Prostitusi di Jerman

Prostitusi di Jerman merupakan perbuatan yang legal, juga aspek-aspek lain seperti industri seks termasuk di dalamnya rumah bordir, iklan dan tawaran pekerjaan melalui perusahaan pencari tenaga kerja. Pekerja seks layanan penuh tersedia luas dan diatur oleh Pemerintah Jerman, yang memunggut pajak atas jasanya.[1] Pada 2016, Pemerintah Jerman menerbitkan peraturan baru yaitu Prostitutes Protection Act (Peraturan Perlindungan Pekerja Seks Komersial) untuk memperbaiki pekerja seks di mata hukum. Walaupun begitu, stigma sosial mengenai pekerja seks tetap ada dan banyak pekerja memilih untuk memiliki kehidupan ganda.[2] Organisasi HAM berpendapat bahwa stigma terhadap profesi ini masih muncul akibat adanya ekspoitasi pekerja seks di Eropa Timur dan Eropa Utara

Potret diri pekerja seks asal Jerman di rumah bordil.
Ukiran dari abad ke-15, Master of the Banderoles

Sejarah Pekerja Seks Komersial sunting

Abad Pertengahan hingga Konfederasi (1815) sunting

Pekerja seks di Jerman tidak pernah dianggap sebagai perbuatan melawan hukum dan telah muncul sejak abad pertengahan. Sejak abad ke-13, beberapa kota besar di Jerman memiliki rumah bordir yang dikenal sebagai Frauenhäuser (rumah perempuan),[3] praktik pekerja seks komersial dianggap sebagai kejahatan yang diperlukan, sikap ini didukung oleh Saint Augustine (354-430). Beberapa daerah secara aktif mendukung kegiatan ini, pekerja seks tidak dianggap sebagai kaum pinggiran, beberapa pekerja seks bahkan menjadi tamu kehormatan yang menjaga ketertiban umum karena menjadi penyalur hasrat seperti zina dan pemerkosaan.[4] Pemerintah juga mendapatkan keuntungan dari pungutan pajak dari pekerja seks komersial.

Kaisar Sigismund (1368–1437) mengucapkan terima kasih secara tertulis kepada kota Konstanz karena menyediakan kurang lebih 1.500 pekerja seks komersial untuk Konsili Konstanz pada periode 1414 sampai dengan 1418.[5]

Pekerja seks komersial mulai ditindak tegas pada awal abad ke-16, saat dimulainya reformasi dan mewabahnya penyakit sifilis. Pada 1530 Charles V memerintahkan agar seluruh rumah bordir di Kekaisaran Romawi Suci Jerman untuk ditutup.[6]

Pasal 999 dari Kitab Hukum Umum Negara Prusia menjelaskan bahwa "perempuan yang ingin berbisnis dengan tubuhnya...harus pergi ke rumah bordir yang diawadi oleh negara"[6].

Masa Konfederasi (1815–1871) sunting

Pada awal abad ke-19, pekerja seks komersial diberbagai daerah diharuskan mendaftar ke pihak kepolisian atau otoritas medis lokal dan melaporkan secara berkala hasil pemeriksaan kesehatan untuk mencegah penyakit menular seksual.

Peraturan Bremer yang diterbitkan pada 1852 menyatakan bahwa protitusi "bukanlah perdagangan dalam arti sesungguhnya", karena adanya perbedaan mendasar antara prostitusi dan pedagangan lain, imoralitas prostitusi didefinsikan di dalam hukum.[7]

Kekaisaran Jerman (1871–1918) sunting

Pada masa Kekaisaran Jerman (1871-1981) sikap terhadap pekerja seks komersial mendua. Pekerja seks ditoleransi karena memiliki fungsi untuk menyediakan kebutuhan wanita di luar pernikahan, tetapi juga menjadi ancaman bagi citra moral kontemporer sisi seksualitas perempuan karena itu kebijakan negara terhadap cenderung berupa pengaturan daripada penghapusan pekerja seks. Peraturan ini sebagian besar diterbitkan ditingkat kota. Kitab Hukum Pidana 1871 melarang keberadaan rumah bordir dan "pornoaksi", pada versi amandemen tahun 1876, kegiatan prostitusi hanya dihukum jika pekerja seks bekerja diluar pengawasan pihak kepolisan.[6] Peraturan negara pada waktu itu menciptakan keadaan dimana sebuah perilaku dianggap pantas dan apa yang dianggap pantas oleh seksualitas feminim.

Kontrol ketat bisa ditemukan di kota pelabuhan Hamburg. Peraturan termasuk mendefinisikan pakaian dan perilaku pekerja seks komersial di dalam rumah bordir dan luar, hal ini membuat pekerja seks komersial dianggap kelas yang berbeda dalam masyarakat.

Pada awal abad ke-20, prostitusi dianggap sebagai "hal yang berbahaya untuk masyarakat"[8] walaupun begitu, beragam rumah bordir dan distrik merah muncul pada waktu ini contohnya adalah Helenenstraße di Bremen (dari tahun 1878), Linienstraße di Dortmund (dari tahun 1904), Stahlstraße di Essen (dari tahun 1900-an), Rampenloch di Minden (dari tahun 1908), Im Winkel di Bochum (dari tahun 1912an), dan Flaßhofstraße di Oberhausen (dari 1910 dan 1963). Diperkirakan pada 1900-an terdapat 50.000 perempuan yang bekerja di Berlin[9] (Populasi pada 1 Desember 1990 mencapai 1.888.848 jiwa).

Republik Weimar (1918–1933) sunting

Pada masa Weimar ekonomi Jerman runtuh karena kekalahan pada Perang Dunia Pertama dan pelaksanaan reparasi perang yang disepakai di Perjanjian Versailles, akibatnya kelas menegah di Jerman kehilangan tabungannya serta kelas pekerja menjadi pengganguran. Jerman akhirnya memutuskan untuk mencetak uang untuk membayar tagihan yang mengakibatkan terjadinya hiperinflasi pada tahun 1923. Akibatnya wanita, termasuk jutaan janda perang menjadi prostitusi. Licentiousness dan pekerja seks di jalan menjadi hal yang biasa ditemukan di periode ini, dan Berlin pada zaman Weimar terkenal dengan keruntuhan moralnya.[10][11]

Ketika peraturan mengenai STD dibicarakan dan diadopsi pada 1927[12] juga disertai dengan pembahasan mengenai dekriminalisasi pelaku prostitusi.

Era Nazi (1933–1945) sunting

Saat Nazi berkuasa, pekerja seks komersial dilihat sebagai perbuatan asosial dan tidak bermoral sehingga acap kali pelaku seks dikirim ke kamp konsentrasi terutama ke Kamp Ravesbruck.[13] Nazi tidak sepenuhnya menentang keberadaan pekerja seks komersial, Nazi mendirikan sistem tersentralisasi untuk mengakomodasi hal ini yaitu melalui rumah bordir kota, rumah bordir militer, rumah bordir untuk pekerja paksa asing, dan rumah bordir di kamp konsentrasi.[13]

Selama Perang Dunia Kedua, Wehrmacht (angkatan bersenjata Nazi) mendirikan kurang lebih 100 rumah bordir di wilayah yang didudukinya seperti di Prancis, Polandia, Italia, dan Norwegia. Lothar-Günther Buchheim mendeskripsikan impresi dari Brest: "Jika kapal besar berlabuh, pekerja seks komersial langsung menghampiri para pelaut". Prostitusi militer diatur, "hanya rumah bordir yang memiliki lisensi yang boleh dikunjungi. Selalu menggunakan kondom. Untuk prajurit Jerman tersedia jarum suntik steril di uretra".[14]

Antara 1942 dan 1945, rumah bordir kamp didirikan di 10 kamp konsentrasi, termasuk di Auschwitz. Himmler mendirikan kamp tersebut sebagai bentuk insentif bagi tawanan non-yahudi dan non-Rusia yang telah bekerja keras dan mau bekerja sama, hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan produktivitas kerja kamp.[15] Pada awalnya rumah bordir dikelola oleh mantan narapidana yang bekerja secara sukarela, tetapi untuk wanita ada juga yang bekerja dibawah tekanan.[13] Dalam film dokumentari berjudul Memory of the Camps, proyek yang diawasi oleh Kementerian Informasi Inggris dan Kantor Informasi Perang Amerika Serikat pada musim panas 1945, kru kamera merekam wanita yang menyatakan bahwa dirinya dipaksa untuk menjadi budak seks untuk melayani sipir dan tawanan. Pembuat film menyatakan bahwa wanita tersebut wafat dan digantikan dengan wanita lain dari Kamp Konsentrai Ravensbrück.[16]

Tidak ada perempuan pekerja paksa di rumah bordir kamp konsentrasi yang pernah menerima kompensasi karena Hukum Kompensasi Jerman tidak memasukan seseorang yang dicap sebagai asosial oleh Nazi.[13]

Dalam kasus mata-mata yang terkenal, Dinas Rahasia Nazi (SS) mengambil alih Salon Kitty, rumah bordir kelas atas di Berlin dan memasang peralatan pencuri dengar dan melatih pekerja seks khusus. Mulai 1939–1942 Salon Kitty dipergunakan untuk memata-matai pengunjung penting.

