Prosopagnosia atau buta wajah adalah kelainan dalam mempersepsi wajah yang membuat orang yang mengalaminya akan sulit mengenali wajah termasuk wajahnya sendiri.[1] Keadaan ini biasanya diakibatkan oleh kerusakan otak akut, walaupun bukti terkini juga memperlihatkan adanya kemungkinan pengaruh faktor keturunan.[1] Bagian otak yang berhubungan dengan prosopagnosia adalah fusiform gyrus.[2]

Fusiform Gyrus

Belum banyak terapi yang dikembangkan untuk kelainan ini, walaupun beberapa orang mencoba mengatasinya dengan strategi pengenalan terhadap beberapa ciri wajah satu per satu.[3] Dalam strategi tersebut disertakan juga pengenalan terhadap ciri sekunder seperti pakaian, warna rambut, bentuk badan, dan suara.[3] Karena wajah berfungsi sebagai ciri yang penting untuk melakukan identifikasi dalam ingatan, penderita juga akan mengalami kesulitan untuk bersosialisasi dengan orang lain.[3]

Beberapa orang juga menggunakan istilah prosophenosia, yang merujuk pada ketidakmampuan untuk mengenali wajah akibat kerusakan parah pada bagian occipital dan temporal lobe dalam otak.[4][5]

Istilah prosopagnosia pertama kali dicetuskan oleh Joachim Bodamer pada tahun 1947.[6]

Subtipe sunting

Aperseptif sunting

Prosopagnosia aperseptif menunjukkan kelainan sistem pengenalan wajah pada otak penderita sehingga penderita sama sekali tidak dapat membedakan wajah, usia, dan jenis kelamin seseorang.[7]

Asosiatif sunting

Prosopagnosia asosiatif menunjukkan adanya ketidakcocokan antara proses pengenalan wajah pada otak dan proses perekaman informasi pada memori penderita.[7] Walaupun mampu membedakan wajah, tetapi tidak dapat mengingat nama, pekerjaan, atau informasi lain mengenai orang tersebut.[7] Prosopagnosia tipe ini juga dikenal sebagaiprosopagnosia amnestic.[7]

Developmental sunting

Prosopagnosia developmental yaitu prosopagnosia keturunan dengan tingkat ketidakmampuan pengenalan wajah yang berbeda dengan aperseptif dan asosiatif.[8] Pada kategori ini, penderita mampu membedakan wajah namun tidak mampu mengingatnya untuk waktu yang lama.[8][7]

Rujukan sunting

  1. ^ a b Harold P. Adams, Raman Sankar, Jose E. Cacazos. 2004. Handbook of Cerebrovascular Diseases. Marcel Dekker.
  2. ^ Face blindness not just skin deep - CNN.com
  3. ^ a b c Neil R. Miller, Frank Burton Walsh, William Fletcher Hoyt. 2005. Walsh and Hoyt's Clinical Neuro-Ophthalmology. Lippincott Williams & Wilkins.
  4. ^ Paulev, Poul-Erik (1999 - 2000). Textbook in Medical Physiology And Pathophysiology Essentials and clinical problems. Copenhagen Medical Publishers. ISBN 87-984078-0-5.  Hapus pranala luar di parameter |title= (bantuan) Chapter 4. Brain Function, Locomotion And Disorders
  5. ^ Weis. "Nervous System Pathways". Biol 2401 A & P Lecture Notes. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2007-12-17. Diakses tanggal 2007-12-18. 
  6. ^ Kenneth M. Heilman, Edward Valenstein. 2003. Clinical Neuropsychology. Ed. 4. Oxford University Press.
  7. ^ a b c d e Gillian Cohen, Robert A. Johnston, Kim Plunket. 2000. Exploring Cognition: Damaged Brains and Neural Networks - Readings in Cogntive Neuropsychology and Connectionist Modelling. Psychological Press, East Sussex.
  8. ^ a b Campbell, R. & De Haan, E. 1994. Developmental Prosopagnosia: A Function Analysis and Implications for Remeditation. Lawrence Erlbaum Associates.