yang mereka yakini sebagai azab ilahi.[420]
- ^ Pada tahun 1986, Roland Joffé membuat film berjudul The Mission yang mendramatisasi peristiwa-peristiwa tersebut.[480]
- ^ Kaum hawa tidak memiliki akses ke pendidikan di lembaga-lembaga yang berkaitan dengan Gereja, seperti sekolah-sekolah katedral dan kebanyakan universitas.[299] Batasan antara kaum adam dan kaum hawa bersifat mutlak dalam urusan-urusan kerohanian. Gereja kerapa menggunakan keikutsertaan kaum hawa untuk memburuk-burukkan citra gerakan-gerakan yang dicap bidat.[481]
Rujukan
sunting- ^ a b c Wilken 2013, hlm. 6–16.
- ^ Young 2006, hlm. 1.
- ^ Young 2006, hlm. 24.
- ^ Law 2011, hlm. 129.
- ^ Köstenberger, Kellum & Quarles 2009, hlm. 114-115.
- ^ Schwartz 2009, hlm. 49, 91.
- ^ Young 2006, hlm. 25.
- ^ Wilken 2013, hlm. 8, 26.
- ^ Young 2006, hlm. 2, 24-25.
- ^ a b c Uthemann 2007, hlm. 460.
- ^ Broadhead 2017, hlm. 123, 124.
- ^ Young 2006, hlm. 34.
- ^ Young 2006, hlm. 11.
- ^ Dunn 1994, hlm. 253-254, 256.
- ^ Strout 2016, hlm. 479.
- ^ Young 2006, hlm. 32–34.
- ^ Klutz 2002, hlm. 178–190.
- ^ a b Goodman 2007, hlm. 30–32.
- ^ Esler 2017, hlm. 11.
- ^ White 2017, hlm. 686.
- ^ Stewart 2014, intro..
- ^ McGowan 2016, hlm. 370.
- ^ Brown 2012, hlm. 64.
- ^ Reed 1905, hlm. 1-2.
- ^ a b Lieu 1999, hlm. 5.
- ^ a b c Gardner 1991, hlm. 67.
- ^ a b Pomeroy 1995, hlm. xv.
- ^ MacDonald 1996, hlm. 10-11.
- ^ Lieu 1999, hlm. 20–21.
- ^ a b MacDonald 1996, hlm. 163, 167.
- ^ Cloke 1995, hlm. 5–7, 82.
- ^ Hopkins 1998, hlm. 202.
- ^ McBirnie 2013, hlm. 19.
- ^ Wilken 2013, hlm. 18-20.
- ^ Shelton 2018, hlm. 4, 7.
- ^ McBirnie 2013, hlm. 18, 26, 28.
- ^ Wilken 2013, hlm. 18.
- ^ Naerebout 2021, hlm. 21.
- ^ Humfress 2013, hlm. 3, 76, 83–88, 91.
- ^ Bokenkotter 2007, hlm. 18.
- ^ Bundy 2007, hlm. 118.
- ^ Harnett 2017, hlm. 200, 217.
- ^ a b Hopkins 1998, hlm. 192–193.
- ^ McBirnie 2013, hlm. 23.
- ^ McBirnie 2013, hlm. 30-31.
- ^ Fousek 2018, Discussion.
- ^ Westerholm 2015, hlm. 4–15.
- ^ Adams & Adams 2012, p. 297.
- ^ Fahy 1963, hlm. 249.
- ^ Dunn 1999, hlm. 33–34.
- ^ Boatwright, Gargola & Talbert 2004, hlm. 426.
- ^ Marcus 2006, hlm. 87–88, 99–100.
- ^ Neusner 1972, hlm. 313.
- ^ Wylen 1995, hlm. 190–193.
- ^ Marcus 2006, hlm. 96–99, 101.
- ^ Wilken 2013, hlm. 2, 26.
- ^ Barton 1998a, hlm. 14.
- ^ Porter 2011, hlm. 198.
- ^ Ferguson 2002, hlm. 302–303.
- ^ a b Wilken 2013, hlm. 26.
- ^ Trombley 2006, hlm. 307-309.
- ^ Schäferdiek 2007, abstract.
- ^ Harnett 2017, hlm. 200; 217.
- ^ Carrington 2011, hlm. 153, 266.
- ^ Stewart 2014, intro.
- ^ Siker 2017, hlm. 216.
- ^ Wilken 2013, hlm. 90.
- ^ Welch, & Pulham 2000, hlm. 202.
- ^ Praet 1992, hlm. 45–48.
- ^ Meeks 2003, hlm. 79–81.
- ^ Dowley 2018, hlm. 14.
- ^ Green 2010, hlm. 126–127.
- ^ a b Praet 1992, hlm. 68, 108.
- ^ Praet 1992, hlm. 36.
- ^ Trebilco 2017, hlm. 85, 218, 282.
- ^ Cloke 1995, hlm. 5–7.
- ^ MacDonald 1996, hlm. 169.
- ^ Guy 2011, hlm. 10, 75, 188.
- ^ Tulloch 2004, hlm. 302.
- ^ MacDonald 1996, hlm. 126; 157; 167–168; 202; 242.
- ^ LaFosse 2017, hlm. 385–387.
- ^ a b Stewart 2017, hlm. 308.
- ^ Kraemer 1980, hlm. 298; 300–301; 306–307.
- ^ Castelli 2004, hlm. 251.
- ^ Milnor 2011, abstract.
- ^ Grabar 2023, hlm. 7.
- ^ Matthews & Platt 1998, hlm. 148–149.
- ^ Judith Anne Testa, hlm. 80.
- ^ Goodenough 1962, hlm. 138.
- ^ Matthews & Platt 1998, hlm. 148–151.
- ^ Siker 2017, hlm. 205.
- ^ Noll 1997, hlm. 36–37.
- ^ De Jonge 2003, hlm. 315.
- ^ Siker 2017, hlm. 212–217.
- ^ Siker 2017, hlm. 216–217.
- ^ Cullmann 2018, hlm. 1.
- ^ a b Pennington 2007, hlm. 386.
- ^ Siker 2017, hlm. 207–212; 213–217.
- ^ Rives 1999, hlm. 141.
- ^ Croix 2006, hlm. 139–140.
- ^ Gaddis 2005, hlm. 30–31.
- ^ Siker 2017, hlm. 212.
- ^ Inglebert 2015, hlm. 5.
- ^ Casiday & Norris 2007, hlm. 1.
- ^ Cameron 2006b, hlm. 542.
- ^ Cameron 2006b, hlm. 538, 544, 546.
- ^ Cameron 2006b, hlm. 546–547.
- ^ Cameron 2006b, hlm. 547.
- ^ White 2017, hlm. 700.
- ^ Weitzmann 1979, hlm. xix.
- ^ White 2017, hlm. 673.
- ^ Weitzmann 1979, hlm. xix–xx.
- ^ Croke 2015, hlm. 414.
- ^ Agosti 2015, hlm. 362; 371–372.
- ^ McGill 2015, hlm. 343.
- ^ Ullmann 1965, hlm. 82–83.
- ^ Humfress 2015, hlm. 97, 100–101; 110.
- ^ Wilken 2013, hlm. 2, 90.
- ^ Stewart 2017, hlm. 309.
- ^ Chadwick 1985, hlm. 1.
- ^ Stewart 2017, hlm. 315–324.
- ^ Crislip 2005, hlm. 100–106.
- ^ Muir 2006, hlm. 231.
- ^ Runciman 2004, hlm. 3-4, 6.
- ^ Judge 2010, hlm. 217–218.
- ^ Cameron 2015, hlm. 10, 17, 42, 50.
- ^ Harper 2015, hlm. 685.
- ^ Sághy & Schoolman 2017, hlm. 1.
- ^ Brown 1998, hlm. 640–641, 646–647.
- ^ Bremmer 2020, hlm. 9.
- ^ Drake 2007, hlm. 418, 421.
- ^ Southern 2015, hlm. 455–457.
- ^ Gerberding & Moran Cruz 2004, hlm. 55–56.
- ^ Maxwell 2015, hlm. 854–855.
- ^ Bradbury 1995, hlm. 331, 355-356.
- ^ Thompson 2012, hlm. 87, 93.
- ^ Inglebert 2015, hlm. 4–5.
- ^ a b Brown 2007, hlm. 267.
- ^ Brown 2007, hlm. 250, 253-254.
- ^ Uthemann 2007, hlm. 462.
- ^ Blowers 2007, hlm. 618.
- ^ Casiday 2007, hlm. 501-502.
- ^ Casiday 2007, hlm. 502.
- ^ Uthemann 2007, hlm. 497.
- ^ Stroumsa 2007, hlm. 151-152, 158.
- ^ Cohen 1998, hlm. 78–80.
- ^ Abulafia 2002, hlm. xii.
- ^ Bachrach 1977, hlm. 3.
- ^ Tapie 2017, hlm. 3.
- ^ Kim 2006, hlm. 2, 4, 8–9.
- ^ Gerdmar 2009, hlm. 25.
- ^ Rahner 2013, hlm. xiii, xvii.
- ^ Drake 2007, hlm. 403, 405-406, 411, 412–414.
- ^ Casiday & Norris 2007, hlm. 2, 3.
- ^ Salzman 2021, hlm. 300.
- ^ a b Matthews & Platt 1998, hlm. 199.
- ^ Judge 2010, hlm. 4.
- ^ Rosenwein 2014, hlm. 6.
- ^ a b c Casiday & Norris 2007, hlm. 5.
- ^ Robert 2009, hlm. 8.
- ^ Rousseau 2017, hlm. 5–15.
- ^ Kim 2013, hlm. 2–5, 36.
- ^ Bury 1967, hlm. 55, 91, 109.
- ^ a b c Ware 1993, hlm. 12.
- ^ Bundy 2007, hlm. 118-120.
- ^ Cowe 2006, hlm. 404–405.
- ^ Rapp 2007, hlm. 138.
- ^ Brita 2020, hlm. 252.
- ^ Thomas 1997, hlm. 506–507.
- ^ Higham & Ryan 2013, hlm. 70.
- ^ Kirby 2000, hlm. 35, 120–121.
- ^ Harney 2017, hlm. 103, 122.
- ^ Van Nuffelen 2020, hlm. 522, 524, 528.
- ^ Van Nuffelen 2020, hlm. 525.
- ^ Casiday & Norris 2007, hlm. 2.
- ^ a b Lyman 2007, hlm. 308-309.
- ^ Iricinschi & Zellentin 2008, hlm. 4.
- ^ McGinn 2017, hlm. 838–841.
- ^ Brown 1998, hlm. 634, 640, 651.
- ^ Salzman 1993, hlm. 375.
- ^ a b Tilley 2006, hlm. 389.
- ^ Frend 2020, hlm. 172; 173; 222; 241.
- ^ Brown 1964, hlm. 107–116.
- ^ Berndt & Steinacher 2014, hlm. 9.
- ^ Rankin 2017, hlm. 908.
- ^ Berndt & Steinacher 2014, hlm. 2, 4, 7.
- ^ Cameron 2006b, hlm. 545, "In one of the most momentous precedents of his reign, during Constantine's twentieth-anniversary celebrations in 325, some 250 bishops assembled at Nicaea...".
- ^ Casiday & Norris 2007, hlm. 4.
- ^ Westcott 2005, hlm. 12–13.
- ^ Bruce 1988, hlm. 215.
- ^ Brown 2010, Intro. and ch. 1.
- ^ Brown 1976, hlm. 2.
- ^ Hamilton 2003, hlm. 68-71.
- ^ Thompson 2016, hlm. 27.
- ^ Drake 2007, hlm. 416; 418.
- ^ Brown 1976, hlm. 7–8.
- ^ Mathisen 2002, hlm. 261.
- ^ Shaw 2017, hlm. 365.
- ^ Stewart 2017, hlm. 308, 324.
- ^ a b c Nelson 2008, hlm. 301.
- ^ a b Hamilton 2003, hlm. 63.
- ^ Ware 1993, hlm. 31-32.
- ^ Hamilton 2003, hlm. 178, 180.
- ^ a b Ware 1993, hlm. 11.
- ^ Hamilton 2003, hlm. 177-178.
- ^ Ware 1993, hlm. 35.
- ^ Hamilton 2003, hlm. xii, 177.
- ^ a b Sabo & 2018, hlm. vii.
- ^ Hamilton 2003, hlm. 67.
- ^ Chaillot 2016, hlm. 273.
- ^ Löhr 2007, abstract.
- ^ Cross 2001, hlm. 363.
- ^ Herrin 2021, hlm. 90.
- ^ Williams 1987, paragraphs 1, 2, 5.
- ^ a b c Rosenwein 2014, hlm. 58, 61.
- ^ a b c Rousseau 2017, hlm. 2–3, 5.
- ^ a b Cantor 1960, hlm. 47.
- ^ a b Brown 2008, hlm. 8.
- ^ Kaldellis 2012, hlm. 1–3.
- ^ Heather 2007, hlm. 283.
- ^ Herrin 2009, hlm. 213.
- ^ Thompson 2016, hlm. 36.
- ^ Kolbaba 2008, hlm. 214.
- ^ Matthews & Platt 1998, hlm. 198-199.
- ^ Brown 2008, hlm. 2, 6–8.
- ^ Barton 2009, hlm. xvii.
- ^ Dorfmann-Lazarev 2008, hlm. 65–66.
- ^ Koschorke 2025, hlm. 4.
- ^ Dorfmann-Lazarev 2008, hlm. 66-67.
- ^ Dorfmann-Lazarev 2008, hlm. 66-67; 85.
- ^ Micheau 2006, hlm. 373.
- ^ Rosenwein 2014, hlm. 39-41, 54.
- ^ Herrin 2021, hlm. xv, 8, 13.
- ^ a b Van Engen 1986, hlm. 552.
- ^ Brown 2008, hlm. 11–13.
- ^ Abrams 2016, hlm. 32–41.
- ^ Oakley 1985, hlm. 171.
- ^ Stewart 2017, hlm. 308–309.
- ^ Helvétius & Kaplan 2008, hlm. 277.
- ^ Brodman 2009, hlm. 66–68.
- ^ Helvétius & Kaplan 2008, hlm. 295.
- ^ Constable 2004, hlm. 35–36.
- ^ Ferzoco 2001, hlm. 1–3.
- ^ Woods & Canizares 2012, hlm. 5.
- ^ Matthews & Platt 1998, hlm. 202–203.
- ^ Ferzoco 2001, hlm. 2.
- ^ Herrin 2021, hlm. 40, 80-81.
- ^ Rosenwein 2014, hlm. 24, 27–29.
- ^ Markus 1990, hlm. 26.
- ^ Brown 2012, hlm. 514–517; 530.
- ^ Bonser 1962, hlm. 236.
- ^ Helvétius & Kaplan 2008, hlm. 275–277; 281; 298.
- ^ Haight 2004, hlm. 273.
- ^ Phipps 1988, abstract.
- ^ Crislip 2005, hlm. 3.
- ^ Truran 2000, hlm. 68–69.
- ^ Butler 1919, intro..
- ^ Dunn 2003, hlm. 137.
- ^ a b Herrin 2021, hlm. 12.
- ^ Hamilton 2003, hlm. 65.
- ^ Halsall 2021.
- ^ Louth 2008, hlm. 46.
- ^ Shepard 2006, hlm. 3.
- ^ Radić 2010, hlm. 232.