Republik Demokratik Jerman (GDR 1945–1990) sunting

Selepas Perang Dunia kedua, Jerman dibagi menjadi dua bagian yaitu Jerman Timur (Republik Demokratik Jerman) dan Jerman Barat (Republik Federal Jerman dari 1949–1990). Jerman Timur seperti seluruh negara di blok komunis timur melarang keberadaan pekerja seks komersial dan berdasarkan hukum resmi, pekerjaan ini tak pernah diakui walaupun begitu, terdapat pekerja seks komersial elit yang bekerja di hotel-hotel yang terletak di Berlin Timur dan kota-kota utama lainnya, mereka menyasar tamu dari negara-negara barat. Beberapa pekerja seks dipekerjakan sebagai mata-mata oleh Polisi Rahasia Jerman Timur (Stati). Pekerja seks jalanan juga tersedia untuk kebutuhan pemenuhan hasrat dari orang barat.

Republik Federal Jerman (1945–2001) sunting

Di Jerman Barat, pendaftaran dan pengujian tetap diberlakukan tetapi dalam praktiknya terdapat perbedaan ditiap wilayah. Di Bavaria, diberlakukan test tambahan untuk HIV selain test penyakit menular seksual sejak 1987. Tetapi banyak pekerja yang tidak melalukannya dan menghindari terdaftar secara resmi. Sebuah studi pada 1992 menemukan bahwa hanya 2,5% pekerja yang terkena penyakit menular, angkanya lebih rendah dibandingkan dengan masyarakat biasa.[17]

Pada 1967, rumah bordir terbesar di Eropa, Eros Center yang berlantai enam, dibuka di Reeperbahn di Hamburg. Bahkan pada 1972 dibuka lagi rumah bordir yang lebih besar yang menggunakan gedung berlantai 12 bernama Pascha di Cologne. Ketika ketakutan akan AIDS melanda diakhir 1980-an, hal tersebut berefek kepada bisnis rumah bordir yang menyebabkan ditutupnya Eros Center dan juga bisnis rumah bordir yang lain.[18][19] Pascha terus berkembang, dan berevolusi menjadi waralaba dengan membuka rumah bordir tambahan di Munich dan Salzburg.

Apapun yang mengarah kepada "promosi prsotitusi" (Förderung der Prostitution) adalah perbuatan melawan hukum sampai dengan 2001, bahkan setelah reformasi menyeluruh terhadap hukum pidana pada 1973. Tempat ini beroperasi dibawah ancaman tindakan melawan hukum. Kebanyakan rumah bordir beroperasi sebagai bar yang memiliki kamar sewaan terpisah yang legal walaupun begitu, banyak pemerintah daerah yang membangun, mengoperasikan, dan mendapatkan keuntungan dari rumah sewa Dirnenwohnheime ('rumah sewa pelacur') untuk mengontrol pekerja seks jalanan dan praktik mucikari. Di gedung ini pekerja seks menyewa ruangan perhari. Kompleks rumah sewa ini disebut sebagai "Laufhäuser" dioperasikan dibawah nama Eros Centers. Bahkan sebelum reformasi 2001, banyak pekerja seks komersial kelas atas beroperasi di apartemen pribadi, sendiri atau bersama dengan rekannya. Gedung mewah bernama "FKK-Sauna-Clubs" menjadi tempat eksklusif untuk pekerja seks di Jerman. Di tempat tersebut, pria dan wanita harus membayar biaya masuk sebesar €50 sampai dengan €100 termasuk untuk pembelian makanan dan minuman, pekerja seks bisa langsung menegosiasikan langsung dengan kliennya mengenai imbal jasa, hal ini untuk menghidari praktik mucikari ("Zuhälterei"). Variasi ilegal lainnya juga hadir seperti membuat iklan terbuka di internet dan surat kabar. Layanan ini bertarif €75 sampai dengan €90.

Sebelum peraturan mengenai prostitusi pada 2002, pengadilan tertinggi Jerman berulang kali memutuskan bahwa pekerja seks melanggar aturan moral (verstößt gegen die guten Sitten) dengan beberapa konseukensi hukum. Beragam kontrak yang dinilai tidak bermoral dianggap batal demi hukum, sehingga pekerja seks tidak bisa melakukan tuntutan hukum karena permasalah pembayaran. Pekerja seks yang bekerja menggunakan apartemennya bisa kehilangan tempat. Bar dan penginapan bisa ditolak lisensinya jika terdapat pekerja seks di tempat mereka.

Pada 1999, Felicitas Weigmann[20] kehilangan lisensi kafenya di Berlin yang bernama Psst! karena kafenya digunakan untuk tempat awal bernegosiasi antara pelanggan dan pekerja seks komersial serta memiliki ruangan yang bisa disewa. Weigmann menggugat pemerintah kota, berargumen bahwa tatanan sosial telah berubah serta pekerja seks sudah tidak dianggap sebagai perbuatan yang melanggar molar. Hakim melakukan investigasi yang luas serta mengumpulkan banyak pendapat. Pada Desember 2000 pengadilan mengabulkan tuntutat Weigmann. Keputusan ini dianggap sebagai rujukan dan faktor penting dari terwujudnya Undang-undang mengenai prostitusi pada 1 Januari 2002. Namun baru setelah selesainya proses banding yang diajukan Pemerintah Kota Berlin, Weigmann berhasil mendapatkan kembali izinnya pada Oktober 2002.

Kewajiban untuk mendaftar dan melakukan tes untuk pekerja seks ditinggalkan pada 2001. Test anonim, gratis, dan sukarela dibuat tersedia untuks etiap orang termasuk pendatangan ilegal. Banyak rumah bordir yang beroperasi memberikan persyaratan agar setiap pekerja mengambil test tersebut.

Era modern sunting

Reformasi Legislatif (2002) sunting

Pada 2002, sebuah undang-undang yang disponsori oleh Partai Hijau diloloskan oleh koalisi partai yang berkuasa yaitu Partai Demokrat Sosial Jerman dan Partai Hijau di Bundestag. Undang-undang Prostitusi (Prostitutionsgesetz) yang baru mencabut larangan bagi pekerja seks komersial penuh waktu dan memperbolehkan pekerja seks untuk mendapatkan kontrak kerja regular.

Undang-undang tersebut dikritik karena tidak efektif untuk mengubah situasi yang dihadapi pekerja seks, hal ini diduga juga karena pekerja seks sendiri yang tidak ingin kondisi dan kontrak kerja mereka berubah.[21] Pemerintah Jerman menerbitkan laporan mengenai dampak dari peraturan tersebut pada Januari 2007, menyimpulkan bahwa hanya sedikit pekerja seks yang memanfaatkan peraturan tersebut, hanya 35% pekerja seks yang memutuskan untuk memiliki kontrak kerja reguler.[22]

Pasca Tahun 2002 sunting

 
Rumah Bordir Hafenmelodie di Trier (Jerman)

Selama tahun 2000 sampai dengan 2003, konsulat Jerman mempermudah peraturan penerbitan visa. Pihak oposisi mengklaim bahwa kebijakan tersebut meningkatkan jumlah perdagangan manusia dan pekerja seks yang masuk ke Jerman secara ilegal terutama yang berasal dari Ukrania. Kebijakan ini menyebabkan terjadinya pemeriksaan pada 2005 yang terkenal dengan sebutan German Visa Affair.

