Rumah Gadang Kajang Padati

rumah tradisional di Indonesia

Rumah Gadang Kajang Padati adalah rumah gadang di Minangkabau yang tidak memiliki atap berbentuk gonjong, melainkan mengadopsi bentuk atap pedati yang berupa atap pelana, tetapi melancip di ujung-ujungnya. Rumah gadang ini dapat ditemukan di Padang, khususnya di daerah Kuranji, Pauh, dan Koto Tangah.[1]

Kajang Badati Bawah Mangga di Padang
Penerapan Atap Kajang Padati pada Balai Kota Padang

Pada masa Kesultanan Aceh, terdapat aturan rumah gadang tidak boleh meniru rumah gadang di darek, tetapi harus ada paduan Aceh dengan Minangkabau. Oleh karena itu, rumah gadang ini mendapat pengaruh dari Aceh, terutama pada bentuk tangga dan ukirannya.[2]

Sejarah sunting

Kesultanan Aceh diawali oleh kerajaan Samudra Pasai yang kemudian menjadikan Aceh berkembang menjadi daerah kosmopolitan. Kesultanan Aceh yang berada di ujung utara Pulau Sumatra itu menjadi pintu masuk Selat Malaka dan terletak di bibir pantai Lautan Hindia. Orang-orang dari berbagai belahan bumi lainnya datang ke Aceh bukan hanya untuk mencari rempah dan mengisi perbekalan saja, namun juga mengembangkan peradaban seperti para musafir Arab dan Gujarat.[3]

Berbagai aspek budaya benda daerah pesisir dipengaruhi oleh kesultanan Aceh, termasuk rumah gadangnya yang bergaya melayu (Aceh). Terlihat dari adanya pencatatan sekitar tahun 1500 yang menyebutkan bahwa arsitektur dalam pembuatan rumah gadang itu menjadi salah satu keinginan dari kesultanan Aceh. Pada tahun tersebut juga terjadi perkawinan putera Minangkabau dengan puteri Aceh. Namun pernikahan tersebut tidak berakhir dengan baik, sehingga membuat Aceh kecewa dan berbalik menyerang Minangkabau. Selain itu Aceh juga menguasai sumber komoditas perdagangan pantai barat.[3]

Berawal pada tahun 1607 ketika Aceh yang dipimpin oleh Sultan Iskandar Muda menguasai pesisir barat, Aceh bertindak sebagai pemonopoli perdagangan dan ikut campur dalam hal adat kebudayaan, bahkan turut serta mengeluarkan peraturan. Salah satu aturannya adalah bahwa rumah gadang harus dibangun dengan memadukan pengaruh Aceh dengan Minangkabau, dan tidak dibolehkan meniru rumah gadang di darek.[2]

Beberapa peneliti berpendapat bahwa alasan diberlakukannya aturan tersebut karena menimbang persoalan topografi wilayah yang tidak memungkinkan dibangunnya rumah gadang seperti di daerah darek. Oleh karena itu terdapat perbedaan antara rumah gadang di daerah darek dan daerah pesisir seperti kota Padang.[2]

Tipologi sunting

 
Pedati yang ditarik oleh kerbau di Minangkabau.

Rumah gadang Kajang Padati dibangun untuk kemenakan dengan hubungan tali budi atau kemenakan yang didakekan atau didekatkan.[4] Secara arsitektural bangunan ini mirip dengan rumah gadang tipe atap Tungkuih Nasi. Perbedaannya terletak pada atapnya yang berupa atap pelana dengan ujung-ujungnya tidak ditinggikan. Dinamakan kajang pedati karena bentuk atapnya mengadopsi bentuk atap pedati, yaitu alat transportasi tradisional yang ditarik oleh kerbau.

Pada bagian depan rumah terdapat tangga yang terhubung dengan teras. Tangga ini ditutup dengan pintu kipas pada bagian atasnya. Pintu ini memiliki atap yang mengikuti arah atap rumah induk. Bagian bawah dari atap tersebut diberi tiang penyangga agar atap tidak rubuh. Tiang penyangga tersebut juga diberi penguat yang terhubung dengan rumah induk di sisi kiri dan kanan. Adanya atap, tiang, dan penyangga, membuat area tangga menjadi seperti ruang peralihan sebelum masuk ke dalam rumah. Selain itu, bentuk tangga mirip dengan bentuk tangga pada rumah Gayo Aceh, termasuk bentuk ukirannya.[5]

Bangunan rumah berdenah segi empat dan empat persegi panjang sejajar serta melintang arah jalan. Bentuk rumah berupa panggung dan terdapat kolong pada bagian bawah rumah yang digunakan untuk ternak dan tempat penyimpanan. Sedangkan jumlah ruang biasanya ganjil, mulai dari 3, 5, dan seterusnya.[5]

