Rusli Amran (lahir di Padang, Sumatera Barat, Indonesia, 14 September 1922 - meninggal pada tahun 1996 dalam usia 74 tahun[1]) adalah wartawan, diplomat, dan sejarawan Indonesia. Ia juga merupakan pendiri sekaligus pemimpin Harian Berita Indonesia, surat kabar pertama setelah Indonesia merdeka.

Rusli Amran bersama cucunya, Rulianna

Setelah pensiun dari pekerjaannya sebagai diplomat pada tahun 1972, ia mulai banyak melakukan penelitian dan menulis buku-buku tentang sejarah Sumatera Barat. Sementara istrinya mendirikan Yayasan Rusli Amran di Jakarta sebagai tempat belajar dan pusat dokumentasi koleksi dan arsip Rusli Amran.

Kehidupan sunting

Rusli Amran lahir pada tahun 1922. Ia yang dibesarkan di Padang sempat mengenyam berbagai sistem pendidikan mulai dari Belanda, Jepang, dan Indonesia. Setelah menamatkan pendidikan Sastra Barat di Algemeene Middelbare School Yogyakarta sebelum Perang Dunia II, ia kemudian belajar ke perguruan tinggi di Jakarta, Amsterdam, dan terakhir di Praha.

Pada 6 September 1945 ia bersama Sidi Muhammad Sjaaf dan Suraedi Tahsin menerbitkan Harian Berita Indonesia, yang merupakan surat kabar pertama setelah Indonesia merdeka, dan kemudian menjadi pemimpin harian tersebut. Pada awal tahun 1950 ia terlibat dalam birokrasi pemerintah, pertama pada Departemen Pertahanan dan kemudian Departemen Keuangan hingga akhirnya pada Departemen Luar Negeri. Selama puluhan tahun Rusli Amran menjadi wakil Indonesia di Moskow dan Paris. Setelah pensiun pada tahun 1972, ia mulai mendedikasikan dirinya pada proyek sejarah berskala besar yaitu menulis tentang sejarah Sumatera Barat dalam bentuk yang bisa dimengerti dan dijangkau oleh para pelajar Indonesia.

Karier sunting

Penulis sunting

Buku pertama yang ditulis oleh Rusli Amran berjudul Sumatera Barat hingga Plakat Panjang yang diterbitkan oleh Sinar Harapan pada tahun 1981. Buku ini merupakan hasil penelitiannya yang menghabiskan banyak waktu antara tahun 1970–1980 untuk menggali data dan narasumber di Belanda dan Indonesia, dengan memfokuskan perhatian pada laporan dan penelitian yang tersedia pada jurnal-jurnal Belanda pada abad ke-19. Buku ini merupakan sejarah dan laporan arkeologis lengkap pada abad ke-13. Rusli Amran menitikberatkan pada interaksi Minangkabau dengan Inggris dan Belanda, sampai pada perang Padri dan Plakat Panjang yang merupakan awal dari pendudukan Belanda di Sumatera Barat. Buku ini ditulis dengan sangat cermat dalam melakukan penelitian akan tetapi dengan gaya penulisannya yang tidak formal, seperti bab tentang masuknya bangsa Eropa yang diberi judul "Masuknya si Bule". Karenanya tidak heran jika buku dengan hampir 700 halaman lengkap dengan referensi sumber, reproduksi dari arsip dan dokumen yang terkait beserta sumber asli ini, di kemudian hari menjadi referensi utama para penulis sejarah Ranah Minang.

Buku keduanya yang berjudul "Sumatera Barat Plakat Panjang" adalah buku lanjutan dari buku yang pertama yang disertai juga dengan terjemahan dari sumber-sumber Belanda yang diambil dari jurnal-jurnal Belanda dan muncul dalam appendiks. Kedua buku ini membuat sumber-sumber dalam bahasa Belanda yang secara bahasa dan tempat sulit terjangkau menjadi mudah terjangkau bagi para pelajar Indonesia yang berminat mempelajari sejarah Sumatera Barat.