Pada 2004, pemimpin geng Turki bernama Necati Arabaci dihukum penjara selama 9 tahun karena menjadi mucikari, melakukan perdagangan manusia, penyerangan, pemerasan, kepemilikan senjata, dan penipuan.[19] Tukang pukul dari geng tersebut mengendalikan klub-klub malam di distrik hiburan Cologne Ring, tempat dimana mereka berteman dengan gadis-gadis untuk diekspoitasi sebagai pekerja seks.[23] Setelah penangkapan Arabaci, informan mendapatkan informasi mengenai ancaman terhadap jaksa penuntut, yang menerima perlindungan polsisi dan meninggalkan Jerman pada 2007 ketika Arabacai di deportasi ke Turki.[24]

Pada 2004, rumah bordil terbesar Colosseum yang berafiliasi dengan Freikörperkultur dibuka di Augsburg, polisi mencurigai hubungan rumah bordir ini dengan Geng Arabaci, yang memiliki beberapa tempat serupa dan diatur langsung dari penjara oleh Necati Arabaci.[25]

Setelah beberapa kali dilakukan pengerebekan, polisi menyatakan bahwa manajer rumah bordir menetapkan harga yang harus pekerja seks tawarkan, melarang mereka untuk berkumpul atau menggunakan ponsel selama bekerja, menentukan jam kerja, mengeledah ruangan dan tas, dan memerintahkan pekerja untuk bekerja tanpa busana (menerapkan pinalti sebesar €10 setiap pelanngaran). Pada April 2006, lima orang didakwa atas tuduhan mucikari. Pengadilan membatalkan tuduhan, berargumen bahwa Undang-undang Prostitusi Tahun 2002 menciptakan hubungan teratur antara pekerja-pemberi kerja dan memberikan hak kepada pemberi kerja untuk menentukan kondisi pekerjaan. Colosseum sampai saat ini masih aktif beroperasi.[26]

Pada awal 2005, media di Britania Raya melaporkan bahwa seorang wanita menolak mengambil pekerjaan sebagai pekerja seks komersial karena tunjangan penggangurannya akan berkurang atau dihapuskan.[26] Kasus serupa muncul pada pertengahan 2003, seorang wanita menerima tawaran pekerjaan dari agen tenaga kerja swasta. Namun, pada kasus ini pihak agensi meminta maaf karena kesalahannya, karena biasanya tawaran pekerjaan sebagai pekerja seks komersial akan ditolak tetapi klien agen tidak jujur, mendeskripsikan posisi yang ditawarkan sebagai "penjaga bar wanita". Sampai saat ini tidak ada lagi kasus yang dilaporkan membuat wanita kehilangan tunjangannya seperti kasus sebelumnya, dan agen pekerja menyatakan bahwa wanita tidak akan dipaksa untuk bekerja sebagai pekerja seks komersial.[27]

Pada Maret 2007, rumah bordir "Pascha" di Cologne mengumumkan bahwa warga lanjut usia yang berusia di atas 66 tahun akan menerima potongan harga selama sore hari, setengah harga dari €50 untuk "sesi normal" akan ditanggung oleh rumah bordir. Sebelumnya, pada 2004, potongan harga 20% untuk pengganguran juga diumumkan oleh rumah bordir di Dresden.[28]

Pada 2007, otoritas di Berlin mulai menutup beberapa rumah bordir apartemen yang sudah beroperasi bertahun-tahun. Otoritas menjalankan keputusan pengandilan pada 1983 yang menyatakan bahwa rumah bordir menimbulkan gangguan yang tidak dapat dicegah bila berada di kawasan pemukiman. Kelompok pembela hak pekerja seks komersial dan pemilik rumah bordir berusaha melawan tindakan ini, mereka melaksanakan penelitian yang menyimpulkan bahwa rumah bordir apartemen tidak mempromosikan tindakan kriminal dan tidak menggangu lingkungan.[29]

Krisis finansial global pada 2009 mengakibatkan perubahan pada rumah bordir. Penurunan tarif dan promosi gratis dilakukan. Beberapa perubahan, hasil dari peralatan marketing modern, diskon, gimmick. Rumah bordir memperkenalkan tarif flat untuk semua layanan, bus penjemput gratis, potongan harga untuk warga senior dan pengemudi taksi, "tiket harian". Beberapa rumah bordir menawarkan kartu loyalitas, pesta seks, potongan untuk pemain golf. Klien melaporkan penurunan waktu kunjungan setiap minggunya.[29]

Pada 2009, Bundessozialgericht memutuskan bahwa agen pencari kerja asal Jerman tidak diharuskan mencari calon pekerja seks komersial untuk mengisi lowongan di rumah bordir. Hal tersebut merupakan hasil dari penolakan pengadilan atas tuntutat pemilik rumah bordir yang berargumen bahwa undang-undang 2002 mengubah status pekerja seks komersial seperti pekerja pada umumnya, hakim memutuskan bahwa undang-undang tersebut ditunjukan untuk melindungi pekerja bukan untuk kepentingan bisnis.[30]

Efek dari reformasi ini terus memancing perdebatan. Koran Der Spiegel pada 2013 menerbitkan laporan lima seri yang menyatakan bahwa reformasi tersebut gagal,[31] yang lainnya berpendapat walaupun cara dan pendekatan Jerman masih memiliki kelemahan tetapi berhasil menurunkan angka kekerasan terhadap pekerja seks.[30]

Peraturan hukum yang diubah padap Oktober 2016 untuk menghukum pelanggan yang menggunakan jasa pekerja seks yang dipaksa atau diperdagangkan. Perubahan ini dipimpin oleh Eva Högl dari Partai Demokrat Sosial Jerman.

Prostituiertenschutzgesetz (<i>Prostitutes Protection Act</i>) yang berlaku pada Juli 2017. Beberapa ketentuan dari undang-undang tersebut adalah pendaftaran pekerja seks, cek kesehatan tahunan berkala, kewajiban menggunakan kondom. Rumah bordir yang beroperasi harus juga mendaftarkan diri dan membuktikan bahwa mereka "memiliki perilaku yang baik" sebelum mendaftar. Peraturan juga membatasi iklan rumah bordir.[31]

Piala Dunia FIFA 2006 sunting

 
Rumah bordil Pascha di Cologne, Jerman, merupakan rumah bordil terbesar di benua Eropa.[32] Poster berbendera Arab Saudi dan Iran diturunkan setelah mendapatkan protes

Pemerintahan Jerman memperkirakan lebih dari 40.000 pekerja seks ilegal yang sebagian besar berasal dari negara-negara di bagian barat benua Eropa akan masuk ke Jerman selama penyelenggaraan Piala Dunia FIFA 2006. Perkumpulan wanita dan gereja berencana mengelar kampanye "kartu merah untuk prostitusi paksa" dengan tujuan untuk memberikan suporter sepak bola peringatan mengenai keberadaan perdagangan manusia untuk kegiatan seksual. Perkumpulan tersebut meminta dukungan dari tim sepak bola dan organisasi sepak bola tetapi inisiatif mereka ditolak.[33] Pada Maret 2006, Presiden Asosiasi Sepak Bola Jerman berbalik arah dan setuju untuk mendukung kampanye tersebut dengan nama "Final Whistle – Stop Forced Prostitution".[34] Parliamentary Assembly of the Council of Europe (PACE), Nordic Council dan Amnesty International juga prihatin atas meningkatnya perdagangan wanita dan perdagangan pekerja seks karena Piala Dunia.[35][36][37][38]

Pada Maret 2006, kampanye "Responsible John. Prostitution without compulsion and violence"[39] dimulai oleh pemerintahan kota Berlin.[40] Kampanye ini menyediakan daftar ciri-ciri dari perdagangan pekerja seks dan mendorong agar pelanggan untuk menghubungi otoritas jika menemukannya.

Pada April 2006, iklan di rumah bordir Pascha di Cologne menampilkan beberapa gambar wanita setengah telanjang dengan bendera peserta Piala Dunia FIFA 2006 menyulut kemarahan setelah umat muslim tersinggung karena poster tersebut memuat bendera Arab Saudi dan Iran. Pemiliki rumah bordir, Armin Lobscheid, mengatakan bahwa sekelompok umat muslim mengancam berbuat anarkis karena keberadaan iklan tersebut dan Lobscheid memutuskan untuk menurunkan kedua bendera. Walaupu begitu, bendera Tunisia yang memuat bulan sabit kaum muslim tidak ikut diturunkan.

