Nazir Datuk Pamoentjak
Mr. Mohammad Nazir Datuk Pamoentjak (10 April 1896 – 10 Juli 1966) adalah seorang diplomat dan perintis kemerdekaan Indonesia.[1] Nazir merupakan putra Minangkabau asal Salayo, Solok, Sumatra Barat. Setelah lulus dari HBS Batavia, ia menuntut ilmu di Fakultas Hukum, Universitas Leiden.
Mr. Mohammad Nazir Datuk Pamoentjak | |
---|---|
![]() Nazir sebagai Duta Besar Indonesia untuk Prancis | |
Lahir | Mohammad Nazir 10 April 1897 Salayo, Kubung, Kabupaten Solok, Sumatra Barat, Hindia Belanda |
Meninggal | 10 Juli 1965 Bern, Switzerland | (umur 68)
Kebangsaan | Indonesia |
Almamater | Universitas Leiden |
Pekerjaan | Politisi, diplomat |
Dikenal atas | Pejuang kemerdekaan |
Anak | Lidia Djunita Pamuntjak |
Di Belanda, ia pernah menjadi Ketua Perhimpunan Indonesia, sebuah pekumpulan mahasiswa yang aktif memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.[2] Setelah Indonesia merdeka, Nazir Datuk Pamoentjak berkarier sebagai diplomat. Ia beberapa kali dipercaya menjadi duta besar Indonesia untuk negara-negara sahabat.
Pada Januari 1918, Nazir Datuk Pamuncak datang ke Padang sebagai utusan Jong Sumatranen Bond (JSB). Dia datang diutus untuk mendirikan cabang-cabang di Padang dan Bukittinggi. Di Padang, usahanya berhasil. tetapi tidak untuk di Bukittinggi.[3] Nazir berpidato di depan para pelajar di Padang bahwa pemuda-pemuda Jawa sudah lebih dahulu maju daripada di Sumatra dengan satu organisasi bernama Jong Java. Jong Java didirikan pada 7 Maret 1915 oleh dr. Satiman. Jong ini bersemboyan, Sakti, Budi, Bakti.[4] JSB sendiri baru berdiri pada 9 Desember 1917 untuk menyatukan semua pelajar dari Sumatra.[4] Berikut adalah isi pidatonya:[3]
“ | Pemuda-pemuda Sumatra harus mengikuti jejak pemuda-pemuda Jawa. Kita tak boleh ketinggalan. Pemuda-pemuda Sumatra mempunyai tugas yang berat. Kita harus memajukan masyarakat Sumatra. Di tangan pemudalah, terletak nasib bangsa dan tanah air. | ” |
Pada tahun 1927, ia bersama Mohammad Hatta, Ali Sastroamijoyo dan Abdulmajid Djojohadiningrat dipenjara oleh Kerajaan Belanda karena dituduh mengikuti partai terlarang. Ali Sastroamijoyo dan Nazir Pamuntjak dipenjara dua tahun.[5] Mereka semua dipenjara di Rotterdam.[6] Beruntung Mohammad Hatta menolak semua dakwaan tersebut dengan pidatonya, Indonesie Vrij pada sidang kedua tanggal 22 Maret 1928,[6] sehingga ia dan kawan-kawannya dibebaskan. Pembebasan mereka disambut baik oleh Mr. Duys (anggota parlemen Belanda waktu itu), dan Willem Drees, Perdana Menteri Belanda tahun 1945.[5] Setelah ditahan beberapa bulan, mereka berempat dibebaskan dari tuduhan, karena tuduhan tidak bisa dibuktikan.[5]
Nazir Datuk Pamoentjak mempunyai seorang putri tunggal bernama Lidia Djunita Pamoentjak yang lebih dikenal dengan nama Jajang C. Noer yang berkarier sebagai seniman dengan menjadi pemeran (aktris) dan sutradara.[7]
Untuk mengenang jasa-jasanya, namanya diabadikan menjadi salah satu ruas jalan di Kota Solok, Sumatra Barat.
Jabatan diplomatik | ||
---|---|---|
Jabatan baru | Duta Besar Indonesia untuk Prancis 1950–1953 |
Diteruskan oleh: Ida Anak Agung Gde Agung |
Didahului oleh: |
Duta Besar Indonesia untuk Filipina 1965 |
Diteruskan oleh: Abdul Karim Rasjid |
Referensi Sunting
- ^ Rizqa, Hasanul. "Saat Liga Arab Perjuangkan Kemerdekaan RI | Republika ID". republika.id (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2023-06-04.
- ^ Umar Syadat Hasibuan, Muhammad. Revolusi Politik Kaum Muda. Yayasan Obor Indonesia.
- ^ a b Imran, Amrin (1991). Mohammad Hatta:Pejuang, Proklamator, Pemimpin, Manusia Biasa. hlm. 14-15. Jakarta: Mutiara Sumber Widya. OCLC 9072338
- ^ a b Hardjosoediro, Soejitno (1984). Kronologi Pergerakan Kemerdekaan. hal.12 & 13. Jakarta:Pradnya Paramita.
- ^ a b c Noer, Deliar (2012). Mohammad Hatta:Hati Nurani Bangsa. hlm. 24-27. Jakarta: Kompas. ISBN 978-979-709-633-5.
- ^ a b Imran, Amrin. "ibid". hal. 29.
- ^ Wardani, Ravie (2021-08-11). "Jajang C Noer Artis Terbaik Era 1970-an, Anak Nazir Datuk Pamoentjak Motivator Pemuda Sumatera". iNews.ID. Diakses tanggal 2023-06-04.