Rodrigo (atau Ruy) Díaz de Vivar (lahir di Vivar (Burgos) tahun 1044 M - meninggal di Valencia, 10 Juli 1099), dikenal juga sebagai El Cid Campeador, adalah salah seorang bangsawan Castile, lalu menjadi pemimpin politik dan pemimpin perang yang menaklukkan Valencia dan kemudian menjadi pemimpin kota tersebut. Rodrigo Díaz dididik di sebuah istana di Castile, dan kemudian menjadi alférez, atau jendral, dari Alfonso VI, yang pada kala itu sedang memerangi orang-orang Muslim pada awal-awal Reconquista di Spanyol. El Cid kemudian dikucilkan oleh Raja Alfonso VI, dan kemudian meninggalkan Castile untuk menjadi seorang prajurit bayaran (mercenary), baik untuk kaum Muslim untuk kaum Kristen.

Patung El Cid di Burgos.

Sebutan "El Cid" diturunkan dari kata "al-sīd", dalam dialek Arab Andalusia (berasal dari Bahasa Arab sayyid, yang berarti "ketua" atau "pemimpin", atau sebuah julukan bagi orang yang terhormat), sementara "Campeador" (berarti "sang Juara" atau "Penakluk") diberikan oleh para pengagumnya dari orang-orang Kristen, yang diturunkan dari bahasa Latin campi doctor. Julukan-julukan tersebut mencerminkan pengaruh El Cid yang sangat besar, baik untuk para Muslim maupun Kristen di Spanyol, dan juga menunjukkan kemampuannya dalam bertarung; Henry Edwards Watts menulis bahwa El Campeador "means in Spanish something more special than champion... A campeador was a man who had fought and beaten the select fighting-man of the opposite side in the presence of the two armies." (El Campeador dalam Bahasa Spanyol berarti sesuatu yang lebih khusus dibandingkan dengan 'sang juara' saja... Seorang campeador merupakan seorang yang telah bertarung dan mengalahkan petarung terpilih yang datang dari pihak musuh saat ada dua kubu yang sedang bertarung.)

"El Cid" dibaca [ɛlˈtsið] dalam bahasa Spanyol Abad Pertengahan, dan [ɛlˈθið] dalam bahasa Spanyol Castile modern.

Kehidupan awal sunting

Tanggal kapan El Cid dilahirkan masih belum diketahui, akan tetapi, sebagian besar sejarahwan percaya bahwa El Cid dilahirkan pada tahun 1040, di Vivar (Bivar), sebuah kota kecil yang terletak sekitar enam mil utara Burgos, yang pada saat itu menjadi ibu kota Kerajaan Castile. Catatan-catatan sejarah menyebutkan bahwa ayah El Cid adalah Diego Laínez, yang merupakan bagian dari bangsawan yang ada di Castile (disebut sebagai infanzone.) Diego Laínez merupakan seorang hakim minor (courtier), birokrat, dan prajurit penunggang kuda (kavaleri) yang telah bertarung di dalam beberapa peperangan. Meskipun fakta menyebutkan bahwa ibu El Cid adalah seorang aristokrat, pada tahun-tahun setelah kelahirannya, para petani menganggapnya sebagai anak petani. Meskipun demikian, para kerabatnya bukanlah para pejabat tinggi kehakiman: dokumen yang menunjukkan kakek El Cid dari pihak ayah, Lain Calvo, hanya mengonfirmasikan lima dokumen tentang hubungannya dengan Ferdinand I dari León; kakek dari pihak ibu, Rodrigo Alvarez, hanya dua dokumen yang menunjukkan kedekatannya dengan Raja Sancho II dari Castile; dan bahkan ayah El Cid sendiri hanya menyebutkan satu dokumen saja. Hal ini menyebutkan bahwa keluarga El Cid tidaklah terdiri atas para pejabat tinggi kehakiman.

Bavieca, kuda perang El Cid sunting

 
El Cid di atas kudanya: Bavieca.

Bavieca merupakan kuda perang yang ditunggangi oleh El Cid pada Abad 11. Ada beberapa legenda yang muncul tentang hubungan El Cid dengan Bavieca.