Pada 30 Juni 2006, New York Times melaporkan bahwa ekspektasi kenaikan aktivitas prostitusi karena Piala Dunia tidak terjadi.[41] Hal ini dikonfirmasi pada 2006 oleh laporan dari BKA yang menyatakan bahwa hanya 5 kasus perdagangan manusia yang dilaporkan berkaitan dengan penyelenggaran Piala Dunia.[42]

Tingkat Pelacuran Serta Masalah-Masalah Lainnya sunting

Studi pada awal 1990-an mengestimasi sekitar 50.000–200.000 wanita dan beberapa pria menjadi pekerja seks di Jerman.[17] Buku International Encyclopedia of Sexuality yang diterbitkan pada 1997, melaporkan lebih dari 100.000 wanita bekerja sebagai prostitusi di Jerman.[43] Studi pada 2005 angka 200.000 sebagai "estimasi setengah realita".[44] Organisasi berbasis isu prostitusi Hydra mengeluarkan angka 400.000 pekerja, angka ini yang banyak digunakan media saat ini. Studi pada 2009 oleh TAMPEP juga menggunakan angka ini, dimana pekerja seks penuh waktu dan paruh waktu berjenis kelamin wanita mencapai 93%, pria 4%, dan transgender 3%.[2]

Studi yang sama juga menemukan fakta bahwa 63% dari pekerja seks di Jerman adalah warga negara asing, dimana dua pertiganya datang dari Eropa Tengah dan Eropa Timur. Pada 1999 porsi pekerja seks asing di Jerman hanya 52%, kenaikan ini akibat perluasan Uni Eropa.[2][45]

Dari penelitian lain, diestimasi antara 10% sampai dengan 30% populasi pria punya pengalaman dengan pekerja seks,[43] dari pria berumur 17 tahun di Jerman Barat yang memiliki pengalaman berhubungan seksual, 8%-nya berhubungan seksual dengan pekerja seks.[43]

Survei pada 2009 berusaha mengidentifikasi faktor-faktor kerentanan utama pekerja seks komersial di Jerman (urutan menyatakan kepentingan):

  1. Masalah keuangan, termasuk kemiskinan dan utang
  2. Kekerasan dan penyalahgunaan oleh polisi, pelanggan, dan germo
  3. Tidak memiliki indentifikasi profesional, kurangnya kepercayaan diri
  4. Stigma dan diskriminasi
  5. Eksploiatasi kebebasan personal[2]

Jenis-Jenis Prostitusi Wanita sunting

Prostitusi Jalanan (Straßenstrich) sunting

Pekerja seks jalanan reguler biasanya diorganisasi dan dikontrol oleh germo. Sebagian besar kota mendirikan "Sperrbezirke" (zona larangan) dan mengenai pekerja jalanan dengan pajak hiburan, sebagai contoh pajak di kota Bonn dibayarkan pekerja seks melalui meteran parkir, enam euro untuk periode delapan jam. Jumlah yang sama dikumpulkan dari pekerja seks di apartemen dan rumah bordir, terkadang ditagih oleh pengumpul pajak kota secara langsung. Beberapa pekerja seks bekerja menggunakan karavan, beberapa bekerja di mobil pelanggan, dan beberapa masih menggunakan kamar hotel. Dengan problem ekonomi terbaru, di beberapa kota besar pekerja seks "liar" mulai muncul, area dimana wanita bekerja sementara untuk memenuhi kebutuhan finansial mereka. "Kotak seks" atau "Verrichtungsbox" adalah sebuah fasilitas yang mengurung atau melindungi mobil untuk menyediakan tempat yang aman bagi pekerja seks yang menggunakan mobil.[46]

Prostitusi untuk Membeli Narkoba sunting

Di setiap kota besar di Jerman, terdapat pekerja seks yang menawarkan jasanya untuk membeli narkoba. Kegiatan ini biasanya berlangsung di dekat stasiun kereta, biasanya tindakan ini dilakukan di mobil pelanggan atau kamar sewa terdekat. Pekerja seks yang melakukan ini kebanyakan putus asa, biasanya di bawah umur, dan murah. Germo dan pemilik rumah bordir biasanya menghindari pekerja seks yang kecanduan narkoba, karena mereka menggunakan uang hanya untuk membeli narkoba. Pekerja seks lain juga memandang rendah mereka karena menurunkan harga pasaran.

Salah satu ara yang unik yang dilakukan Kot Cologne pada 2001 untuk memindahkan pekerja seks yang kecanduan narkoba dari pusat kota dan menunrunkan angka kekerasan di antar mereka, pemerintah menciptakan zona khusus yang mentoleransi pekerja seks jalanan di Geestemünder Straße. Pengedar dan germo tidak diizinkan, tempat parkir memiliki tombol alarm dan pekerja seks disediakan fasilitas seperti kafe, tempat mandi, jarum suntik, dan konseling. Proyek ini mirip dengan proyek tippelzones di Belanda yang diawasi oleh organisasi wanita katolik.[47] Hasil evaluasi positif yang dilakukan oleh peneliti dipublikasikan pada 2004.[48]

Bar sunting

Di bar, wanita berusaha merayu pria untuk membelikan mereka minuman mahal serta pelayanan seksual. Seks biasanya dilakukan di tempat yang berbeda tetapi masih satu bangunan dengan bar. Harga layanan biasanya ditentukan oleh pemilik bar dan uang dibagi antara pemilik bar dan pekerja seks. Namum aktivitas seperti ini menurun sebagia dampak dari kewajiban registrasi[49] yang diamanatkan oleh Prostitutes Protection Act.

Eros Center (Bordell, Laufhaus) sunting

Eros center merupakan rumah atau jalan dimana pekerja seks bisa menyewa ruang apartemen kecil dengan harga 80–150 euro per hari.[50] Pekerja seks kemudian mengoda calon pelanggan mereka dari balik pintu atau jendela. Tarif layanan biasanya ditentukan oleh pekerja seks, biasanya antara 25–50 euros untuk short-time sex. Uang tidak dibagi kepada pemilik apartemen. Keamanan dan makanan disediakan oleh pemilik apartemen. Pekerja seks memungkinkan untuk tinggal di ruangan mereka tetapi kebanyakan tidak. Seseorang di bawah umur dan wanita yang tidak bekerja di eros center dilarang masuk. Eros center ada pada setiap kota besar di Jerman dan yang paling terkenal adalah Herbertstraße yang terletak di dekat Reeperbahn, Hamburg. Rumah bordir terbesar di Eropa terletak di PaschaEros Center di Cologne, gedung 12 lantai dan 120 ruangan untuk disewa dan beberapa bar.

Apartemen Pelacuran (Wohnungspuffs) sunting

Terdapat banyak iklan di surat kabar harian. Biasanya dijalankan oleh wanita atau pria atau terkadang oleh grup rekan sekamar.

Partytreffs dan Pauschalclubs sunting

Terdapat variasi dari kegiatan swing club dimana (terkadang, bukan selalu) terdapat pekerja seks yang dibayar hadir, ada juga 'perempuan amatir' dan 'pasangan amatir'. Pria lajang membayar tarif €80 sampai dengan €150, termasuk makanan, minuman, dan aktivitas seksual tanpa batas, dengan ketentuan semua aktivitas dilakukan di tempat erbuka di depan semua pengunjung. Wanita biasanya membayar biaya masuk lebih rendah atau gratis.

Klub FKK atau Klub Sauna sunting

 
Pelanggan seorang pekerja seks di rumah bordil Berlin pada 2001

Klub ini biasanya terdapat di rumah atau bangunan besar, yang memiliki kolam renang dan tempat sauna, ruangan besar untuk bertemu yang dilengkapi dengan bar dan tempat makan di lantai dasar, layar televisi atau video, dan ruangan tidur di lantai atas. Jam operasional dari pagi hari sampai dengan tengah malam. Wanita biasanya telanjang, pria menggunakan jubah atau handuk. Pria dan wanita membayar biaya yang sama, yaitu sekitar €35 sampai dengan €70, termasuk seluruh fasilitas dan bufet (bir diperbolehkan tetapi, klub FKK tidak mengizinkan minuman keras). Beberapa klub mengizinkan pasangan. Jenis layanan prostitusi ini, yang disebutkan pada dasar Hukum Prostitusi tahun 2002 menyediakan kondisi bekerja yang baik bagi wanita di seluruh Jerman, Austria, dan beberapa bagian Belanda terutama di Rhein-Ruhrgebiet dan daerah sekitar Frankfurt am Main. Beberapa klub besar seperti Artemisdi Berlin yang dibuka pada 2005, rumah bordir di Kota Bad Lippspringe dan Klub FKK World yang sudah lama berdiri di dekat Giessen dan klub FKK Oase di pinggiran kota dekat Bad Homburg.

Layanan Pendamping ( Begleitagenturen ) sunting

Layanan pendamping, dimana pria pelanggan menghubungi wanita untuk mengunjungi rumah mereka atau hotel untuk jasa seksual tersedia di Jerman.

Layanan untuk Grup Khusus sunting

Layanan seksual untuk penyandang cacat dan lanjut usia. Agensi bernama Sensis membantu menghubungan pekerja seks dengan pelanggan yang memiliki keterbatasan. Nina de Vries merupakan salah satu tokoh kontroversial karena menyediakan layanan untuk pria dengan keterbatasan mental dan beberapa kali diliput media. Pelatihan profesional juga tersediba sebagai "sex assistants"[51]

Pekerja Seks Pria sunting

Terdapat pekerja seks pria yang menawarkan jasa kepada wanita, biasanya dalam bentuk layanan pendamping, bertemu di hotel. Sebagian besar pekerja seks pria melayani pelanggan pria. Pada 2007 diperkirakan terdapat 2.500 pekerja seks pria di Berlin.[52] Rumah Bordir Pascha di Cologne memiliki satu lantai khusus untuk pekerja seks pria dan transgender.

