Pulau Bidadari, Kabupaten Manggarai Barat

pulau di Indonesia
Untuk pulau lainnya dengan nama yang sama, lihat Pulau Bidadari.

Pulau Bidadari adalah sebuah pulau yang terletak di Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT).

Lokasi Pulau Bidadari, salah-satu pulau di wilayah Taman Nasional Komodo, Nusa Tenggara Timur

Secara umum, pulau yang terletak di antara gugusan pulau di Labuan Bajo ini memiliki panorama wisata bahari yang menakjubkan. Pulau itu menjadi salah satu primadona wisata karena terdapat taman laut, dengan keanekaragaman ikan hias.

Kepemilikan pulau sunting

Lewan Dosky sendiri tinggal di pulau tersebut bersama istrinya sejak lama. Dia mengaku telah membeli pulau tersebut dari warga lokal H Machmud seharga Rp 459 juta. Dia menolak warga lokal khususnya nelayan untuk mendekati pulau tersebut.

Salah satu dasar hukum diizinkannya warga asing menguasai sebuah pulau adalah PP Nomor 41/1996 tentang Pemilikan Rumah Tempat Tinggal atau Hunian oleh Orang Asing yang Berkedudukan di Indonesia.

Namun PP ini hanya mengizinkan warga asing memiliki rumah tempat tinggal atau hunian tidak lebih lama dari 25 tahun. Kalaulah diperpanjang, tidak lebih lama dari 20 tahun.

Landasan hukum sunting

Pada Rabu 1 Maret 2006, Pelaksana Harian Kepala Bidang Hak Atas Tanah Kanwil Pertanahan NTT, Johanes Veky Leba menyatakan, Badan Pertahanan Nasional (BPN) Kabupaten Manggarai telah memberikan sertifikat hak guna bangunan (HGB) selama 35 tahun atas nama PT Reefseekers Khaternet Lestari yang dimiliki Ernest Lewandosky, seorang ahli penyu warga Inggris, selama 35 tahun.

Menurutnya, pemberian sertifikat itu berdasarkan peraturan pemerintah No 41 Tahun 1996 tentang kepemilikan tanah oleh orang asing.


Hak Guna Tanah sunting

Penguasaan atas pulau oleh pasangan suami istri Inggris, Ernest Lewandowski dan Kathleen Mitcinson, pada Pulau Bidadari di Kabupaten Manggarai Barat, NTT, sah adanya. Pasutri itu mengantongi hak guna pakai pulau itu hingga tahun 2035.

Ernest yang merupakan Direktur PT Reefseekers Kathernet Lestari berhak menguasai pulau itu hingga 24 September 2035.

Berdasarkan sertifikat yang dikeluarkan Pemerintah kabupaten (Pemkab) Manggarai (sebelum pemekaran menjadi Pemkab Manggarai dan Pemkab Manggarai Barat) Nomor 24.16.01.25.3.00017, Ernest menguasai 45,4 hektare (ha) di Pulau Bidadari (bukan 5 ha seperti di berita sebelumnya).

Tanah seluas 30 ha itu diperoleh Ernest pada tanggal 15 Juni 2000 senilai Rp 495 juta. Sedangkan 15,4 ha didapat pada 10 April 2002 seharga Rp 279 juta. Dia membeli tanah itu dari Haji Yusuf Mahmud, warga setempat.

Menurut Kapolres AKBP Butce Helo Ernest hanya menguasai 5 hektare (ha) Pulau Bidadari untuk membuka usaha. "Dari 15,4 ha tanah yang dibeli dari warga lokal, 3 ha untuk penghijauan, 2 ha untuk pemda, dan 5,4 ha untuk konservasi laut," jelas Kapolres. Ernest juga tidak melarang TNI memancangkan bendera merah putih. Bahkan pada saat bendera itu dipancangkan, Ernest menyumbang semen. "Bahkan dia minta bendera itu ditanam di depan rumahnya," tutur Kapolres.

Ernest juga mendapatkan rekomendasi dari Pemkab Manggarai No 599/160/BKPMD/X/2002 tentang konservasi pantai. Juga ada izin dari Pemkab Manggarai tentang perluasan perhotelan selama 35 tahun.

Kawasan wisata sunting

Kawasan itu akan disulapnya menjadi wilayah wisata dengan jajaran bungalow dan lokasi diving. Pantai pulau itu dikelilingi dengan pasir putih yang indah. Setidaknya ada dua papan yang ditulisi larangan masuk ke pulau pribadi itu.

Dia melarang para nelayan dan penduduk setempat mendekati pulau tersebut karena para nelayan sering merusak terumbu karang yang masih sangat indah di wilayah itu. Sedangkan penduduk setempat kadang dengan seenaknya selalu membuang sampah sembarangan baik di laut atau di pulau pada lokasi taman wisata tersebut. Pada tahun 2005 lalu, lebih dari 2.000 orang asing telah mengunjungi pulau tersebut.

Dia menegaskan tidak membeli pulau itu dan hanya datang sebagai investor. Ernest juga pernah mendapat penghargaan dari Pemda NTB karena berhasil melestarikan penyu dan terumbu karang di Gili Trawangan, Lombok Barat.

Diungkapkannya pula, selama ini Ernest sudah mengajukan permohonan untuk menjadi WNI, tapi permohonan itu belum dikabulkan pemerintah Indonesia.

Ernest sendiri kepada wartawan mengaku syok atas pemberitaan tentang dirinya. "Saya cinta Indonesia," kata ilmuwan penyu ini. (sumber: detikcom)

Lihat pula sunting

Pranala luar sunting