Museum Manusia Purba Sangiran
Museum Manusia Purba Sangiran atau Museum Sangiran adalah museum arkeologi yang terletak di dua kabupaten, yaitu Sragen dan Karanganyar. Memiliki lima klaster, empat di antaranya terletak di Kabupaten Sragen, sedangkan satu klaster terletak di Kabupaten Karanganyar.[2]
![]() | |
![]() Gerbang masuk Museum Sangiran circa 2011. | |
![]() | |
Lokasi | Sragen[1] dan Karanganyar |
---|---|
Jenis | Museum arkeologi |
Saat ini, lima klaster museum di kawasan Museum Manusia Purba Sangiran dikelola oleh Museum dan Cagar Budaya, Kementerian Kebudayaan Republik Indonesia.
Museum Sangiran berawal dari Museum Plestosen yang dibangun pada 1974, yang digunakan sebagai tempat menampung temuan fosil di kawasan Sangiran. Pada 1983, dibangun museum yang lebih luas karena ukuran Museum Plestosen yang kecil tidak sanggup lagi menampung temuan-temuan yang makin melimpah.[3] Museum tersebut dinamakan Museum Situs Sangiran yang dibangun di Dusun Ngampon, Desa Krikilan, Kecamatan Kalijambe, Kabupaten Sragen.
Sejarah
suntingSejarah Museum Sangiran berawal dari dibangunnya Museum Plestosen pada 1974. Museum Plestosen saat itu difungsikan sebagai tempat penampungan seluruh hasil temuan fosil yang ada di kawasan Sangiran. Pada 1977, kawasan situs Sangiran ditetapkan sebagai daerah cagar budaya oleh Fuad Hassan, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan mengeluarkan Surat Keputusan No. 070/O/1977. Hal tersebut bertujuan untuk mengurangi kegiatan penggalian, penyelundupan, dan perdagangan fosil secara ilegal yang sering terjadi di Sangiran saat itu. Penetapan tersebut membuat kawasan Sangiran terbagi menjadi dua yaitu daerah cagar budaya sisi utara yang dikelola oleh Pemerintah Daerah (Pemda) Sragen dan sisi selatan dikelola oleh Pemda Karanganyar.[4][5]
Saat itu sisi selatan belum memiliki tempat untuk menampung seluruh temuan fosil yang ada di sana, sehingga dibangun museum baru yang disebut dengan museum sisi selatan. Pada 1977 dibangun museum sisi selatan yang terletak di Desa Dayu, Kecamatan Gondangrejo, Kabupaten Karanganyar. Namun, museum tadi tidak bertahan lama sehingga bangunannya dibongkar dan dialihfungsikan menjadi pendopo desa tersebut. Dalam perkembangannya Museum Plestosen lebih berkembang dibandingkan dengan museum sisi selatan dan memiliki hasil temuan fosil yang semakin melimpah. Akan tetapi, Museum Plestosen masih berukuran kecil karena dibangun hanya pada areal tanah seluas 100 m². Alhasil, tidak mampu menampung seluruh temuan fosil yang ada di Sangiran saat itu sehingga tercipta gagasan untuk membangun museum baru yang lebih luas.
Museum baru yang lebih luas kemudian dibangun pada 1983, menggantikan Museum Plestosen. Museum baru tersebut diberi nama Museum Situs Sangiran. Dibangun di Dusun Ngampon, Desa Krikilan, Kecamatan Kalijambe, Kabupaten Sragen. Koleksi yang ada di Museum Situs Sangiran saat itu berasal dari seluruh temuan fosil yang ada di Museum Plestosen dan museum sisi selatan. Museum Situs Sangiran menyimpan berbagai temuan fosil untuk mengungkapkan sejarah evolusi umat manusia di dunia.