Salah satu legenda yang telah umum diketahui mengenai El Cid menjelaskan bagaimana ia dapat memperoleh kuda perangnya yang terkenal, kuda putih Babieca (Bavieca). Menurut legenda ini, wali pengasuh Rodrigo, Pedro El Grande, merupakan seorang pendeta di biara Carthusian. Hadiah masa tua Pedro kepada El Cid adalah pemilihan seekor kuda dari sebuah ternak kuda Andalusia. El Cid memilih seekor kuda yang dipandang oleh Pedro sebagai seekor kuda yang lemah, dan sedikit marah akibat pilihan El Cid yang buruk, sehingga pendeta tersebut berteriak "Babieca!" (yang artinya Bodoh!). Sejak saat itu, nama kuda perang tersebut menjadi Babieca.

Legenda salanjutnya adalah bahwa saat melakukan duel untuk menjadi Campeador Raja Sancho II dari Castile, seorang ksatria yang menunggangi kuda hendak menantang El Cid. Raja pun menghendaki pertarungan yang seimbang dengan ksatria tersebut dan memberikan kuda terbaiknya, Bavieca atau Babieca. Legenda ini mengatakan bahwa Bavieca dibesarkan di istal di Sevilla, Spanyol dan sangat terlatih dan juga sangat setia, bukanna seekor kuda yang bodoh seperti legenda pertama. Nama kuda dalam legenda ini dapat mungkin diambil dari sebuah daerah bernama Babia yang terletak di León, Spanyol.

Legenda apapun yang dipercaya, Bavieca telah menjadi seekor kuda perang yang hebat, ditakuti oleh musuh-musuh El Cid, disegani oleh para umat Kristen, dan tentu saja dicintai oleh El Cid, yang mengusulkan bahwa Bavieca nanti akan dikubur di samping dirinya di biara di San Pedro de Cardeña (meskipun tidak terjadi). Namanya disebutkan di dalam beberapa dongeng dan dokumen sejarah mengenai El Cid, termasuk "Cantar de Mío Cid" ("Song of the Cid"). Beberapa dokumen mengatakan bahwa setelah kematian El Cid dalam peperangan, Bavieca tidak pernah ditunggangi lagi dan kemudian mati dua tahun setelahnya pada usia 40 tahun.

Pendidikan dan masa remaja sunting

El Cid dididik di pengadilan tinggi Castile, dan menjadi pelayan bagi Pangeran Sancho II yang kemudian menjadi raja, putra dari Raja Ferdinand I yang Agung. Saat Ferdinand meninggal pada tahun 1065, Sancho II melanjutkan cita-cita ayahnya memperluas daerah kekuasaannya, dengan menaklukkan daerah Kristen di Zamora dan kota Moor Badajoz.

Menjadi Campeador sunting

Pada saat itu, El Cid telah menjadi dewasa. Pada tahun 1067, ia telah bertarung di sisi Sancho menghadapi benteng Muslim di Zaragoza, sehingga menjadikan pemimpin (emir) di sana, Ahmad al-Muqtadir, diperbudak oleh Sancho. Pada musim semi 1063, ia juga mengikuti peperangan di Peperangan Graus, di mana saudara jauh Ferdinand, Ramiro I dari Aragon, telah mengepung sebuah kota yang diduduki oleh kaum Moor, Graus, yang juga merupakan tanah milik kerajaan Zaragoza. Al-Muqtadir, yang ditemani oleh prajurit Castile, termasuk di antaranya adalah El Cid, malahan bertarung dengan para orang-orang Aragon yang dipimpin oleh Ramiro. Peperangan tersebut dimenangkan oleh pihak El Cid, karena Ramiro I tewas terbunuh, dan orang-orang Aragon kabur dari peperangan. Salah satu legenda mengatakan bahwa selama pertarungan, El Cid membunuh seorang kesatria Aragon dalam sebuah pertarungan saja, dan akhirnya memiliki gelar yang sangat terhormat, "El Cid Campeador."

Melayani Alfonso sunting

Kematian Sancho memunculkan banyak spekulasi. Sebagian besar spekulasi tersebut mengatakan bahwa pembunuhan tersebut merupakan hasil dari sebuah kesepakatan antara Alfonso yang merupakan saudaranya dengan saudara perempuannya, Urraca dari Zamora; bahkan beberapa spekulasi mengatakan bahwa antara Urraca dan Alfonso memiliki hubungan intim sedarah (incest). Bagaimanapun juga, karena Sancho mati sebelum menikah dan tidak memiliki anak, maka semua kekuasaannya pindah tangan menjadi milik saudaranya, Alfonso, orang yang sebelumnya bertarung dengannya, dan dikucilkan.

