Penghakiman massa Jesse Washington

Jesse Washington adalah seorang buruh tani berusia 17 tahun dan berdarah Afrika-Amerika yang dihakimi dan dibunuhi oleh massa di ibukota county Waco, Texas, pada tanggal 15 Mei 1916. Kejadian ini menjadi contoh terkenal penghakiman dan pembunuhan tanpa peradilan yang bermotif rasial di Amerika Serikat. Jesse didakwa memperkosa dan membunuh Lucy Fryer, istri majikan kulit putihnya di pedesaan Robinson, Texas. Ia dirantai di lehernya dan diseret keluar dari pengadilan negeri oleh para hadirin, kemudian diarak di jalanan kota sambil ditusuk dan dipukuli, sebelum akhirnya ditahan dan dikebiri. Ia kemudian digantung di depan balai kota Waco.

Sekerumunan orang menyaksikan terbakarnya jasad Jesse Washington

Lebih dari 10.000 orang berkumpul dan menyaksikan kejadian serangan itu, termasuk pula pejabat kota dan polisi setempat. Pembunuhan ini ditonton oleh warga kulit putih dengan suasana perayaan dan banyak pula anak-anak yang hadir semasa jam makan siang mereka. Beberapa anggota massa memotong jari-jari Jesse dan kemudian menggantungnya ke atas api unggun setelah menyirami Jesse dengan minyak batu bara. Jesse dinaikturunkan berkali-kali dari api tersebut selama dua jam. Setelah api padam, jasadnya yang telah hangus diseret ke jalanan kota dan bagian-bagian tubuhnya dijual sebagai suvenir. Seorang fotografer profesional memotret kejadian tersebut dan foto-fotonya menjadi kesaksian langka yang menggambarkan bagaimana suatu penghakiman massa berlangsung. Foto-foto tersebut dicetak dan dijual sebagai kartu pos di Waco.

Meskipun penghakiman massa ini didukung oleh banyak warga Waco, kejadian ini dikutuk oleh pelbagai surat kabar di seluruh Amerika Serikat. Organisasi National Association for the Advancement of Colored People (Asosiasi Nasional untuk Kemajuan Orang Kulit Berwarna), disingkat NAACP, menyewa Elisabeth Freeman untuk menyelidiki kejadian tersebut. Walaupun ada keengganan banyak warga Waco untuk membicarakan kejadian tersebut, Elisabeth berhasil melakukan penyelidikan dengan terperinci. Ia menyimpulkan bahwa penduduk kulit putih setempat pada umumnya mendukung penghakiman dan pembunuhan massa tersebut. Ia juga menyimpulkan bahwa Jesse Washington membunuh Lucy Fryer. Setelah menerima laporan tersebut, editor dan salah satu pendiri NAACP W. E. B Du Bois menerbitkan laporan mendalam yang menampilkan foto-foto jasad hangus Jesse di majalah The Crisis. NAACP juga menampilkan kematiannya dalam kampanye anti penghakiman massa.

Sejarawan mencatat bahwa kematian Jesse membantu mengubah bagaimana masyarakat Amerika Serikat memandang penghakiman massa secara umumnya. Publisitas negatif yang tersebar luas ini membantu mengekang dukungan publik terhadap praktik penghakiman massa. Pada tahun 1990-an dan 2000-an, beberapa penduduk Waco melobi untuk mendirikan monumen yang memperingati penghakiman massa Jesse Washington, tetapi gagasan ini gagal mendapatkan dukungan luas. Pada peringatan seratus tahun kejadian ini, pada bulan Mei 2016, walikota Waco mengadakan upacara untuk secara resmi meminta maaf kepada keturunan Jesse Washington dan komunitas Afrika-Amerika. Sebuah penanda sejarah dipasang untuk mengenang penghakiman massa ini.

Latar belakang sunting

 
Sebuah kartu pos tahun 1911 yang menggambarkan sekelompok warga Waco berkumpul di tepi sungai. Gambar ini bermiripan dengan gambar George Seurat Un dimanche après-midi à l'Île de la Grande Jatte yang terkenal, mencerminkan ambisi kota Waco untuk dikenal sebagai lokasi yang indah dan tenang

Pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20, ribuan kasus penghakiman massa terjadi di wilayah selatan Amerika Serikat. Korban penghakiman massa utamanya adalah orang-orang Afrika-Amerika yang berada di Florida, Georgia, Mississippi, dan Texas. Antara tahun 1890 sampai dengan tahun 1920, sekitar 3.000 orang Afrika-Amerika dibunuh oleh massa karena dituduh sebagai pelaku tindak kriminal. Penghakiman dan pembunuhan massa ini dilakukan di luar hukum. Korban biasanya dikeluarkan paksa dari penjara dan ruang pengadilan atau dibunuh sebelum berhasil ditahan polisi. Pendukung penghakiman massa membenarkan praktik ini sebagai cara untuk menegaskan dominansi terhadap orang Afrika-Amerika, yang dianggap bersifat kriminal.[1] Penghakiman massa juga memberikan rasa solidaritas orang kaum putih di tengah-tengah perubahan demografi dan struktur kekuasaan Amerika Serikat.[2] Walaupun penghakiman massa ditoleransi oleh kebanyakan warga masyarakat selatan Amerika Serikat pada saat itu, penentang praktik ini mulai bermunculan, termasuk beberapa tokoh-tokoh keagamaan dan organisasi-organisasi baru seperti NAACP (National Association for the Advancement of Colored People–—Organisasi Nasional untuk Kemajuan Orang Kulit Berwarna).[1]

