Museum Dewantara Kirti Griya

museum di Indonesia

Museum Tamansiswa Dewantara Kirti Griya (Jawa: ꦩꦸꦱꦶꦪꦸꦩ꧀ꦢꦺꦮꦤ꧀ꦠꦫꦏꦶꦂꦠꦶ​ꦒꦿꦶꦪ) merupakan museum peninggalan dari tokoh pendidikan Indonesia yaitu Ki Hadjar Dewantara yang berupa rumah dan pendapa. Selain itu, museum juga menampilkan koleksi peninggalan barang-barang yang dipakai oleh Ki Hadjar Dewantara beserta keluarga.

Museum Dewantara Kirti Griya

Informasi
Didirikan pada1970
Koordinat7°48′18″S 110°22′41″E / 7.80506°S 110.37819°E / -7.80506; 110.37819
AlamatJalan Tamansiswa, No. 31, Wirogunan, Mergangsan, Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta 55151
Halaman di CommonsTamansiswa Dewantara Kirti Griya Museum Library
Kategori di CommonsDewantara Kirti Griya Museum
Museum Dewantara Kirti Griya dan Kompleks Pendopo Agung Taman Siswa
Nama sebagaimana tercantum dalam
Sistem Registrasi Nasional Cagar Budaya
Cagar budaya Indonesia
PeringkatNasional
KategoriSitus
No. RegnasCB.54
Lokasi
keberadaan
Kota Yogyakarta, Yogyakarta
Tanggal SK2015
Pemilik Indonesia
PengelolaYayasan Perguruan Taman Siswa

Sejarah sunting

Bangunan rumah yang berdiri di atas tanah seluas 5.594 m2 tersebut dibeli atas nama Ki Hadjar Dewantara, Ki Sudaminto, Ki Supratolo dari Mas Adjeng Ramsinah pada tanggal 14 Agustus 1935. Konon bangunan rumah tersebut didirikan pada tahun 1925 dengan gaya Jawa. Bangunan tercatat dalam buku register Kraton Ngayogyakarta tertanggal 26 Mei 1926, dengan nomor Angka 1383 / l.H (2). Pada tanggal 18 Desember 1951, pembelian tersebut dihibahkan kepada Yayasan Persatuan Perguruan Tamansiswa.

Pada bulan November 1957, bertepatan dengan kawin emas Ki Hadjar Dewantara, dia menerima persembahan bakti dari para pecinta Taman Siswa berupa rumah tinggal yang diberi nama Padepokan Ki Hadjar Dewantara, berlokasi di Jl. Kusumanegara 131 Yogyakarta. Tahun 1958, pada kesempatan rapat pamong Tamansiswa, Ki Hadjar Dewantara mengajukan permintaan kepada sidang agar rumah bekas tempat tinggalnya yang berada di komplek perguruan Tamansiswa, Jl. Tamansiswa 31 dijadikan museum. Permintaan tersebut ditanggapi dengan baik dan dilaksanakan setelah dia wafat. Ki Hadjar Dewantara wafat pada tanggal 26 April 1959 dan dimakamkan di Taman Wijaya Brata. Mulai tahun 1960, Taman Siswa berusaha untuk mewujudkan gagasan almarhum Ki Hadjar Dewantara.

Pada suatu kesempatan Drs. Moh. Amil Sutaarga yang bertugas di Museum Nasional Jakarta, dan dia adalah keluarga dekat Tamansiswa, bersedia datang ke Yogyakarta untuk memberikan pengetahuan dasar tentang permuseuman kepada Kepala Museum Sonobudoyo, Kepala Museum TNI AD, dan calon petugas museum Tamansiswa, yang dilaksanakan di Museum Perjuangan Yogyakarta.

Pada tahun 1963 dibentuklah panitia pendiri Museum Tamansiswa yang terdiri dari

  1. Keluarga Ki Hadjar Dewantara.
  2. Majelis Luhur Persatuan Taman Siswa.
  3. Sejarawan.
  4. Keluarga Besar Taman Siswa.

Sampai pertengahan tahun 1969, rancangan adanya museum belum juga terwujud,walaupun sudah dinyatakan sebagai Dewantara Memorial.

Pada tanggal 11 Oktober 1969 Ki Nayono menerima surat dari Nyi Hadjar Dewantara (pribadi). Dengan adanya surat tersebut, Ki Nayono tergugah untuk segera meminta perhatian kepada Majelis Luhur agar bekas tempat tinggal Ki Hadjar yang sudah dinyatakan sebagai Dewantara Memorial segera dijadikan museum.

Pada tanggal 2 Mei 1970, bertepatan dengan Hari Pendidikan Nasional, museum diresmikan dan dibuka untuk umum oleh Nyi Hadjar Dewantara sebagai pemimpin umum Taman Siswa. Museum diberi nama Dewantara Kirti Griya, nama tersebut pemberian dari Bapak Hadiwidjono, seorang ahli bahasa Jawa. Adapun keterangannya sebagai berikut. Dewantara, diambil dari nama Ki Hadjar Dewantara. Kirti, artinya pekerjaan (Sansekerta). Griya, berarti rumah. Dengan demikian arti lengkapnya adalah rumah yang berisi hasil kerja Ki Hadjar Dewantara. Peresmian museum ditandai dengan candrasengkala Miyat Ngaluhur Trusing Budi yang menunjukkan angka tahun 1902 Jawa atau tanggal 2 Mei 1970 Masehi.

