Militerisme
Artikel ini membutuhkan rujukan tambahan agar kualitasnya dapat dipastikan. (November 2018) |
Militerisme adalah suatu pemerintahan yang didasarkan pada jaminan keamanannya terletak pada kekuatan militernya dan mengklaim bahwa perkembangan dan pemeliharaan militernya untuk menjamin kemampuan itu adalah tujuan terpenting dari masyarakat. Sistem ini memberikan kedudukan yang lebih utama kepada pertimbangan-pertimbangan militer dalam kebijakannya daripada kekuatan-kekuatan politik lainnya. Mereka yang terlibat dalam dinas militer pun mendapatkan perlakuan-perlakuan istimewa. Kebijakan tersebut menyebabkan militerisasi di dalam masyarakat. Pengaruh dan kekuatan militer sangat diperhitungkan di dalam pengambilan-pengambilan keputusan dalam bidang sipil sekalipun. Pengaruh-pengaruh ini sangat jelas dalam sejarah berbagai pemerintah, khususnya ketika mereka terlibat di dalam ekspansionisme, misalnya Kekaisaran Jepang, Britania Raya, Jerman Nazi, Kerajaan Italia di bawah Mussolini, ekspansi Republik Sosialis Federasi Soviet Rusia dalam Perang Saudara Rusia sehingga menjadi Uni Republik Sosialis Soviet dan pemerintahan Stalin yang belakangan, Irak di bawah pemerintahan Saddam Hussein, dan Amerika Serikat pada masa Manifest Destiny dan pembaharuan tentaranya.
Secara ideologis militerisme terdiri atas supremasi, loyalisme, ekstremisme, proteksionisme-darurat, dan nasionalisme atau bentuknya yang lebih sempit yaitu patriotisme.
Dengan pembenaran terhadap penerapan kekerasan, militerisme menekankan bahwa penduduk sipil tergantung - dan karenanya berada dalam posisi yang lebih rendah - pada kebutuhan dan tujuan-tujuan militernya. Doktrin yang umumnya dikembangkan adalah perdamaian melalui kekuatan. Hal ini dianggap sebagai metode yang tepat untuk mengamankan kepentingan-kepentingan masyarakat. Doktrin ini diwujudkan sebagai doktrin yang lebih unggul daripada semua pemikiran lainnya, termasuk pengutamaan hubungan-hubungan diplomatik dan masalah-masalah yang berkaitan dengan kesejahteraan sosial. Militerisme kadang-kadang dikontraskan dengan konsep mengenai kekuatan nasional yang komprehensif dan kekuatan lembut (soft power) dan kekuatan keras (hard power).
Pemikiran ini dapat dilihat dari segi ekonomi melalui beberapa cara, antara lain bagaimana negara-negara yang memiliki militer yang modern membutuhkan anggaran yang besar atau relatif lebih besar daripada bangsa-bangsa lain umumnya untuk mempertahankan kekuatan militer yang besar (pada tahun 2005 misalnya Amerika Serikat, Tiongkok, Jepang) atau meningkatkan kekuatan militernya (pada tahun 2005 misalnya Israel, Kuwait, Singapura). Negara-negara tertentu juga menganggarkan dana yang besar dari PDB-nya per kapita untuk mengembangkan militernya (pada tahun 2005 misalnya Korea Utara, Guinea Ekuatorial, Arab Saudi).
Dalam sebuah republik yang demokratis, komponen utama dari konstitusinya adalah aturan-aturan mengenai bagaimana kekuasaan militer (undang-undang darurat, kekuasaan eksekutif) dapat diterapkan, dan bagaimana kekuasaan tersebut harus dikembalikan kepada pemerintahan yang terpilih.
Perwujudan militerisme dalam sejarah dan pada masa modern
suntingMiliterisme cenderung dianggap sebagai kebalikan dari gerakan perdamaian pada masa modern. Pada masa kini ciri-ciri militerisme diamati oleh para kritikus di beberapa negara dan kelompok negara, misalnya, kekuatan aliansi kendur Anglo Saxon yang dipimpin oleh Amerika Serikat dan Australia, Tiongkok, Prancis, Israel, Suriah, dan Federasi Rusia.
Militerisme nasional dan imperial
suntingMiliterisme Jerman
suntingDaerah yang dipengaruhi oleh nasionalisme Jerman, yang diwarisi dari Kerajaan Prusia sebelum penyatuan, termasuk dalam beberapa segi Konfederasi Jerman Utara, Austria, dan beberapa faksi Nordik. Nasionalisme ini menjadi dasar bagi militerisme Jerman sebelum dan pada masa kedua perang dunia. Ideologi ini tidak mendapatkan dukungan besar dalam Jerman yang dipersatukan kembali hingga sekarang.