Pada tahun 1916, Waco, Texas, adalah kota makmur yang berpenduduk 30.000 orang. Setelah kota ini dikaitkan dengan kasus kriminalitas pada abad ke-19, para pemimpin masyarakat setempat berusaha mengubah reputasi buruk tersebut dengan mengirim berbagai utusan ke seluruh Amerika Serikat untuk mempromosikan kota ini sebagai lokasi yang indah dan tenang. Menjelang tahun 1910-an, perekonomian Waco berkembang kuat dan mendapat reputasi sebagai kota yang saleh.[3] Kaum kelas menengah Afrika-Amerika pun muncul di kota Waco bersamaan dengan berdirinya perguruan tinggi khusus kulit hitam.[4] Pada pertengahan tahun 1910-an, warga kulit hitam menduduki sekitar 20 persen populasi Waco.[5] Dalam suatu kajian tahun 2006 mengenai penghakiman massa, Patricia Bernstein mendeskripsikan kota Waco pada saat itu sebagai kota yang sepintasnya saja tampak penuh damai dan rasa hormat.[6] Namun sebenarnya ketegangan ras hadir di tengah-tengah masyarakat kota. Surat kabar setempat misalnya sering menekankan tindakan kriminalitas yang dilakukan oleh orang Afrika-Amerika. Sank Majors, seorang pria kulit hitam, dihakimi massa dan digantung pula di sebuah jembatan dekat pusat kota Waco pada tahun 1905.[4] Pada tahun 1916, sejumlah faktor menyebabkan meningkatnya rasisme di kota Waco, termasuk pemutaran film The Birth of a Nation, sebuah film yang mempromosikan supremasi kulit putih dan mengagung-agungkan Ku Klux Klan, dan penjualan foto penghakiman massa seorang pria kulit hitam yang baru terjadi di Temple, Texas.[4]

Kasus pembunuhan Lucy Fryer dan penahanan Jesse Washington sunting

 
Pengadilan county McLennan pada tahun 2006

Lucy Fryer dibunuh saat sendirian di kediamannya di Robinson, Texas pada tanggal 8 Mei 1916.[7] Ia ditemukan tewas dipentung. Pejabat berwenang menentukan bahwa sebuah alat tumpul digunakan sebagai senjata untuk membunuh. Ia dan suaminya, George Fryer, adalah imigran asal Inggris dan cukup dihormati oleh warga komunitas pedesaan setempat di mana suami istri tersebut menjalankan usaha pertanian mereka.[8] Berita kematian Lucy kemudian dengan cepat mencapai sheriff county McLennan, Samuel Fleming, yang dengan segera menyelidiki kasus kematian ini bersama dengan tim aparat penegak hukum, sekelompok warga lokal, dan seorang dokter. Sang dokter menentukan bahwa Lucy terbunuh karena trauma benda tumpul di kepalanya. Warga lokal setempat mencurigai Jesse Washington, seorang kulit hitam berumur 17 tahun yang baru saja bekerja di lahan tani Fryer selama 5 bulan, sebagai pihak yang bertanggungjawab atas kematian Lucy.[9] Salah satu warga mengatakan bahwa ia melihat Jesse sedang berada dekat rumah Fryer beberapa menit sebelum jasad Lucy ditemukan.[10]

Malam itu, utusan sheriff mengunjungi rumah Jesse dan menemukannya di depan rumah dalam keadaan berpakaian celana kodok yang penuh dengan bercak darah.[9] Ia mengaku bahwa bercak tersebut berasal dari darah mimisan.[11] Jesse, saudara lelakinya, William, dan kedua orang tuanya dibawa ke Waco untuk selanjutnya ditanyai di kantor sherrif. Walaupun saudara lelaki dan kedua orang tua Jesse dibebaskan dalam waktu yang singkat, Jesse ditahan untuk diinterogasi lebih lanjut tanpa pendampingan pengacara maupun kedua orang tuanya. Penanya Jesse di Waco melaporkan bahwa Jesse mengyangkal bahwa ia terlibat dalam kematian Lucy, tetapi ia juga memberikan kesaksian yang kontradiktif mengenai tindak tanduknya.[9] Rumor bahwa Jesse terlibat dalam pertengkaran dengan seorang pria kulit putih beberapa hari sebelum pembunuhan Lucy menyebar luar setelah Jesse ditahan.[10]

Pada tanggal 9 Mei, Sheriff Fleming membawa Jesse ke county Hill untuk mencegah terjadinya aksi main hakim sendiri. Sheriff county Hill, Fred Long, menginterogasi Jesse dengan dampingan Sheriff Fleming. Jesse akhirnya memberitahu kedua sheriff tersebut bahwa ia telah membunuh Lucy setelah terjadi percekcokan mengenai bagal-bagal milik Lucy. Ia juga memberitahukan senjata yang digunakan untuk membunuh Lucy beserta lokasinya.[12] Sheriff Long kemudian membawa Jesse ke Dallas, Texas, sedangkan Sheriff Fleming pulang ke Robinson. Sheriff Fleming kemudian melaporkan bahwa ia menemukan sebuah palu berdarah di lokasi yang Jesse sebutkan. Di Dallas, Jesse melisankan dan menandatangani sebuah pernyataan yang menjelaskan bagaimana Lucy diperkosa dan dibunuh. Pengakuan ini kemudian sehari setelahnya diterbitkan di berbagai surat kabar di Waco.[13] Surat-surat kabar menyensasionalkan kasus pembunuhan tersebut dengan menceritakan usaha Lucy melawan serangan Jesse. Namun, dokter yang memeriksa jasad Lucy menyimpulkan bahwa dia terbunuh sebelum berhasil melawan serangan apapun.[14] Segerombolan massa kemudian berkumpul di Waco malam itu untuk menyisir penjara setempat, tetapi bubar setelah gagal menemukan Jesse.[13] Sebuah surat kabar lokal memuji aksi massa tersebut. Malam itu, upacara pemakaman kecil bagi Lucy Fryer diadakan secara privat.[15]

Dewan juri besar kemudian dibentuk pada tanggal 11 Mei di county McLennan dan dengan cepat mendakwa Jesse. Persidangan Jesse kemudian dijadwalkan pada tanggal 15 Mei.[13] Surat kabar Times-Herald Waco pada tanggal 12 Mei menerbitkan pemberitahuan yang mengimbau warga agar membiarkan hukum menentukan nasib Jesse. [16] Sheriff Fleming berkunjung ke Robinson pada tanggal 13 Mei untuk meminta warga agar tetap tenang; imbauannya diterima baik oleh warga setempat.[17] Jesse diberikan beberapa pengacara pendamping yang tak berpengalaman.[18] Para pengacaranya tidak mempersiapkan pembelaan apapun dan mencermati bahwa Jesse tampak tenang di hari-hari sebelum persidangannya dimulai.[19]