- ^ Ivanič 2016, hlm. 126; 129.
- ^ Poppe 1991, hlm. 25.
- ^ Schaff 2011, hlm. 161–162.
- ^ Ivanič 2016, hlm. 127.
- ^ Hamilton 2003, hlm. 189.
- ^ Hamilton 2003, hlm. 189-190.
- ^ Hamilton 2003, hlm. 191.
- ^ Hamilton 2003, hlm. 188, 189-191.
- ^ Pennington 2011, hlm. 106.
- ^ Pennington 2011, hlm. 114.
- ^ Nea lson 2008, hlm. 302, 307.
- ^ Collins 1998, hlm. 102-107.
- ^ a b c Hamilton 2003, hlm. 29.
- ^ a b Carocci 2016, hlm. 66.
- ^ Ullmann 1972, hlm. 71.
- ^ Poppe 1991, hlm. 5–7.
- ^ Poppe 1991, hlm. 12.
- ^ Štefan 2022, hlm. 111.
- ^ Poppe 1991, hlm. 15.
- ^ Kenworthy 2008, hlm. 173–174.
- ^ Howe 2016, hlm. 3.
- ^ Helvétius & Kaplan 2008, hlm. 287.
- ^ Thompson 2016, hlm. 177–178.
- ^ Costambeys 2000, hlm. 380; 393–394.
- ^ Cantor 1960, hlm. 57.
- ^ a b c Rubin & Simons 2009, hlm. 4.
- ^ Dawson 2008, hlm. 282.
- ^ Van Engen 1986, hlm. 539; 540; 541; 546.
- ^ Tolan 2016, hlm. 278.
- ^ Rosenwein 2014, hlm. 185.
- ^ Ullmann 1965, hlm. 80–81.
- ^ a b Hastings 2000, hlm. 382.
- ^ Nelson 2008, hlm. 305, 324.
- ^ Rubin & Simons 2009, hlm. 2-3.
- ^ a b c Rubin & Simons 2009, hlm. 5.
- ^ Wood 2016, hlm. 11.
- ^ Van Engen 1986, hlm. 543.
- ^ Rubin & Simons 2009, hlm. 1–2.
- ^ Matthews & Platt 1998, hlm. 215-216.
- ^ Stephenson 2009, hlm. 7.
- ^ Hall, Battani & Neitz 2004, hlm. 100.
- ^ Cantor 1960, hlm. 47, 54.
- ^ Cantor 1960, hlm. 52-53.
- ^ Rosenwein 2014, hlm. 197.
- ^ Verger 1995, hlm. 257.
- ^ Den Heijer 2011, hlm. 65, "Banyak universitas Abad Pertengahan di Eropa Barat lahir di bawah pengayoman Gereja Katolik, biasanya sebagai sekolah-sekolah katedral atau sebagai Studia Generali berdasarkan bula Sri Paus".
- ^ a b c Nelson 2008, hlm. 326.
- ^ Cantor 1960, hlm. 53-54.
- ^ a b Matter 2008, hlm. 530.
- ^ Rubin & Simons 2009, hlm. 2–3.
- ^ Van Engen 1986, hlm. 542.
- ^ a b c Rubin & Simons 2009, hlm. 3.
- ^ Cantor 1960, hlm. 50, 52.
- ^ Larson 2016, hlm. 6.
- ^ Cantor 1960, hlm. 56.
- ^ Cantor 1960, hlm. 55.
- ^ Costambeys 2000, hlm. 367, 372, 376.
- ^ Barnish 1988, hlm. 120.
- ^ Carocci 2016, hlm. 66, 68, 76, 79.
- ^ Logan 2013, hlm. 2–3.
- ^ Deane 2022, hlm. xxiii, 277.
- ^ Matthews & Platt 1998, hlm. 244–247.
- ^ Garrett 1987, hlm. 5–7.
- ^ Grzymała-Busse 2023, hlm. 24, 51.
- ^ Thompson 2016, hlm. 176–182.
- ^ Dowley 2018, hlm. 159.
- ^ Grzymała-Busse 2023, hlm. 24-26, 51–52.
- ^ Thompson 2016, hlm. 176–177.
- ^ Althoff 2019b, hlm. 173; 175.
- ^ Eichbaueawr 2022, hlm. 3.
- ^ Grzymała-Busse 2023, hlm. 25.
- ^ Althoff 2019b, hlm. 175.
- ^ Garrett 1987, hlm. 8.
- ^ Grzymała-Busse 2023, hlm. 52.
- ^ MacCulloch 2009, hlm. 375.
- ^ Vaughn 1980, hlm. 61–86.
- ^ a b Angold 2006, frontmatter.
- ^ a b Koschorke 2025, hlm. XXIII.
- ^ a b Ware 1993, hlm. 11, 33.
- ^ Kolbaba 2008, hlm. 214; 223.
- ^ Meyendorff 1979, intro.
- ^ Rosenwein 2014, hlm. 173–174.
- ^ Folda 1995, hlm. 36; 141.
- ^ Tyerman 1992, hlm. 15–16.
- ^ Bull 2009, hlm. 346–347.
- ^ Bull 2009, hlm. 346–349.
- ^ Van Engen 1986, hlm. 523.
- ^ Bull 2009, hlm. 340–342; 346; 349–350; 352.
- ^ Kostick 2010, hlm. 2–6.
- ^ Bull 2009, hlm. 346-348.
- ^ Matthews & Platt 1998, hlm. 208.
- ^ Bull 2009, hlm. 351.
- ^ Micheau 2006, hlm. 373, 378, 381.
- ^ Hamilton 2003, hlm. xi.
- ^ Micheau 2006, hlm. 373, 403.
- ^ Micheau 2006, hlm. 403.
- ^ Sanmark 2004, hlm. 14-15.
- ^ Brink 2004, hlm. xvi.
- ^ Hamilton 2003, hlm. 37.
- ^ Bauer 2013, hlm. 46–47.
- ^ Longwell 1928, hlm. 210; 214; 216.
- ^ Matthews & Platt 1998, hlm. 219-220.
- ^ Haskins 1971, hlm. 4–7; 342; 345.
- ^ Longwell 1928, hlm. 224.
- ^ Seagrave 2009, hlm. 491.
- ^ Noll 2009, hlm. 4.
- ^ Lindberg & Numbers 1986, hlm. 5; 12.
- ^ Gilley 2006, hlm. 164.
- ^ Weitzmann 1966, hlm. 3.
- ^ Matthews & Platt 1998, hlm. 228–237.
- ^ Stephenson 2009, hlm. 9.
- ^ MacCulloch 2009, hlm. 376–378.
- ^ Hunter 1978, hlm. 60.
- ^ Constable 1998, hlm. 4–5.
- ^ Fox 1987, hlm. 298.
- ^ Jestice 1997, hlm. 1, 5–6.
- ^ Léglu, Rist & Taylor 2013, hlm. 8.
- ^ Marvin 2008, hlm. 3, 4.
- ^ Kienzle 2001, hlm. 46, 47.
- ^ Rummel 2006, hlm. 50.
- ^ Marvin 2008, hlm. 216.
- ^ Dunbabin 2003, hlm. 178–179.
- ^ Arnold 2018, hlm. 363, 365.
- ^ Ames 2009, hlm. 16.
- ^ Deane 2022, hlm. xv.
- ^ Peters 1980, hlm. 189.
- ^ Mout 2007, hlm. 229.
- ^ Zagorin 2003, hlm. 3.
- ^ Arnold 2018, hlm. 363, 367.
- ^ Wood 2016, hlm. 9.
- ^ Rubin & Simons 2009, hlm. 5–6.
- ^ Arnold 2018, hlm. 365.
- ^ Arnold 2018, hlm. 363.
- ^ Ames 2009, hlm. 1–2; 4; 7; 16; 28; 34.
- ^ Given 2001, hlm. 14.
- ^ Arnold 2018, hlm. 365; 368.
- ^ Maimonides 1983, hlm. iii-v.
- ^ a b Schacter 2011, hlm. 2.
- ^ Rosenthal 1956, hlm. 68–72.
- ^ Shatzmiller 1974, hlm. 339.
- ^ Rubin Simons2009, hlm. 6.
- ^ Resnick 2012, hlm. 4.
- ^ Mundy 2000, hlm. 58.
- ^ Moore 2007, hlm. 110.
- ^ Rose 2015, hlm. 70.
- ^ Fonnesberg-Schmidt 2007, hlm. 23; 65.
- ^ Firlej 2021–2022, hlm. 121.
- ^ Christiansen 1997, hlm. 287.
- ^ Hunyadi & Laszlovszky 2001, hlm. 606.
- ^ Fonnesberg-Schmidt 2007, hlm. 65; 75–77, 119.
- ^ Fonnesberg-Schmidt 2007, hlm. 24.
- ^ Lazzarini & Blanning 2021, hlm. 7–9.
- ^ a b Taylor 2021, hlm. 109–110.
- ^ Matthews & Platt 1998, hlm. 241–244.
- ^ Taylor 2021, hlm. 118–119.
- ^ Taylor 2021, hlm. 114–115.
- ^ Swanson 2021, hlm. 9; 11; 12.
- ^ Heß 2013, hlm. 78–80, 88-89, 94.
- ^ Swanson 2021, hlm. 15–17; 21.
- ^ MacCulloch 2009, hlm. 378.
- ^ Taylor 2021, hlm. 109–110, 118–119.
- ^ MacCulloch 2009, hlm. 375, 559, 561.
- ^ Kelly 2009, hlm. 104.
- ^ Whalen 2015, hlm. 14.
- ^ Olson 1999, hlm. 348.
- ^ Matthews & Platt 1998, hlm. 245–246.
- ^ Ullmann 2005, hlm. xv.
- ^ Van Engen 1986, hlm. 526; 532; 538; 552.
- ^ Rubin & Simons 2009, hlm. 1; 7.
- ^ Matthews & Platt 1998, hlm. 247.
- ^ Estep 1986, hlm. 64, 66-67.
- ^ Estep 1986, hlm. 64.
- ^ a b Norton 2011, hlm. 8–11.
- ^ Estep 1986, hlm. 69.
- ^ Estep 1986, hlm. 76.
- ^ Haberkern 2016, hlm. 1–3.
- ^ Frassetto 2007, hlm. 196-198.
- ^ Estep 1986, hlm. 76–77.
- ^ Matthews & Platt 1998, hlm. 246.
- ^ Caspari 1947, hlm. 91-92.
- ^ Norton 2011, hlm. , 54, 85, 132.
- ^ Kitromilides 2006, hlm. 187, 191.
- ^ Kenworthy 2008, hlm. 173.
- ^ Dowley 2018, hlm. 342–343.
- ^ Zachariadou 2006, hlm. 171–181.
- ^ a b c d Kenworthy 2008, hlm. 175.
- ^ a b c Kitromilides 2006, hlm. 192.
- ^ Zachariadou 2006, hlm. 181; 184.
- ^ Kitromilides 2006, hlm. 195.
- ^ Kitromilides 2006, hlm. 197-198.
- ^ Hudson 2023.
- ^ Matthews & Platt 1998, hlm. 299, 308–319.
- ^ Hebron 2022, Heritage and Rupture with the Tradition.
- ^ Gordon 2022, hlm. 6, 9-10.
- ^ Gordon 2022, hlm. 10–11.
- ^ Shepard 2006, hlm. 8–9.
- ^ Zachariadou 2006, hlm. 185.
- ^ Macdonald 2015, hlm. 31.
- ^ Jenkins 2008, hlm. 14–15.
- ^ Gardner & Roy 2020, hlm. 19.
- ^ a b Gardner & Roy 2020, hlm. 19, 20, 21.
- ^ Nowell, Magdoff & Webster 2022.
- ^ a b c Gilley 2006, hlm. 1.
- ^ Robinson 1952, hlm. 152.
- ^ Gardner & Roy 2020, hlm. 11, 69-70.
- ^ Sanneh 2007, hlm. 134.
- ^ a b c Gilley 2006, hlm. 3.
- ^ Koschorke 2025, hlm. XX-XXIII.
- ^ Robert 2009, hlm. 105.
- ^ Koschorke 2025, hlm. 77, 80.
- ^ Sanneh 2016, hlm. 14.
- ^ Eltis et al. 2011, hlm. 257–259, 499.
- ^ Koschorke 2025, hlm. XX-XXI.
- ^ Koschorke 2025, hlm. 9.
- ^ Koschorke 2025, hlm. 82-83.
- ^ Scranton 2015.
- ^ Heß 2013, hlm. 84.
- ^ Rubin & Simons 2009, hlm. 96–97.
- ^ Garcia 2004, hlm. 180.
- ^ Kwiatkowska 2010, hlm. 30.
- ^ a b Levack 2013, hlm. 6.
- ^ Behringer 2019, hlm. 69-72.
- ^ Monter 2023.
- ^ a b Parker 2023.
- ^ Heß 2013, hlm. 83.
- ^ Bejczy 1997, hlm. 374 fn43, 368.
- ^ Cohen 1998, hlm. 396.
- ^ Lacopo 2016, hlm. 2–3.
- ^ Rawlings 2006, hlm. 1–2.
- ^ a b Marcocci 2013, hlm. 1–7.
- ^ Mayer 2014, hlm. 2–3.
- ^ Tarver & Slape 2016, hlm. 210–212.
- ^ Bernardini & Fiering 2001, hlm. 371.
- ^ Kamen 2014, hlm. 182.
- ^ MacCulloch 2009, hlm. 587.
- ^ Casanova 1994, hlm. 75.
- ^ Flannery 2013, hlm. 11.
- ^ Mayer 2014, hlm. 2–3, 5.
- ^ Nirenberg 2015, hlm. 19.
- ^ Dixon 2017, hlm. 535–536; 553.
- ^ a b c Leaver 1989, hlm. 263.
- ^ Fahlbusch & Bromiley 2003, hlm. 362.
- ^ Barnett 1999, hlm. 28.
- ^ Williams 1995, hlm. xxx–xxix.
- ^ Prideaux 1986, hlm. 159.
- ^ Gritsch 2010, hlm. 12, 110.
- ^ Aguilera-Barchet 2015, hlm. 141.
- ^ Jacob 2006, hlm. 265–268, 270.
- ^ Aston 2006, hlm. 13–15.
- ^ Coffey 1998, hlm. 961.
- ^ Coffey 2014, hlm. 12.
- ^ Patterson 1997, hlm. 64.
- ^ Mout 2007, hlm. 227–233; 242.
- ^ Mout 2007, hlm. 225–243.
- ^ Kaplan 2009, hlm. 119.
- ^ Franck 1997, hlm. 594–595.
- ^ Jacob 2006, hlm. 272–273, 279.
- ^ Law 2012, hlm. 8, 224.
- ^ Baird 1992, hlm. 118, 201.
- ^ a b McLeod 2006, hlm. 3.
- ^ Ward 2006, hlm. 329; 347.
- ^ Smith 2014b, hlm. 19.
- ^ Valkenburgh 1994, hlm. 172.
- ^ Cairns 2015, hlm. 67.
- ^ Towns & Whaley 2012, hlm. 117.
- ^ Jones 1974, hlm. xiii.
- ^ Towns & Whaley 2012, hlm. 119.
- ^ Jones & White 2012, hlm. xi; xv.
- ^ Cairns 2015, hlm. 93.
- ^ Heimert 2006, hlm. 2.
- ^ Marty 2006, hlm. 524.