Buku ketiga dari Rusli Amran adalah Sumatera Barat: Pemberontakan Anti Pajak tahun 1908 yang menjelaskan mengenai sistem tanam paksa kopi, eksploitasi kolonial pada abad ke-19 dengan penelaahan mengenai reaksi atas pajak. Selanjutnya, buku keempat adalah Padang Riwayatmu Dulu yang didedikasikan pada kota kelahirannya, Padang yang ditulis masih dengan gaya informal dan berisi campuran antara arsip-arsip dan kejadian-kejadian yang bersifat pribadi pada komunitas Eropa dan Jawa. Rusli Amran juga memasukan koleksi-koleksi foto reproduksi yang mengesankan .

Buku terakhir dari Rusli Amran diterbitkan pada tahun 1996 dalam bentuk kumpulan esai yang berjudul Cerita Lama dalam Lembaran Sejarah. Kumpulan esai ini merupakan penemuan yang menakjubkan pada tokoh-tokoh dan momen yang tidak biasa di Sumatera Barat yang menyenangkan untuk dibaca santai.

Gaya sunting

Rusli Amran telah banyak menghasilkan buku samasa hidupnya. Kehadiran buku-bukunya dianggap dapat semakin menyibak awan gelap yang menyelubungi sejarah Sumatera Barat. Dalam kaitan ini, makin terasa betapa upaya yang dilakukan Rusli selama bertahun-tahun dengan semangat akademis yang tinggi dan menjalin kembali untaian sejarah yang telah terlepas. Terlebih lagi, buku-bukunya tidaklah ditulis dengan bahasa yang kering dan membosankan, tetapi sebaliknya, bahkan kocak.

Sebagaimana dimaksudkan Rusli, buku-bukunya tidak dimaksudkan sebagai buku teks dalam artian yang konvensional, tetapi sebuah buku sejarah yang ditulis secara populer, dengan gaya bercerita, agar dapat dibaca kalangan luas, terutama oleh generasi muda. Latar belakang Rusli sebagai seorang yang menguasai betul bahasa sumber (seperti bahasa Belanda) sangat membantu. Selain itu, ketajaman pena Rusli, pendiri dan pemimpin Harian Berita Indonesia, sebagai wartawan pada masa awal kemerdekaan Indonesia, ditambah lagi dengan kejelian matanya sebagai diplomat dalam melihat sesuatu di balik yang tersirat, sehingga ia bukan saja berusaha membeberkan cerita sejarah dengan cara yang hidup dan mengasyikkan, tetapi sekaligus juga memberi arti plot-plot sejarah itu secara berkesinambungan. Cara Rusli melihat peristiwa-peristiwa sejarah itu adalah dengan kacamata bangsa sendiri, walau bahan yang dipakai hampir seluruhnya diramu dari sumber-sumber Belanda.

Namun menurut Jeffrey Hadler, profesor di Departmen of South and South East Asian Studies University of California Berkeley, yang lebih penting dari tulisan Rusli Amran adalah kebaikan hatinya selama melakukan penelitian terhadap arsip-arsip tersebut dengan menggandakan setiap artikel dan manuskrip yang ada mengenai Sumatera Barat yang sangat banyak jumlahnya. Rusli Amran menggandakan dokumen-dokumen tersebut dan menyimpannya dalam tiga lokasi yang berbeda di Sumatera Barat yaitu: perpustakaan bagian literatur Universitas Andalas di Limau Manis, Gedung Abdullah Kamil di Padang bagian ruang baca, dan Pusat Dokumentasi dan Inventori Budaya Minangkabau di Padang Panjang. Melalui usaha Rusli Amran ini pelajar yang berminat pada sejarah Sumatera Barat dapat menjangkau buku yang menyediakan gambaran yang jelas dan tanpa pretensi mengenai masa kolonial. Terlebih lagi mereka dapat menjangkau sumber yang asli tanpa harus pergi ke Belanda maupun Jakarta.

Referensi sunting

  1. ^ "Salinan arsip". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-01-04. Diakses tanggal 2012-07-23.