Persidangan dan penghakiman massa Jesse Washington sunting

 
Sekerumunan massa bersiap-siap untuk menghakimi Jesse
 
Jasad Jesse Washington yang digantung
 
Jasad hangus Jesse di antara abunya

Pada tanggal 15 Mei pagi, ruang pengadilan Waco dengan cepat terisi penuh oleh warga yang ingin menyaksikan jalannya persidangan Jesse. Kerumunan warga hampir mencegah masuknya para juri ke dalam ruangan. Para penonton juga tumpah ruah di trotoar sekitar pengadilan. Lebih dari 2.000 penonton hadir dalam persidangan tersebut.[20] Para hadirin persidangan hampir semuanya berkulit putih, tetapi ada juga sebagian kecil warga komunitas kulit hitam Waco yang hadir. Ketika Jesse memasuki ruang persidangan, salah satu penonton mengarahkan senapannya ke Jesse. Namun, penonton tersebut dengan cepat dilumpuhkan.[21] Ketika persidangan dimulai, Hakim Richard Irby Munroe berupaya menjaga ketertiban ruangan dan mendesak para hadirin untuk tetap diam. Pemilihan juri berjalan dengan cepat dan tim pembela Jesse tidak melayangkan keberatan apapun terhadap pemilihan juri yang dipilih oleh penuntut umum.[21] Bernstein menyatakan bahwa persidangan tersebut bersuasana seperti pengadilan kanguru.[22] Hakim Munroe kemudian meminta pengakuan Jesse dan menjelaskan putusan-putusan apa saja yang berpotensi dijatuhkan. Jesse menanggapinya dengan menggumam, kemungkinan "yes" (ya), yang ditafsirkan oleh pengadilan sebagai pengakuan bersalah.

Penuntut umum kemudian membaca tuntutan-tuntutan jaksa dan pengadilan mendengar kesaksian para penegak hukum dan dokter yang memeriksa jasad Lucy. Sang dokter membahas bagaimana Lucy meninggal, tetapi dia tidak menyebut adanya perkosaan. Penuntut umum menyerahkan tuntutannya dan pengacara Jesse kemudian menanyainya apakah dia melakukan tindakan melanggar hukum tersebut. Jesse menjawab, "That's what I done" ("Itu yang saya lakukan") dan dengan tenang meminta maaf. Jaksa kemudian mendeklarasikan dan menyampaikan bahwa persidangan telah dilakukan dengan adil kepada para hadirin di ruang persidangan. Ini ditanggapi dengan tepuk tangan oleh para hadirin. Para juri kemudian dihantar keluar untuk melakukan pertimbangan.[21]

Setelah 4 menit pertimbangan, ketua juri mengumumkan putusan bersalah dan memvonis hukuman mati kepada Jesse.[23] Persidangan berlangsung sekitar 1 jam.[24] Pejabat pengadilan menghampiri Jesse untuk membawanya keluar ruangan, tetapi terdesak oleh penonton yang menyeruak. Para penonton mengambil alih Jesse dan menyeretnya keluar.[23] Awalnya Jesse melawan balik dengan menggigit tangan seorang pria, tetapi dengan segera dipukuli.[25] Sebuah rantai diikatkan ke lehernya dan dia diseret menuju balai kota oleh sekumpulan massa yang semakin besar. Di tengah perjalanan menuju pusat kota, Jesse ditelanjangi, ditusuk, dan dipukuli bertubi-tubi dengan benda tumpul. Sesampainya dia ke balai kota, sekelompok massa telah mempersiapkan kayu-kayu untuk membuat api unggun di samping sebuah pohon di depan bangunan balai kota.[23] Jesse yang setengah sadar dan bermandikan darah disirami minyak, digantung di pohon dengan rantai, dan kemudian diturunkan ke tanah.[26] Beberapa anggota massa memotong jari-jari tangan, jari-jari kaki, dan alat kelamin Jesse.[23] Api disulut dan Jesse dinaikturunkan berkali-kali dari kobaran api tersebut sampai dia mati. Manfred Berg, seorang sejarawan Jerman, menyimpulkan bahwa hal ini dilakukan agar Jesse tetap hidup sehingga memperpanjang penderitaannya.[27] Jesse berupaya memanjat rantai yang menggantungi dirinya, tetapi tak berdaya tanpa jari-jarinya.[28] Api tersebut dipadamkan setelah dua jam, mengizinkan penonton mengoleksi cendera mata dari lokasi penghakiman massa tersebut, meliputi tulang belulang Jesse dan mata rantai yang digunakan untuk mengikatnya.[23] Seorang peserta menyimpan sebagian alat kelamin Jesse;[29] sekelompok anak-anak mencabut gigi-gigi Jesse dari kepalanya untuk kemudian dijual sebagai cendera mata. Seketika apinya terpadam, bagian-bagian lengan dan kaki Jesse telah terbakar habis sedangkan batang tubuh beserta kepalanya hangus. Jasad Jesse dilepaskan dari pohon dan diseret di belakang kuda ke sekeliling kota. Sisa-sisa jasad Jesse diantarkan ke Robinson dan dipamerkan secara publik. Menjelang malam, seorang constable (aparat penegak hukum) mengambil jasad tersebut untuk kemudian dikubur.[23]

Pertunjukan penghakiman massa tersebut menarik sekitar 10.000 sampai dengan 15.000 orang pada puncak-puncaknya, termasuk pula Walikota John Dollins dan Kepala Kepolisian Guy McNamara, walaupun penghakiman massa tidak dibenarkan oleh hukum di Texas.[30][31] Sheriff Fleming memerintahkan para deputinya untuk tidak menghentikan penghakiman massa tersebut, dan tiada seorang pun yang ditahan setelah kejadian itu.[32] Bernstein berspekulasi bahwa Fleming kemungkinan ingin dilihat sebagai seorang yang bertindak tegas terhadap tindak kriminal untuk membantu terpilihnya kembali dia di pemilihan sheriff tahun itu.[33] Walikota John Dollins juga kemungkinan mendorong massa untuk kepentingan politiknya.[34]