- ^ Cairns 2015, hlm. 51.
- ^ a b McLeod 2006, hlm. 8.
- ^ Zoller 2006.
- ^ Boppart, Falkinger & Grossmann 2014, hlm. 874–895.
- ^ Schaltegger & Torgler 2010, hlm. 99–101.
- ^ Becker, Pfaff & Rubin 2016.
- ^ Weber & Kalberg 2012, hlm. xi; xxviii–xxxvi; xl; 3–5; 103–126.
- ^ Spater & Tranvik 2019, hlm. 1963–1994.
- ^ Skocpol & Trimberger 1977, hlm. 101–104.
- ^ Gilley 2006, hlm. 4–5.
- ^ a b Gilley 2006, hlm. 5.
- ^ McLean 2004.
- ^ Tallett 1991.
- ^ Caldwell 2017, hlm. 3-4, 6.
- ^ Howe 2015, hlm. 27, 8, 29, 30, 32-33.
- ^ Ware 1999, hlm. 233.
- ^ Caldwell 2017, hlm. 3, 10.
- ^ Ware 1999, hlm. 234, 237.
- ^ Saunders 2019, hlm. abstract.
- ^ Caldwell 2017, hlm. 8-9.
- ^ Mintz 1995, hlm. 51–53.
- ^ a b Cairns 2015, hlm. 26.
- ^ Masters & Young 2022, abstract.
- ^ Brown 2006, hlm. 517–524.
- ^ Brown 2006, hlm. 525–530.
- ^ Eltis 1987, hlm. 71, 103, 236–239, chapter 13.
- ^ Brown 2006, hlm. 525–526.
- ^ Gilley 2006, hlm. 2.
- ^ Robert 2009, hlm. 1.
- ^ Gonzalez 2010, hlm. 302.
- ^ a b Sanneh 2007, hlm. xx.
- ^ Táíwò 2010, hlm. 68–70.
- ^ Sanneh 2016, hlm. 279, 285.
- ^ Isichei 1995, hlm. 9.
- ^ Sanneh 2016, hlm. xx.
- ^ de Juan & Pierskalla 2017, hlm. 161.
- ^ Gasper 2020, hlm. 13.
- ^ Hobson 2013, hlm. 1; 3-4.
- ^ Gasper 2020, hlm. 14, 18.
- ^ Harris 1998, hlm. 22.
- ^ Gasper 2020, hlm. 19.
- ^ Harris 1998, hlm. 42, 57.
- ^ Holmes 1981, hlm. 116.
- ^ United States Holocaust Memorial Museu n.d.
- ^ Rossino 2003, hlm. 72, 169, 185, 285.
- ^ Shlikhta 2004, hlm. 361–273.
- ^ Klier & Lambroza 2004, hlm. 306.
- ^ Bouteneff 1998, hlm. vi–1.
- ^ Sullivan 2006.
- ^ Calciu-Dumitreasa 1983, hlm. 5–8.
- ^ Eidintas 2001, hlm. 23.
- ^ Kenworthy 2008, hlm. 178.
- ^ Pipes 1995, hlm. 356.
- ^ Walters 2005, hlm. 15.
- ^ Kenworthy 2008, hlm. 177–178.
- ^ a b PEW Research Center 2022.
- ^ McLeod 2006, hlm. 1.
- ^ a b c d e f g PEW Key 2022.
- ^ a b Pew Center 2017.
- ^ Pew switching 2025.
- ^ a b McLeod 2006, hlm. 1, 8.
- ^ a b Fontaine 2016, hlm. 6–8.
- ^ Sanneh 2007, hlm. 285.
- ^ a b Koschorke 2025, hlm. 231, 233-234.
- ^ Isichei 1995, hlm. 1.
- ^ Jenkins 2011, hlm. 89–90.
- ^ Zurlo 2020, hlm. 3–9.
- ^ McLeod 2006, hlm. 6.
- ^ Singapore Management University 2017.
- ^ Anderson & Tang 2005, hlm. 2.
- ^ Yoo 2019, hlm. 27 fn.7.
- ^ Albert 2018, Introduction.
- ^ America magazine 2018: "Sebuah kajian mengenai kehidupan beragama di kalangan mahasiswa di Beijing yang diterbitkan di dalam jurnal akademis Tiongkok daratan, Ilmu Pengetahuan dan Ateisme, pada tahun 2013, menunjukkan bahwa Kekristenan adalah agama yang paling menarik para mahasiswa dan yang paling aktif di kampus-kampus."
- ^ Koschorke 2025, hlm. XX.
- ^ Ford 2013, hlm. 429.
- ^ PEW global 2020.
- ^ McLeod 2006, hlm. 2; 7–8.
- ^ Fahmy 2022, section 1.
- ^ Gilley 2006, hlm. 1; 3.
- ^ Casanova 1994, hlm. 3, 5-6.
- ^ Burgess 2006, hlm. xiii.
- ^ Deininger 2014, hlm. 1–2; 5.
- ^ McLeod 2006, hlm. 4.
- ^ Ware 1993, hlm. 9.
- ^ a b c PEW Orthodox 2017.
- ^ Haider 2017, overview.
- ^ McLeod 2006, hlm. 1; 7–8.
- ^ Houtman & Aupers 2007, hlm. 305.
- ^ Fox 2013, abstract.
- ^ Allen Jr. 2016, hlm. x–xi.
- ^ Chinnici 2012, hlm. 22.
- ^ Cassidy 2005, hlm. 106, 544.
- ^ Pintarić 2014, abstract.
- ^ Asprey 2008, hlm. 3.
- ^ McLeod 2006, hlm. 9.
- ^ McLeod 2006, hlm. 11.
- ^ McLeod 2006, hlm. 12.
- ^ Levine 2022, hlm. 6.
- ^ a b Opoensky 2004, hlm. 5.
- ^ Wogaman 2011, hlm. 325.
- ^ Chopp & Regan 2013, hlm. 469.
- ^ Akanji 2010, hlm. 177–178.
- ^ McLeod 2006, hlm. 13.
- ^ Hilkert 1995, abstract.
- ^ Muers 2013, hlm. 431.
- ^ Hilkert 1995, hlm. 327.
- ^ Segovia & Moore 2007, hlm. 4–5.
- ^ Segovia & Moore 2007, hlm. 6; 11.
- ^ Robert 2009, hlm. 73.
- ^ Cooper 2005, hlm. 3–4.
Sumber
suntingBuku & terbitan berkala
sunting- Abrams, Lesley (2016). "The conversion of the Danelaw". Vikings and the Danelaw: Select Papers from the Proceedings of the Thirteenth Viking Congress, Nottingham and York, 21-30 August 1997 (Edisi Repr.). Oxford: Oxbow. hlm. 31–44. ISBN 978-1-78570-453-6. JSTOR j.ctt1kw29nj.7.
- Abulafia, Anna Sapir (2002). "Introduction". Dalam Abulafia, Anna Sapir (ed.). Religious Violence Between Christians and Jews: Medieval Roots, Modern Perspectives. Palgrave. hlm. xi–xviii. ISBN 978-1-349-42499-3.
- Aguilera-Barchet, Bruno (2015). "Popes vs. Emperors: The Rise and Fall of Papal Power". A History of Western Public Law. Springer. doi:10.1007/978-3-319-11803-1. ISBN 978-3-319-11802-4.
- Agosti, Gianfranco (2015). "Greek poetry". Dalam Johnson, Scott Fitzgerald (ed.). The Oxford Handbook of Late Antiquity (Edisi Repr.). Oxford University Press. hlm. 361–404. ISBN 978-0-19-027753-6.
- Akanji, Israel (2010). "Black Theology". Dalam Irele, Abiola (ed.). The Oxford Encyclopedia of African Thought. Vol. 1. Oxford University Press. ISBN 978-0-19-533473-9.
- Albert, Eleanor (2018). "Christianity in China". Council on Foreign Relations. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 7 July 2021. Diakses tanggal 17 October 2023.
- Allen Jr., John L. (2016). The Global War on Christians: Dispatches from the Front Lines of Anti-Christian Persecution. Crown Publishing Group. ISBN 978-0-7704-3737-4.
- Althoff, Gerd (2019). "Communicating Papal Primacy: the Impact of Gregory VII's Ideas (11th–13th Century)". Rules and Rituals in Medieval Power Games. Brill. hlm. 189–202. doi:10.1163/9789004415317_015. ISBN 978-9-00441-531-7. S2CID 211661394.
- Ames, Christine Caldwell (2009). Righteous Persecution: Inquisition, Dominicans, and Christianity in the Middle Ages. University of Pennsylvania Press. ISBN 978-0-8122-4133-4.
- Anderson, Allan; Tang, Edmund (2005). Asian and Pentecostal: The Charismatic Face of Christianity in Asia. Oxford Centre for Mission Studies. ISBN 978-1-870345-43-9.
- Angold, Michael (2006). "Frontmatter". The Cambridge History of Christianity. Cambridge University Press. ISBN 978-1-139-05408-9.
- Arnold, John H. (2018). "Persecution and Power in Medieval Europe: The Formation of a Persecuting Society, by R. I. Moore". The American Historical Review (Book review). 123 (1). Oxford University Press. Diakses tanggal 3 July 2023.
- Asprey, Christopher (2008). Murphy, Francesca Aran (ed.). Ecumenism Today: The Universal Church in the 21st Century (Edisi 1st). Routledge. ISBN 978-0-7546-5961-7.
- Aston, Nigel (2006). "Continental Catholic Europe". Dalam Brown, S.; Tackett, T. (ed.). The Cambridge History of Christianity. Vol. 7. Cambridge University Press. hlm. 13–32. doi:10.1017/CHOL9780521816052.003. ISBN 978-1-139-05412-6.
- Bachrach, Bernard S. (1977). Early medieval Jewish policy in Western Europe. Minneapolis: University of Minnesota Press. ISBN 978-0-8166-0814-0.
- Baird, William (1992). History of New Testament Research, Volume One: From Deism to Tübingen (Edisi Reprinted). Fortress. ISBN 978-1-4514-2017-3.
- Barnett, S. J. (1999). "Where Was Your Church before Luther? Claims for the Antiquity of Protestantism Examined". Church History. 68 (1): 14–41. doi:10.2307/3170108. JSTOR 3170108. S2CID 154764488.
- Barnish, S. J. B. (1988). "Transformation and Survival in the Western Senatorial Aristocracy, c. A.D. 400–700". Papers of the British School at Rome. 56: 120–155. doi:10.1017/S0068246200009582.
- Barton, John (1998). Holy Writings, Sacred Text: The Canon in Early Christianity (Edisi Repr.). Westminster John Knox. ISBN 978-0-664-25778-1.
- Barton, Simon (2009). A History of Spain (Edisi 2nd). Bloomsbury. ISBN 978-1-137-01347-7. Diakses tanggal 27 May 2023.
- Bauer, Susan Wise (2013). The History of the Renaissance World: From the Rediscovery of Aristotle to the Conquest of Constantinople. W. W. Norton. ISBN 978-0-393-05976-2.
- Becker, Sascha O.; Pfaff, Steven; Rubin, Jared (2016). "Causes and Consequences of the Protestant Reformation". ESI Working Paper 16–13. ISSN 2572-1496. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 25 June 2023. Diakses tanggal 5 July 2023.
- Behringer, Wolfgang (2019). "Weather, hunger and fear: origins of the European witch-hunts in climate, society and mentality". Dalam Oldridge, Darren (ed.). The Witchcraft Reader. Routledge. ISBN 978-0-415-21492-6.
- Bejczy, István (1997). "Tolerantia: A Medieval Concept". Journal of the History of Ideas. 58 (3): 365–384. doi:10.2307/3653905. JSTOR 3653905.
- Benedict, Philip (2002). Christ's Churches Purely Reformed: A Social History of Calvinism. New Haven: Yale University Press. ISBN 978-0-300-10507-0.
- Bernardini, Paolo; Fiering, Norman (2001). The Jews and the Expansion of Europe to the West, 1450 to 1800. Berghahn. ISBN 978-1-57181-430-2.
- Berndt, Guido M.; Steinacher, Roland (2014). Arianism: Roman Heresy and Barbarian Creed (Edisi 1st). London: Routledge. ISBN 978-1-4094-4659-0.
- Blowers, Paul M. (2007). "Interpreting scripture". Dalam Casiday, A.; Norris, F. W. (ed.). The Cambridge History of Christianity. Vol. 2. Cambridge University Press. ISBN 978-1-139-05413-3.
- Bokenkotter, Thomas (2007). A Concise History of the Catholic Church (Edisi Rev.). New York: Crown. ISBN 978-0-307-42348-1.
- Bonser, Wilfrid (1962). "The Cult of Relics in the Middle Ages". Folklore. 73 (4): 234–56. JSTOR 1258503.
- Boppart, Timo; Falkinger, Josef; Grossmann, Volker (1 April 2014). "Protestantism and Education: Reading (the Bible) and Other Skills" (PDF). Economic Inquiry. 52 (2): 874–895. doi:10.1111/ecin.12058. ISSN 1465-7295. S2CID 10220106. Diarsipkan (PDF) dari versi aslinya tanggal 7 March 2020.
- Father Arseny, 1893–1973: Priest, Prisoner, Spiritual Father: Being the Narratives Compiled by the Servant of God Alexander Concerning His Spiritual Father. Diterjemahkan oleh Vera Bouteneff. St. Vladmir's Seminary Press. 1998. hlm. vi–1. ISBN 978-0-88141-180-5. Diakses tanggal 17 August 2023.
- Bradbury, Scott (1995). "Julian's Pagan Revival and the Decline of Blood Sacrifice". Phoenix. 49 (4): 331–356. doi:10.2307/1088885. JSTOR 1088885.
- Bremmer, Jan N. (2020). "2: Priestesses, Pogroms and Persecutions: Religious Violence in Antiquity in a Diachronic Perspective". Dalam Raschle, Christian R.; Dijkstra, Jitse H. F. (ed.). Religious Violence in the Ancient World From Classical Athens to Late Antiquity. Cambridge University Press. ISBN 978-1-108-84921-0.
- Brink, Stefan (2004). "New Perspectives on the Christianization of Scandinavia and the Organization of the Early Church". Scandinavia and Europe 800-1350: Contact, Conflict, and Coexistence. ISD. hlm. 163–175. ISBN 978-2-503-51085-9.
- Brita, Antonella (2020). "Genres of Ethiopian-Eritrean Christian Literature with a Focus on Hagiography". Dalam Kelly, Samantha (ed.). A Companion to Medieval Ethiopia and Eritrea. Brill. hlm. 252–281. ISBN 978-90-04-41943-8. Diakses tanggal 18 July 2023.
- Broadhead, Edwin K. (2017). "Early Jewish Christianity". Dalam Esler, Philip F. (ed.). The Early Christian World. Vol. 1 (Edisi second). Routledge. ISBN 978-0-41-535092-1.
- Brodman, James (2009). Charity and Religion in Medieval Europe. Catholic University of America Press. ISBN 978-0-8132-1580-8.
- Brown, Alan (2007). "The intellectual debate between Christians and pagans". Dalam Casiday, A.; Norris, F. W. (ed.). The Cambridge History of Christianity. Vol. 2. Cambridge University Press. hlm. 248–278. ISBN 978-1-139-05413-3.
