Pangkalan Brandan adalah sebuah kawasan pelabuhan di Kabupaten Langkat, Sumatera Utara, Indonesia. Terletak di pesisir pantai timur pulau Sumatra, 64 km sebelah barat laut Kota Binjai. Pangkalan Brandan merupakan wilayah gerbang yang berdekatan perbatasan Sumatera Utara dengan Aceh. Populasi daerah ini sekitar 21.000 jiwa.

Pangkalan Brandan terkenal karena merupakan salah satu ladang minyak tertua di Indonesia dan telah dieksplorasi sejak zaman Hindia Belanda. Tanggal 13 Agustus 1947 terjadi peristiwa bersejarah di tempat ini yang dikenal dengan sebutan Brandan Bumi Hangus, mirip dengan Bandung Lautan Api.

Pangkalan Brandan adalah ibukota Kecamatan Babalan, Kecamatan Sei Lepan, Kecamatan Brandan Barat, dan Kecamatan Brandan Timur, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara.

Kota Pangkalan Brandan ini terletak strategis karena dilalui oleh Jalan Raya Lintas Sumatera dan merupakan pintu gerbang provinsi Sumatera Utara relatif dari Aceh.

Dalam beberapa referensi sejarah menyebutkan, awal pengeboran sumur minyak di Indonesia dilakukan sejak zaman penjajahan Belanda. Pada 1871, pengeboran sumur minyak pertama dilakukan di Cirebon. Namun, sumur produksi pertama adalah sumur Telaga Said di wilayah Sumatera Utara yang dibor pada 1883, kemudian disusul Royal Dutch Company di Pangkalan Brandan pada 1885.

Sejak itu, kegiatan eksploitasi minyak di Indonesia dimulai. Hasil eksplorasinya digunakan untuk kepentingan pihak Belanda. Pada 1892, kilang minyak Royal Dutch di Pangkalan Brandan yang menjalankan usaha eksploitasi mulai melakukan produksi massal. Sebagai bahan yang merupakan sumber energi bagi perekonomian dan mesin untuk perang, minyak menjadi sasaran empuk bagi kedua pihak yang berseteru.

Sejarah sunting

 
Seekor gajah mengangkut kayu di Pangkalan Berandan pada tahun 1920-an

Pada tahun 1880, Aeilko Jans Zijlker dari East Sumatra Tobacco Company menemukan deposit ini mengandung hingga 62 persen minyak tanah. Penyerahan dari Kesultanan Langkat, dekat Sungai Babalan yang disebut Telaga Said, Perusahaan minyak bumi Zijlker's Provisional Sumatera Petroleum Company mengebor minyak pertama yang berhasil menghasilkan minyak dengan baik pada tahun 1885. Sumur minyak itu dinamakan "Telaga Tunggal No.1". Mencari modal pada tahun 1890, Zijlker menerbitkan saham minyak bumi di Royal Dutch Company (sekarang Shell) untuk Hindia Belanda, setelah raja Belanda William III memberinya lisensi untuk menggunakan gelar kerajaan. Setelah kematian mendadak Zijlker pada tahun 1890, Jean Baptiste August Kessler mengambil alih manajemen operasi pada tahun 1891. Di Sungai Babalan, ada sebuah kilang yang dihubungkan oleh pipa sepanjang 9 km ke lokasi sumur. Kilang itu beroperasi pada tahun 1892.

Ladang minyak sunting

Pangkalan Brandan tercatat sebagai daerah pertama di Indonesia yang mendukung pengembangan daerah lain yang kaya akan pasokan minyak. Sumurnya dapat ditelusuri sebagai asal mula raksasa minyak dunia Royal Dutch Shell. Diusulkan pula pemanfaatan limbah industri kelapa sawit lokal untuk pembangkit listrik. Maka dari itu Pangkalan Brandan terkenal dikarenakan merupakan salah satu ladang minyak tertua di Indonesia dan telah dieksplorasi sejak zaman Hindia-Belanda.

Kronologi sejarah sunting

  • 1883 - Konsesi pertama eksploitasi minyak bumi diberikan oleh Sultan Langkat kepada Aeilko J. Zijlker, tepatnya di daerah Telaga Said.
  • 1885 - Produksi pertama minyak bumi dari perut bumi Pangkalan Brandan.
  • 1892 - Kilang minyak Royal Dutch yang menjalankan usaha eksplotasi mulai melakukan produksi massal.
  • 1947 - Tanggal 13 Agustus, peristiwa Brandan Bumi Hangus sebagai salah satu strategi pejuang sebagai bentuk perlawanan terhadap agresi Belanda.

Sekarang ini, ada 5 Unit Operasi Daerah Produksi di bawah Pertamina, Unit I yang membawahi daerah Aceh dan Sumatera Utara berkantor pusat di Pangkalan Brandan.

Referensi sunting