Para warga setempat meneleponi kenalan-kenalan mereka dan menyebarluaskan berita tentang penghakiman massa tersebut. Ini mengizinkan para penonton berkumpul dengan lebih cepat dan dalam jumlah yang lebih besar dibandingkan sebelum ditemukannya telepon.[35] Media lokal melaporkan bahwa terdengar pekik kegembiraan seiring terbakarnya Jesse, walaupun tercatat pula beberapa penonton yang tidak setuju dengan aksi tersebut.[36] Surat kabar Waco Semi-Weekly Tribune meyakini bahwa sejumlah warga kulit hitam Waco juga hadir. Sejarawan Grace Hale dari Universitas Virginia meragukan klaim ini.[37] Sebagian besar massa penghakiman terdiri dari Warga Waco yang kemungkinan besar tidak bersangkut paut dengan keluarga Fryer.[34] Beberapa orang dari komunitas pedesaan sekitar berkunjung ke kota Waco sebelum persidangan untuk menyaksikan kejadian tersebut.[38] Karena penghakiman massa ini terjadi di tengah hari, anak-anak dari sekolah setempat berjalan menuju pusat kota untuk menonton kejadian ini. Beberapa anak memanjat pohon untuk mendapatkan pemandangan yang lebih baik.[39] Banyak orang tua anak-anak ini yang setuju dengan kehadiran mereka dan berharap bahwa penghakiman massa ini akan mengukuhkan keyakinan mereka akan supremasi kulit putih.[40] Beberapa warga Texas menganggap partisipasi penghakiman massa sebagai ritual peralihan bagi remaja putra.[41]

Dampak peristiwa sunting

Fred Gildersleeve, seorang fotografer profesional berbasis di Waco, tiba di balai kota, kemungkinan atas permintaan walikota, sesingkat sebelum penghakiman massa dimulai dan memotret kejadian tersebut.[42] Karya fotonya memberikan gambaran langka bagaimana suatu penghakiman massa berlangsung. Ini berbeda dengan foto penghakiman massa pada umumnya yang hanya menampilkan foto korban yang telah meninggal.[43] Foto-foto Fred Gildersleeve meliputi foto kerumunan yang dipotret dari suatu gedung dan foto jarak dekat jasad Jesse; beberapa foto kemungkinan dipotret oleh asistennya.[44] Fred mencetak kartu pos yang menampilkan gambar anak-anak remaja, beberapa di antaranya ada yang berusia semuda 12 tahun, mengelilingi jasad Jesse.[45] Orang-orang dalam foto-foto Fred tersebut tidak terlihat sama sekali mencoba untuk menutupi identitas mereka.[46] Berg percaya bahwa kemauan mereka untuk difoto mengindikasikan bahwa mereka tahu tak ada seorang pun yang akan dituntut hukum atas kematian Jesse.[46] Walaupun beberapa warga Waco mengirim kartu pos tersebut kepada saudara-saudara mereka yang berada di luar kota, beberapa tokoh terkemuka Waco membujuk Fred untuk berhenti menjual kartu pos tersebut karena kekhawatiran bahwa gambar-gambar tersebut akan dikaitkan dengan citra kota Waco.[47]

Di hari-hari setelah penghakiman massa tersebut terjadi, pelbagai surat kabar mengutuk kejadian tersebut.[48] Dalam waktu seminggu, berita penghakiman massa tersebut telah diterbitkan sejauh London.[49] Redaksi New York Times, dalam tajuk rencananya, berpendapat bahwa "[kecuali di Waco] tiada tempat mana pun, bahkan di tempat yang berpura-pura beradab, seseorang dapat dibakar sampai mati di jalanan kota besar di tengah gegap gempita keriangan biadab para penduduknya" ("in no other land even pretending to be civilized could a man be burned to death in the streets of a considerable city amid the savage exultation of its inhabitants").[48] Dalam surat kabar New York Age, James Weldon Johnson menyebut para anggota massa tersebut "lebih rendah dari siapa pun yang menghuni Bumi saat ini" ("lower than any other people who at present inhabit the earth").[50] Walaupun kebanyakan surat kabar yang terbit di Selatan Amerika Serikat sebelumnya membela praktik penghakiman massa sebagai pertahanan bagi masyarakat yang beradab, surat-surat kabar tersebut tidak sedemikian menggambarkan praktik tersebut setelah kematian Jesse.[51] Surat kabar Montgomery Advertiser menulis bahwa "tiada seorang biadab pun yang lebih kejam .... daripada orang-orang yang ikut serta dalam kejadian yang mengerikan dan hampir tidak dapat dipercaya ini" ("no savage was ever more cruel ... than the men who participated in this horrible, almost unbelievable episode").[52] Di Texas, surat kabar Houston Chronicle dan Austin American mengkritik anggota massa tersebut, tetapi memuji tinggi kota Waco.[53] Surat kabar Morning News dari Dallas melaporkan berita tersebut, tetapi tidak menerbitkan tajuk rencana iringan.[54] Di Waco, surat kabar Times-Herald menghindar dari pembahasan penghakiman massa tersebut di tajuk rencananya. Surat kabar Waco Morning News hanya sepintas mencantumkan ketidaksetujuannya terhadap penghakiman massa dan selebihnya berfokus mengkritik surat-surat kabar lain yang mereka rasa telah menyerang kota Waco secara tidak adil. Redaksi Waco Morning News mencitrakan tajuk rencana surat kabar lain yang bernada mengutuk itu sebagai komentar yang "sok suci".[55] Seorang penulis untuk surat kabar Waco Semi-Weekly Tribune membela penghakiman massa tersebut. Ia menyatakan bahwa Jesse pantas mati dan kaum kulit hitam seharusnya memandang kematian Jesse sebagai peringatan keras terhadap tindak kriminal.[56] Surat kabar tersebut kemudian memuat tajuk rencana dari surat kabar Houston Post yang mengutuk penghakiman massa dan menandai tajuk rencana tersebut sebagai bagian dari serangan terhadap kota Waco.[55]