Pandangan Hukum sunting

Prostitusi merupakan perbuatan legal di Jerman. Pekerja seks bisa bekerja seperti pegawai reguler berdasarkan kontrak, meskipun sebagian besar bekerja secara independen.[44] Bisnis rumah bordir membutuhkan lisensi resmi, jika rumah bordir menawarkan minuman beralkohol dan makanan, dibutuhkan pula lisensi restoran umum.[31]

Pekerja seks harus membayar pajak penghasilan dan pajak pertambahan nilai untuk jasa yang ditawarkannya, dan dibayarkan ke kantor pajak. Pada praktuknya, prostitusi merupakan bisnis cash dan pajak tidak selalu dibayarkan, meskipun penerapannya sudah diperkuat. Kota Länder North Rhine-Westphalia, Baden Württemberg dan Berlin menginisiasi sistem dimana pekerja seks membayar pajak di muka, dengan nilai tertentu per hari, yang dikumpulkan dan dibayar kepada otoritas pajak oleh pemilik rumah bordir. North Rhine-Westphalia memiliki tarif €25 per hari , sedangkan Berlin bertarif €30 per hari. Pada Mei 2007, otoritas mempertimbangkan untuk menerapkan pajak yang sama ke seluruh negeri yaitu €25 per hari.[53]

Sampai 2002, pekerja seks dan rumah bordir secara teknis tidak diperbolehkan untuk beriklan tetapi larangan itu tidak dilaksanakan. Undang-undang Bundesgerichtshof yang keluar pada Juli 2006, sebagai dampak dari undang-undang baru, iklan mengenai layanan seksual bukan merupakan perbuatan ilegal.[54] Banyak surat kabar yang menerbitkan iklan harian untuk rumah bordir dan untuk wanita yang bekerja di apartemen. Banyak pekerja seks dan rumah bordir yang memiliki situs di internet. Sebagai tambahan, toko seks dan kios koran menjual majalah khusus iklan jasa prostitusi ("Happy Weekend", "St. Pauli Nachrichten", "Sexy", dan lain-lain).

Pekerja wanita asing dari negara-negara Uni Eropa diizinkan untuk bekerja sebagai pekerja seks di Jerman. Wanita dari negara lain bisa memiliki visa turis selama tiga bulan, jika mereka bekerja sebagai pekerja seks, hal tersebut merupakan tindakan ilegal karena visa turis tidak termasuk izin bekerja.

Mucikari (mengeksploitasi dan/atau mengontrol pekerja seks), mempekerjakan pekerja seks di bawah 18 tahun di rumah bordir, dan mempengaruhi seseorang dibawah umur 21 tahun untuk bekerja sebagai pekerja seks merupakan tindakan ilegal. Dilarang melakukan kontrak pekerjaan seks dengan seseorang dibawah umur 18 tahun (pasal 182 ayat 2 Undang-undang Kriminal Jerman.[31] Sebelum 2008 batas usia adalah 16 tahun.[55] Undang-undang ini berlaku untuk warga negara Jerman yang berpergian ke luar negeri untuk melawan prostitusi anak yang muncul dalam wisata seks.

Peraturan kota sunting

Kota pertama di Jerman yang secara tegas mengatur pajak dari kegiatan prostitusi adalah Cologne. Peraturan ini dikeluarkan pada 2004 oleh konsil kota yang dipimpin oleh koalisi Partai Persatuan Demokrat Kristen Jerman dan Partai Hijau Jerman. Pajak berlaku untuk kegiatan tari telanjang, peep shows, sinema seks, pameran seks, panti pijat, dan kegiatan prostitusi, pajak kegiatan prostitusi sebesar €150 per bulan yang dibayarkan pemilik rumah bordir dan pekerja seks pribadi, pekerja seks dapat ditahan jika tidak membayarkan pajak. Pada 2006 Cologne mendapatkan €828,000 dari pajak prostitusi.[56] Di Kota Bonn, pajak pekerja seks per malam mencapai €6 dari pekerja seks jalanan di daerah Immenburgstrasse melalui mesin serupa mesin penjual otomatis yang mirip dengan mesin meteran parkir Jerman dimana area lain di kota terlarang untuk kegiatan seks jalanan.

Setiap kota memiliki hak untuk menetukan daerah-daerah mana yang terlarang untuk kegiatan prostitusi (Sperrbezirk). Pelaku prostitusi jalanan yang ditemukan beroperasi di luar daerah yang diperbolehkan akan di denda jika melawan mereka bisa di penjara. Kota-kota lain menerapkan hal yang berbeda, di Berlin prostitusi diperbolehkan beroperasi dimanapun, di Hamburg pekerja seks jalanan diperbolehkan beroperasi di dekat area Reeperbahn pada waktu terbatas. Hampir seluruh pusat kota Munich adalah daerah terlarang dan polisi menyamar sebagai pelanggan untuk menangkap pelaku prostitusi.[57] Di Leipzig, pekerja seks jalanan dilarang dan polisi diberikan hak untuk mendenda pelanggan yang mencari jasa prostitusi di jalan.[44] Di kota-kota yang lebih kecil, daerah larangan operasional pekerja seks termasuk daerah sekitar pusat kota dan daerah pemukiman. Beberapa negara bagian melarang rumah bordir di kota kecil (seperti kota dengan penduduk kurang dari 35.000 orang)

Konsep ini telah menjadi subjek sengketa hukum, di negara bagian North Rhine-Westphalia, Pengadilan Kota Minden memenangkan gugatan atas Sperrbezirk[58], keputusan yang sama juga dilakukan oleh Pengadilan di Kota Hesse dan Bavaria..[59][60] Pengadilan memutuskan bahwa pelarangan umum terhadap prostitusi melanggar hak dasar untuk memilih suatu pekerja seperti yang diatur oleh Undang-undang Prostitusi pada 2002.

Kesehatan sunting

Pemeriksaan kesehatan untuk pekerja seks merupakan keharusan berdasarkan hukum di Jerman,[31] sebelumnya di negara bagian Bavaria (Bayern), hukum mengeluarkan mandat wajib menggunakan kondom untuk aktivitas seksual dengan pekerja seks, termasuk seks oral.[61][62] Pada 2017 peraturan ini diperluas ke seluruh Jerman.[31]

Kasus Kriminal sunting

Pembunuhan pekerja seks kelas atas Rosemarie Nitribitt di Frankfurt menarik perhatian media Jerman pasca perang. Fakta dibalik kematiannya kabur, investigasi kepolisian menyatakana tidak ada petunjuk yang jelas mengenai pelaku selain itu, tersangka utama kemudian dibebaskan karena tidak cukup bukti. Beberapa orang penting merupakan pelanggan Rosemarie, fakta yang digunakan media bahwa ada tekanan sehingga kasus ini ditutup-tutupi sehingga pembunuh sebenarnya tidak terungkap. Kasus ini menjadi inspirasi dari dua film.

Werner Pinzner merupakan pembunuh bayaran yang beroperasi di rumah bordir di Hamburg pada 1980-an. Ditangkap pada 1986, ia mengaku telah membunih dealam orang yang terlibat dalam bisnis prostitusi. Pengacara dan istrinya bekerja sama untuk menyelundupkan pistol ke markas kepolisian Hamburg pada 29 Juli 1986, dimana dirinya berhasil membunuh jaksa penuntut umum, istrinya, dan dirinya sendiri. Pengacaranya dihukum enam tahun penjara akibat membantu terjadinya pembunuhan.[63]

Enam orang dibunuh di rumah bordir di Frankfurt am Main pada 1994. Pasangan dari Hungaria yang mengeloa rumah bordir dan empat pekerja seks asal Rusia ditemukan tewas dicekik dengan kabel listrik. Kasus ini bisa diungkap, pencurian yang gagal, pencuri tersebut ternyata seorang suami yang istrinya bekerja disana.[64][65]

Pada 2012 dilaporkan polisi melakukan investigasi terhadap pemilik beberapa rumah bordir di Düsseldorf. Diduga, banyak pelanggan yang diracuni dengan date rape drugs atau obat lain dengan tujuan untuk membebani tagihan kartu kredit yang tidak masuk akal. Pelanggan yang komplain diancam dengan rekaman video.[66]

Kejahatan Terorganisasi sunting

Menurut Klaus Bayerl, Kepala Kriminalpolizei Augsburg, rumah bordir terbesar yang berdiri pada 2002 merupakan fasilitas yang direktur resminya merupakan orang-orang baik, sedangkan dibalik layar tempat tersebut dijalankan oleh mucikari atau geng kriminal dan selalu berhubungan dekat dengan kejahatan terogranisasi.[67]

Persaingan untuk menguasai distrik lampu merah melibatkan geng sepeda motor. Sering kali terjadi bentrokan antara Geng Bandidos dengan Geng Hells Angels. Kedua geng ini terkenal karena perdangan obat-obatan dan senjata dan mempromosikan tindakan prostitusi.[68][69][70]