- Brown, Christopher (2006). "Christianity and the campaign against slavery and the slave trade". Dalam Brown, Stewart; Tackett, Timothy (ed.). The Cambridge History of Christianity. Vol. 7. Cambridge University Press. hlm. 517–535. doi:10.1017/CHOL9780521816052.028. ISBN 978-1-139-05412-6.
- Brown, P. (1964). "St. Augustine's Attitude to Religious Coercion". Journal of Roman Studies. 54 (1–2): 107–116. doi:10.2307/298656. JSTOR 298656. S2CID 162757247.
- Brown, Peter (1976). "Eastern and western Christendom in late antiquity: a parting of the way". Studies in Church History. 13: 1–24. doi:10.1017/S0424208400006574.
- Brown, Peter (1998). "Christianization and religious conflict". Dalam Cameron, Averil; Garnsey, Peter (ed.). The Cambridge Ancient History XIII: The Late Empire, A.D. 337–425. Cambridge University Press. ISBN 978-0-521-30200-5.
- Brown, Peter (2012). The rise of Western Christendom: triumph and diversity, A.D. 200–1000 (Edisi Third, revised). Malden, MA: John Wiley & Sons. ISBN 978-1-118-33884-1.
- Brown, Peter (2008). "Introduction: Christendom, c. 600". Dalam Noble, T.; Smith, J. (ed.). The Cambridge History of Christianity. Vol. 3. Cambridge University Press. hlm. 1–18. doi:10.1017/CHOL9780521817752.002. ISBN 978-0-521-81775-2.
- Brown, Raymond E. (2010) [1997]. An Introduction to the New Testament. The Anchor Yale Bible Reference Library. Yale University Press. ISBN 978-0-300-14016-3.
- Bruce, F. F. (1988). The Canon of Scripture. Intervarsity Press. ISBN 978-0-8308-1258-5.
- Bull, Marcus (2009). "Crusade and conquest". Dalam Rubin, Miri; Simons, Walter (ed.). The Cambridge History of Christianity. Vol. 4. Cambridge University Press. hlm. 340–352. doi:10.1017/CHOL9780521811064. ISBN 978-1-139-05602-1.
- Bundy, David (2007). "Early Asian and East African Christianities". Dalam Casiday, Augustine; Norris, Frederick W. (ed.). The Cambridge History of Christianity. Vol. 2. Cambridge University Press. hlm. 118–148. doi:10.1017/CHOL9780521812443. ISBN 978-1-139-05413-3.
- Burgess, Stanley M. (2006). "Introduction". Dalam Burgess, Stanley M. (ed.). Encyclopedia of Pentecostal and charismatic Christianity. Religion and Society. New York: Routledge. ISBN 978-0-415-96966-6.
- Bury, J.B. (1967). The invasion of Europe by the barbarians (Edisi reissue). W. W. Norton. ISBN 978-0-393-00388-8.
- Butler, Cuthbert (1919). Benedictine Monachism: Studies in Benedictine Life and Rule. New York: Longmans, Green & Co. hlm. 3–8.
- Cairns, Earle E. (2015). An Endless Line of Splendor: Revivals and Their Leaders from the Great Awakening to the Present. Wipf & Stock. ISBN 978-1-4982-2340-9.
- Calciu-Dumitreasa, George (May 1983). "Sermons to young people by Father George Calciu-Dumitreasa. Given at the Chapel of the Romanian Orthodox Church Seminary". Word Magazine. Antiochian Orthodox Christian Archdiocese of North America. hlm. 5–8. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 2 March 2007. Diakses tanggal 11 May 2007 – via Orthodox Research Institute.
- Caldwell, Robert W. (2017). Theologies of the American Revivalists: From Whitefield to Finney. InterVarsity Press. ISBN 978-0-8308-9178-8.
- Cameron, Averil (2006). "Constantine and the 'peace of the church'". Dalam Mitchell, M.; Young, F. (ed.). The Cambridge History of Christianity. Vol. 1. Cambridge University Press. hlm. 538–551. doi:10.1017/CHOL9780521812399.032. ISBN 978-1-139-05483-6.
- Cameron, Averil (2015). The Mediterranean world in late Antiquity: AD 395–700. Routledge. ISBN 978-1-136-67306-1.
- Cantor, Norman F. (1960). "The Crisis of Western Monasticism, 1050–1130". The American Historical Review. 66 (1): 47–67. doi:10.2307/1845706. JSTOR 1845706.
- Carocci, Sandro (2016). "Popes as Princes? The Papal States (1000–1300)". Dalam Larson, Atria; Sisson, Keith (ed.). A Companion to the Medieval Papacy: Growth of an Ideology and Institution. Brill. ISBN 978-90-04-31528-0.
- Carrington, Philip (2011). The Early Christian Church. Vol. 1, The First Christian Church (Edisi Repr.). Cambridge University Press. ISBN 978-0-521-16641-6.
- Casiday, Augustine (2007). "Sin and salvation: Experiences and reflections". Dalam Casiday, A.; Norris, F. W. (ed.). The Cambridge History of Christianity. Vol. 2. Cambridge University Press. hlm. 501–530. ISBN 978-1-139-05413-3.
- Casiday, Augustine; Norris, Frederick W. (2007). "Introduction". Dalam Casiday, Augustine; Norris, Frederick W. (ed.). The Cambridge History of Christianity. Vol. 2. Cambridge University Press. ISBN 978-1-139-05413-3.
- Caspari, Fritz (1947). "Erasmus on the social functions of Christian Humanism". Journal of the History of Ideas. 8 (1): 78–106. doi:10.2307/2707442. JSTOR 2707442.
- Casanova, José (1994). Public Religions in the Modern World. The University of Chicago Press. ISBN 978-0-226-09535-6.
- Cassidy, Edward Idris (2005). Ecumenism and Interreligious Dialogue: Unitatis Redintegratio, Nostra Aetate. Paulist Press. ISBN 978-0-8091-4338-2.
- Castelli, Elizabeth A. (2004). Martyrdom and Memory: Early Christian Culture Making. New York: Columbia University Press.
- Chadwick, Henry (1985). "The Ascetic Ideal in the History of the Church". Studies in Church History. 22: 1–23. doi:10.1017/S0424208400007841.
- Chaillot, Christine (2016). "The Dialogue between the Eastern Orthodox and Oriental Orthodox Churches". Volos. Volos Academy Publications.
- Chapman, Mark (2006). Anglicanism: A Very Short Introduction. Oxford University Press. ISBN 978-0-19-157819-9.
- Chinnici, Joseph P. (2012). "Ecumenism, Civil Rights, and the Second Vatican Council: The American Experience". U.S. Catholic Historian. 30 (3): 21–49. ISSN 0735-8318. JSTOR 23362900.
- Chopp, Rebecca S.; Regan, Ethna (2013). "Latin American Liberation Theology". Dalam Ford, David F.; Muers, Rachel (ed.). The Modern Theologians: An Introduction to Christian Theology Since 1918 (Edisi 3rd). John Wiley and Sons. hlm. 469–484. ISBN 978-1-118-83496-1.
- Christiansen, Eric (1997). The Northern Crusades. London: Penguin Books. ISBN 978-0-14-026653-5.
- Cloke, Gillian (1995). This Female Man of God: Women and Spiritual Power in the Patristic Age, 350–450 AD. London: Routledge. ISBN 978-0-415-09469-6.
- Coffey, John (December 1998). "Puritanism and Liberty Revisited: The Case for Toleration in the English Revolution". The Historical Journal. 41 (4): 961–985. doi:10.1017/S0018246X98008103. S2CID 159485109.
- Coffey, John (2014). Persecution and Toleration in Protestant England 1558–1689. Routledge. ISBN 978-1-317-88442-2.
- Cohen, Jeremy (1998). "'Slay Them Not': Augustine and the Jews in Modern Scholarship". Medieval Encounters. 4 (1). E. J. Brill: 78–92. doi:10.1163/157006798X00043. Diakses tanggal 6 July 2023.
- Collins, Roger (1998). Charlemagne. Toronto: University of Toronto Press. ISBN 978-0-8020-8218-3.
- Constable, Olivia Remie (2004). Housing the Stranger in the Mediterranean World: Lodging, Trade, and Travel in Late Antiquity and the Middle Ages. Cambridge University Press. ISBN 978-1-139-44968-7.
- Constable, Giles (1998). The Reformation of the Twelfth Century (Edisi Rev.). Cambridge University Press. ISBN 978-0-521-63871-5.
- Cooper, Michael T. (2005). "Colonialism, neo-colonialism and forgotten missiological lessons". Global Missiology. 2 (2): 1–14.
- Costambeys, Marios (2000). "Property, ideology and the territorial power of the papacy in the early Middle Ages". Early Medieval Europe. 9 (3). doi:10.1111/1468-0254.00075.
- Cowe, S. (2006). "The Armenians in the era of the crusades 1050–1350". Dalam Angold, Michael (ed.). The Cambridge History of Christianity Eastern Christianity. Vol. 5. Cambridge University Press. hlm. 404–429. doi:10.1017/CHOL9780521811132.018. ISBN 978-1-139-05408-9.
- Crislip, Andrew Todd (2005). From Monastery to Hospital: Christian Monasticism & the Transformation of Health Care in Late Antiquity. University of Michigan Press. ISBN 978-0-472-11474-0.
- Croix, G. E. M. de Sainte (2006). Whitby, Michael (ed.). Christian Persecution, Martyrdom, and Orthodoxy. Oxford University Press. ISBN 978-0-19-927812-1.
- Croke, Brian (2015). "Historiography". Dalam Johnson, Scott Fitzgerald (ed.). The Oxford Handbook of Late Antiquity (Edisi illustrated reprint). Oxford University Press. hlm. 405–436. ISBN 978-0-19-027753-6.
- Cross, Richard (2001). "A Recent Contribution on the Distinction between Monophysitism and Chalcedonianism". The Thomist: A Speculative Quarterly Review. 65 (3). Project MUSE: 361–383. doi:10.1353/tho.2001.0001.
- Cullmann, Oscar (2018). The Earliest Christian Confessions (Edisi reprint). Wipf & Stock. ISBN 978-1-5326-5336-0.
- Dawson, Christopher (2008). The Formation of Christendom (Edisi reprint). Ignatius Press. ISBN 978-1-58617-239-8.
- Deane, Jennifer Kolpacoff (2022). A History of Medieval Heresy and Inquisition. Rowman & Littlefield. ISBN 978-1-5381-5295-9.
- de Juan, Alexander; Pierskalla, Jan Henryk (2017). "The Comparative Politics of Colonialism and Its Legacies: An Introduction". Politics & Society. 45 (2 Special Issue): 159–172. doi:10.1177/0032329217704434. S2CID 54971921.
- De Jonge, H. J. (2003). "The New Testament Canon". Dalam Auwers, Jean-Marie; De Jonge, H. J. bibliques de (ed.). The Biblical Canons. Leuven University Press. hlm. 309–319. ISBN 978-2-87723-651-5. Diakses tanggal 17 August 2023.
- Deininger, Matthias (2014). Global Pentecostalism: An Inquiry into the Cultural Dimensions of Globalization. Anchor. ISBN 978-3-95489-570-0.
- Den Heijer, Alexandra (2011). Managing the University Campus: Information to Support Real Estate Decisions. Academische Uitgeverij Eburon. ISBN 978-90-5972-487-7.
- Dixon, C. Scott (2017). "Luther's Ninety-Five Theses and the Origins of the Reformation Narrative". The English Historical Review. 132 (556). Oxford University Press: 533–569. doi:10.1093/ehr/cex224.
- Dorfmann-Lazarev, Igor (2008). "Beyond empire I: Eastern Christianities from the Persian to the Turkish conquest, 604–1071". Dalam Noble, T.; Smith, J. (ed.). The Cambridge History of Christianity. Vol. 3. Cambridge University Press. hlm. 1–18. doi:10.1017/CHOL9780521817752.002. ISBN 978-0-521-81775-2.
- Dowley, Tim (2018). A Short Introduction to the History of Christianity. Fortress. ISBN 978-1-5064-4597-7.
- Doyle, Jim; Hightower, Sarah (2003). "A French Genocide:The Vendée". The Library Journal. 128 (10).
- Drake, H. A. (2007). "The church, society and political power". Dalam Casiday, Augustine; Norris, Frederick W. (ed.). The Cambridge History of Christianity. Vol. 21. Cambridge University Press. ISBN 978-1-139-05413-3.
- Dunbabin, Jean (2003). "The Council of Bourges, 1225: a Documentary History". The English Historical Review. 118 (475): 178–179. doi:10.1093/ehr/118.475.178.
- Dunn, Marilyn (2003). The Emergence of Monasticism: From the Desert Fathers to the Early Middle Ages. John Wiley & Sons. ISBN 978-1-4051-0641-2. Diakses tanggal 17 August 2023.
- Dunn, James D.G. (1994). "WHY "INCARNATION"? A Review of Recent New Testament Scholarship". Dalam Porter, Stanley E.; Joyce, Paul; Orton, David E. (ed.). Crossing the Boundaries Essays in Biblical Interpretation in Honour of Michael D. Goulder. Brill. hlm. 235–256. doi:10.1163/9789004493513_021. ISBN 978-90-04-10131-9.
- Eichbauer, M. H. (2022). "The Shaping and Reshaping of the Relationship between Church and State from Late Antiquity to the Present: A Historical Perspective through the Lens of Canon Law". Religions. 13 (5): 378. doi:10.3390/rel13050378.
- Eidintas, Alfonsas (2001). President of Lithuania: Prisoner of the Gulag: a Biography of Aleksandras Stulginskis. Genocide and Resistance Research Center of Lithuania. ISBN 978-9986-757-41-2. Diakses tanggal 17 August 2023.
- Eltis, David (1987). Economic Growth and the Ending of the Transatlantic Slave Trade. Oxford University Press. ISBN 978-0-19-536481-1.
- Emery, Gilles; Levering, Matthew (2011). "Introduction". Dalam Emery, Gilles; Levering, Matthew (ed.). The Oxford Handbook of the Trinity (Edisi illustrated, reprint). Oxford University Press. ISBN 9780199557813.
- Esler, Philip Francis (2017). "The Mediterranean Context of Early Christianity". The early Christian world. Vol. 1 (Edisi second). Routledge. ISBN 978-1-138-20007-4.
- Estep, William R. (1986). "Attempts at Reform: Wycliffe and Huss". Renaissance and Reformation. Grand Rapids, MI: Wm. B. Eerdmans. hlm. 58–77. ISBN 978-0-8028-0050-3. Diakses tanggal 11 May 2022.
- Fahlbusch, Erwin; Bromiley, Geoffrey William, ed. (2003). The Encyclopedia of Christianity. Vol. 3. Wm. B. Eerdmans. ISBN 978-90-04-12654-1.
- Ferguson, Everett (2002). "Factors leading to the Selection and Closure of the New Testament Canon". Dalam McDonald, L. M.; Sanders, J. A. (ed.). The Canon Debate (Edisi reprint). Hendrickson. ISBN 978-0-8010-4708-4.
- Ferzoco, George (2001). "The Changing face of Tradition: Monastic Education in the Middle Ages". Dalam Ferzoco, George; Muessig, Carolyn (ed.). Medieval Monastic Education. Bloomsbury. ISBN 978-1-4411-4340-2.
- Firlej, Dominik (2021–2022). "Why did Polish Kings not go on Crusade in the Levant?" (PDF). The Cupola. 16: 120–135. Diarsipkan (PDF) dari versi aslinya tanggal 26 March 2023. Diakses tanggal 5 July 2023.