Beberapa warga Waco mengutuk penghakiman massa itu, termasuk pula para pendeta dan pemimpin Universitas Baylor.[34] Hakim yang memimpin persidangan Jesse setelahnya menyebut bahwa para anggota massa tersebut adalah "pembunuh"; ketua juri persidangan memberitahu NAACP bahwa dia tidak setuju dengan aksi massa tersebut.[57] Beberapa orang yang menyaksikan penghukuman massa dilaporkan mengalami mimpi buruk yang berulang dan menderita trauma psikologis.[58] Beberapa penduduk mempertimbangkan untuk melancarkan aksi protes terhadap penghakiman massa itu, tetapi tidak jadi karena khawatir dengan pembalasan atau pun dipandang munafik.[59] Setelah penghakiman massa tersebut, para pejabat kota bersikeras bahwa kejadian itu hanya dihadiri oleh sekelompok kecil orang yang tidak puas dengan hukum.[46] Walaupun klaim pejabat kota ini dibantah oleh bukti-bukti fotografi, beberapa catatan sejarah kota Waco masih juga mengulangi klaim ini.[60] Tidak ada dampak negatif apa pun yang terjadi kepada Walikota Dollins dan Kepala Kepolisian John McNamara; walaupun mereka tidak pernah berupaya menghentikan massa, keduanya masih cukup dihormati di kota Waco.[61] Sebagaimana yang biasanya terjadi, tidak ada seorang pun yang dituntut hukum atas tindak penghakiman massa ini.[41]

Walau tokoh pemimpin komunitas kaum kulit hitam Waco memberikan belasungkawa kepada keluarga Fryer secara publik, mereka hanya mengeluhkan penghakiman massa Jesse secara privat. Satu pengecualian ada pada surat kabar Paul Quinn Weekly dari Paul Quinn College Texas yang merupakan perguruan tinggi kulit hitam. Surat kabar ini menerbitkan beberapa artikel yang mengkritik massa dan kepemimpinan kota Waco. Dalam satu artikel, penulis memproklamasikan bahwa Jesse Washington tidak bersalah dan George Fryer lah yang bersalah. Editor surat kabar tersebut, A. T. Smith, kemudian dihukum atas pencemaran nama baik.[62] George Fryer juga menggugat Paul Quinn College dengan tuduhan pencemaran nama baik. Kebersikerasan George Fryer untuk menggugat membuat beberapa warga Robinson curiga bahwa ia ikut berperan dalam kematian istrinya.[63] Bernstein menyatakan "sangat kecil kemungkinan" George Fryer berperan dalam pembunuhan Lucy, tetapi ia juga mencermati bahwa terdapat "bayang-bayang kemungkinan" George menanggung perasaan bersalah.[63]

Investigasi dan kampanye NAACP sunting

 
Elisabeth Freeman tahun 1913

Organisasi NAACP menyewa Elisabeth Freeman, seorang aktivis kesetaraan hak pilih wanita yang berbasis di Kota New York, untuk menyelidiki kejadian penghakiman massa tersebut.[64] Ia berkunjung ke Texas pada akhir tahun 1915 dan awal 1916 untuk membantu mengorganisasi gerakan kesetaraan hak pilih wanita. Dia telah berada di Dallas untuk menghadiri sebuah konvensi kesetaraan hak pilih wanita senegara bagian Texas pada awal Mei. Elisabeth memulai tugasnya di Waco dengan segara setelah terjadinya penghakiman massa itu. Dengan menyamar sebagai seorang jurnalis, Elisabeth mencoba untuk mewawancarai warga Waco mengenai kejadian itu. Ia menemukan bahwa kebanyakan warga enggan membahas kejadian tersebut.[65] Ia berbincang dengan para pejabat kota dan berhasil mendapat gambar-gambar penghakiman massa dari Fred Gildersleeve, yang awalnya enggan dia berikan.[66] Walaupun Elisabeth mengkhawatirkan keselamatannya, ia menikmati tantangan penyelidikan ini. Ketika berbincang dengan para pemimpin kota, Elisabeth meyakinkan mereka bahwa ia berencana membela Waco dari kecaman sekembalinya ia ke Utara Amerika Serikat.[67] Beberapa jurnalis dengan cepat mulai mencurigainya dan memperingati warga untuk tidak berbicara dengan orang luar.[67] Warga Afrika-Amerika setempat, sebaliknya, memberinya sambutan yang hangat.[68]

Elisabeth mewawancarai baik Sheriff Fleming dan hakim yang mengetuai persidangan Jesse; masing-masing keduanya mengatakan bahwa mereka tidak sepatutnya disalahkan atas kejadian penghakiman massa itu.[69] Seorang guru sekolah yang mengenal Jesse memberitahu Elisabeth bahwa anak muda tersebut buta huruf dan segala upaya untuk mengajarinya membaca berakhir sia-sia.[10] Elisabeth menyimpulkan bahwa warga kulit putih umumnya mendukung penghakiman massa Jesse setelah ia divonis mati, walaupun banyak yang merasa terganggu dengan fakta bahwa ia telah dimutilasi.[70] Elisabeth menentukan bahwa massa yang membawa Jesse keluar dari ruang persidangan dipimpin oleh seorang tukang bata, seorang penjaga salon, dan beberapa karyawan dari sebuah perusahaan es. NAACP tidak membeberkan identitas mereka secara publik.[71] Elisabeth menyimpulkan juga Jesse lah yang membunuh Lucy, dan menyiratkan bahwa Jesse kesal terhadap perilaku Lucy yang semena-mena terhadap dia.[47]

W. E. B. Du Bois sangat murka mendengar berita tersebut. Ia berkata, "segala omongan tentang kemenangan Kekristenan, atau penyebaran peradaban manusia, adalah omong kosong selama penghakiman massa Waco masih mungkin terjadi di Amerika Serikat." ("any talk of the triumph of Christianity, or the spread of human culture, is idle twaddle as long as the Waco lynching is possible in the United States").[72] Setelah menerima laporan Elisabeth, Du Bois memuat foto-foto jasad Jesse di halaman depan majalah The Crisis milik NAACP dalam terbitan khusus yang membahas kejadian itu.[73] Terbitan khusus itu dijuduli "The Waco Horror" (Horor Waco) dan diterbitkan sebagai lampiran berhalaman delapan untuk edisi Juli majalah itu.[74] Du Bois mempopulerkan kata "Waco Horror" sebagai nama untuk penghakiman massa Jesse; sebelumnya, surat kabar Houston Chronicle dan New York Times telah menggunakan kata "horror" untuk menggambarkan kejadian tersebut.[75] Pada tahun 1916, majalah The Crisis beroplah 30.000 eksemplar, tiga kali lebih besar dari jumlah anggota NAACP.[76]

