Rasyidiyah Khalidiyah

yayasan dan pesantren di Indonesia

Rasyidiyah Khalidiyah atau disingkat RAKHA adalah sebuah yayasan sekaligus pesantren yang berlokasi di Pakapuran, Amuntai Utara, Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan, Indonesia. Terdiri atas Raudatul atfal, Kelompok bermain, tempat penitipan anak, Madrasah ibtidaiyah, Madrasah sanawiah yang terdiri dari Normal Islam Putera dan Normal Islam Puteri, Madrasah aliah yang terdiri atas Normal Islam Putera dan Normal Islam Puteri, Sekolah Tinggi Agama Islam, Sekolah Tinggi Ilmu Qur'an, dan Ma'had Ali.

Rasyidiyah Khalidiyah
Alamat

,

71451
Koordinat2°24′36″S 115°15′20″E / 2.4099279°S 115.2555036°E / -2.4099279; 115.2555036
Telepon/Faks.(0527) 61231
Situs webhttps://ponpes-rakha.com
Informasi
JenisPondok pesantren
Nomor Statistik Pondok Pesantren510363080001
Didirikan13 Oktober 1922; 101 tahun lalu (1922-10-13)
PendiriAbdurrasyid
PimpinanKH. Husin Naparin, Lc. MA.
YayasanRasyidiyah Khalidiyah
Lain-lain
JulukanRAKHA
MarsNasyidah Rasyidiyah "Rakha" (himne)
Mars Rakha (mars)
Moto

Sejarah sunting

Awal Mula sunting

Berawal dari sebuah rumah sederhana di Desa Pakapuran, Amuntai Utara, Hulu Sungai Utara, yayasan sekaligus pesantren yang dulu bernama Arabische School ini didirikan pada 13 Oktober 1922 atau 12 Rabi'ul Awwal 1341 H oleh seorang alumnus Universitas Al-Azhar 1912-1922, Tuan Guru Haji Abdurrasyid.[1]

Pada tahun 1884, Tuan Guru Haji Abdurrasyid lahir dari keluarga petani sederhana yang taat beragama, Haji Ramli dan Khadijah. Beliau mempelajari Al-Qur'an dari seorang guru di kampung saat teman-teman beliau bersekolah di Inlandsche School dan khatam pada usia tujuh tahun.[2]

Tuan Guru Haji Abdurrasyid menuntut pelajaran agama Islam di pesantren-pesantren dan rumah-rumah guru agama dari kampung ke kampung dengan izin orang tua. Beliau mengikuti kuliah pada 1912 di Universitas Al-Azhar, Kairo selama sepuluh tahun.[3]

Tuan Guru Haji Abdurrasyid bertindak sebagai pengajar dengan sistem halaqah di rumah sendiri.[Catatan kaki 1][1] Seiring waktu, daya tampung rumah beliau menjadi tidak mungkin lagi karena santri yang berdatangan sangat banyak. Sebuah surau yang berseberangan dengan rumah beliau di tepi Sungai Tabalong menjadi tempat baru dibarengi pergantian sistem penyelenggaraan yang dilengkapi dengan meja, kursi dan papan tulis yang klasikal.[4]

Setelah itu, Tuan Guru Haji Abdurrasyid hanya memberikan nasihat kepada seluruh santri secara umum pada saat tertentu. Sistem estafet atau yang beliau sebut "beranting" digunakan.[Catatan kaki 2][1] Masyarakat menyambut dengan baik sistem pengajaran yang digunakan beliau. Kampung Pakapuran menjadi ramai dan para penuntut ilmu yang datang dari berbagai tempat bahkan sebagian yang jauh sampai memondok di rumah penduduk sekitar surau.[5]

Perkembangan sunting

Arabische School mulai maju pada pertengahan tahun 1931 dan mengeluarkan beberapa lulusan sehingga memerlukan tenaga pengajar berpendidikan tinggi. Kyai Haji Juhri Sulaiman diangkat menjadi guru secara resmi pada 22 Agustus 1931 setelah sejumlah santri meminta beliau hadir. Tuan Guru Haji Abdurrasyid yang akan pergi ke Kandangan, Hulu Sungai Selatan untuk mendirikan perguruan Islam lainnya menyerahkan kepemimpinan kepada beliau.[6]

Dalam masa kepemimpinan Kyai Haji Juhri Sulaiman, Arabische School mengalami kemajuan pesat dimulai dari adanya organisasi dan administrasi perguruan sampai pergantian nama menjadi Al-Madrasatur Rasyidiyah.[7][8] Kepemimpinan beliau berakhir pada tahun 1942[6] dan dilanjutkan oleh Haji Muhammad Arif Lubis.[1][7][8]