- Flannery, John M. (2013). The Mission of the Portuguese Augustinians to Persia and Beyond (1602–1747). Brill. ISBN 978-90-04-24382-8. Diakses tanggal 23 February 2024.
- Folda, Jaroslav (1995). "7". Dalam Riley-Smith, Jonathan (ed.). The Oxford Illustrated History of the Crusades. Oxford University Press. ISBN 978-0-19-820435-0.
- Fonnesberg-Schmidt, Iben (2007). The popes and the Baltic crusades, 1147–1254. Brill. ISBN 978-90-04-15502-2.
- Fontaine, Darcie (2016). Decolonizing Christianity: Religion and the End of Empire in France and Algeria. Cambridge University Press. ISBN 978-1-107-11817-1.
- Ford, David F. (2013). "Introduction". Dalam Ford, David F.; Muers, Rachel (ed.). The Modern Theologians: An Introduction to Christian Theology Since 1918 (Edisi 3rd). John Wiley and Sons. ISBN 978-1-118-83496-1.
- Fousek, Jan; Kaše, Vojtěch; Mertel, Adam; Výtvarová, Eva; Chalupa, Aleš (2018). "Spatial constraints on the diffusion of religious innovations: The case of early Christianity in the Roman Empire". PLOS ONE. 13 (12): e0208744. Bibcode:2018PLoSO..1308744F. doi:10.1371/journal.pone.0208744. PMC 6306252. PMID 30586375.
- Fox, Jonathan (2013). "Religious discrimination against religious minorities in Middle Eastern Muslim states". Civil Wars. 15 (4): 454–470. doi:10.1080/13698249.2013.853413. S2CID 144353518.
- Fox, Robin Lane (1987). Pagans and Christians. New York: Alfred A. Knopf. ISBN 978-0-394-55495-2.
- Franck, Thomas M. (1997). "Is Personal Freedom a Western Value?". American Journal of International Law. 91 (4): 593–627. doi:10.2307/2998096. JSTOR 2998096. S2CID 144328175.
- Frassetto, Michael (2007). Heretic Lives: Medieval Heresy from Bogomil and the Cathars to Wyclif and Hus. London: Profile. hlm. 7–198. ISBN 978-1-86197-744-1.
- Frend, W. H. C. (2020). The Donatist Church. Wipf & Stock. ISBN 978-1-5326-9755-5.
- Gaddis, Michael (2005). There Is No Crime for Those Who Have Christ: Religious Violence in the Christian Roman Empire. Berkeley: University of California Press. ISBN 978-0-520-24104-6.
- Garcia, Cheryl Crozier (2004). "Reviewed work: The Fourth Estate: A History of Women in the Middle Ages, Shulamith Shahar, Chaya Galai". International Social Science Review. 79 (3/4): 179–80. JSTOR 41887204.
- Gardner, Jane F. (1991). Women in Roman Law & Society. Indianapolis: Indiana University Press. hlm. 67. ISBN 978-0-253-20635-0.
- Gardner, Leigh; Roy, Tirthankar (2020). Economic Colonialism: The New Empire Building of the 21st Century. Bristol University Press. ISBN 978-1-5292-0766-8.
- Garrett, William R. (1987). "Religion, Law, and the Human Condition". Sociological Analysis. 47. Oxford University Press: 1–34. doi:10.2307/3711649. JSTOR 3711649.
- Gasper, Louis (2020). The Fundamentalist Movement (Edisi Repr.). Walter de Gruyter. ISBN 978-3-11-231758-7.
- Gerberding, R.; Moran Cruz, J. H. (2004). Medieval Worlds. New York: Houghton Mifflin. ISBN 978-0-395-56087-7.
- Gerdmar, Anders (2009). Roots of Theological Anti-Semitism German Biblical Interpretation and the Jews, from Herder and Semler to Kittel and Bultmann. Brill. ISBN 978-90-04-16851-0.
- Gilley, Sheridan (2006). The Cambridge History of Christianity. Vol. 8: World Christianities c. 1815 – c. 1914. Cambridge University Press. ISBN 978-0-521-81456-0.
- Given, James Buchanan (2001). Inquisition and Medieval Society: Power, Discipline, and Resistance in Languedoc (Edisi Illustrated). Cornell University Press. ISBN 978-0-8014-8759-0.
- Gonzalez, Justo L. (2010). The Story of Christianity. Vol. 2: The Reformation to the Present Day. HarperCollins. ISBN 978-0-06-185589-4. Diakses tanggal 7 July 2023.
- Goodenough, Erwin R. (1962). "Catacomb Art". Journal of Biblical Literature. 81 (2): 113–142. doi:10.2307/3264749. JSTOR 3264749.
- Goodman, Martin (2007). "Identity and Authority in Ancient Judaism". Judaism in the Roman World: Collected Essays. Brill. ISBN 978-90-04-15309-7.
- Gordon, Bruce (2022). "Late Medieval Christianity". Dalam Marshall, Peter (ed.). The Oxford History of the Reformation. Oxford University Press. ISBN 978-0-19-289526-4.
- Grabar, André (2023). Christian Iconography. Princeton University Press. ISBN 978-0-691-25209-4.
- Green, Bernard (2010). Christianity in Ancient Rome: The First Three Centuries. London: A&C Black. ISBN 978-0-567-03250-8.
- Gritsch, Eric W. (2010). A History of Lutheranism (Edisi second). Fortress Press. ISBN 978-0-8006-9712-9.
- Grzymała-Busse, Anna M. (2023). Sacred Foundations: The Religious and Medieval Roots of the European State (Edisi Illustrated). Princeton University Press. ISBN 978-0-691-24513-3.
- Guy, Laurie (2011). Introducing Early Christianity: A Topical Survey of Its Life, Beliefs Practices. Westmont: InterVarsity.
- Haberkern, Phillip N. (2016). Patron Saint and Prophet: Jan Hus in the Bohemian and German Reformations. Oxford University Press. ISBN 978-0-19-028074-1.
- Haight, Roger D. (2004). Christian Community in History. Vol. 1: Historical Ecclesiology. New York: Continuum. ISBN 978-0-8264-1630-8.
- Hall, John R.; Battani, Marshall; Neitz, Mary Jo (2004). Sociology On Culture. Taylor & Francis. ISBN 978-1-134-45237-8.
- Hamilton, Bernard (2003). The Christian world of the Middle Ages. Sutton. ISBN 978-0-7509-2405-4.
- Harnett, Benjamin (2017). "The Diffusion of the Codex". Classical Antiquity. 36 (2). University of California Press: 183–235. doi:10.1525/ca.2017.36.2.183. JSTOR 26362608.
- Harney, Lorcan (2017). "Christianising Pagan Worlds in Conversion-Era Ireland: Archaeological Evidence for the Origins of Irish Ecclesiastical Sites". Proceedings of the Royal Irish Academy: Archaeology, Culture, History, Literature. 117C: 103–130. doi:10.3318/priac.2017.117.07.
- Harper, Kyle (2015). "Marriage and Family". Dalam Johnson, Scott Fitzgerald (ed.). The Oxford Handbook of Late Antiquity (Edisi Repr.). Oxford University Press. hlm. 667–714. ISBN 978-0-19-027753-6.
- Harris, Harriet A. (1998). Fundamentalism and Evangelicals (Edisi Repr.). Clarendon. ISBN 978-0-19-826960-1.
- Haskins, Charles Homer (1971). Renaissance of the Twelfth Century (Edisi Rev.). Harvard University Press. ISBN 978-0-674-76075-2.
- Hastings, Ed (2000). "Law". Dalam Hastings, Adrian; Mason, Alistair; Pyper, Hugh S. (ed.). The Oxford Companion to Christian Thought. Oxford University Press. ISBN 978-0-19-860024-4.
- Heather, Peter (2007). The Fall of the Roman Empire: A New History of Rome and the Barbarians (Edisi Repr.). Oxford University Press. ISBN 978-0-19-532541-6.
- Heimert, Alan (2006). Religion and the American Mind: From the Great Awakening to the Revolution (Edisi Repr.). Wipf & Stock. ISBN 978-1-59752-614-2.
- Helvétius, Anne-Marie; Kaplan, Michel (2008). "Asceticism and its institutions". Dalam Noble, Thomas F. X.; Smith, Julia M. H. (ed.). The Cambridge History of Christianity. Vol. 3. Cambridge University Press. ISBN 978-1-139-05422-5.
- Herrin, Judith (2021). The Formation of Christendom. Princeton University Press. ISBN 978-0-691-21921-9.
- Herrin, Judith (2009). "Book Burning as purification". Dalam Rousseau, Philip; Papoutsakis, Emmanuel (ed.). Transformations of Late Antiquity: Essays for Peter Brown. Vol. 2 (Edisi Repr.). Ashgate. ISBN 978-0-7546-6553-3.
- Heß, Cordelia (2013). "A Common Enemy: Late Medieval Anticlericalism Revisited". Zeitschrift für Religionswissenschaft. 21 (1): 77–96. doi:10.1515/zfr-2013-0003.
- Higham, Nicholas John; Ryan, Martin J. (2013). The Anglo-Saxon world. New Haven, CT: Yale University Press. ISBN 978-0-300-12534-4.
- Hilkert, Mary Catherine (1995). "Feminist theology: a review of literature". Theological Studies. 56 (2): 327–341. doi:10.1177/004056399505600206. S2CID 171166197.
- Hobson, Theo (2013). Reinventing Liberal Christianity. Eerdmans. ISBN 978-0-8028-6840-4.
- Holmes, J. Derek (1981). The Papacy in the Modern World, 1914–1978. Crossroad. ISBN 978-0-8245-0047-4. Diakses tanggal 17 August 2023.
- Hopkins, Keith (1998). "Christian Number and Its Implications". Journal of Early Christian Studies. 6 (2): 185–226. doi:10.1353/earl.1998.0035. S2CID 170769034.
- Houtman, Dick; Aupers, Stef (2007). "The Spiritual Turn and the Decline of Tradition:The Spread of Post-Christian Spirituality in 14 Western Countries, 1981–2000". Journal for the Scientific Study of Religion. 46 (3): 287–434. doi:10.1111/j.1468-5906.2007.00360.x.
- Howe, Daniel Walker (2015). "Emergent Mormonism in Context". Dalam Givens, Terryl; Barlow, Philip L. (ed.). The Oxford Handbook of Mormonism (Edisi illustrated). Oxford University Press. ISBN 978-0-19-977836-2.
- Howe, John (2016). Before the Gregorian Reform: The Latin Church at the Turn of the First Millennium. Cornell University Press. ISBN 978-1-5017-0370-6.
- Humfress, Caroline (2013). "5: Laws' Empire: Roman Universalism and Legal Practice". New Frontiers: Law and Society in the Roman World. Edinburgh University Press. ISBN 978-0-7486-6817-5.
- Humfress, Caroline (2015). "7 Patristic sources". Dalam Johnston, David (ed.). The Cambridge Companion to Roman Law. Cambridge University Press. ISBN 978-0-521-89564-4.
- Hunter, Dard (1978) [1947]. Papermaking: The History and Technique of an Ancient Craft. New York: Dover. ISBN 978-0-486-23619-3.
- Hunyadi, Zsolt; Laszlovszky, József (2001). The Crusades and the Military Orders: Expanding the Frontiers of Medieval Latin Christianity. Budapest: Central European University Press. ISBN 978-963-9241-42-8.
- Inglebert, Hervé (2015). "Introduction". Dalam Johnson, Scott Fitzgerald (ed.). The Oxford Handbook of Late Antiquity (Edisi Repr.). Oxford University Press. ISBN 978-0-19-027753-6.
- Iricinschi, Eduard; Zellentin, Holger M. (2008). "Making selves and Marking others: identity and Late Antique Heresiologies". Heresy and identity in late antiquity. Mohr Siebeck. hlm. 1–27. ISBN 978-3-16-149122-1.
- Isichei, Elizabeth (1995). A history of Christianity in Africa: From antiquity to the present. Wm. B. Eerdmans. ISBN 978-0-8028-0843-1.
- Ivanič, Peter (2016). "The origins of Christianity in the territory of Czech and Slovak republics within the contexts of written sources". European Journal of Science and Theology. 12 (6): 123–130. Diakses tanggal 9 June 2023.
- Jacob, Margaret (2006). "The Enlightenment critique of Christianity". Dalam S. J. Brown; T. Tackett (ed.). The Cambridge History of Christianity. Vol. 7: Enlightenment, Reawakening and Revolution 1660–1815. Cambridge University Press. hlm. 265–282. ISBN 978-0-521-81605-2.
- Jenkins, Philip (2011). "The Rise of the New Christianity". The Next Christendom: The Coming of Global Christianity. Oxford University Press. hlm. 101–133. ISBN 978-0-19-976746-5. Diakses tanggal 16 February 2022.
- Jenkins, Philip (2008). The Lost History of Christianity: The Thousand-Year Golden Age of the Church in the Middle East, Africa, and Asia — and How It Died. HarperCollins. hlm. 14–15.
- Jestice, Phyllis G. (1997). Wayward Monks and the Religious Revolution of the Eleventh Century. Brill. ISBN 978-90-04-10722-9.
- Jones, Charles Edwin (1974). Perfectionist Persuasion: The Holiness Movement and American Methodism, 1867-1936. Scarecrow Press. ISBN 978-1-4616-7039-1.
- Jones, David Ceri; White, Eryn Mant (2012). The Elect Methodists: Calvinistic Methodism in England and Wales, 1735–1811. University of Wales Press. ISBN 978-0-7083-2502-5.
- Judge, E. A. (2010). Nobbs, Alanna (ed.). Jerusalem and Athens: Cultural Transformation in Late Antiquity. Tübingen: Mohr Siebeck. ISBN 978-3-16-150572-0. Diakses tanggal 4 August 2023.
- Kaldellis, Anthony (2012). Procopius of Caesarea: Tyranny, History, and Philosophy at the End of Antiquity. University of Pennsylvania Press. ISBN 978-0-8122-0241-0.
- Kamen, Henry (2014). The Spanish Inquisition: A Historical Revision (Edisi Unabridged). Yale University Press. ISBN 978-0-300-18051-0.
- Kaplan, Benjamin J. (2009). Divided by Faith Religious Conflict and the Practice of Toleration in Early Modern Europe. Harvard University Press. hlm. 191. ISBN 978-0-674-03930-8.
- Kelly, Joseph Francis (2009). The Ecumenical Councils of the Catholic Church: A History. Liturgical Press. ISBN 978-0-8146-5376-0. Diakses tanggal 17 August 2023.
- Kenworthy, Scott M. (2008). "Beyond Schism: Restoring Eastern Orthodoxy to the History of Christianity". Reviews in Religion and Theology. 15 (2): 171–178. doi:10.1111/j.1467-9418.2007.00377_1.x.
- Kienzle, Beverly Mayne (2001). Cistercians, Heresy, and Crusade in Occitania, 1145–1229: Preaching in the Lord's Vineyard. Boydell. ISBN 978-1-903153-00-0.
- Kim, Hyun Jin (2013). The Huns, Rome and the Birth of Europe. Cambridge University Press. ISBN 978-1-107-06722-6.
- Kim, Lloyd (2006). Polemic in the Book of Hebrews: Anti-Judaism, Anti-Semitism, Supersessionism?. Wipf & Stock. ISBN 978-1-4982-7636-8.
