Melito dari Sardis

Melito dari Sardis (Yunani: Μελίτων Σάρδεων Melítōn Sárdeōn) (meninggal c. 180) adalah uskup Sardis, yang terletak dekat Smirna di Anatolia barat. Ia mempunyai otoritas besar dalam Kekristenan awal. Melito mendapat tempat utama di antara para Uskup di Asia karena pengaruh pribadinya terhadap agama Kristen dan karya sastranya, yang sebagian besar sekarang telah hilang, tetapi dari apa yang dapat dipulihkan dari materia yang ada, telah memberikan wawasan besar ke dalam agama Kristen pada abad kedua. Hieronimus, berbicara mengenai kanon Perjanjian Lama yang ditetapkan oleh Melito, mengutip Tertulianus yang secara satiris menyatakan bahwa Melito dianggap sebagai seorang nabi yang dihormati oleh banyak orang beriman. Karya Tertulianus ini telah hilang tetapi potongan-potongan mengenai Melito yang dikutip oleh Hieronimus mendukung bahwa Melito dijunjung tinggi pada waktu itu. Melito diingat karena karyanya yang memuat pengembangan kanon Perjanjian Lama pertama. Meskipun tidak dapat ditentukan kapan ia diangkat menjadi uskup, kemungkinan ia menjadi uskup pada masa kontroversi muncul di Laodikia dalam hal ketaatan Paskah, yang mengakibatkan dia menulis karyanya yang paling terkenal, Apologi bagi Kekristenan untuk Marcus Aurelius. Hanya sedikit yang diketahui dari kehidupannya di luar dari apa yang berhasil dikutip atau dibaca oleh Klemens dari Aleksandria, Origen, dan Eusebius. Surat Polycrates dari Efesus untuk Paus Viktor sekitar tahun 194 (Eusebius, Sejarah Gereja V.24) menyatakan bahwa "Melito sang sida-sida [ini ditafsirkan "the virgin" oleh Rufinus dalam terjemahannya mengenai karya Eusebius], yang seluruhnya berjalan di dalam Roh Kudus", dimakamkan di Sardis.[1] Hari peringatannya dirayakan pada tanggal 1 April.

Melito dari Sardis
Apologis dan Uskup Sardis
Meninggal180
Dihormati diGereja Katolik Roma, Gereja Katolik Timur
KanonisasiPre-congregation
Pesta1 April

Latar belakang Yahudi dan Helenistik dari Melito sunting

Polycrates dari Efesus, seorang uskup terkemuka waktu itu, adalah seorang kontemporer dari Melito, dan di salah satu surat yang diawetkan oleh Eusebius, Polycrates menjelaskan Melito sepenuhnya hidup di dalam Roh. Melito lahir dalam keluarga Yahudi, hidup dalam suasana di mana jenis Kekristenan yang dipraktekkan sebagian besar berorientasi pada bentuk Yahudi dari iman Kristen.[2] Pemahaman teologi Kristologi Melito keluar dari dan mewakili tradisi Yohanes, sering mencerminkan sastra Yohanes.[3] Namun, seperti kebanyakan orang sezamannya, Melito sepenuhnya masuk dalam budaya Yunani. TradisiiYohanes ini mendorong Melito untuk mempertimbangkan Injil Yohanes sebagai garis waktu kronologis kehidupan dan kematian Yesus. Hal ini pada gilirannya menghasilkan sudut pandang Melito mengenai tanggal tepat Paskah yang dibahas dalam Peri Pascha yang dia pegang sebagai tanggal 14 Nisan.