Walaupun majalah The Crisis telah sebelumnya mengkampanyekan isu penghakiman massa, terbitan khusus ini merupakan terbitan pertama yang memuat gambar-gambar serangan penghakiman massa. Dewan direksi NAACP awalnya ragu-ragu dengan penerbitan bermuatan kekerasan seperti itu, tetapi Du Bois bersikeras. Ia berargumen bahwa peliputan tanpa sensor seperti itu akan mendorong kaum kulit putih Amerika untuk mendukung adanya perubahan.[77] Dalam terbitan itu terdapat kesaksian-kesaksian penghakiman massa yang Elisabeth dapatkan dari warga Waco.[78] Du Bois menulis artikel majalah The Crisis mengenai penghakiman massa itu; dia juga menyunting dan menyusun laporan Elisabeth untuk diterbitkan dalam majalah itu, tetapi dia tidak mencantumkan nama Elisabeth.[79] Artikel Du Bois diakhiri dengan seruan mendukung gerakan anti penghakiman massa.[79] NAACP menyebarluaskan laporan Elisabeth ke ratusan surat kabar dan politikus. Kampanye ini berujung pada kecaman yang luas terhadap penghakiman massa. Banyak pengamat kulit putih merasa terganggu dengan foto-foto warga Selatan Amerika Serikat yang merayakan penghakiman massa.[47] The Crisis memuat lebih banyak gambar penghakiman massa di terbitan-terbitan selanjutnya.[77] Topik kematian Jesse menjadi pembahasan yang berlanjut dalam majalah The Crisis. Oswald Garrison Villard, dalam edisi selanjutnya majalah itu, menuliskan bahwa "tindak kriminal yang terjadi di Waco adalah tantangan bagi peradaban Amerika kita".[80]

Surat kabar kulit hitam lainnya juga memuat liputan yang signifikan mengenai penghakiman massa itu, termasuk pula majalah bulanan liberal seperti The New Republic dan The Nation.[81] Elisabeth berkeliling ke seluruh Amerika Serikat untuk memperbincangkan investigasinya kepada khalayak ramai. Ia meyakini bahwa pergeseran opini publik dapat mencapai hal yang lebih banyak daripada yang bisa dicapai oleh langkah-langkah hukum.[63] Walaupun terdapat kasus penghakiman massa yang lebih brutal daripada kasus Jesse, keberadaan foto-foto dan cara-cara kematiannya membuat kasus ini menjadi suatu cause célèbre.[82] Pada pemimpin NAACP berharap untuk mengambil langkah hukum terhadap orang-orang yang bertanggung jawab atas kematian Jesse, tetapi kemudian batal karena proyeksi biaya yang tidak memungkinkan.[83]

Organisasi NAACP mengalami kesulitan keuangan pada saat itu.[76] Kampanye anti penghakiman massa mereka berhasil membantu organisasi tersebut menggalang dana yang cukup, tetapi kampanye tersebut dikurangi skalanya saat Amerika Serikat memasuki Perang Dunia I.[84] Presiden NAACP Joel Elias Spingarn setelahnya berkata bahwa kampanye yang dilancarkan organisasi mereka berhasil menempatkan kasus penghakiman massa ke dalam benak publik sebagai suatu masalah nasional.[85] Bernstein mendeskripsikan kampanye ini sebagai "awal mula sederhana dari pertarungan yang akan berlangsung bertahun-tahun".[86]

Jumlah kasus penghakiman massa di Amerika Serikat meningkat pada akhir tahun 1910-an, terutama pada periode pascaperang.[87] Selain itu, pada musim panas dan musim gugur tahun 1919, yang disebut sebagai Musim Panas Merah, terjadi kerusuhan rasial yang menyasar kaum kulit hitam di berbagai kota-kota besar di Amerika Serikat, termasuk pula di wilayah Timur Laut dan Barat Tengah. Hal ini sebagian disebabkan oleh ketegangan yang berhubungan dengan kompetisi dalam mencari pekerjaan dan rumah pascaperang, di waktu para veteran perang kesulitan bergabung kembali dengan masyarakat. Terutama di Chicago dan Washington, DC, kaum kulit hitam melawan dengan keras dalam kerusuhan tersebut, tetapi menanggung pula jumlah kematian dan kehilangan harta yang paling banyak. Kaum kulit hitam percaya bahwa atas jasa-jasa perang mereka, sepantasnyalah mereka mendapatkan perlakuan yang lebih baik sebagai warga negara.

Kasus penghakiman massa terus berlangsung di Waco pada tahun 1920-an. Hal ini sebagian disebabkan oleh kebangkitan Ku Klux Klan.[88] Namun pada akhir 1920-an, otoritas Waco mulai melindungi kaum kulit hitam dari penghakiman massa, seperti yang terjadi pada kasus Roy Mitchell.[89] Otoritas kota khawatir publisitas negatif yang dihasilkan oleh penghakiman massa akan menghalangi upaya pemerintah kota menarik investor bisnis.[90] NAACP berjuang keras mengkampanyekan penghakiman massa sebagai praktik yang biadab dan barbar. Akhirnya usaha NAACP berhasil mendapatkan dukungan yang luas dalam benak masyarakat.[91]