Klaster
suntingSelama perkembangannya hingga saat ini, Museum Manusia Purba Sangiran memiliki lima klaster, sebagai berikut:
Klaster Krikilan
suntingKlaster Krikilan menjadi induk atau titik pusat dari Sangiran. Klaster ini menjadi pusat kunjungan yang memberikan wawasan luas. Di klaster ini semua informasi tentang kepurbakalaan tersaji lengkap beserta dengan bentang alam Sangiran. Klaster inilah yang diketahui secara umum oleh masyarakat sebagai Museum Sangiran yang memiliki beragam koleksi yang dipamerkan.[6]
Klaster Bukuran
suntingKlaster Bukuran menjadi pendukung dari Klaster Krikilan. Dinamakan demikian karena klaster ini terletak di Desa Bukuran. Klaster ini menampilkan teori-teori evolusi dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Materi yang disajikan di Klaster Bukuran dibuat dengan konsep masa kini melalui grafis visual yang interaktif.[7]
Klaster Ngebung
suntingKlaster Ngebung merupakan titik awal atau lokasi dilakukannya penggalian secara sistematis oleh beberapa tokoh seperti Raden Saleh, J.C. van Es, Eugene Dubois, G.H.R von Koenigswald, dan lainnya. Klaster ini menjadi bagian penting dalam menghasilkan temuan fosil binatang, artefak, dan beberapa sisa fosil manusia. Pada klaster ini disajikan perjalanan Situs Sangiran mulai dari eksplorasi awal hingga diakui sebagai Warisan Dunia oleh UNESCO. Bentuk sajian di Klaster Ngebung antara lain yaitu display koleksi, poster, dan materi tentang potensi Sangiran dalam bentuk digital interaktif.[8]
Klaster Dayu
suntingKlaster Dayu terletak di Desa Dayu menjadi klaster pendukung keberadaan Museum Sangiran. Klaster ini menyajikan beberapa lapisan tanah dari empat zaman dengan rentang waktu 100 ribu hingga 1,8 juta tahun silam. Lebih lanjut, Klaster Dayu atau Museum Dayu ini menjadi pusat informasi tentang pelapisan tanah purba serta budaya manusia dengan jenis Homo erectus terlengkap. Klaster Dayu tampil mengikuti perkembangan teknologi dengan sentuhan digitalisasi yang populer disertai tata pamer dan display yang menarik.[9]
Lapangan Museum Manyarejo
suntingLapangan Museum Manyarejo merupakan klaster pendukung dari Situs Sangiran serta menjadi bentuk apresiasi kepada para peneliti dari berbagai disiplin ilmu dan masyarakat sekitar yang telah menghasilkan berbagai penemuan penting kepurbakalaan.[10] Museum Manyarejo menyajikan berbagai kenangan penelitian yang pernah dilakukan di daerah tersebut. Berbagai memorabilia yang dimiliki peneliti dan masyarakat sekitar dikemas dengan nuansa rumah tradisional dengan dukungan informasi interaktif.[11]
Akses masuk
suntingPada 1 Agustus 2024, IHA menetapkan tarif masuk museum sebesar Rp 5.000 pada anak, dewasa Rp 5.000, dan WNA Rp 20 ribu.[12]
Referensi
sunting- ^ "DAFTAR MUSEUM KEBUDAYAAN PER KEC. Kalijambe". Pusdatin Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah. Diakses tanggal 30 Mei 2025. ;
- ^ "Mengenal Situs Manusia Purba Sangiran". Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (dalam bahasa Inggris). 2017-04-05. Diakses tanggal 2025-05-20.
- ^ Tengah, Indonesia Departemen Perindustrian Kantor Wilayah Propinsi Jawa (1983). Laporan tahunan. Kantor Wilayah Departemen Perindustrian Propinsi Jawa Tengah.
- ^ Simanjuntak, Truman; Prasetyo, Bagyo; Handini, Retno (2001). Sangiran: Man, Culture, and Environment in Pleistocene Times (dalam bahasa Inggris). Yayasan Obor Indonesia.
- ^ Ernifiati, Emmy (2012-12-01). "PERKEMBANGAN MUSEUM SITUS SANGIRAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP ILMU PENGETAHUAN TAHUN 1974-2004". Journal of Indonesian History (dalam bahasa Inggris). 1 (2). ISSN 2549-0370.
- ^ "Museum Manusia Purba Sangiran Klaster Krikilan | BPSMP Sangiran". kebudayaan.kemdikbud.go.id (dalam bahasa American English). Diakses tanggal 2025-05-20.
- ^ Sangiran, BPSMP (2019-08-08). "Museum Manusia Purba Sangiran Klaster Bukuran; Evolusi Manusia". BPSMP Sangiran (dalam bahasa American English). Diakses tanggal 2025-05-20.
- ^ Sangiran, BPSMP (2019-08-07). "Museum Manusia Purba Sangiran Klaster Ngebung; Pengakuan Panjang Menuju Pengakuan Dunia | BPSMP Sangiran" (dalam bahasa American English). Diakses tanggal 2025-05-20.
- ^ Sangiran, BPSMP (2019-08-07). "Museum Manusia Purba Sangiran Klaster Dayu; Budaya dan Lapisan". BPSMP Sangiran (dalam bahasa American English). Diakses tanggal 2025-05-20.
- ^ "Museum Manyarejo, Museum Untuk Mengenal Ekskavasi Arkeologi | BPSMP Sangiran". kebudayaan.kemdikbud.go.id (dalam bahasa American English). Diakses tanggal 2025-05-20.
- ^ "Museum Manusia Purba Sangiran Museum Situs Manyarejo; Kolaborasi Peneliti dan Penduduk Lokal | BPSMP Sangiran". kebudayaan.kemdikbud.go.id (dalam bahasa American English). Diakses tanggal 2025-05-20.
- ^ Siswadi, Anwar (3 Agustus 2024 | 18.30 WIB). "Daftar Tarif Baru Museum dan Cagar Budaya yang Dikelola Indonesian Heritage Agency". Tempo. Diakses tanggal 2025-05-28.
Pranala luar
sunting- Media tentang Sangiran di Wikimedia Commons