- Kirby, David P. (2000). The earliest English kings (Edisi Rev.). London: Routledge. ISBN 978-0-415-24211-0.
- Kitromilides, Paschalis (2006). "Orthodoxy and the West: Reformation to Enlightenment". Dalam Angold, Michael (ed.). The Cambridge History of Christianity. Cambridge University Press. hlm. 187–209. doi:10.1017/CHOL9780521811132.009. ISBN 978-1-139-05408-9.
- Klier, John Doyle; Lambroza, Shlomo (2004). Pogroms: Anti-Jewish Violence in Modern Russian History. Cambridge University Press. ISBN 978-0-521-52851-1. Diakses tanggal 17 August 2023.
- Klutz, Todd (2002) [2000]. "Part II: Christian Origins and Development – Paul and the Development of Gentile Christianity". Dalam Esler, Philip F. (ed.). The Early Christian World. Routledge Worlds (Edisi 1st). New York and London: Routledge. ISBN 978-1-03-219934-4.
- Kolbaba, Tia M. (2008). "Latin and Greek Christians". Dalam Noble, Thomas F. X.; Smith, Julia M. H. (ed.). The Cambridge History of Christianity. Vol. 3. Cambridge University Press. hlm. 213–229. ISBN 978-1-139-05422-5.
- Koschorke, Klaus (2025). Kim, Kirsteen; Bevans, Stephen B.; Ruokanen, Miikka (ed.). A Short History of Christianity beyond the West Asia, Africa, and Latin America, 1450–2000. Vol. 31. Brill. doi:10.1163/9789004699830. ISBN 978-90-04-69983-0.
- Köstenberger, Andreas J.; Kellum, Leonard Scott; Quarles, Charles Leland (2009). The Cradle, the Cross, and the Crown: An Introduction to the New Testament. B&H. ISBN 978-0-8054-4365-3. Diakses tanggal 17 August 2023.
- Kostick, Conor (2010). "Introduction". Dalam Kostick, Conor (ed.). The Crusades and the Near East: Cultural Histories. Routledge. ISBN 978-1-136-90247-5. Diakses tanggal 17 August 2023.
- Kraemer, Ross S. (1980). "The Conversion of Women to Ascetic Forms of Christianity". Signs. 6 (2): 298–307. doi:10.1086/493798. JSTOR 3173928. S2CID 143202380.
- Kwiatkowska, Theresa (2010). "The Light Was Retreating Before Darkness: tales of the Witchhunt and Climate change". Medievalia (42). Mexico City: Ciudad Universitaria: 30–37. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 12 July 2023. Diakses tanggal 14 July 2023.
- Lacopo, Frank P. (2016). "Medieval Europe and the Culture of Contempt in the Age of the Lateran Councils". Grand Valley Journal of History. 4 (2).
- Law, David R. (2012). The Historical-Critical Method: A Guide for the Perplexed. T&T Clark. ISBN 978-0-567-40012-3.
- LaFosse, Mona Tokarek (2017). "Women, Children and house churches". Dalam Esler, Philip F. (ed.). The Early Christian World. Vol. II (Edisi second). Routledge. ISBN 978-1-03-219935-1.
- Larson, Atria (2016). "Introduction". Dalam Larson, Atria; Sisson, Keith (ed.). A Companion to the Medieval Papacy: Growth of an Ideology and Institution. Brill. ISBN 978-90-04-31528-0.
- Law, Stephen (2011). "Evidence, Miracles, and the Existence of Jesus". Faith and Philosophy. 28 (2): 129. doi:10.5840/faithphil20112821. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 29 July 2021. Diakses tanggal 18 May 2023.
- Lazzarini, Isabella; Blanning, T. C. W., ed. (2021). The Later Middle Ages. Oxford University Press. ISBN 978-0-19-873164-1.
- Leaver, R.A. (1989). "The Lutheran Reformation". Dalam Fenlon, I. (ed.). The Renaissance. Man & Music. Palgrave Macmillan. hlm. 263–285. doi:10.1007/978-1-349-20536-3_10. ISBN 978-0-333-52652-1.
- Léglu, Catherine; Rist, Rebecca; Taylor, Claire, ed. (2013). "Historical introduction". The Cathars and the Albigensian Crusade A Sourcebook (Edisi first). Routledge. doi:10.4324/9781315798141. ISBN 978-0-415-73688-6.
- Levack, Brian P. (2013). "Introduction". Dalam Levack, Brian P. (ed.). The Oxford Handbook of Witchcraft in Early Modern Europe and Colonial America. Oxford University Press. hlm. 1–10. ISBN 978-0-19-957816-0.
- Levine, Amy-Jill (2022). "Supersessionism: Admit and Address Rather than Debate or Deny". Religions. 13 (155): 155. doi:10.3390/rel13020155.
- Lieu, Judith M. (1999). "The 'attraction of women' in/to early Judaism and Christianity: gender and the politics of conversion". Journal for the Study of the New Testament. 21 (72): 5–22. doi:10.1177/0142064X9902107202. S2CID 144475695.
- Lindberg, David C.; Numbers, Ronald L. (1986). "Introduction". Dalam Lindberg, David C.; Numbers, Ronald L. (ed.). God & Nature: Historical Essays on the Encounter Between Christianity and Science. Berkeley: University of California Press. ISBN 978-0-520-05538-4.
- Logan, F. Donald (2013). A History of the Church in the Middle Ages (Edisi illustrated). Routledge. ISBN 978-0-415-66994-8.
- Löhr, Winrich (2007). "Western Christianities". Dalam Casiday, Augustine; Norris, Frederick W. (ed.). The Cambridge History of Christianity. Vol. 2. Cambridge University. hlm. 7–51. ISBN 978-1-139-05413-3.
- Longwell, Horace Craig (1928). "The Significance of Scholasticism". The Philosophical Review. 37 (3): 210–225. doi:10.2307/2179428. JSTOR 2179428.
- Louth, Andrew (2008). "The emergence of Byzantine Orthodoxy, 600–1095". Dalam Noble, Thomas F. X.; Smith, Julia M. H. (ed.). The Cambridge History of Christianity. Vol. Early Medieval Christianities, c.600 – c.1100. ISBN 978-1-139-05422-5.
- Lyman, J. Rebecca (2007). "Heresiology: The invention of 'heresy' and 'schism'". Dalam Casiday, A.; Norris, F. W. (ed.). The Cambridge History of Christianity. Vol. 2. Cambridge University Press. ISBN 978-1-139-05413-3.
- MacCulloch, Diarmaid (2004). The Reformation: A History. Viking. ISBN 978-0-670-03296-9. Diakses tanggal 17 August 2023.
- MacCulloch, Diarmaid (2009). A History of Christianity: The First Three Thousand Years. London: Allen Lane. ISBN 978-0-7139-9869-6.
- MacDonald, Margaret Y. (1996). Early Christian Women and Pagan Opinion The power of the hysterical woman. Cambridge University Press. ISBN 978-0-521-56174-7.
- Macdonald, Stuart (2015). "The Changed (and Changing) Face of Church History". Toronto Journal of Theology. 31 (1): 29–42. doi:10.3138/tjt.30.suppl_1.29.
- McGowan, Andrew B. (2016). "Book review The Original Bishops: Office and Order in the First Christian Communities". Ecclesiology. 12 (3): 370–372. doi:10.1163/17455316-01203010.
- Maimonides, Moses (1983). משנה תורה: From the Mishneh Torah of Maimonides. Diterjemahkan oleh Russell, Helen M.; Weinberg, J. (Edisi reprint). KTAV Publishing House, Inc. ISBN 978-0-88125-034-3.
- Marcocci, Giuseppe (2013). Paiva, José Pedro (ed.). "From start to finish: the history of the Portuguese Inquisition revisited". História da Inquisição Portuguesa (1536–1821). 20. Lisboa: Esfera dos Livros. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 7 July 2020. Diakses tanggal 14 July 2023.
- Marcus, Joel (2006). "Jewish Christianity". Dalam Mitchell, Margaret M.; Young, Francis M. (ed.). The Cambridge History of Christianity. Vol. 1. Cambridge University Press. hlm. 85–102. ISBN 978-1-139-05483-6.
- Markus, Robert Austin (1990). The End of Ancient Christianity (Edisi illustrated, reprint). Cambridge: Cambridge University Press. ISBN 978-0-521-33949-0.
- Marty, Martin (2006). "The American Revolution and religion, 1765–1815". Dalam Brown, Stewart; Tackett, Timothy (ed.). The Cambridge History of Christianity. Vol. 7. Cambridge University Press. hlm. 495–516. doi:10.1017/CHOL9780521816052.027. ISBN 978-1-139-05412-6.
- Marvin, Laurence W. (2008). The Occitan War: A Military and Political History of the Albigensian Crusade, 1209–1218. Cambridge University Press. ISBN 978-1-139-47014-8.
- Masters, Ryan K.; Young, Michael P. (2022). "The Power of Religious Activism in Tocqueville's America: The Second Great Awakening and the Rise of Temperance and Abolitionism in New York State". Social Science History. 46 (3): 473–504. doi:10.1017/ssh.2022.6. S2CID 247830382.
- Mathews, Shailer (1909). "The Council at Jerusalem". The Biblical World. 33 (5). The University of Chicago Press: 337–342. doi:10.1086/474194. JSTOR 3141730.
- Mathisen, Ralph W. (2002). "The Christianization of the Late Roman Senatorial Order: Circumstances and Scholarship". International Journal of the Classical Tradition. 9issue=Fall 2 (2): 257–278. doi:10.1007/BF02898437. JSTOR 30224309.
- Matthews, Roy T.; Platt, F. DeWitt (1998). The Western Humanities. Mayfield. ISBN 978-0-87484-785-7.
- Matter, Ann E. (2008). "Orthodoxy and deviance". Dalam Noble, T.; Smith, J. (ed.). The Cambridge History of Christianity. Vol. 3. Cambridge University Press. hlm. 510–530. doi:10.1017/CHOL9780521817752.002. ISBN 978-0-521-81775-2.
- Mayer, T. F. (2014). The Roman Inquisition on the Stage of Italy, c. 1590–1640. Philadelphia: University of Pennsylvania Press. ISBN 978-0-8122-4573-8.
- Maxwell, Jaclyn (2015). "Paganism and Christianization". Dalam Johnson, Scott Fitzgerald (ed.). The Oxford Handbook of Late Antiquity (Edisi Repr.). Oxford University Press. hlm. 849–875. ISBN 978-0-19-027753-6.
- McBirnie, William Steuart (2013). The Search for the Twelve Apostles (Edisi revised). Tyndale House Publishers, Inc. ISBN 978-1-4143-8535-8.
- McGill, Scott (2015). "Latin poetry". Dalam Johnson, Scott Fitzgerald (ed.). The Oxford Handbook of Late Antiquity (Edisi Repr.). Oxford University Press. hlm. 335–360. ISBN 978-0-19-027753-6.
- McGinn, Sheila E. (2017). "Internal Renewal and Dissent in the Early Christian World". Dalam Esler, Philip F. (ed.). The Early Christian World. Vol. II (Edisi second). Routledge. ISBN 978-1-03-219935-1.
- McLeod, Hugh (2006). "Introduction". Dalam McLeod, Hugh (ed.). The Cambridge History of Christianity. Vol. 9: World Christianities c.1914-c.2000. Cambridge University Press. hlm. 1–14. doi:10.1017/CHOL9780521815000.002. ISBN 978-1-139-05485-0.
- Meeks, Wayne A. (2003). The First Urban Christians (Edisi 2nd). Yale University. ISBN 978-0-300-09861-7.
- Meyendorff, John (1979). Byzantine Theology: Historical Trends and Doctrinal Themes (Edisi Rev.). Fordham University Press. ISBN 978-0-8232-0967-5.
- Micheau, Françoise (2006). "Eastern Christianities (eleventh to fourteenth century): Copts, Melkites, Nestorians and Jacobites". Dalam Angold, Michael (ed.). The Cambridge History of Christianity. Vol. 5: Eastern Christianity. Cambridge University Press. ISBN 978-1-139-05408-9.
- Milnor, Kristina (2011). "Women in Roman Society". Dalam Peachin, Michael (ed.). The Oxford Handbook of Social Relations in the Roman World. doi:10.1093/oxfordhb/9780195188004.013.0029. ISBN 978-0-19-518800-4.
- Mintz, Steven (1995). Moralists and Modernizers: America's Pre-Civil War Reformers. Johns Hopkins University Press. ISBN 978-0-8018-5081-3.
- Moore, R. I. (2007). The Formation of a Persecuting Society (Edisi 2nd). Malden, MA: Blackwell. ISBN 978-1-4051-2964-0.
- Mout, Nicolette (2007). "Peace without concord: Religious toleration in theory and practice". Dalam Hsia, R. (ed.). The Cambridge History of Christianity. Vol. 6. Cambridge University Press. hlm. 225–243. doi:10.1017/CHOL9780521811620.014. ISBN 978-1-139-05484-3.
- Muers, Rachel (2013). "Feminism, Gender, and Theology". Dalam Ford, David F.; Muers, Rachel (ed.). The Modern Theologians: An Introduction to Christian Theology Since 1918 (Edisi 3rd). John Wiley and Sons. hlm. 431–450. ISBN 978-1-118-83496-1.
- Muir, Steven C. (2006). "10:"Look how they love one another" Early Christian and Pagan Care for the sick and other charity". Religious Rivalries in the Early Roman Empire and the Rise of Christianity. Wilfrid Laurier Univ. Press. ISBN 978-0-88920-536-9.
- Mundy, John H. (2000). Europe in the High Middle Ages 1150–1300 (Edisi 3rd). Routledge. ISBN 978-0-582-36987-0.
- Murphy, James Bernard (2014). "Religious Violence: Myth or Reality? A Symposium on William T. Cavanaugh's The Myth of Religious Violence". Political Theology. 15 (6): 479–485. doi:10.1179/1462317X14Z.00000000093. S2CID 147458599.
- Naerebout, Frits Gerard (2021). "Urban and Rural in Early Christianity: Opposition or complement?". Dalam Tiwald, Markus; Zangenberg, Jürgen (ed.). Early Christian Encounters with Town and Countryside: Essays on the Urban and Rural Worlds of Early Christianity. Vandenhoeck & Ruprecht. ISBN 978-3-647-56494-4.
- Nelson, Janet L. (2008). "Law and its applications". Dalam Noble, T.; Smith, J. (ed.). The Cambridge History of Christianity. Vol. 3. Cambridge University Press. hlm. 299–326. doi:10.1017/CHOL9780521817752.002. ISBN 978-0-521-81775-2.
- Nirenberg, David (2015). Communities of Violence: Persecution of Minorities in the Middle Ages (Edisi revised). Princeton University Press. ISBN 978-0-691-16576-9.
- Noll, Mark A. (1997). Turning Points: Decisive Moments in the History of Christianity. Baker. ISBN 978-0-8010-5778-6. Diakses tanggal 17 August 2023.
- Norton, David (2011). The King James Bible: A Short History from Tyndale to Today (Edisi illustrated, reprint). Cambridge University Press. ISBN 978-0-521-85149-7.
- Oakley, Francis (1985). The Western Church in the Later Middle Ages (Edisi revised). Cornell University Press. ISBN 978-0-8014-9347-8.