Analisis dan warisan sejarah sunting

Pada tahun 2011, Manfred Berg berspekulasi bahwa Jesse membunuh Lucy, tetapi meragukan apakah dia memperkosa Lucy.[92] Pada tahun yang sama, Julie Armstrong dari Universitas Florida Selatan berargumen bahwa Jesse kemungkinan tidak bersalah atas kedua dakwaan tersebut.[93] Patricia Bernstein, dalam buku tahun 2006-nya, mencatat bahwa motif Jesse tidak pernah ditetapkan dengan jelas, walaupun Jesse mengakui bahwa dia berselisih dengan Lucy mengenai bagal-bagalnya dan terdapat pula seorang saksi yang melihat perselisihan tersebut.[12] Bernstein juga mengatakan bahwa pengakuan Jesse mungkin adalah hasil paksaan dan terdapat bukti bahwa Jesse memiliki kapasitas intelektual yang terbatas. Dia menyiratkan bahwa senjata pembunuhan, bukti terkuat yang memperberat Jesse, kemungkinan merupakan bukti palsu yang ditanam oleh otoritas penegak hukum.[94]

Bernstein menyatakan bahwa penghukuman massa Jesse merupakan peristiwa yang unik karena skala dan lokasi kejadiannya; bukan saja peristiwa ini terjadi di kota besar yang dikenal atas reputasi progresifnya, tetapi juga dihadiri oleh 10.000 penonton yang gembira akan penganiayaan brutal itu. Aksi penghakiman massa biasanya terjadi di kota-kota kecil dengan jumlah penonton yang sedikit.[95] William Carrigan dar Universitas Rowan berargumen bahwa kultur budaya Texas tengah telah mengagungkan kekerasan retributif massa selama puluhan tahun sebelum kejadian penghakiman massa Jesse terjadi. Dia meyakini bahwa kultur kekerasan inilah yang menjelaskan mengapa serangan brutal seperti itu dapat dirayakan secara publik.[96] Grace Hale berpendapat bahwa kematian Jesse menandakan transisi praktik penghakiman massa yang mendapat penerimaan luas di kota-kota modern abad ke-20.[35] Dia mencatat bahwa penghakiman massa Jesse mengilustrasikan bagaimana inovasi teknologi, seperti telepon dan fotografi yang terjangkau, dapat memperkuasai massa sekaligus meningkatkan pengecaman masyarakat atas aksi-aksi tersebut.[97]

Dalam kajian tahun 2004 mereka, Peter Ehrenhaus dan A. Susan Owen membandingkan kasus penghakiman massa dengan praktik pengorbanan darah. Mereka berargumen bahwa warga Waco mendapatkan rasa keadilbenaran kolektif setelah Jesse mati karena warga memandang Jesse mewakili kehadiran kejahatan dalam komunitas mereka.[98] Bernstein membandingkan brutalitas massa tersebut dengan praktik hukuman gantung, seret, dan potong yang berlaku di Inggris zaman pertengahan untuk orang yang terbukti berkhianat besar.[99]

Amy Louise Wood dari Universitas Negeri Illinois menuliskan bahwa kejadian itu adalah "momen yang paling menentukan dalam sejarah penghakiman massa". Dengan kematian Jesse, "penghakiman massa mulai menabur benih keruntuhannya sendiri."[100] Carrigan mencatat bahwa kematian Jesse mungkin mendapatkan perhatian publik yang lebih besar daripada kasus penghakiman massa lainnya di Amerika Serikat. Kejadian ini dipandang Carrigan sebagai "titik balik sejarah kekesaran massa di Texas Tengah".[101] Walaupun protes keras yang ditimbulkan oleh kejadian tersebut tidak mengakhiri praktik penghakiman massa, kejadian tersebut membantu mengakhiri dukungan publik terhadap serangan serupa.[56] Carrigan menyatakan bahwa kejadian penghakiman massa Jesse merupakan "hari yang paling terkenal dalam sejarah Texas Tengah" sebelum kejadian Pengepungan Waco tahun 1993.[102]

Setelah praktik penghakiman massa berhasil ditekan di Texas Tengah, kejadian penghakiman massa Jesse mendapatkan perhatian yang kurang dari sejarawan lokal.[91] Namun, reputasi Waco sebagai kota rasis tetap berkembang, sebagian karena disebarkan oleh buku teks sejarah Amerika. Hal ini membuat warga kulit putih Waco kesal.[103] Bertahun-tahun setelah kejadian tersebut, kaum Afrika-Amerika pun masih sering memandang hina kota Waco. Beberapa bahkan berpendapat bahwa perebakan tornado Waco 1953 sebagai azab dari Tuhan.[104] Pada masa Gerakan Hak-Hak Sipil Amerika Serikat, pemimpin kulit putih kota Waco merespon demonstrasi warga dengan pendekatan tanpa kekerasan. Hal ini kemungkinan didasari pada keinginan untuk menghindari stigmatisasi kota Waco.[105]