Ornamen Interior sunting

Bentuk motif ornamen pada Rumah Gadang didominasi oleh pengaruh Aceh dan terdapat juga pengaruh Minangkabau. Bentuknya diadopsi dari flora dan fauna di alam serta geometris. Sebagian besar ornamen terdapat pada pada singok, lespang, kisi-kisi langkan, kisi-kisi tangga, ventilasi, pintu kamar. Nama motif ornamen tersebut seperti sulur, itiak pulang patang, daun puluik-puluik, saik galamai, kipeh cino, putik bunga, rante, gigor buya, awan si om, dan tulak angin.[6]

Fungsi Ornamen sunting

Pada Rumah Gadang Kajang Padati, ornamen-ornamennya memiliki fungsi yang sesuai dengan bentuk tujuan dan penempatannya, seperti fungsi estetika, simbolis dan konstruktif.

Sulur

Ornamen ini termasuk ke dalam ornamen tembus yang berada pada bagian ventilasi. Bentuknya menyerupai flora dan berfungsi sebagai hiasan serta tempat sirkulasi udara.

Itiak Pulang Patang

Ornamen ini termasuk ke dalam ornamen tembus yang berada pada bagian ventilasi, singok, kisi-kisi, dan tangga. Bentuknya bersumber dari fauna dan berfungsi sebagai hiasan, tempat sirkulasi udara serta pembatas tangga.

Daun Puluik-Puluik

Ornamen ini termasuk ke dalam ornamen tembus yang berada pada bagian ventilasi. Bentuknya menyerupai flora dan berfungsi sebagai hiasan serta tempat sirkulasi udara.

Saik Galamai

Ornamen ini tidak termasuk ke dalam ornamen tembus yang berada pada bagian pintu depan. Bentuknya geomteris dan berfungsi sebagai hiasan di pintu depan.

Kipeh Cino

Ornamen ini tidak termasuk ke dalam ornamen tembus yang berada pada bagian kusen pintu depan. Bentuknya geomteris dan berfungsi sebagai hiasan di kusen pintu depan.

Putik Bunga

Ornamen ini tidak termasuk ke dalam ornamen tembus yang berada pada bagian kusen pintu depan. Bentuknya bersumber dari flora dan berfungsi sebagai hiasan di kusen pintu depan dan pintu kamar.

Rante

Ornamen ini tidak termasuk ke dalam ornamen tembus yang berada pada bagian kusen pintu depan. Bentuknya geometris dan berfungsi sebagai hiasan di kusen pintu depan dan pintu kamar.

Gigor Buya

Ornamen ini tidak termasuk ke dalam ornamen tembus yang berada pada bagian kusen pintu depan dan bilik. Bentuknya bersumber dari fauna dan berfungsi sebagai hiasan di kusen pintu depan dan pintu kamar.

Awan si Om

Ornamen ini tidak termasuk ke dalam ornamen tembus yang berada pada bagian pintu bilik. Bentuknya bersumber dari flora dan geomteris serta berfungsi sebagai hiasan di kusen pintu depan dan pintu kamar.

Tulak Angin

Ornamen ini termasuk ke dalam ornamen tembus yang berada pada bagian kisi-kisi langkan, kisikisi tangga dan listplank. Bentuknya geometris dan berfungsi sebagai hiasan di kisi-kisi langkan, kisi-kisi tangga dan listplank.

Pola Ruang sunting

Tampak Atas sunting

Jika diliat dari bagian atas, maka terdapat bagian elemen interior rumah gadang ini. Bagian tersebut seperti bilik, serambi, ruang tengah, dan dapur. Bilik berfungsi sebagai tempat penyimpanan barang-barang privasi rumah gadang ini. Pada ruang tengah terdapat tonggak tuo, yaitu tonggak pertama yang diambil dari sekian banyak tonggak lainnya yang akan menopang rumah gadang nantinya.

Di bagian dapur terdapat tangga, lasuang, tungku, dan alat-alat memasak lainnya.[7] Lantai di bagian dapur dibuat lebih rendah dari rumah induk dengan susunan papan lantai yang lebih renggang. Hal itu bertujuan agar memudahkan dalam membersihkan atau menyapu bagian tersebut.

Tampak Depan sunting

Pada bagian depan akan tampak atap yang memiliki beberapa elemen seperti singok, listplank, loteang, dan kayu reng. Penutup atap bagian kanan/kiri terbuat dari seng atau anyaman bambu. Bagian pelananya terbuat dari ijuk atau seng. Terdapat juga kolong yang terdiri dari pondasi dan bambu penutup kolong. Kolong tersebut digunakan untuk beternak dan tempat penyimpanan.

Tampak Samping sunting

Di bagian samping rumah gadang terdapat tonggak tuo yang terdiri dari tiang kerangka pembantu dan pondasi. Selain itu terdapat dinding samping yang terbuat dari palupuah.

Rujukan sunting

Catatan Kaki
Daftar Pustaka