Makna yang terkandung dalam sengkalan tersebut sama dengan makna dan tujuan memorial yakni, dengan melalui museum diharapkan para pengunjung khususnya generasi muda akan dapat mempelajari, memahami dan kemudian dapat mewujudkan nilai-nilai yang terkandung didalamnya, kedalam tata kehidupan berbangsa dan bernegara.

Di museum ini pula awal lahirnya Badan Musyawarah Museum (Barahmus) DIY tahun 1971, yang dipimpin Mayor Supandi (alm.) sebagai ketua I dan selanjutnya Barahmus DIY beralamat di Jl. Taman Siswa hingga 2 Mei 2007, kemudian pindah ke Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta.

Pendapa Agung Taman Siswa sunting

 
Mortil yang pernah ditembakan oleh Belanda mengarah ke pendapa Taman Siswa

Perguruan Tamansiswa berdiri 3 Juli 1922. Saat berdiri memiliki 25 orang anak didik. Itupun hanya di bagian Taman Indra (TK). Karena setiap tahun meningkat maka tempat kelahiran Tamansiswa yang bertempat di Jl. Gajah Mada Yogyakarta dipindahkan di Jl. Tamansiswa No. 31 dan 33.

Ki Hadjar Dewantara beserta keluarga belum berkenan pindah. Dia menginginkan kepindahannya akan dilakukan bersamaan waktunya dengan terwujudnya sebuah pendapa dalam komplek baru. Bagi Tamansiswa pendapa adalah sebuah tempat yang diliputi suasana keluhuran budi.

Untuk mewujudkan gagasan Ki Hadjar Dewantara membentuk komisi dengan struktur sebagai berikut:

Ketua: Ki R. Roedjito (OLMij 1922)
Wakil Ketua: B.P.H Soejodiningrat
Perencana: G.P.H Tedjokoesoemo
Pembantu: Katri Kartisoeseno
Pelaksana: R. Sindoetomo

Dana pembangunan pendapa diperkirakan menghabiskan dana f. 4000,00 (empat ribu gulden).[butuh rujukan]

Sumber dana antara lain berasal dari para siswa setanah air dengan Gerakan Sebenggolan. Setiap siswa menyumbang satu benggol atau dua setengah sen (satu per empat puluh gulden), setiap bulan. Kedua, Persatuan Sepak bola Seluruh Indonesia melakukan penarikan pertandingan sepak bola di berbagai tempat dan uang seluruhnya diserahkan kepada Tamansiswa. Ketiga, asil penjualan pekerjaan tangan Wisma Rini yang pada waktu itu pengasuhnya adalah Ni Koema Ratih Wonobojo.

Pada hari Minggu, 10 Juli 1938 merupakan peletakan batu pertama pendapa oleh Raden Ajeng Soetartinah atau yang lebih dikenal sebagai Nyi Hadjar Dewantara dengan ditandai candra sengkala Ambuka Paras Angesti Widji.

Pada hari Selasa, 27 September 1938 diadakan upacara pemasangan molo[1] dengan penacapan paku emas yang dipasang oleh B.P.H. Soerjodiningrat. Pada tanggal 16 November 1938 pendapa dibuka resmi. Setelah upacara pembukaan dilanjutkan dengan Rapat Besar Umum (kongres) Taman Siswa. Rapat berlangsung hingga tanggal 22 November 1938 di Pendapa Agung Tamansiswa. Bersamaan dengan resminya pendapa maka Ki Hadjar Dewantara berkenan pindah di rumah Jl. Tamansiswa No. 31.

Bentuk bangunan sunting

Pendapa ini bergaya Jawa Yogyakarta dengan ukuran 17 m x 17 m. Sedangkan lantai pendapa lebih tinggi satu meter dari lantai tanah dan tinggi pendapa 12 meter. Pada tahun 1952 pendapa diperluas dengan penambahan sayap kanan kiri pendapa dan tempat penyimpanan gamelan.

Patung Ki Hadjar Dewantara sunting

Patung ini terletak di depan pendapa. Patung yang terbuat dari perunggu. Di bagian depan patung tertulis Tut Wuri Handayani dan di bagian belakang patung tertulis pembuat patung, yaitu Ki Hendrojasmoro, yang merupakan bekas Pamong Tamansiswa cabang Kebumen. Diresmikan pada hari Selasa 16 Desember 1975 oleh Sri Sultan Hamengkubuwana IX.

Cagar budaya sunting

Museum Dewantara Kirti Griya dan Pendapa Agung Tamansiswa sebagai Monumen Persatuan Tamansiswa. Telah ditetapkan sebagai Benda Cagar Budaya (BCB) dengan Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata nomor PM.25/PW.007/MKP/2007. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 26 Maret 2007.[2]

Sumber bacaan sunting

  • Taman Siswa (1993). Buku Petunjuk Musuem Dewantara Kirti Griya. Proyek Taman Siswa. 
  • Taman Siswa (1989). Peraturan-peratura Besar Tamansiswa. Proyek Taman Siswa. 

Referensi sunting

  1. ^ Di bahasa Indonesia diartikan rusuk atap rumah
  2. ^ Liputan6.com (2014-09-10). "Lebih Dekat dengan Ki Hadjar Dewantara via Museum Taman Siswa". liputan6.com. Diakses tanggal 2022-06-05. 

Lihat pula sunting