Referensi sunting

  1. ^ a b SoRelle 2007, hlm. 183–84.
  2. ^ Carrigan 2006, hlm. 179.
  3. ^ Bernstein 2006, hlm. 11–13.
  4. ^ a b c Wood 2009, hlm. 179–80.
  5. ^ Carrigan 2006, hlm. 171–72.
  6. ^ Bernstein 2006, hlm. 21.
  7. ^ SoRelle 2007, hlm. 185.
  8. ^ Bernstein 2006, hlm. 88–89.
  9. ^ a b c SoRelle 2007, hlm. 185–86.
  10. ^ a b c Bernstein 2006, hlm. 90.
  11. ^ Bernstein 2006, hlm. 92.
  12. ^ a b SoRelle 2007, hlm. 186–87; Berg 2011, hlm. 102.
  13. ^ a b c SoRelle 2007, hlm. 186–87.
  14. ^ Hale 1998, hlm. 215.
  15. ^ Bernstein 2006, hlm. 93–94.
  16. ^ Bernstein 2006, hlm. 101–02.
  17. ^ Bernstein 2006, hlm. 101.
  18. ^ Bernstein 2006, hlm. 100.
  19. ^ Bernstein 2006, hlm. 102.
  20. ^ SoRelle 2007, hlm. 188; Waldrep 2009, hlm. 66–67.
  21. ^ a b c SoRelle 2007, hlm. 188–89.
  22. ^ Bernstein 2007, hlm. 63.
  23. ^ a b c d e f SoRelle 2007, hlm. 189–91.
  24. ^ Bernstein 2006, hlm. 106.
  25. ^ Bernstein 2006, hlm. 108.
  26. ^ SoRelle 2007, hlm. 189–91; Carrigan 2006, hlm. 1.
  27. ^ Berg 2011, hlm. 103.
  28. ^ Carrigan 2006, hlm. 2.
  29. ^ DuRocher 2011, hlm. 124.
  30. ^ SoRelle 2007, hlm. 189–91; Waldrep 2009, hlm. 67.
  31. ^ DuRocher 2011, hlm. 113.
  32. ^ Berg 2011, hlm. 103–04.
  33. ^ Bernstein 2006, hlm. 85.
  34. ^ a b c Wood 2009, hlm. 181.
  35. ^ a b Hale 1998, hlm. 216.
  36. ^ Wood 2009, hlm. 66.
  37. ^ Hale 1998, hlm. 217.
  38. ^ Hale 1998, hlm. 217; Bernstein 2006, hlm. 111.
  39. ^ SoRelle 2007, hlm. 189–91; DuRocher 2011, hlm. 104.
  40. ^ DuRocher 2011, hlm. 114 & 119.
  41. ^ a b Carrigan 2006, hlm. 187.
  42. ^ Wood 2009, hlm. 179.
  43. ^ Bernstein 2006, hlm. 3.
  44. ^ Wood 2005, hlm. 395.
  45. ^ DuRocher 2011, hlm. 109–10.
  46. ^ a b c Berg 2011, hlm. 104.
  47. ^ a b c Apel 2004, hlm. 31–32.
  48. ^ a b Wood 2009, hlm. 180.
  49. ^ Bernstein 2006, hlm. 130.
  50. ^ Bernstein 2006, hlm. 131.
  51. ^ Hale 1998, hlm. 220.
  52. ^ Carrigan 2006, hlm. 190.
  53. ^ Bernstein 2006, hlm. 11; SoRelle 2007, hlm. 191–93.
  54. ^ Bernstein 2006, hlm. 127.
  55. ^ a b Bernstein 2006, hlm. 142–44.
  56. ^ a b Carrigan 2006, hlm. 189.
  57. ^ Wood 2009, hlm. 181; SoRelle 2007, hlm. 195; Bernstein 2006, hlm. 181.
  58. ^ Bernstein 2006, hlm. 124–26.
  59. ^ Bernstein 2006, hlm. 146.
  60. ^ Hale 1998, hlm. 363; Carrigan 2006, hlm. 193.
  61. ^ Bernstein 2006, hlm. 200.
  62. ^ SoRelle 2007, hlm. 192–93.
  63. ^ a b c Bernstein 2006, hlm. 165.
  64. ^ Waldrep 2009, hlm. 68; Bernstein 2006, hlm. 62–63.
  65. ^ Waldrep 2009, hlm. 68; Bernstein 2006, hlm. 76–77.
  66. ^ Waldrep 2009, hlm. 68; Wood 2009, hlm. 180–82.
  67. ^ a b Bernstein 2006, hlm. 140–41.
  68. ^ Bernstein 2006, hlm. 144.
  69. ^ Bernstein 2006, hlm. 155.
  70. ^ Rice 2003, hlm. 7.
  71. ^ Hale 1998, hlm. 216; Blumenthal 2005.
  72. ^ Carrigan 2006, hlm. 191.
  73. ^ Wood 2009, hlm. 180–82.
  74. ^ Modernist Journals Project.
  75. ^ Bernstein 2006, hlm. 129.
  76. ^ a b Bernstein 2006, hlm. 60.
  77. ^ a b Francis 2011, hlm. 58–60.
  78. ^ Rice 2003, hlm. 8.
  79. ^ a b Bernstein 2006, hlm. 159–61.
  80. ^ Bernstein 2006, hlm. 162.
  81. ^ Bernstein 2006, hlm. 130 & 135.
  82. ^ SoRelle 2007, hlm. 197–98.
  83. ^ Zangrando 1980, hlm. 30.
  84. ^ SoRelle 2007, hlm. 197–98; Bernstein 2006, hlm. 169.
  85. ^ Armstrong 2011, hlm. 114.
  86. ^ Bernstein 2006, hlm. 174.
  87. ^ Bernstein 2006, hlm. 173.
  88. ^ Bernstein 2006, hlm. 182.
  89. ^ Carrigan 2006, hlm. 196.
  90. ^ Bernstein 2006, hlm. 178–79.
  91. ^ a b Carrigan 2006, hlm. 14.
  92. ^ Berg 2011, hlm. 102.
  93. ^ Armstrong 2011, hlm. 60.
  94. ^ Bernstein 2006, hlm. 96.
  95. ^ Bernstein 2006, hlm. 5.
  96. ^ Nevels 2007, hlm. 9–10.
  97. ^ Hale 1998, hlm. 221.
  98. ^ Ehrenhaus & Owen 2004, hlm. 286.
  99. ^ Bernstein 2006, hlm. 119.
  100. ^ Wood 2009, hlm. 181–83.
  101. ^ Carrigan 2006, hlm. 185.
  102. ^ Carrigan 2006, hlm. 1.
  103. ^ Carrigan 2006, hlm. 192.
  104. ^ Carrigan 2006, hlm. 198.
  105. ^ Carrigan 2006, hlm. 206.

Daftar Pustaka sunting

Buku sunting

Jurnal sunting

  • Francis, Megan Ming (2011). "The Battle for the Hearts and Minds of America". Souls: A Critical Journal of Black Politics, Culture, and Society. 13 (1): 46–71. doi:10.1080/10999949.2011.551477. 
  • Ehrenhaus, Peter; Owen, A. Susan (July–October 2004). "Race Lynching and Christian Evangelicalism: Performances of Faith". Text and Performance Quarterly. 24 (3/4): 276–301. doi:10.1080/1046293042000312779. 
  • Wood, Amy Louise (2005). "Lynching Photography and the Visual Reproduction of White Supremacy". American Nineteenth Century History. 6 (3): 373–99. doi:10.1080/14664650500381090. 

Surat kabar sunting

Situs web sunting

Bacaan lanjutan sunting