- Olson, Roger E. (1999). The Story of Christian Theology: Twenty Centuries of Tradition and Reform. Downer's Grove, IN: InterVarsity. hlm. 172. ISBN 978-0-8308-1505-0.
- Olson, Roger E.; Hall, Christopher (2002). The Trinity. Wm. B. Eerdmans Publishing. ISBN 9781467431132.
- O'Malley, John W. (1995). The First Jesuits. Harvard University Press. ISBN 978-0-674-25194-6.
- Onnekink, David (2016). War and Religion after Westphalia, 1648–1713 (Edisi Repr.). Routledge. ISBN 978-1-317-00052-5.
- Opoensky, Milan (2004). "Theology between Yesterday and Tomorrow". Occasional Papers on Religion in Eastern Europe. 24 (1) 2.
- Packer, J. I. (1966). "Calvin the Theologian". Dalam Duffield, G. E. (ed.). John Calvin: A Collection of Essays. Eerdmans.
- Patterson, Annabel (1997). Early modern liberalism (Edisi Illustrated). Cambridge University Press. ISBN 978-0-521-59260-4.
- Pennington, Kenneth (2011). "Feudal Oath of Fidelity and Homage". Dalam Pennington, Kenneth; Eichbauer, Melodie Harris (ed.). Law as Profession and Practice in Medieval Europe. Routledge. ISBN 978-1-315-59155-1.
- Pennington, K. (2007). "The growth of church law". Dalam Casiday, Augustine; Norris, Frederick W (ed.). The Cambridge History of Christianity. Vol. 2. Cambridge University Press. hlm. 386–402. ISBN 978-1-107-42363-3.
- Peters, Edward, ed. (1980). Heresy and Authority in Medieval Europe. Pittsburgh: University of Pennsylvania Press. ISBN 978-0-8122-1103-0.
- Phipps, W. E. (1988). "The origin of hospices/hospitals". Death Studies. 12 (2): 91–99. doi:10.1080/07481188808252226. PMID 10302347.
- Pintarić, Damir (16 November 2014). "Ecumenism – yes and/or no?". Kairos: Evangelical Journal of Theology. 8 (2): 175–186. ISSN 1846-4599. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 6 August 2023. Diakses tanggal 6 August 2023.
- Pipes, Richard (1995). Russia Under the Bolshevik Regime. Knopf Doubleday. ISBN 978-0-679-76184-6. Diakses tanggal 17 August 2023.
- Pomeroy, Sarah (1995). "Women in the Bronze Age and Homeric Epic". Goddesses, Whores, Wives, and Slaves: Women in Classical Antiquity. New York: Schocken. ISBN 978-0-8052-1030-9.
- Poppe, Andrzej (1991). "Christianity and Ideological change in Kievan Rus': The First Hundred Years". Canadian-American Slavic Studies. 25 (1–4): 3–26. doi:10.1163/221023991X00038.
- Porter, Stanley E. (2011). "Early Apocryphal Non-Gospel Literature and the New Testament Text" (PDF). Journal of Greco-Roman Christianity and Judaism. 8: 192–198. Diarsipkan (PDF) dari versi aslinya tanggal 9 October 2022. Diakses tanggal 5 August 2023.
- Praet, Danny (1992). "Explaining the Christianization of the Roman Empire. Older theories and recent developments". Sacris Erudiri. Jaarboek voor Godsdienstgeschiedenis. A Journal on the Inheritance of Early and Medieval Christianity. 23: 5–119.
- Prideaux, Brian (1986). "Anglicans and Lutherans: the wider ecumenical context". Consensus. 12 (1).
- Radić, Radmilla (2010). "11:Serbian Christianity". Dalam Parry, Ken (ed.). The Blackwell Companion to Eastern Christianity. Wiley. ISBN 978-1-4443-3361-9.
- Rahner, Hugo (2013). Church and State in Early Christianity. Ignatius. ISBN 978-1-68149-099-1.
- Rankin, David (2017). "Arianism". Dalam Esler, Philip F. (ed.). The Early Christian World. Vol. II (Edisi second). Routledge. ISBN 978-1-03-219935-1.
- Rapp, Stephen H. Jr. (2007). "Chapter 7 – Georgian Christianity". Dalam Parry, Ken (ed.). The Blackwell Companion to Eastern Christianity. John Wiley & Sons. ISBN 978-1-4443-3361-9.
- Rawlings, Helen (2006). The Spanish Inquisition. Malden, MA: Blackwell. ISBN 978-0-631-20599-9.
- Reed, Richard Clark (1905). History of the Presbyterian churches of the world: adapted for use in the classroom. Westminster Press.
- Resnick, Irven M. (2012). Marks of Distinctions: Christian Perceptions of Jews in the High Middle Ages. The Catholic University of America Press. ISBN 978-0-8132-1969-1.
- Rives, J. B. (1999). "The Decree of Decius and the Religion of Empire". The Journal of Roman Studies. 89: 135–154. doi:10.2307/300738. JSTOR 300738. S2CID 159942854.
- Robert, Dana L. (2009). Christian Mission: How Christianity Became a World Religion (Edisi Illustrated). John Wiley & Sons. ISBN 978-0-631-23619-1.
- Robinson, W. Stitt (May 1952). "Indian Education and Missions in Colonial Virginia". The Journal of Southern History. 18 (2): 152–168. doi:10.2307/2954270. JSTOR 2954270.
- Rose, E. M. (2015). The Murder of William of Norwich: The Origins of the Blood Libel in Medieval Europe. Oxford University Press. ISBN 978-0-19-021962-8.
- Rosenthal, Judah M. (1956). "The Talmud on Trial: The Disputation at Paris in the Year 1240". The Jewish Quarterly Review. 47 (1): 58–76. doi:10.2307/1453186. JSTOR 1453186.
- Rosenwein, Barbara H. (2014). A Short History of the Middle Ages. Vol. 1 (Edisi Fourth). University of Toronto Press. ISBN 978-1-4426-0611-1.
- Rossino, Alexander B. (2003). Hitler Strikes Poland: Blitzkrieg, Ideology, and Atrocity (Edisi Rev.). University Press of Kansas. ISBN 978-0-7006-1392-2.
- Rousseau, Philip (2017). "Inheriting the fifth century: Who bequeathed what?". Dalam Allen, Pauline; Jeffreys, Elizabeth (ed.). The Sixth Century: End or Beginning?. Brill. ISBN 978-1-86420-074-4.
- Rubin, Miri; Simons, Walter (2009). "Introduction". Dalam Rubin, Miri; Simons, Walter (ed.). The Cambridge History of Christianity. Cambridge University Press. ISBN 978-1-139-05602-1.
- Rummel, Eric O. (2006). "The Albigensian Crusade: A Historiographical Essay" (PDF)". Perspectives on History. XXI: 45–57.
- Runciman, W. G. (2004). "The Diffusion of Christianity in the Third Century AD as a Case-Study in the Theory of Cultural Selection". European Journal of Sociology. 45 (1): 3–21. doi:10.1017/S0003975604001365. S2CID 146353096.
- Sabo, Theodore (2018). From Monophysitism to Nestorianism: AD 431–681. Cambridge Scholars Publishing. ISBN 978-1-5275-0959-7.Templat:Bsn
- Sághy, Marianne; Schoolman, Edward M. (2017). Pagans and Christians in the Late Roman Empire: New Evidence, New Approaches (4th–8th centuries). Central European University Press. ISBN 978-963-386-256-8.
- Salzman, Michele Renee (1993). "The Evidence for the Conversion of the Roman Empire to Christianity in Book 16 of the 'Theodosian Code". Historia: Zeitschrift für Alte Geschichte. 42 (3). Franz Steiner Verlag: 362–378. JSTOR 4436297.
- Salzman, Michelle Renee (2021). The Falls of Rome: Crises, Resilience, and Resurgence in Late Antiquity. Cambridge University Press. ISBN 978-1-107-11142-4.
- Sanmark, Alexandra (2004). Power and Conversion. A Comparative Study of Christianization in Scandinavia. The University of Uppsala. ISBN 978-91-506-1739-9.
- Sanneh, Lamin O. (2007). Disciples of all nations: Pillars of world Christianity. Oxford University Press. ISBN 978-0-19-804084-2.
- Sanneh, Lamin O. (2016). "Bible Translation, Culture, and Religion". Dalam Sanneh, Lamin; McClymond, Michael (ed.). The Wiley Blackwell Companion to World Christianity. John Wiley & Sons. hlm. 263–281. ISBN 978-1-118-55604-7.
- Saunders, Robert (2019). "A Great and Holy War: Religious Routes to Women's Suffrage, 1909–1914". The English Historical Review. 134 (571): 1471–1502. doi:10.1093/ehr/cez360.
- Schacter, Jacob J. (2011). Carlebach, Elisheva; Schacter, Jacob J. (ed.). New Perspectives on Jewish-Christian Relations: In Honor of David Berger. Netherlands: Brill. ISBN 978-9-00422-118-5.
- Schäferdiek, Knut (2007). "Germanic and Celtic Christianities". Dalam Casiday, Augustine; Norris, Frederick W. (ed.). The Cambridge History of Christianity. Cambridge University Press. hlm. 52–69. doi:10.1017/CHOL9780521812443. ISBN 978-1-139-05413-3.
- Schaff, Philip (2011). History of the Christian Church. Vol. IV: Mediaeval Christianity. A.D. 590–1073. CCEL. hlm. 161–162. ISBN 978-1-936392-06-3.
- Schaltegger, Christoph A.; Torgler, Benno (1 May 2010). "Work ethic, Protestantism, and human capital" (PDF). Economics Letters. 107 (2): 99–101. doi:10.1016/j.econlet.2009.12.037. Diarsipkan (PDF) dari versi aslinya tanggal 22 May 2023.
- Schwartz, Seth (9 February 2009). Imperialism and Jewish Society: 200 B.C.E. to 640 C.E. Princeton University Press. ISBN 978-1-4008-2485-4. Diakses tanggal 27 December 2020.
- Seagrave, S. Adam (2009). "Cicero, Aquinas, and Contemporary Issues in Natural Law Theory". The Review of Metaphysics. 62 (3): 491–523. JSTOR 40387823.
- Shatzmiller, Joseph (1974). "Review of 'Medieval Jewry in Northern France: A Political and Social History', by Robert Chazan". Jewish Social Studies (Book review). 36 (3): 339. Diakses tanggal 4 June 2020.
- Segovia, Fernando F.; Moore, Stephen D. (2007). "Introduction". Dalam Segovia, Fernando F.; Moore, Stephen D. (ed.). Postcolonial Biblical Criticism: Interdisciplinary Intersections (Edisi Rev.). A&C Black. ISBN 978-0-567-04530-0.
- Shaw, Teresa M. (2017). "Sex and Sexual Renunciation I". Dalam Esler, Philip F. (ed.). The Early Christian World. Vol. 1 (Edisi second). Routledge. ISBN 978-1-03-219935-1.
- Shelton, W. Brian (2018). Quest for the Historical Apostles: Tracing Their Lives and Legacies. Baker Publishing Group. ISBN 978-1-4934-1319-5.
- Shepard, J. (2006). "The Byzantine Commonwealth 1000–1550". Dalam Angold, Michael (ed.). The Cambridge History of Christianity. Vol. 5: Eastern Christianity. Cambridge University Press. hlm. 1–52. doi:10.1017/CHOL9780521811132.002. ISBN 978-1-139-05408-9.
- Shlikhta, Natalia (September 2004). "'Greek Catholic'–'Orthodox'–'Soviet': a symbiosis or a conflict of identitites?" (PDF). Religion, State and Society. 32 (3): 261–273. doi:10.1080/0963749042000252214. S2CID 144374454. Diarsipkan (PDF) dari versi aslinya tanggal 6 August 2023. Diakses tanggal 6 August 2023.
- Skocpol, Theda; Trimberger, Ellen Kay (1977). "Revolutions and the world-historical development of capitalism". Berkeley Journal of Sociology. 22: 101–113. JSTOR 41035248.
- Siker, Jeffrey S. (2017). "The Second and Third centuries". Dalam Esler, Philip F. (ed.). The Early Christian World. Vol. 1 (Edisi second). Routledge. ISBN 978-1-03-219935-1.
- Smith, John Howard (2014). The First Great Awakening: Redefining Religion in British America, 1725–1775 (Edisi reprint). Rowman & Littlefield. ISBN 978-1-61147-715-3.
- Southern, Patricia (2015). The Roman Empire from Severus to Constantine (Edisi 2nd). Routledge. ISBN 978-1-317-49694-6.
- Spater, Jeremy; Tranvik, Isak (1 November 2019). "The Protestant Ethic Reexamined: Calvinism and Industrialization". Comparative Political Studies. 52 (13–14): 1963–1994. doi:10.1177/0010414019830721. ISSN 0010-4140. S2CID 204438351.
- Štefan, Ivo (2022). "6". Dalam Curta, Florin (ed.). The Routledge Handbook of East, Central and Eastern Europe in the Middle Ages, 500–1300. Routledge. hlm. 101–120. ISBN 978-0-367-22655-8.
- Stephenson, David (2009). Heavenly Vaults: From Romanesque to Gothic in European Architecture (Edisi illustrated). Princeton Architectural Press. ISBN 978-1-56898-840-5.
- Stewart, Alistair C. (2014). The Original Bishops: Office and Order in the First Christian Communities. Baker Academic. ISBN 978-1-4412-4570-0.
- Stewart, Colomba (2017). "Monasticism". Dalam Esler, Philip F. (ed.). The Early Christian World. Vol. 1 (Edisi second). Routledge. ISBN 978-1-03-219935-1.
- Stroumsa, Guy G. (2007). "Religious dynamics between Christians and Jews in late antiquity (312–640)". Dalam Casiday, A.; Norris, F. W. (ed.). Cambridge History of Christianity. Vol. 2. Cambridge University Press. ISBN 978-1-139-05413-3.
- Strout, Shawn (2016). "Jesus' Table Fellowship, Baptism, and the Eucharist". Anglican Theological Review. 98 (3). Sage: 479–494. doi:10.1177/000332861609800303.
- Swanson, Robert (2021). "Medieval Anticlericalism: Terms and Conditions". History of Religions. 61 (1). The University of Chicago Press: 1–135. doi:10.1086/714917. S2CID 237618411.
- Táíwò, Olúfémi (2010). How Colonialism Preempted Modernity in Africa. Bloomington: University of Indiana Press. ISBN 978-0-253-35374-0.
- Tapie, Matthew (2017). "Christ, Torah, and the Faithfulness of God: The Concept of Supersessionism in "The Gifts and the Calling"". Studies in Christian-Jewish Relations. 12 (1). doi:10.6017/scjr.v12i1.9802.
- Tarver, Micheal; Slape, Emily (2016). "Christianos Nuevos". Dalam Tarver, Micheal; Slape, Emily (ed.). The Spanish Empire: A Historical Encyclopedia. Vol. 1. Santa Barbara, California: ABC-Clio. hlm. 210–212. ISBN 978-1-4408-4570-3. Diakses tanggal 11 July 2023.
- Taylor, Molly E. (2021). "Eschatology and Exile: The Crisis of the Fourteenth Century". Bishop Street: Student Journal of Theological Studies. 109.
- Testa, Judith Anne (1998). "10, The Christian Catacombs". Rome is Love Spelled Backward (Roma Amor): Enjoying Art and Architecture in the Eternal City. Northern Illinois University Press. ISBN 978-0-87580-576-4.