Salah satu geng yang terlibat pertarungan untun mengontrol distrik lampu merah ada Black Jackets. Pada 2013, Rumah Bordir Lustpark di Neu-Ulm dijadikan gudang senjata oleh Black Jackets.[71][72] Pada 2012, Geng Satudarah MC memulai kehadirannya di Jerman.[73] Satudarah memilii keterlibatan mendalam pada bisnis prostitusi, perdagangan obat, dan kejajhatan denga kekerasan.[73]

Demikian pula, Geng United Tribuns terlibat dalam perebutan kekuasaan[73][74] kekuatan bouncer menjadi pertimbangan utama dalam merekrut pekerja seks baru.[75] Organisasi lain yang terlibat dalam bisnis prostitusi dan jual beli adalah Gremium MC, Outlaws MC,[74] Red Legion,[76] dan Rock Machine MC, yang anggotanya terlibat perselisihan dengan rumah bordir Murat C di brothel Murat C di Neu-Ulm pada Desember 2012 dimana seseorang tertembak.[76]

Salah satu tokoh terkenal adalah Necati Arabaciyang merupakan keturunan Jerman-Turki. Dia terlibat di rumah bordir Babylon di Elsdorf dekat dengan Cologne dan rumah Bordir Wiago di Leverkusen, dan rumah bordir di Augsburg dan Mallorca.[75] Pada 2013, Jaksa Penuntut Umum Augsburg menetapkan dugaan pencucian uang terhadap seseorang yang terhubung dengan Hells Angels, rumah bordir besar di Augsburg.[77]

The Hanoverian bernama Frank Hanebuth ditangkap pada Juli 2013 di Mallorca, Spanyol bersama dengan 20 anggota Hells Angels.[78] Sebagai kepala Hells Angels Spanyol, Frank Hanebuth dituduh membentuk organisasi kriminal, mempromosikan praktik prostitusi ilegal, menjual obat-obat terlarang, dan pencucian uang.[79][80] Hanebuth telah membeli beberapa rumah bordir di Spanyol dan juga terlibat dalam penganiayaan terhadap pekerja seks[81]

André Schulz, kepala Asosiasi Investigasi Kriminal Jerman memperingatkan pada Juli 2016 mengenai "peningkatan perselisihan antara geng pengendara motor di Jerman [82]

Perdagangan Seks sunting

Perdagangan manusia merupakan fokus utama kepolisian Jerman, walaupun begitu tindakan ini masih umum ditemukan. Pada 2007, Jerman masuk ke dalam daftar destinasi favorit untuk korban perdagangan manusia yang dikeluarkan oleh United Nations Office on Drugs and Crime.[83]

Pada 2009, 710 korban perdagangan manusia untuk eksploitasi seksual ditemukan, meningkat 5% dibandingkan dengan 2008[84]

Pada 2008, otoritas berwenang mengidentifikasi 676 korban perdagangan manusia.[85]

Pada 2007, otortias penegakan hukum mencatat 689 korban perdagangan untuk eksploitasi seksual. Sebagian besar korban (419) berumur 18 sampai dengan 24 tahun, 184 korban warga negara Jerman. Diperkirakan 12% berumur di bawah 18 tahun, termasuk 39 warga negara Jerman. 1% (7 orang) berumur dibawah 14 tahun.[86]

Perdagangan perempuan dari Eropa Timur biasanya diorganisasi oleh pelaku dari regional yang sama. Kantor Polisi Federal Jerman melaporkan pada 2006 menyelesaikan 357 investigasi kasus perdagangan manusia, dengan 775 korban. 35% dari tersangka merupakan kelahiran Jerman di Jerman dan 8% adalah warga negara Jerman yang lahir di luar Jerman.[42]

Menurut laporan pada 2016 sekitar 35% korban dari perdagangan manusia melaporkan bahwa dari awal mereka setuju untuk bekerja sebagai pekerja seks, sering kali mereka tidak mengetahui kondisi kerja dan utang yang timbul. Beberapa berharap mendapatkan pekerjaan sebagai pelayan, pembantu, atau pengasuh; beberapa diculik. Saat mereka di Jerman, pasport mereka kadang-kadang ditahan dan mereka harus bekerja untuk membayar biaya perjalanan. Kadang-kadang mereka diserahkan ke mucikari atau operator rumah bordir, yang membuat mereka bekerja untuk mengganti biaya perekrutan mereka. Mereka bekerja di rumah bordir, bar, apartemen dan juga di jalanan atau escorts dan mereka harus menyerahkan bagian terbaik dari pendapatan mereka. Beberapa perempuan menerima situasi ini karena mereka menghasilkan lebih banyak uang dibandingkan jika mereka di rumah, yang melawan akan diancam atau disiksa. Mereka, berdasarkan laporan, diberitahu bahwa terkadang pihak kepolisian disuap dan tidak akan menolong mereka, hal ini tidak betul. Mereka, berdasarkan laporan, juga diancam akan menyiksa keluarga mereka di daerah asal.

Laporan menyatakan bahwa korban sering tidak bersedia untuk bersaksi melawan pelaku, insentif yang mereka dapatkan hanya izin untuk tetap di Jerman sampai persidangan selesai (dengan harapan mereka mendapatkan suami selama masa persidangan) daripada di deportasi. Pekerja seks dari negara-negara Uni Eropa tidak diizinkan untuk pergi dan bekerja di Jerman. Kedatangan terbesar berasal dari Polandia, Republik Ceko, Bulgaria, dan Romania. Sebenarnya, prospek pendapatan mereka tidak sebesar apa yang mereka dapatkan di rumah, tetapi mereka lebih memilih bekerja di lingkungan yang lebih baik dan aman, selama mereka bisa menghindari eksploitasi mucikari yang mengontrol mereka. Penegakan hukum di Jerman secara agresif berusaha menghilangkan prakitk mucikari. Pada penggerebekan pada tahun 2013 di dekat Bonn, 24 pria ditangkap karena mengeksploitasi pekerja seks, dimana satu diantaranya berusia 15 tahun.

Skandal dan liputan berita sunting

Pada 2003, politikus dari Persatuan Demokrat Kristen Jerman Michel Friedman, pembawa acara populer acara talk show dan mantan Asisten Ketua Dewan Central Council of Jews in Germany diinvestigasi terkait dengan perempuan korban perdagangan manusia. Dia menjadi pelanggan beberapa escort yang berasal dari Eropa Timur yang bersaksi bahwa dirinya telah mengkonsumsi dan menawarkan kokaina. Setelah membayar denda atas penyalahgunaan obat-obat terlarang, Friedman mundur dari seluruh jabatannya. Sejak 2004 dia menjadi pembawa acara takshow mingguan di saluran televisi N24 di Jerman.[87]

Pada tahun yang sama, seniman dan profesor seni Jörg Immendorf tertangkap di suite mewah di hotel Düsseldorf dengan tujuh pekerja seks (dan empat orang lagi yang sedang di jalan) dan kokaina. Dia mengakui merencanakan pesta orgies dan dihukum 11 bulan masa percobaan dan denda karena kepemilikan obat-obatan terlarang. Dia berusaha menjelaskan bahwa aksinya adalah bagian dari "orientalisme" dan penyakit parahnya.

Pada 2012, Bettina Wulff mantan istri Presiden Jerman ke-10 Christian Wulff memenangkan beberapa kasus dengan beberapa media dan mesin pencari Google diwajibkan untuk tidak menghubungkan dirinya dengan dugaan masa lalu sebagai pekerja seks.

Politik sunting

Koalisi Partai Sosial Demokrat Jerman dan Partai Hijau yang memerintah Jerman dari 1998 sampai akhir 2005 berusaha untuk meningkatkan situasi legal para pekerja seks pada tahun 2000–2003. Usaha ini dianggap tidak cukup kuat oleh NGO seperti Hydra yang melakukan lobi agar pekerja seks diangga sebagai hal yang normal dan menghapus penyebutan pekerja seks di peraturan hukum. Partai konservatif di Bundestag, yang mendukung peningkatan akses pekerja seks kepada sistem kesehatan dan sistem jaminan sosial, menolak hal tersebut karena mereka ingin mempertahankan klausal "offending good morals"/"bertentangan dengan moral yang baik".

Gereja-gereja di Jerman juga memiliki beberapa kelompok pendukung pekerja seks. Tujuan kelompok ini untuk menghilangkan stigma dan meningkatkan situasi legal dari peerja seks, tetapi mereka tetap memegang tujuan jangka panjang yaitu menghilangkan praktik prostitusi di dunia dan mendorong agar pekerja seks meninggalkan pekerjaannya sekarang.