Alfonso pun dipanggil dari pengucilan di Toledo dan menaiki singgasana sebagai raja Leon dan Castile, dengan sangat cepat. Meski ia merupakan pihak yang dicurigai sebagai penyebab kematian Sancho (mungkin benar), menurut cerita epik El Cid the Castilian nobility, Alfonso dipaksa oleh El Cid dan selusin "oath-helpers" untuk berjanji di depan publik yang berada di depan Gereja Santa Gadea (Saint Agatha) di Burgos di atas sebuah relik (barang keramat) beberapa kali bahwa ia tidak berpartisipasi dalam rencana untuk membunuh saudaranya. Informasi ini dilaporkan sebagai sebuah kebenaran, tapi dokumen kontemporer mengenai kehidupan Alfonso VI dari Castile dan Leon dan Rodrigo Diaz tidak menyebutkan kejadian tersebut. Legenda tersebut dipercayai karena legenda ini menambah "jiwa keberanian" pada sosok El Cid. Akan tetapi, posisi El Cid sebagai armiger regis dicabut oleh Alfonso, dan diberikan kepada musuh El Cid, Count García Ordóñez. Beberapa saat kemudian dalam tahun yang sama, adik Alfonso, Garcia, kembali ke Galicia dengan berpura-pura akan mengadakan konferensi.

Taktik Pertarungan sunting

Selama masa jabatannya, El Cid sering menyuruh para prajuritnya dan juga dirinya sendiri untuk membaca buku-buku klasik buatan para pengarang Roma dan Yunani dengan suara keras, sebagai hiburan dan juga inspirasi selama pertempuran berlangsung. Pasukan El Cid juga melakukan sesi brainstorming terlebih dahulu untuk mendiskusikan masalah taktik peperangan sebelum mereka turun ke medan perang. Mereka sering menggunakan strategi yang tidak diduga-duga sebelumnya, dengan melakukan apa yang oleh para Jendral modern menyebutnya sebagai perang psikologis (psychological warfare); menunggu para musuh panik dengan ketakutan lalu langsung diserang secara tiba-tiba, memecah belah persatuan pasukan musuh dengan memancing segerombolan kecil dari pasukan musuh, dan lain-lain. Ia pun bersifat terbuka, sehingga menerima saran-saran dari para anggota pasukannya, bahkan ia sendiri mengatakan bahwa ia tidak lepas dari kesalahan. Orang yang melayaninya sebagai penasehat terdekatnya adalah sepupunya, Alvar Fáñez de Minaya.

Pernikahan dan hidup berkeluarga sunting

El Cid menikah dengan Jimena dari Oviedo (dibaca Ximena dalam Bahasa Spanyol Kuno) pada bulan Juli 1074. Pernikahan tersebut mungkin atas saran dari Alfonso, sebuah pergerakan yang mungkin akan meningkatkan hubungan antara dirinya dengan El Cid, mengingat Ximena merupakan "anak asuh" dari Alfonso. El Cid dan Jimena memiliki tiga orang anak. Anak-anak perempuannya, Cristina dan María keduanya menikahi para bangsawan; Cristina menikahi Ramiro, seorang Lord dari Monzón (anak dari Sancho Garces), sementara María menikah dengan seorang pangeran Aragon, lalu menikah dengan Ramón Berenguer III, count dari Barcelona. Sementara itu, putra El Cid, Diego Rodríguez, terbunuh saat bertarung dengan para pasukan Muslim Al-Murabithah (Almoravid) dari Afrika Utara pada peperangan Consuegra (terjadi pada tahun 1097).

Pernikahan dirinya dan para putrinya meningkatkan statusnya sehingga menghubungkan dirinya dengan para bangsawan; bahkan hingga hari ini, banyak raja-raja monarki memiliki hubungan darah dari El Cid, melalui jalur Navarre dan Foix. El Cid merupakan leluhur dari banyak raja monarki di Prancis dan Inggris Raya, dan juga beberapa monarki lainnya di Eropa, melalui anak Cristina, García VI of Navarre.