Panjer kiling

(Dialihkan dari Panjer killing)

Panjer kiling merupakan bentuk apresiasi teknologi masyarakat Banyuwangi yang berbentuk seperti baling-baling. Kiling berfungsi untuk menunjukkan arah angin. Artinya dalam kehidupan sehari hari masyarakat Banyuwangi meyakini adanya kekuatan alam yakni angin. Angin berfungsi untuk menunjukkan suatu musim akan berlangsung. Kiling dimanfaatkan oleh masyarakat Banyuwangi untuk mengetahui musim penghujan dan musim panas. Kaitannya yakni karena masyarakat Banyuwangi termasuk kelompok agraris yang mencari penghudupan sebagai petani atau nelayan. kesemuanya membutuhkan kecerdasan untuk melihat arah angin. Kiling Banyuwangi berdasarkan bahan pembuatan dibedakan menadi dua, yakni satu bahan terbuat dari bambu, biasanya kiling yang berada di tanah datar dan atau yang dekat dengan pantai. Kedua berasal dari kayu, biasanya menjadi bagian darimasyarakat using yang berada di pegunungan dan atau dataran tinggi.

Kiling terbuat dari 2 wilahan kayu atau bambu, yang dijadikan satu dengan diikat ditengah. Wilahan kayu itu ada kiling lanang dan kiling wadon, ciri khasnya untuk kiling lanang, salah satu ujungnya berbentuk sedikit melengkung ke dalam.

Filosofi Kiling Banyuwangi masyarakat Banyuwangi yang lebih mengutamakan kerukunan keluarga, meskipun kiling itu sendiri ujung lanang (laki-laki) dan ujung wadon (perempuan), tidak pernah bisa saling bertemu apalagi jika kiling itu terpasang serta berputar, maka diibaratkan kehidupan mengikuti derasnya arus zaman, Namun jika ikatan keluarga penuh welas-asih, maka kiling/ keluarga akan selamanya rukun dan damai.

Kiling disebut juga dengan panjer kiling. Artinya Panjer Panjer berarti di taruh terus-menerus di tengah sawah, yang ,mempunyai arti secara filosofi istiqomah, maksudnya sebagai manusia sifat dan sikapnya terhadap sesama manusia, alam dan sang pencipta harusterus menerus, rajin dan disiplin. Kiling berarti pangeling-eling (ingat) kepada kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa. Kiling dapat diartikan pula sebagai den-denan yang artinya menakut-nakuti, karena kiling ditempatkan di tengah sawah berbentuk seperti kitiran atau baling-baling yang fungsinya penunjuk arah angin sebagai acuan musim. KEdua kiling sebagai alat untuk menakut-nakuti burung pada musim panen raya tiba[1]

  • Adapun bagian-bagian kiling sebagai berikut:
  1. Teblok, ukiran kayu berbentuk segitiga, sebagi penyeimbang daun kiling, artinya dalam berkeluarga harus berusaha berada di tiga lingkungan yang seimbang, pribadi, keluarga dan masyarakat..
  2. Selut, penutup kelokan artinya salut atau saling mengagumi antara suami dan istri dan keduanya harus bisa menutupi kejelekan pasangannya masing-masing.
  3. Penutup selut artinya keputusan keluarga selayaknya diambil dengan jalan musyawarah dan kesepakatan bersama.
  4. Daun lanangan, dau kiling sebelah kiri yang 1/3 dari panjang kiling tersebut di buat bengkok kebelakang untuk bisa menghasilkan bunyi yang nyaring. Artinya laki-laki godanya adalah wanita, namun laki-laki berperan sebagai penentu kebijakan dalam menyelesaikan permasalahan keluarga.
  5. Daun Wadonan daun kiling sebelah kanan yang panjangnya senentiasa dibuat lebih pendek dari daun lanangan, namun bentuknya lurus, artinya mencerminkan kemauan seorang wanita yang keras, setia dan patuh pada sang suami serta penyeimbang keluarga.
  6. Suh/ tali terbuat dari rotan yang dianyam, artinya sebagai ikatan perkawinan yang sudah ditakdirkan oleh Tuhan, dan harus dijaga agar tidak lepas/cerai.
  7. Panjeran,. Panjer artinya istiqomah. mempunyai 12 bagian utama, yakni:
  • a. Manggar, setiap anggota keluarga (ayah-ibu-anak) tidak boleh saling melanggar aturan adat-istiadat, agama dan keluarga.
  • b.Inger-inger, ingat-ingat, teposeliro dan dapat membedakan mana yang baik dan buruk, mana yang benar dan yang salah.
  • c. Tumbak sayang, pernikahan harus dilandasi welas asih aau kasih sayang.
  • d. Kinci, terbuat dari baja yang kuat, artinya pernikahan harus dilandasi rasa cinta yang kuat.
  • e. Bantalan, patok yang menembus soko, artinya pernikahan harus dilandasi restu dari kedua orang tua calon mempelai.
  • f. Angkepan manggar, setiap permasalahan dan kebutuhan rumah tangga harus diselesaikan dengan saling bantu antar anggota keluarga.
  • g. Soko, penyokong daun kiling terbuat dari tiga bambu yang diikat, artinya dalam berkeluarga harus mempunyai hati yang lurus dan niat yang benar, jejeg, menghadap kepada Tuhan. Mentaati aturan agama, adat istiadat dan negara.
  • h. Jambrakan, pada zaman sebelum kemerdekaan, biasanya dibuat dari rambut asli yang diambil dari kaum penjajah atau penghianat. Dalam keluarga bertengkar itu lumrah, namun jangan sampai keterlaluan.
  • i. Kunciran, sebagai pengingat kepada buyut wongsokaryo yang kebiasaannya menguncung rambutnya ke belakang (kuncung wingking).
  • j. Buntutan, bentuk seperti ekor layang-layang, artinya setiap keluarga akan menghadapi cobaan dan ujian.
  • k. Prentulan, salah satu tujuan pernikahan adalah memperoleh keturunan untuk pelestari budaya, menambah kebahagiaan keluarga dan investasi masa depan.
  • l. Kerekan untuk menaikkan kiling, artinya bahwa suami istri senantiasa harus saling bantu untuk menyelesaikan tugas keluarga, saling menghibur dikala ada yang susah, dan saling mengisi atau melengkapi dalam keluarga.

Referensi sunting

  1. ^ Chotimah, Yeti (2020). Sejarah, Seni dan Budaya Banyuwangi. Sleman Yogyakarta Jawa Tengah: Sulur Pustaka. hlm. 92. ISBN 978-623-6791-02-8.