Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan

Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) (Inggris: Indonesian Financial Transaction Reports and Analysis Center/INTRAC) adalah lembaga independen yang dibentuk dalam rangka mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang. Lembaga ini memiliki kewenangan untuk melaksanakan kebijakan pencegahan dan pemberantasaan pencucian uang sekaligus membangun rezim anti pencucian uang dan kontra pendanaan terorisme di Indonesia. Hal ini tentunya akan sangat membantu dalam upaya menjaga stabilitas sistem keuangan dan menurunkan terjadinya tindak pidana asal (predicate crimes). PPATK, yang bertanggung jawab kepada Presiden RI, dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya bersifat independen dan bebas dari campur tangan dan pengaruh kekuasaan mana pun. PPATK berkedudukan di Jakarta, Indonesia. Susunan organisasi PPATK terdiri atas kepala, wakil kepala, jabatan struktural lain, dan jabatan fungsional.

Pusat Pelaporan & Analisis Transaksi Keuangan
PPATK
Gambaran umum
SingkatanPPATK
Dasar hukum pendirianUndang-Undang Nomor 8 Tahun 2010
Struktur
KepalaIvan Yustiavandana
Kantor pusat
Jl Ir. Haji Juanda No.35, Kb. Klp., Gambir, Kota Jakarta Pusat, Daerah Khusus Ibukota Jakarta
Situs web
http://www.ppatk.go.id/
Sunting kotak info
Sunting kotak info • L • B
Info templat
Bantuan penggunaan templat ini

Pencucian uang sebagai suatu kejahatan yang berdimensi internasional merupakan hal baru di banyak negara termasuk Indonesia. Sebegitu besar dampak negatif terhadap perekonomian suatu negara yang dapat ditimbulkannya, mendorong negara-negara di dunia dan organisasi internasional menaruh perhatian serius dan khusus terhadap pencegahan dan pemberantasan masalah ini.

Sejarah sunting

PPATK didirikan pada tanggal 17 April 2002, bersamaan dengan disahkannya Undang-Undang No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang. Secara umum keberadaan lembaga ini dimaksudkan sebagai upaya Indonesia untuk ikut serta bersama dengan negara- negara lain memberantas kejahatan lintas negara yang terorganisir seperti terorisme dan pencucian uang.

Sebelum PPATK beroperasi secara penuh sejak 18 Oktober 2003, tugas dan wewenang PPATK yang berkaitan dengan penerimaan dan analisis transaksi keuangan mencurigakan di sektor perbankan, dilakukan oleh Unit Khusus Investigasi Perbankan Bank Indonesia (UKIP-BI). Selanjutnya dengan penyerahan dokumen transaksi keuangan mencurigakan dan dokumen pendukung lainnya yang dilakukan pada tanggal 17 Oktober 2003, maka tugas dan wewenang dimaksud sepenuhnya beralih ke PPATK.

Dalam perkembangannya, tugas dan kewenangan PPATK seperti tercantum dalam Undang-Undang No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 25 Tahun 2003 Diarsipkan 2015-05-13 di Wayback Machine. telah ditambahkan termasuk penataan kembali kelembagaan PPATK pada Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Diarsipkan 2016-09-10 di Wayback Machine. yang disahkan dan diundangkan pada tanggal 22 Oktober 2010.[1]

Pada tahun 2013, DPR meloloskan UU no. 9 tahun 2013 Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme Diarsipkan 2017-02-15 di Wayback Machine.. Dalam UU tersebut, menjelaskan tentang Transaksi Keuangan Mencurigakan terkait Pendanaan Terorisme yang wajib dilaporkan Penyedia Jasa Keuangan kepada PPATK. Diatur juga mengenai kerahasiaan tugas serta adanya kewenangan PPATK untuk memblokir rekening bermasalah.

PPATK sedang mempersiapkan dua buah Rancangan Undang Undang yaitu RUU Perampasan Aset Tindak Pidana (asset recovery) (sejak Prolegnas 2010-2014 dan Prolegnas 2015-2019) serta RUU Pembatasan Transaksi Tunai (sejak Prolegnas 2015-2019) yang draft naskah akademik dan RUU nya selesai dibahas,[2] dan sudah dipegang Pemerintah,[3] dan akan segera diserahkan ke DPR di 2016[4]

Tugas, Fungsi, dan Wewenang sunting

Tugas PPATK sunting

Pasal 39 Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, menetapkan PPATK mempunyai tugas mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang.

Fungsi PPATK sunting

Dalam melaksanakan tugasnya, PPATK mempunyai fungsi sebagai berikut (Pasal 40 UU No. 8 Tahun 2010):

  1. pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang;
  2. pengelolaan data dan informasi yang diperoleh PPATK;
  3. pengawasan terhadap kepatuhan Pihak Pelapor;
  4. analisis atau pemeriksaan laporan dan informasi Transaksi Keuangan yang berindikasi tindak pidana pencucian uang dan/atau tindak pidana lain (''predicate crimes'').