Alice Schwarzer menolak bentuk pelacuran karena bersifat kasar dan memaksa, Schwarzer mendukung peraturan legal yang mirip dengan peraturan di Swedia, dimana pada 1999 setelah lobi keras dari feminis koalisi Partai Demokrat Sosial, Partai Hijau, dan leftlist melarang pembelian jasa seksual tetapi tidak untuk penjual jasa seksual. Jerry Hoss, jurnalis Jerman-Amerika Serkiat dan aktivits hak pria menyamakan larangan kegiatan pelacuran seperti tuntutan "solusi terakhir untuk masalah prostitusi oleh Feminazis". Dia menegaskan bahwa mucikari, pekerja paksa, penculikan, salah tangkap, imigrasi ilegal, pemerasan, pemerkosaan, cedera, dll. sudah dilarang secara keras di Jerman dan tidak membutuhkan hukum baru, hanya membutuhkan penerapan yang lebih baik.[88]

Pada 2005, koalisi besar antara Partai Demorkrat Sosial Jerman mengumumkan rencana untuk menghukum pelanggan dari pekerja seks paksa, jika pelanggan mengetahui situasi itu sebenarnya.[89] Pada April 2009, dilaporkan rencana tersebut akan dilengkapi dengan hukuman sampai dengan 5 tahun di penjara.[90] Hukum tersebut belum berlaku saat koalisi partai CDU-FDP berkuasa pada November 2009. Pada 2014, koalisi CDU dan SPD memperbaharui rencana mereka untuk meningkatkan peraturan dan kontrol terhadap prostitusi. Beberapa organisasi memprotes langkah tersebut, mereka adalah Hydra, Doña Carmen, the 'Berufsverband erotische und sexuelle Dienstleistungen', dan grup yang mewakili pelanggan, Freieroffensive. Pada 2016 dan 2017 banyak proposal yang disahkan menjadi hukum.[31]