- Thomas, Charles (1997). "Evidence for Christianity in Roman Britain. The Small Finds. By CF Mawer. BAR British Series 243. Tempus Reparatum, Oxford, 1995. Pp. vi+ 178, illus. ISBN 0-86054-789-2". Britannia (Book review). 28: 506–507. doi:10.2307/526801. JSTOR 526801. S2CID 191997942.
- Thompson, Glen L. (28 June 2012). "Constantius II and the first removal of the Altar of Victory". Dalam Aubert, Jean-Jacques; Várhelyi, Zsuzsanna (ed.). A Tall Order. Writing the Social History of the Ancient World: Essays in honor of William V. Harris (Edisi illustrated). Walter de Gruyter. ISBN 978-3-11-093141-9.
- Thompson, James Westfall (2016). "The Papacy and the War of investiture". History of the Middle Ages 300–1500. Taylor & Francis. ISBN 978-1-317-21700-8.
- Tilley, Maureen (2006). "North Africa". Dalam Mitchell, M.; Young, F. (ed.). The Cambridge History of Christianity. Vol. 1. Cambridge University Press. hlm. 380–396. doi:10.1017/CHOL9780521812399.021.
- Tolan, John (2016). "Constructing Christendom". The Making of Europe: Essays in Honour of Robert Bartlett. Brill. hlm. 277–298. doi:10.1163/9789004311367_015. ISBN 978-90-04-31136-7.
- Tov, Emanuel (2014). "The Myth of the Stabilization of the Text of Hebrew Scripture". Dalam Martín-Contreras, Elvira; Miralles Maciá, Lorena (ed.). The Text of the Hebrew Bible: From the Rabbis to the Masoretes. Journal of Ancient Judaism: Supplements. Vol. 103. Göttingen: Vandenhoeck & Ruprecht. hlm. 37–46. doi:10.13109/9783666550645.37. ISBN 978-3-525-55064-9.
- Towns, Elmer L.; Whaley, Vernon M. (2012). Worship Through the Ages: How the Great Awakenings Shape Evangelical Worship (Edisi illustrated). B&H Publishing Group. ISBN 978-1-4336-7257-6.
- Trebilco, Paul Raymond (2017). Outsider Designations and Boundary Construction in the New Testament: Early Christian Communities and the Formation of Group Identity. Cambridge University Press. ISBN 978-1-108-31132-8.
- Trombley, Frank (2006). "Overview: the geographical spread of Christianity". Dalam Mitchell, Margaret M.; Young, Francis M. (ed.). The Cambridge History of Christianity. Vol. 1. Cambridge University Press. hlm. 302–313. doi:10.1017/CHOL9780521812443. ISBN 978-1-139-05413-3.
- Truran, Margaret (2000). "Benedictine Thought". Dalam Hastings, Adrian; Mason, Alistair; Pyper, Hugh S. (ed.). The Oxford Companion to Christian Thought. Oxford University Press. ISBN 978-0-19-860024-4.
- Tulloch, Janet (2004). "Art and Archaeology as an Historical Resource for the Study of Women in Early Christianity: An Approach for Analyzing Visual Data". Feminist Theology. 12 (3): 277–304. doi:10.1177/096673500401200303. S2CID 145361724.
- Tyerman, Christopher (1992). "Who went on Crusades to the Holy Land?". Dalam Ḳedar, Benjamin Z. (ed.). The Horns of Hattin Proceedings of the 2nd Conference of the Society for the Study of the Crusades and the Latin East, Jerusalem and Haifa, 2–6 July, 1987. University of Michigan. hlm. 13–26.
- Ullmann, Walter (2005). A Short History of the Papacy in the Middle Ages (Edisi 2nd). New York: Routledge. ISBN 978-0-203-34952-6.
- Ullmann, Walter (1965). "The Papacy as an Institution of Government in the Middle Ages". Studies in Church History. 2 (2): 78–101. doi:10.1017/S0424208400005131.
- Ullmann, Walter (1972). The Growth of Papal Government in the Middle Ages (Edisi first). Routledge. doi:10.4324/9780203707524. ISBN 978-0-203-34952-6.
- Uthemann, Karl Heinz (2007). "History of Christology to the seventh century". Dalam Casiday, A.; Norris, F. W. (ed.). The Cambridge History of Christianity. Vol. 2. Cambridge University Press. hlm. 460–500. ISBN 978-1-139-05413-3.
- Van Engen, John (1986). "The Christian Middle Ages as an Historiographical Problem". The American Historical Review. 91 (3): 519–552. doi:10.2307/1869130. JSTOR 1869130.
- Vaughn, Sally N. (1980). "St Anselm and the English investiture controversy reconsidered". Journal of Medieval History. 6 (1): 61–86. doi:10.1016/0304-4181(80)90028-7.
- Verger, Jacques (1995). "The Universities and Scholasticism". Dalam McKitterick, Rosamond; Abulafia, David (ed.). The New Cambridge Medieval History. Vol. 5, c.1198 – c.1300. Cambridge University Press. hlm. 256–276. ISBN 978-0-521-36289-4. Diakses tanggal 31 March 2022.
- Walters, Philip (10 November 2005). "A survey of Soviet religious policy". Dalam Ramet, Sabrina (ed.). Religious Policy in the Soviet Union. Cambridge University Press. hlm. 3–30. ISBN 978-0-521-41643-6.
- Ward, W. (2006). "Evangelical awakenings in the North Atlantic world". Dalam Brown, Stewart; Tackett, Timothy (ed.). The Cambridge History of Christianity. Vol. 7. Cambridge University Press. hlm. 329–347. doi:10.1017/CHOL9780521816052.019. ISBN 978-1-139-05412-6.
- Ware, Steven (1999). "Restoring the New Testament Church: Varieties of Restorationism in the Radical Holiness Movement of the Late Nineteenth and Early Twentieth Centuries". Pneuma. 21. Brill: 233–250. doi:10.1163/157007499X00161.
- Ware, Timothy (1993). The Orthodox Church: An Introduction to Eastern Christianity (Edisi New). Penguin. ISBN 978-0-141-92500-4.
- Weber, Max; Kalberg, Stephen (2012) [1905]. The Protestant Ethic and the Spirit of Capitalism. Routledge. ISBN 978-1-57958-338-5.
- Weitzmann, Kurt (1979). Weitzmann, Kurt (ed.). Age of Spirituality: Late Antique and Early Christian Art, Third to Seventh Century (Edisi Illustrated). Metropolitan Museum of Art. ISBN 978-0-87099-179-0.
- Weitzmann, Kurt (1966). "Various Aspects of Byzantine Influence on the Latin Countries from the Sixth to the Twelfth Century". Dumbarton Oaks Papers. 20: 1–24. doi:10.2307/1291240. JSTOR 1291240.
- Welch, John W.; Pulham, Kathryn Worlton (2000). "Reviewed work: The Rise of Christianity: How the Obscure, Marginal Jesus Movement Became the Dominant Religious Force in the Western World in a Few Centuries, RODNEY STARK". Brigham Young University Studies. 39 (3): 197–204. JSTOR 43044187.
- Westcott, Brooke Foss (2005). A General Survey of the History of the Canon of the New Testament. Wipf and Stock Publishers. ISBN 978-1-72521-423-1.
- Whalen, Brett Edward (2015). "The Papacy". Dalam Swanson, R. N. (ed.). The Routledge History of Medieval Christianity: 1050–1500 (Edisi Illustrated). Routledge. ISBN 978-0-415-66014-3.
- White, L. Michael (2017). "Early Christian Architecture the first five centuries". Dalam Esler, Philip F. (ed.). The Early Christian World. Vol. II (Edisi second). Routledge. ISBN 978-1-03-219935-1.
- Wilken, Robert Louis (2013). The First Thousand Years: A Global History of Christianity. New Haven, CT: Yale University Press. ISBN 978-0-300-11884-1. JSTOR j.ctt32bd7m.5. S2CID 160590164. Diakses tanggal 8 May 2021.
- Williams, George Huntston (1995). The Radical Reformation (Edisi 3rd). Penn State Press. ISBN 978-0-271-09134-1.
- Williams, Rowan (1987). "Judith Herrin, The Formation of Christendom". New Left Review. 170 (122).
- Wogaman, J. Philip (2011). Christian Ethics A Historical Introduction. Westminster John Knox. ISBN 978-0-664-23409-6.
- Wood, Cindy (2016). Studying Late Medieval History A Thematic Approach. Taylor & Francis. ISBN 978-1-317-21120-4.
- Woods, Thomas Jr.; Canizares, Antonio (2012). How the Catholic Church Built Western Civilization. Regnery. ISBN 978-1-59698-328-1.
- Wylen, Stephen M. (1995). The Jews in the Time of Jesus: An Introduction. Paulist Press. ISBN 978-0-8091-3610-0.
- Young, Frances M. (2006). "Prelude: Jesus Christ, foundation of Christianity". Dalam Mitchell, M.; Young, F. (ed.). The Cambridge History of Christianity. Vol. 1. Cambridge University Press. hlm. 1–34. doi:10.1017/CHOL9780521812399.002. ISBN 978-1-139-05483-6.
- Zachariadou, Elizabeth (2006). "The Great Church in captivity 1453–1586". Dalam Angold, Michael (ed.). The Cambridge History of Christianity. Vol. 5. Cambridge University Press. hlm. 169–186. doi:10.1017/CHOL9780521811132.009. ISBN 978-1-139-05408-9.
- Zagorin, Perez (2003). How the Idea of Religious Toleration Came to the West (Edisi Repr.). Princeton University Press. ISBN 978-0-691-09270-6.
- Zurlo, Gina A. (2020). "A Demographic Profile of Christianity in East and Southeast Asia". Dalam Ross, Kenneth R.; Alvarez, Francis D.; Johnson, Todd M. (ed.). Christianity in East and Southeast Asia (Edisi Illustrated). Edinburgh University Press. ISBN 978-1-4744-5162-8.
Ensiklopedia & situs web
sunting- "Why the Chinese government is targeting young Christians in its latest crackdown". America magazine. 14 May 2018. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 20 July 2021. Diakses tanggal 17 October 2023.
- Fahmy, Dalia (2022). "How U.S. religious composition has changed in recent decades". Modeling the Future of America in American Religion. Pew. Diakses tanggal 27 May 2024.
- Hackett, Conrad; McClendon, David (5 April 2017). "Christians remain world's largest religious group, but they are declining in Europe". Pew Research Center. Diakses tanggal 12 September 2024.
- Haider, Huma (16 February 2017). "The Persecution of Christians in the Middle East" (PDF). K4D. Publishing Service U.K. Government. Diakses tanggal 26 February 2025.
- Halsall, Paul (2021) [1996]. "Medieval Sourcebook: Iconoclastic Council, 754 – Epitome of the definition of the iconoclastic Conciliabulum, held in Constantinople, A.D. 754". Internet History Sourcebooks Project. New York: Fordham University Center for Medieval Studies at the Fordham University. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 21 March 2022. Diakses tanggal 11 April 2022.
- Hebron, M. (2022). "Patronage in the Renaissance". Dalam Sgarbi, M. (ed.). Encyclopedia of Renaissance Philosophy. Springer. hlm. 2446–2449. doi:10.1007/978-3-319-14169-5_1150. ISBN 978-3-319-14168-8.
- Hudson, Miles (22 May 2023). "Fall of Constantinople". Encyclopædia Britannica. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 25 June 2023. Diakses tanggal 3 August 2023.
- "Key Findings From the Global Religious Futures Project". Pew Research Center. PEW. 2017. Diakses tanggal 17 April 2025.
- MacCulloch (2010). A History of Christianity (Television production). BBC Four. Diakses tanggal 7 April 2022.
- Monter, William (2023). "Witch Trials, Europe". Encyclopedia of Sex and Gender: Culture Society History. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 14 July 2023. Diakses tanggal 14 July 2023 – via Encyclopedia.com.
- Neusner, J. (1972). "Judaism in a time of crisis: Four responses to the destruction of the second temple". ProQuest 1304353371. Diakses tanggal 11 November 2024.
- Noll, Mark (2009). "Science, Religion, and A.D. White: Seeking Peace in the "Warfare Between Science and Theology"" (PDF). The Biologos Foundation. Diarsipkan dari asli (PDF) tanggal 22 March 2015. Diakses tanggal 14 January 2015.
- Nowell, Charles E.; Magdoff, Harry; Webster, Richard A. (13 November 2022). "Western colonialism". Encyclopædia Britannica. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 20 November 2018. Diakses tanggal 15 January 2023.
- "1. Orthodox Christianity's geographic center remains in Central and Eastern Europe". Pew Research Center. PEW. 2017. Diakses tanggal 26 February 2025.
- Parker, N. Geoffrey (2023). "The emergence of modern Europe, 1500–1648". The Wars of Religion. Encyclopædia Britannica. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 18 July 2023. Diakses tanggal 17 July 2023.
- Johnson, Todd M.; Grim, Brian J., ed. (2020). "All Religions (global totals)". World Religion Database. Leiden, Boston: BRILL, Boston University.
- "Religion in Africa 2022". Find Easy population & more. October 26, 2022. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 26 March 2023. Diakses tanggal 4 February 2023.
- "The Mission Film Guide". The University of Scranton a Jesuit University. Scranton, Pennsylvania: The University of Scranton. 2015. Diakses tanggal 8 March 2025.
- Smith, Gregory A.; Cooperman, Alan; Alper, Becka A. (2025). "Decline of Christianity in the U.S. Has Slowed, May Have Leveled Off". Pew Research Center. Diakses tanggal 22 April 2025.
- Sullivan, Patricia (26 November 2006). "Anti-Communist Priest Gheorghe Calciu-Dumitreasa". The Washington Post. hlm. C09. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 3 February 2020. Diakses tanggal 29 August 2017.
- "Understanding the rapid rise of Charismatic Christianity in Southeast Asia". cmp.smu.edu.sg. Singapore Management University. 27 October 2017. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 29 January 2021. Diakses tanggal 10 December 2023.
- "The German churches and the Nazi state". Holocaust Encyclopedia. United States Holocaust Memorial Museum. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 29 July 2018. Diakses tanggal 24 July 2023.
- Valkenburgh, Sarah (1994). "A Dramatic Revival: The first great awakening in Connecticut" (PDF). schoolinfosystem.org. The Concord Review. Diarsipkan (PDF) dari versi aslinya tanggal 19 July 2023. Diakses tanggal 19 July 2023.
- Yoo, Wonji (2019). "The making of god's subject: Christian conversion and urban youth in china". ProQuest. University of Pittsburgh. ProQuest 2279903082. Diakses tanggal 1 November 2024.
recent Chinese converts in Beijing seem to be mainly young people. In her study on churches in Beijing, Gao Shining (2005) points out that Christians under 35 accounted for 39% of Beijing's Christian population until 1990s, but the number increased by 70% in 2000s. Moreover, a survey of college students at Renmin University of China in Beijing shows that 61.5% of respondents were interested in Christianity (Goossaert and Palmer 2011). See – Page 27 Footnote 7
Pranala luar
sunting
Tautan-tautan berikut ini menyajikan gambaran umum sejarah Kekristenan:
|
Wikimedia Commons memiliki media mengenai History of Christianity. Tautan-tautan berikut ini menyajikan data kuantitatif yang berkaitan dengan Kekristenan maupun agama-agama besar lainnya, termasuk tingkat ketaatan beragama pada berbagai titik waktu:
|