Wewenang PPATK sunting

Pasal 41 UU No. 8 Tahun 2010 mengatur kewenangan PPATK sebagai berikut:

  1. Dalam melaksanakan fungsi pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 angka 1, PPATK berwenang:
    • meminta dan mendapatkan data dan informasi dari instansi pemerintah dan/atau lembaga swasta yang memiliki kewenangan mengelola data dan informasi, termasuk dari instansi pemerintah dan/atau lembaga swasta yang menerima laporan dari profesi tertentu;
    • menetapkan pedoman identifikasi Transaksi Keuangan Mencurigakan;
    • mengoordinasikan upaya pencegahan tindak pidana pencucian uang dengan instansi terkait;
    • memberikan rekomendasi kepada pemerintah mengenai upaya pencegahan tindak pidana pencucian uang;
    • mewakili pemerintah Republik Indonesia dalam organisasi dan forum internasional yang berkaitan dengan pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang;
    • menyelenggarakan program pendidikan dan pelatihan antipencucian uang; dan
    • menyelenggarakan sosialisasi pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang.
  2. Penyampaian data dan informasi oleh instansi pemerintah dan/atau lembaga swasta kepada PPATK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) angka 1 dikecualikan dari ketentuan kerahasiaan.
  3. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyampaian data dan informasi oleh instansi pemerintah dan/atau lembaga swasta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) angka 1 diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 42 UU No. 8 Tahun 2010 mengatur kewenangan PPATK sebagai berikut:

  1. Dalam melaksanakan fungsi pengelolaan data dan informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 angka 2, PPATK berwenang menyelenggarakan sistem informasi.

Pasal 43 UU No. 8 Tahun 2010 mengatur kewenangan PPATK sebagai berikut:

Dalam rangka melaksanakan fungsi pengawasan terhadap kepatuhan Pihak Pelapor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 angka 3, PPATK berwenang:

  1. menetapkan ketentuan dan pedoman tata cara pelaporan bagi Pihak Pelapor;
  2. menetapkan kategori Pengguna Jasa yang berpotensi melakukan tindak pidana pencucian uang;
  3. melakukan audit kepatuhan atau audit khusus;
  4. menyampaikan informasi dari hasil audit kepada lembaga yang berwenang melakukan pengawasan terhadap Pihak Pelapor;
  5. memberikan peringatan kepada Pihak Pelapor yang melanggar kewajiban pelaporan;
  6. merekomendasikan kepada lembaga yang berwenang mencabut izin usaha Pihak Pelapor; dan
  7. menetapkan ketentuan pelaksanaan prinsip mengenali Pengguna Jasa bagi Pihak Pelapor yang tidak memiliki Lembaga Pengawas dan Pengatur.

Pasal 44 UU No. 8 Tahun 2010 mengatur kewenangan PPATK sebagai berikut:

(1) Dalam rangka melaksanakan fungsi analisis atau pemeriksaan laporan dan informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 angka 4, PPATK dapat:

  1. meminta dan menerima laporan dan informasi dari Pihak Pelapor;
  2. meminta informasi kepada instansi atau pihak terkait;
  3. meminta informasi kepada Pihak Pelapor berdasarkan pengembangan hasil analisis PPATK;
  4. meminta informasi kepada Pihak Pelapor berdasarkan permintaan dari instansi penegak hukum atau mitra kerja di luar negeri;
  5. meneruskan informasi dan/atau hasil analisis kepada instansi peminta, baik di dalam maupun di luar negeri;
  6. menerima laporan dan/atau informasi dari masyarakat mengenai adanya dugaan tindak pidana pencucian uang;
  7. meminta keterangan kepada Pihak Pelapor dan pihak lain yang terkait dengan dugaan tindak pidana pencucian uang;
  8. merekomendasikan kepada instansi penegak hukum mengenai pentingnya melakukan intersepsi atau penyadapan atas informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
  9. meminta penyedia jasa keuangan untuk menghentikan sementara seluruh atau sebagian Transaksi yang diketahui atau dicurigai merupakan hasil tindak pidana;
  10. meminta informasi perkembangan penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan oleh penyidik tindak pidana asal dan tindak pidana Pencucian Uang;
  11. mengadakan kegiatan administratif lain dalam lingkup tugas dan tanggung jawab sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini; dan
  12. meneruskan hasil analisis atau pemeriksaan kepada penyidik.

(2) Penyedia jasa keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) angka 9 harus segera menindaklanjuti setelah menerima permintaan dari PPATK. Pasal 45 UU No. 8 Tahun 2010 menegaskan bahwa dalam melaksanakan kewenangannya sebagaimana dimaksud dalam UU No. 8 Tahun 2010, terhadap PPATK tidak berlaku ketentuan peraturan perundang-undangan dan kode etik yang mengatur kerahasiaan.

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan kewenangan PPATK diatur dengan Peraturan Presiden No. 50 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kewenangan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan, yang ditetapkan pada tanggal 12 Agustus 2011.

Beberapa pihak pun diatur tentang kewajiban melaporkan kepada PPATK yaitu seperti Instansi Pemerintah (PP 2 2016), Advokat, Notaris, Akuntan Publik dan beberapa profesi lainnya (PP 43 2015 Diarsipkan 2016-10-23 di Wayback Machine.)

Lihat pula sunting

Referensi sunting

  1. ^ Undang-Undang Republik Indonesia, Nomor 8 Tahun 2010, tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, Lembaran Negara RI Tahun 2010 No. 122 dan Tambahan Lembaran Negara RI No. 5164
  2. ^ "Draf RUU Pembatasan Transaksi Tunai Selesai dibahas"
  3. ^ "Calon Pemimpin PPATK diminta realisasikan 2 RUU"
  4. ^ "UU Perampasan Aset Koruptor diusulkan masuk paket Reformasi Hukum"

Pranala luar sunting