Sardis, bekas ibu kota Kekaisaran Lydia, menjalani proses Hellenisasi karena pengaruh dari Aleksander Agung, sehingga membuat Sardis benar-benar kota Yunani sejak lama sebelum Melito lahir.[4] Melito terlatih dalam seni retorika argumentasi, dan diyakini telah sangat dipengaruhi oleh dua filsuf Stoik secara khusus, yaitu Cleanthes dan Poseidonius. Juga mahir dalam penafsiran alegoris dari Homer karena dididik oleh kaum sophis, sangat mungkin latar belakang Stoisisme ini mempengaruhi cara dia menulis dan bagaimana ia menafsirkan peristiwa masa lalu serta tokoh-tokoh agama seperti Musa dan Kitab Keluaran.[5] Baik latar belakang Yahudi dan latar belakang Stoisisme ini menyebabkan keyakinan bahwa Paskah Kristen, yang dirayakan selama Masa Paskah, harus dirayakan pada waktu yang sama dengan Paskah Yahudi. Keyakinannya bahwa Perjanjian Lama telah digenapi di dalam Yesus Kristus juga menyebabkan pendapatnya mengenai tanggal Paskah.

Peri Pascha - Mengenai Hari Paskah sunting

Ditulis pada abad kedua Masehi, dan hanya muncul dalam dunia modern karena upaya Campbell Bonner pada tahun 1940,[6] ada yang berpendapat bahwa Peri Pascha bukanlah homili, tetapi didasarkan pada haggadah, yang menceritakan kembali perbuatan-perbuiatan Allah pada hari Paskah Yahudi.[7] Perayaan Quartodeciman ("[tanggal] empat belas") terutama menjadi peringatan sengsara dan kematian Kristus, di mana Melito berkeyakinan bahwa Kristus telah mati pada tanggal 14 sore, ketika makan malam Paskah sedang dipersiapkan.[8] F. L. Cross menyatakan bahwa risalah Melito mengenai Pascha adalah "tambahan yang paling penting kepada sastra Patristik pada abad ini". Peri Pascha menyediakan gambaran yang akurat mengenai perasaan orang Kristen terhadap orang-orang Yahudi pada waktu itu dan pendapat mereka mengenai Yudaisme. Teks ini tidak habis-habisan menyerang orang Yahudi; namun, orang-orang Yahudi dipersalahkan karena menyebabkan Kristus yang Kristus dibunuh oleh manusia yang fana. Melito tidak menyalahkan Pontius Pilatus dalam hal penyaliban Yesus Kristus.

Selain dari fungsi liturgi Peri Pascha, dokumen Kristen awal ini secara tradisional telah dianggap sebagai indikator yang cukup dapat diandalkan mengenai bagaimana perasaan orang-orang Kristen awal terhadap Yudaisme pada umumnya.[9] Teks ini menyalahkan orang-orang Yahudi karena memungkinkan Raja Herodes dan Kayafas untuk mengeksekusi Yesus. Namun, tujuannya bukan untuk menghasut anti-Semit di pikiran orang-orang Kristen, tetapi untuk membawa cahaya mengenai apa yang benar-benar terjadi pada Masa Sengsara Yesus Kristus. Di bagian respon terhadap kemakmuran dan prestige komunitas Yahudi Sardis, Melito mungkin telah didorong oleh keinginan orang-orang Kristen. Pertimbangan lain yang perlu diperhatikan adalah bahwa mungkin Melito sedang berkompetisi dengan komunitas Yahudi setempat untuk mengkonversi orang-orang pagan. Karena ingin membedakan komunitas Kristen dari Yahudi karena keduanya sangat mirip, merupakan hal yang lebih penting untuk penguatan rasa khas Kristen daripada serangan total pada orang-orang Yahudi setempat di Sardis.[10] Dengan demikian, Melito banyak diingat karena supersessionism. Pandangan ini pada dasarnya mengasumsikan bahwa Perjanjian Lama telah digenapi dalam pribadi Yesus Kristus. Pandangan supersessionism ini juga mengasumsikan bahwa orang-orang Yahudi gagal memenuhi Perjanjian Lama karena kurangnya kepercayaan di dalam Yesus Kristus.