Lihat juga sunting

Referensi sunting

  1. ^ "The Act Regulating the Legal Situation of Prostitutes – implementation, impact, current developments" (PDF). Social Research Institute of Applied Sciences Freiburg. Diakses tanggal 4 October 2009. 
  2. ^ a b c d "Final Report TAMPEP 8, Germany" (PDF), TAMPEP reports, October 2009, diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 20 July 2011 
  3. ^ P. Schuster: Das Frauenhaus. Städtische Bordelle in Deutschland (1350–1600), Paderborn 1992
  4. ^ "Prostitution - Dictionary definition of Prostitution - Encyclopedia.com: FREE online dictionary". www.encyclopedia.com. 
  5. ^ Kühnel, Harry; Hundsbichler, Helmut, ed. (1984). "Die Prostitution im Mittelalter". Alltag im Spätmittelalter [Everyday Life in the Early Middle Ages] (dalam bahasa Jerman) (edisi ke-2nd). Kaleidoskop. Diarsipkan dari versi asli tanggal 3 September 2014 – via Arcor.de. 
  6. ^ a b c "Hausen und Hegen". Der Spiegel (dalam bahasa German) (15). 7 April 1965. Diarsipkan dari versi asli tanggal 21 April 2017. Diakses tanggal 13 November 2017. 
  7. ^ Schmitter, Romina (September 2013). Prostitution – Das älteste Gewerbe der Welt? In: Aus Politik und Zeitgeschichte. hlm. 23. 
  8. ^ Ayaß, Wolfgang (1992). Das Arbeitshaus Breitenau. University of Kassel. ISBN 978-3-88122-670-7. 
  9. ^ Friedrich Lenger. European Cities in the Modern Era, 1850-1914. BRILL, 2012. ISBN 9004233385. page 238]
  10. ^ Bruggemann, Julia. "Prostitution, Sexuality, and Gender Roles in Imperial German Hamburg: A Case Study".
  11. ^ Breen, Margaret Sönser; Peters, Fiona (10 April 2018). Genealogies of Identity: Interdisciplinary Readings on Sex and Sexuality. Rodopi. ISBN 978-9042017580 – via Google Books. 
  12. ^ "Gesetz zur Bekämpfung der Geschlechtskrankheiten" (PDF). Zaoerv (dalam bahasa German). Diakses tanggal 13 November 2017. 
  13. ^ a b c d Auf einem vergessenen Lager im Lager, taz, 5 February 2007. (dalam bahasa Jerman)
  14. ^ "Fortlaufende Nummer". Spiegel Online (dalam bahasa German). 45. 31 October 1977. Diakses tanggal 13 November 2017. 
  15. ^ New Exhibition Documents Forced Prostitution in Concentration Camps Spiegel Online, 15 January 2007
  16. ^ Memory of the Camps, Frontline, PBS
  17. ^ a b B. Leopold, E. Steffan, N. Paul: Dokumentation zur rechtlichen und sozialen Situation von Prostitutierten in der Bundesrepublik Deutschland, Schriftenreihe des Bundesministeriums für Frauen und Jugend, Band 15, 1993. (German)
  18. ^ A Red-Light District Loses Its Allure, The New York Times, 14 May 1988
  19. ^ a b Willi Bartels ist tot, Spiegel Online, 5 November 2007. (dalam bahasa Jerman)
  20. ^ see German Wikipedia, Felicitas Weigmann, version 2 September 2009. (dalam bahasa Jerman)
  21. ^ Horizontales Gewerbe noch lange nicht legal, taz, 21 October 2006
  22. ^ Bericht der Bundesregierung zu den Auswirkungen des Gesetzes zur Regelung der Rechtsverhältnisse der Prostituierten Diarsipkan 27 September 2007 di Wayback Machine., 24 January 2007. (dalam bahasa Jerman)
  23. ^ Peter Schran (2004), "Bandenkrieg – Die geheime Welt der Türsteher", WDR (dalam bahasa German) 
  24. ^ "Alle ausradieren", Focus (dalam bahasa German), 30 April 2007 
  25. ^ Klaus Wiendl and Oliver Bendixen: Millionengeschäfte mit Zwangsprostitution – Das europaweite Netzwerk der Bordellmafia, report MÜNCHEN, Bayerischer Rundfunk (German TV), 9 January 2006. transcript (dalam bahasa Jerman)
  26. ^ a b "Richter kapitulieren vor Bordellbetreibern", Süddeutsche Zeitung, 1 September 2006. (dalam bahasa Jerman)
  27. ^ Snopes Debunking the claim that "Women in Germany face the loss of unemployment benefits if they decline to accept work in brothels."
  28. ^ German Brothel Offers 50-Percent Discount to Senior Citizens, Spiegel Online, 15 March 2007
  29. ^ a b Bordelle machen Bezirksamt an, taz, 6 September 2007. (dalam bahasa Jerman)
  30. ^ a b Callgirl vom Amt, sueddeutsche.de, 7 May 2009. (dalam bahasa Jerman)
  31. ^ a b c d e f g "Unprotected: How Legalizing Prostitution Has Failed". Spiegel Online. 30 May 2013. 
  32. ^ „Die Welt zu Gast bei Freundinnen“, Frankfurter Allgemeine Zeitung, 8 June 2006. (dalam bahasa Jerman)
  33. ^ Invasion of the body pleasers Diarsipkan 1 August 2009 di Wayback Machine., Luke Harding, Salon.com (18 November 2005)
  34. ^ Blowing the Whistle on Forced Prostitution, Spiegel Online, 8 March 2006
  35. ^ "Red card to trafficking during World Cup" Diarsipkan 16 August 2006 di Wayback Machine., Amnesty International, Public Statement (26 April 2006)
  36. ^ "Stop trafficking in women before the FIFA World Cup" Diarsipkan 14 June 2006 di Wayback Machine. (Doc. 10881), Council of Europe Parliamentary Assembly (10 April 2006)
  37. ^ "World Cup concerns Nordic Council" (dalam bahasa Swedia). Norden.org. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2007-10-17. Diakses tanggal 5 May 2011. 
  38. ^ Verena Wright (3 May 2006). "Appeal to stop trafficked women being sold for sex at World Cup". Independent Catholic News. London. Diarsipkan dari versi asli tanggal 18 May 2006. 
  39. ^ "Ban Ying – Für Prostitution ohne Zwang und Gewalt". Ban-ying.de. Diakses tanggal 5 May 2011. 
  40. ^ "(Landespressestelle) Start der Kampagne "Verantwortlicher Freier" gegen Zwangsprostitution: Verantwortung kann man nicht in Zentimetern messen". Berlin.de. Diarsipkan dari versi asli tanggal 5 March 2012. Diakses tanggal 5 May 2011. 
  41. ^ "World Cup Brings Little Pleasure to German Brothels", New York Times, 30 June 2006.
  42. ^ a b "Trafficking in Human Beings 2006" (PDF). BKA. May 2007. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2020-01-16. Diakses tanggal 10 April 2018. 
  43. ^ a b c Germany Diarsipkan 28 April 2007 di Wayback Machine., International Encyclopedia of Sexuality, 1997–2001
  44. ^ a b c Auswirkungen des Prostitutionsgesetzes Diarsipkan 30 June 2008 di Wayback Machine., IV Internationale Perspective. Sozialwissenschaftliches Frauenforschungsinstitut, Freiburg. July 2005. (dalam bahasa Jerman)
  45. ^ Schiltz, Christoph B. (1 February 2010), "Deutschlands Prostitution immer internationaler", Die Welt (dalam bahasa German) 
  46. ^ (25 February 2005). Mit dem Freier in die "Verrichtungsbox", Stern (magazine) (in German)
  47. ^ Florierendes Gewerbe im Dixie-Puff. taz, 21 December 2005 (dalam bahasa Jerman)
  48. ^ Die Verlagerung des Straßenstrichs der Stadt Köln Diarsipkan 28 September 2007 di Wayback Machine., August 2004. (dalam bahasa Jerman)
  49. ^ Federal Ministry of Family Affairs, Senior Citizens, Women and Youth (1 June 2017). "The new Prostitute Protection Act" (PDF). www.bmfsfj.de. Diakses tanggal 20 June 2019. 
  50. ^ "Prostitution is legal in countries across Europe, but it's nothing like what you think". Business Insider. 13 March 2019. 
  51. ^ Sexköp på tyska äldrehem. SvD 18 May 2011 See also video Assistante sexuelle Arte.tv 2009 Diarsipkan 15 October 2012 di Wayback Machine.
  52. ^ "Kontrovers: Stricher in Berlin". blu.fm (dalam bahasa German). 1 March 2009. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2011-07-20. Diakses tanggal 2020-04-04. 
  53. ^ Staat will Prostituierte stärker zur Kasse bitten, Die Welt, 23 May 2007. (dalam bahasa Jerman)
  54. ^ Kontaktanzeigen Prostituierter in Zeitungen wettbewerbsrechtlich nicht generell unzulässig, press release of the Bundesgerichtshof, 13 July 2006. (dalam bahasa Jerman)
  55. ^ Boyes, Roger (12 December 2007). "Heavy petting could leave teen couples at the mercy of child prostitution law". Times Online. Diarsipkan dari versi asli tanggal 7 September 2008. Diakses tanggal 18 May 2018. 
  56. ^ Sex Tax Filling Cologne's Coffers. Spiegel Online, 15 December 2006
  57. ^ "Polizei überführt über 800 illegale Prostituierte". Abendzeitung (dalam bahasa German). 23 December 2008. Diarsipkan dari versi asli tanggal 3 September 2011. 
  58. ^ Westfälische, Neue. "Prostitution in neuem Licht". 
  59. ^ "Skandal im Sperrbezirk: Wohnungsprostitution in Frankfurt am Main grundsätzlich zulässig. Frankfurter Sperrgebietsverordnung in Teilen unwirksam" [Sperrbezirk Scandal: Home-based prostitution permitted in principle in Frankfurt am Main. Frankfurt's restricted area regulation partially ineffective.]. anwalt24.de (dalam bahasa Jerman). 5 February 2013. 
  60. ^ Kampf um Sex-Clubs: Stadt Dachau unterliegt im Bordell-Prozess. BR.de 01.08.2014 Diarsipkan 17 September 2014 di Wayback Machine.
  61. ^ Prostitutionsbroschuere, Munich
  62. ^ Wild, Beate (5 February 2010), "Sex ist käuflich, Liebe nicht", sueddeutsche.de 
  63. ^ Danuta Harrich-Zandberg: Der St. Pauli-Killer. In: Helfried Spitra (Hrsg.): Die großen Kriminalfälle. Der St. Pauli-Killer, der Ausbrecherkönig und neun weitere berühmte Verbrechen. Campus-Verlag, Frankfurt am Main 2004, ISBN 3-593-37438-2, p. 11-34. (dalam bahasa Jerman)
  64. ^ "Nägel im Fleisch", Der Spiegel (4), 22 January 1996 
  65. ^ Gisela Friedrichsen (1 April 1996), "Kohlrouladen und Champagner", Der Spiegel (dalam bahasa Jerman) (14) 
  66. ^ "German brothel blackmailed rich and famous clients". The Telegraph. 20 July 2012. 
  67. ^ Bayerl, Vortrag in Donezk, 2008, zitiert nach Rahel Gugel: Das Spannungsverhältnis zwischen Prostitutionsgesetz und Art. 3 II Grundgesetz – eine rechtspolitische Untersuchung. Dissertation. Bremen 2008.
  68. ^ Blazejewski, Ingo (30 March 2012). "Bandidos-Unterstützer und Hell's Angels sind im Duisburger Westen Nachbarn". Der Westen (dalam bahasa German). Diarsipkan dari versi asli tanggal 2020-05-29. Diakses tanggal 14 November 2017. 
  69. ^ Diehl, Jörg (2 November 2009). "Haltet euch da raus!". Spiegel Online (dalam bahasa German). Diakses tanggal 14 November 2017. 
  70. ^ Schwerdtfeger, Christian (5 February 2013). "Der große NRW-Rotlicht-Report". RP Online (dalam bahasa German). Diakses tanggal 14 November 2017. 
  71. ^ Mayer, Hans-Uli (23 March 2013). "Ermittlungen im Rockermilieu: Bordell-Betrieb soll überprüft werden". Sudwest Presse (dalam bahasa German). Diarsipkan dari versi asli tanggal 2017-11-15. Diakses tanggal 14 November 2017. 
  72. ^ "Ulmer Polizei findet Waffenlager im Bordell in Blaubeurer Straße". Sudwest Presse (dalam bahasa German). 18 March 2013. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2017-11-15. Diakses tanggal 14 November 2017. 
  73. ^ a b c "Rockerkrieg: Wer kämpft warum gegen wen?". Bild (dalam bahasa German). 5 March 2013. Diakses tanggal 14 November 2017. 
  74. ^ a b "Ärger mit den United Tribuns". Badische Zeitung (dalam bahasa German). Diakses tanggal 14 November 2017. 
  75. ^ a b wetten dass (29 October 2012). "Brennpunkt 2012 - - Reportage - Zuhälter, Hells Angels und Bordelle" – via YouTube. 
  76. ^ a b Bäßler, Rüdiger (26 December 2013). "Krieg der Rocker". Zeit Online (dalam bahasa German). Diakses tanggal 14 November 2017. 
  77. ^ Heinzle, Jörg. "Ex-Colosseum-Chef auf Mallorca verhaftet: Mitglied der Hells Angels?". Augsburger Allgemeine (dalam bahasa German). Diakses tanggal 14 November 2017. 
  78. ^ "Hanebuth soll Haftrichter vorgeführt werden" (dalam bahasa German). 25 July 2013. Diarsipkan dari versi asli tanggal 25 July 2013. Diakses tanggal 14 November 2017. 
  79. ^ Meyer-Heuer, Claas; Diehl, Jörg (25 July 2013). "Rockerboss in Handschellen". Spiegel Online (dalam bahasa German). Diakses tanggal 14 November 2017. 
  80. ^ Morchner, Tobias (7 August 2013). "Frank Hanebuth drohen 23 Jahre Gefängnis". Hannoverfche Allgemeine (dalam bahasa German). Diarsipkan dari versi asli tanggal 2013-10-29. Diakses tanggal 14 November 2017. 
  81. ^ "So funktionierte das Prostitutions-Geschäft der Hells Angels". Focus Online (dalam bahasa German). 7 November 2013. Diakses tanggal 14 November 2017. 
  82. ^ ""Lage droht außer Kontrolle zu geraten": Rockerkämpfe in Deutschland eskalieren". Focus Online (dalam bahasa German). 3 July 2016. Diakses tanggal 14 November 2017. 
  83. ^ UN highlights human trafficking, BBC, 26 March 2007
  84. ^ "Law Enforcement Strategies to Combat Human Trafficking". Bundeskriminalamt. Diakses tanggal 5 May 2011. 
  85. ^ "2009 Human Rights Report: Germany". State.gov. 11 March 2010. Diarsipkan dari versi asli tanggal 15 March 2010. Diakses tanggal 5 May 2011. 
  86. ^ U.S. Department of State, 2008 Human Rights Report: Germany, diarsipkan dari versi asli tanggal 26 February 2009 
  87. ^ "Michel Friedman". n24.de (dalam bahasa German). Diarsipkan dari versi asli tanggal 8 August 2011. 
  88. ^ Jerry Hoss: "Aus dem Leben eines postmodernen Taugenichts"
  89. ^ Freiern droht Gefängnisstrafe, Focus, 22 October 2006
  90. ^ Regierung will Freier bestrafen, Focus Online, 10 April 2009

Bibliografi sunting

Pranala luar sunting