Militerisme Jepang
suntingSejajar dengan militerisme Jerman pada abad ke-20, militerisme Jepang dimulai dengan serangkaian kejadian yang memberikan kesempatan kepaa militer untuk mendikte urusan-urusan pemerintahan Jepang. Dengan kekuatan diktatorial ini, Jepang menyerang Tiongkok pada 1932 dan menguasai separuh dari wilayah Tiongkok dalam waktu 11 tahun, dan akhirnya memperluas Perang Dunia Kedua ke Pasifik melalui Serangan Pearl Harbor.
Militerisme AS
suntingPada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20, paar pemimpin politik dan militer memperbaharui pemerintah AS untuk membangun suatu pemerintahan sentral yang lebih kuat daripada yang ada sebelumnya dengan maksud memampukan negara itu menerapkan kebijakan imperial di Pasifik dan di Karibia serta militerisme ekonomi untuk mendukung pengemangan ekonomi industri yang baru. Pembaharuan ini merupakan hasil dari konflik antara kaum Republikan Neo-Hamiltonian dan pendukung-pendukung Jeffersonian-Jacksonian mengenai administrasi pemerintahan yang semestinya dan arah kebijakan luar negerinya - antara penganjur-penganjur profesionalisme berdasarkan organisasi manajemen bisnis dan kontrol lokal yang lebih kuat melalui tokoh-tokoh yang ada - termasuk para pejabat yang kurang cakap. Pada akhir Perang Saudara Amerika, tentara nasional berada dalam keadaan yang hancur. Dilakukanlah pembaruan yang didasarkan pada berbagai negara Eropa, termasuk Imperium Britania Raya, ImperiumJerman, dan Swiss, sehingga pemerintah pusat akan lebih tanggap dalam kekuasaannya, siap dalam menghadapi konflik-konflik pada masa depan, dan mengembangkan struktur-struktur komando dan dukungan. Hal ini menyebabkan dikembangkannya militer yang profesional. Pada masa ini, gagasan-gagsan intelektual dari Darwinisme Sosial dan Injil Sosial mendorong dikembangkannya suatu Imperium Amerika di Pasifik, Karibia dan pemerintahan sentral yang meluas dan efisien, karena tuntutan-tuntutan administrasinya.
Perluasan tentara AS untuk Perang Spanyol-Amerika dianggap penting untuk pendudukan dan pengendalian wilayah-wilayah baru yang direbut dari Spanyol (Guam, Filipina, Puerto Riko) Batas sebelumnya yang ditetapkan oleh undang-undang, yaitu 24.000 pasukan diperluas hingga 60.000 pasukan reguler di dalam undang-undang ketentaraan yang baru pada 2 Februari 1901, dengan kemungkinan perluasannya hingga 80.000 pasukan reguler bila presiden menganggap perlu pada masa darurat nasional.
Militerisme dalam fiksi
suntingLihat pula
suntingReferensi
sunting- Bacevich, Andrew J. The New American Militarism. Oxford: University Press, 2005.
- Barr, Ronald J. "The Progressive Army: US Army Command and Administration 1870-1914." St. Martin's Press, Inc. 1998. ISBN 0-312-21467-7.
- Ensign, Tod. America's Military Today. The New Press. 2005. ISBN 1-56584-883-7.
- Fink, Christina. Living Silence: Burma Under Military Rule. White Lotus Press. 2001. ISBN 1-85649-925-1.
- Huntington, Samuel P.. Soldier and the State: The Theory and Politics of Civil-Military Relations. Cambridge: Belknap Press of Harvard University Press, 1981.
- Ritter, Gerhard The Sword and the Scepter; the Problem of Militarism in Germany, translated from the German by Heinz Norden, Coral Gables, Fla., University of Miami Press 1969-73.
- Shaw, Martin. Post-Military Society: Militarism, Demilitarization and War at the End of the Twentieth Century. Temple University Press, 1992.
- Vagts, Alfred. A History of Militarism. Meridian Books, 1959.
- Western, Jon. Selling Intervention and War. Johns Hopkins University Press. 2005. ISBN 080188108.
Pranala luar
sunting- http://www.nationmaster.com/graph-T/mil_exp_dol_fig Diarsipkan 2005-12-17 di Wayback Machine. Belanja militer menurut Total, per kapita, dan persentase PDB