Kematian dan warisan sunting

Dalam hal kematian Melito, tidak banyak informasi yang diawetkan atau disimpan. Polycrates dari Efesus, dalam surat yang ditujukan kepada Paus Victor (AD. 196) diawetkan dalam catatan sejarah Eusebius, mengatakan, "Apa yang harus saya katakan Melito, yang tindakannya semua dipandu oleh pekerjaan Roh Kudus? Yang dimakamkan di Sardis, di mana dia menunggu kebangkitan dan penghakiman?". Dari sini dapat disimpulkan bahwa ia telah meninggal di Sardis (yang juga tempat makamnya) beberapa waktu sebelum surat ini ditulis. Reputasi Melito sebagai penulis tetap kuat sampai ke Abad Pertengahan: banyak karya-karya pseudepigrafa dianggap berasal dari dia. Melito terutama terampil dalam literatur Perjanjian Lama, dan merupakan salah satu penulis paling produktif pada masanya. Eusebius memberikan daftar lengkap karya Melito. Sementara banyak karya-karya yang hilang, kesaksian para Bapa Gereja memuat informasi penghargaan atas karya-karya itu. Eusebius menyajikan beberapa fragmen karya Melito dan beberapa juga ditemukan dalam karya-karya penulis yang berbeda. Fragmen  karyanya ditemukan diawetkan dalam terjemahan Siria yang sekarang disimpan di perpustakaan Museum Inggris. Cureton telah menerjemahkan beberapa dan yang lain telah dipublikasikan dalam karya Kitto "Journal of Sacred Literature", vol 15. Karena reputasi Melito, banyak karya yang dianggap buatannya karena kurangnya catatan sastranya. Melito adalah penganut Chiliast, dan percaya pada kerajaan Seribu tahun pemerintahan Kristus di Bumi, dan mengikuti pandangan Irenaeus. Hieronimus (Comm. on Ezek. 36 ) dan Gennadius (De Dogm. Eccl., Ch. 52) keduanya menegaskan bahwa dia benar-benar seorang millennarian dan karena itu percaya bahwa Kristus akan memerintah selama 1000 tahun sebelum kedatangan penghakiman terakhir.

Catatan sunting

  1. ^ Catholic Encyclopedia, "Melito of Sardis" (quoted)
  2. ^ Stewart-Sykes, Alistair. The Lamb's High Feast:Melito, Peri Pascha And The Quartodeciman Paschal Liturgy At Sardis. Brill,1998,pp.1-4.
  3. ^ Stewart-Sykes, Alistair. The Lamb's High Feast:Melito, Peri Pascha And The Quartodeciman Paschal Liturgy At Sardis. Brill,1998,p.14.
  4. ^ Stewart-Sykes, Alistair. The Lamb's High Feast:Melito, Peri Pascha And The Quartodeciman Paschal Liturgy At Sardis. Brill,1998,p.8.
  5. ^ Stewart-Sykes, Alistair. The Lamb's High Feast:Melito, Peri Pascha And The Quartodeciman Paschal Liturgy At Sardis. Brill,1998,pp.84-86.
  6. ^ Cohick H. Lynn. The Peri Pascha Attributed To Melito of Sardis: Setting, Purpose, And Sources. Brown Judaiac Studies,2000,pp.6-7.
  7. ^ Steward-Sykes, Alistair. The Lamb's High Feast: Melito, Peri Pascha And The Quartodeciman Paschal Liturgy At Sardis. Brill,1998,p.72.
  8. ^ Steward-Sykes, Alistair. The Lamb's High Feast: Melito, Peri Pascha And The Quartodeciman Paschal Liturgy At Sardis. Brill,1998,pp.147,152.
  9. ^ Cohick H. Lynn. The Peri Pascha Attributed To Melito of Sardis: Setting, Purpose, And Sources. Brown Judaiac Studies,2000,p.52.
  10. ^ Cohick H. Lynn. The Peri Pascha Attributed To Melito of Sardis: Setting, Purpose, And Sources. Brown Judaiac Studies,2000,pp.65,70,76-77.