Partai Musyawarah Rakyat Banyak

partai politik di Indonesia
(Dialihkan dari Murba Party)

Partai Musyawarah Rakyat Banyak atau Partai Murba adalah partai politik Indonesia yang didirikan pada 7 November 1948 oleh Tan Malaka, Chaerul Saleh, Sukarni dan Adam Malik.[2] Partai ini sempat dibekukan pada September 1965, akan tetapi setahun kemudian partai ini direhabilitasi oleh pemerintah yang dalam masa peralihan dari Soekarno ke Soeharto. Pada tahun 1971, partai ini mengikuti Pemilu 1971 akan tetapi pada Pemilu 1977 partai ini dilebur dalam Partai Demokrasi Indonesia.[3] Pada era demokrasi dibuka kembali oleh pemerintah di Pemilu 1999, partai ini muncul kembali dengan nama Partai Murba dengan nomor urut 31[4] akan tetapi karena tidak memenuhi electoral threshold partai ini lenyap kembali. Saat ini partai ini mulai bangkit kembali dengan nama Partai Murba Indonesia meskipun tidak lolos seleksi untuk mengikuti Pemilu 2009.[5]

Partai Murba
Partai Musyawarah Rakyat Banyak
Dibentuk1948
IdeologiDemokrasi Sosial
Pancasila
Murbaisme[1]

Pendirian sunting

Tan Malaka tidak berhasil membesarkan Partai Murba, karena ia ditembak mati di Kediri tiga bulan setelah mendirikan partai itu. Pilihan hari pembentukan partai itu, 7 November 1948 — bertepatan dengan hari revolusi Rusia. Murba muncul setelah Partai Komunis Indonesia tersingkir pasca-Peristiwa Madiun, September 1948. Karena itu Murba dicitrakan sebagai partai komunis baru atau semacam pengganti PKI.

Masa revolusi fisik sunting

Itu pula yang kemudian menyebabkan keduanya bukan hanya bersaing sebagai organisasi kiri melainkan bermusuhan. Pertikaian paham mengenai pemberontakan PKI 1926/1927 antara Tan Malaka dan Musso berdampak panjang. Ketika Musso pulang ke Indonesia pada 1948, program politiknya memiliki berbagai kesamaan dengan Tan Malaka. Namun, ketika ditanya wartawan apakah mereka akan bekerja sama, Muso menjawabnya sinis. Bila ia punya kesempatan, katanya, yang pertama dilakukannya adalah menggantung Tan Malaka.

Sejak awal sudah terjadi perdebatan apakah Murba akan dijadikan partai kader atau partai massa. Namun yang jelas partai ini lahir dalam kancah revolusi karena dikembangkan sambil bergerilya. Ada Chaerul Saleh di Jawa Barat dengan Barisan Bambu Runcing. Sukarni dan kawan-kawan yang menyebar dari Yogyakarta ke Jawa Tengah, dan Tan Malaka sendiri di Jawa Timur yang bergabung dengan batalion yang dipimpin Mayor Sabarudin. Ketiga upaya itu akhirnya gagal. Chaerul Saleh ditangkap, lalu diperintahkan Presiden Soekarno untuk studi ke Jerman. Dan sebelum gerakan kelompok Tan Malaka terkristalisasi, terjadilah Agresi Militer II pada bulan Desember 1948.

Setelah Tan Malaka tewas, Murba masih memiliki banyak tokoh seperti Iwa Kusumasumantri, Chaerul Saleh, Adam Malik, Sukarni dan Prijono. Walaupun terdiri dari pemuda yang bersemangat, akan tetapi dalam berorganisasi mereka kurang handal. Kisah dan nama besar Tan Malaka dijadikan legenda, tetapi pemikirannya tidak dijabarkan dalam bentuk aksi. Mesin pengkaderan partai di berbagai sektor tidak berjalan sama sekali. Partai ini sama sekali tidak memiliki penerbitan serius, kecuali Pembela Proklamasi yang terbit 20 edisi. Upaya mendekatkan Murba dengan PKI seperti dirintis Ibnu Parna dari Acoma (Angkatan Communis Muda) ditolak elite PKI. Pada saat itu, M.H. Lukman, anggota Politbiro PKI menulis bahwa Tan Malaka adalah pengkhianat Marxisme-Leninisme. ("Bintang Merah, 15 November 1950").

Pemilu 1955 sunting

Pemilu 1955 merupakan pengalaman pahit sekaligus kehancuran partai pada saat itu. Murba hanya memperoleh 2 dari 257 kursi yang diperebutkan. Dalam pemilu selanjutnya partai ini bahkan tak berhasil sama sekali masuk dalam parlemen.

Persaingan dengan PKI sunting

Demokrasi terpimpin memberikan peluang bagi Murba ketika Soekarno menjadikannya penyeimbang posisi PKI. Kongres Murba kelima pada Desember 1959 dihadiri langsung oleh Presiden Soekarno. Chaerul Saleh dan Prijono masuk kabinet sedangkan Adam Malik dan Sukarni menjadi Duta Besar di Moskow dan Beijing. Puncaknya, Tan Malaka diangkat menjadi pahlawan nasional pada 1963.

Pertentangan antara Murba dan PKI semakin tajam. Ketika PKI semakin kuat, Murba bekerja sama dengan militer dan pihak lain dalam usaha menjegal PKI dengan membentuk Badan Pendukung Soekarnoisme (BPS). Namun setelah itu BPS dibubarkan oleh Bung Karno. Sukarni dan Syamsudin Chan ditahan pada awal 1965. Murba dibekukan dan kemudian dibubarkan pada September 1965 karena dituduh menerima uang US$ 100 juta dari CIA untuk menggulingkan Presiden. Pada 17 Oktober 1966 Soekarno merehabilitasi partai Murba melalui Keputusan Presiden Nomor 223 Tahun 1966.

Masa Orde Baru sunting

Pada awal Orde Baru, Adam Malik menjadi Menteri Luar Negeri dan kemudian Wakil Presiden. Namun posisinya ini tidak berpengaruh sama sekali bagi Partai Murba.

Dalam pemilu pertama era Orde Baru, Juli 1971 — dua bulan setelah wafatnya Sukarni, tokoh partai ini — Murba memperoleh 49 ribu suara (0,09 persen pemilih). Tetapi kegagalan utama Murba disebabkan oleh stigma rezim Orde Baru terhadap seluruh golongan kiri. Selain itu Orde Baru juga menabukan sosok Tan Malaka. Gelar pahlawannya memang tak pernah dicabut, tetapi namanya dihilangkan dari buku pelajaran sejarah di sekolah. Dalam pemilu selanjutnya (1977) Murba berfusi dengan Partai Demokrasi Indonesia.

Masa reformasi sunting

Setelah Soeharto jatuh, Murba, yang menyebut dirinya ”Musyawarah Rakyat Banyak” itu, mencoba mengikuti Pemilu pada tahun 1999. Sayangnya mereka hanya mendapat 62 ribu suara (0,06 persen pemilih) sehingga tidak lolos electoral threshold untuk Pemilu berikutnya. Menjelang Pemilu 2009, partai ini muncul kembali dalam bentuk baru dengan nama Partai Murba Indonesia akan tetapi partai ini tidak lolos seleksi oleh KPU.[6]

Lihat pula sunting

Rujukan sunting