Dibawah kepemimpinan Haji Muhammad Arif Lubis, pembaharuan dalam bidang pendidikan diadakan seperti penambahan bidang studi dengan ilmu umum dan memperkenalkan tingkatan pendidikan seperti Madrasah ibtidaiah dan Madrasah sanawiyah juga pengadaan sekolah khusus perempuan di sore hari.[1] Penggantian nama menjadi Ma'had Rasyidiyah dilakukan dengan maksud memperluas dan menserasikan dengan tuntutan zaman.[9] Jepang yang memasuki kota Amuntai pada 8 Desember 1942 merubah situasi dan kondisi. Dibawah kekuasaan Dai Nippon, dilakukan pembubaran partai dan organisasi massa. Nama madrasah pun harus diganti dengan Kai Kjo Gakko (PUEBI: Kaikyo Gakkō, Jepang: 快挙学校) ditambah nama tempat pendirian. Kepemimpinan Haji Arif Lubis berakhir pada tahun 1944 dengan bertugasnya beliau ke Alabio untuk memimpin dan mengajar perguruan Islam.[9] Qadi Tuan Guru Muhammad Burhan prihatin dengan keadaan vakum yang sempat menimpa pesantren ini bahkan pemerintah menggunakan sebagian bangunan sebagai lumbung. Beliau mengharapkan kepada Idham Chalid untuk dapat memimpin dan merehabilitasi bangunan tersebut dan diterima dengan penuh keikhlasan.[10] Kyai Haji Idham Chalid kemudian dipilih menjadi pemimpin madrasah tersebut melalui musyawarah yang dipimpin Kyai Haji Juhri Sulaiman.

Dalam masa kepemimpinan Idham Chalid—tepatnya 9 April 1945, sistem dan metode pendidikan, materi kurikulum, struktur organisasi manajemen, dan pola pikir serta kebebasan disusun sesuai dengan kelaziman perguruan Islam. Pola pondok modern dan Arabische School pun diadopsi[11] yang kemudian disesuaikan dengan perpaduan sistem pondok pesantren salafiyah dan khalafiyah sehingga nama madrasah diubah menjadi Normal Islam Amuntai.[12] Setelah Idham Chalid wafat, kepemimpinan dipegang oleh Haji Safriansyah sampai kewafatan beliau. Pada tahun 2014, kepemimpinan sempat dipegang oleh Ir. H. Muhammad Said,[13] dan sekarang dipimpin oleh K.H. Husin Nafarin.[butuh rujukan]

Galeri sunting

Pranala luar sunting

Catatan kaki sunting

  1. ^ Halaqah adalah wetonan dimana kyai atau tuan guru membacakan kitab dan santri menyimak dengan duduk di samping. Santri yang sudah mampu dan pandai, disebut sorogan/bandungan menyorong kitab untuk dibacakan kepada kyai.
  2. ^ Kelas tertinggi yang beliau ajari ditugaskan untuk mengajar kelas di bawahnya.

Referensi sunting

  1. ^ a b c d e H. Syafriansyah (2005). "Sejarah Singkat Pesantren Rasyidiyah Amuntai Kalsel". Mimbar Rasyidiyah Khalidiyah Media Informasi dan Komunikasi. 01: 12. 
  2. ^ 50 Tahun Perguruan Islam Rasyidiyah Khalidiyah (RAKHA) Amuntai Kalimantan Selatan 1922-1972, hlm. 23.
  3. ^ 50 Tahun Perguruan Islam Rasyidiyah Khalidiyah (RAKHA) Amuntai Kalimantan Selatan 1922-1972, hlm. 23-24.
  4. ^ 50 Tahun Perguruan Islam Rasyidiyah Khalidiyah (RAKHA) Amuntai Kalimantan Selatan 1922-1972, hlm. 24.
  5. ^ 50 Tahun Perguruan Islam Rasyidiyah Khalidiyah (RAKHA) Amuntai Kalimantan Selatan 1922-1972, hlm. 25.
  6. ^ a b 50 Tahun Perguruan Islam Rasyidiyah Khalidiyah (RAKHA) Amuntai Kalimantan Selatan 1922-1972, hlm. 31.
  7. ^ a b 50 Tahun Perguruan Islam Rasyidiyah Khalidiyah (RAKHA) Amuntai Kalimantan Selatan 1922-1972, hlm. 32.
  8. ^ a b H. Mohammad Ali dan H. Firdaus, Profil Madrasah Aliyah, The Reformulatioin of Science and Techonology Equity Program Phase Two (Indonesian, English dan Arabic Version), (Departemen Agama RI, 2007), hlm. 149.
  9. ^ a b 50 Tahun Perguruan Islam Rasyidiyah Khalidiyah (RAKHA) Amuntai Kalimantan Selatan 1922-1972, hlm. 33.
  10. ^ Selayang Pandang Pesantren Rasyidiyah Khalidiyah (RAKHA) Amuntai Kalimantan Selatan, hlm. 1-2.
  11. ^ H. Zainal Abidin Atha, Kiprah Bapak KH. Dr. Idham Chalid Dalam Perkembangan Pendidikan Islam dan Pergerakan di Kalimantan Selatan: Pada Seminar “Menelusuri Jejak Kepahlawan dan Perjuangan KH. Dr. Idham Chalid” Amuntai, Tanggal, 25 April 2011, hlm. 3.
  12. ^ Selayang Pandang Pesantren Rasyidiyah Khalidiyah (RAKHA) Amuntai Kalimantan Selatan, hlm. 2.
  13. ^ Pemkab HSU, Biro Humas (12 September 2014). "Ketua Baru Rakha Dilantik". STIQ Amuntai. Diakses tanggal 7 Oktober 2020.