Mejasem, Siwalan, Pekalongan

desa di Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah

Desa Mejasem adalah sebuah desa yang terletak di Kecamatan Siwalan, Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah. Desa ini terletak 30 km dari Kota Kajen (Ibu kota Kabupaten Pekalongan).

Balai Desa Mejasem
Mejasem
Negara Indonesia
ProvinsiJawa Tengah
KabupatenPekalongan
KecamatanSiwalan
Kode pos
51154
Kode Kemendagri33.26.17.2001
Luas588.146 m2
Jumlah penduduk3482


Sejarah Desa Mejasem sunting

Nama Desa Mejasem tidak lepas dari nama dua orang prajurit kerajaan Mataram yang dikejar-kejar oleh belanda dan melarikan diri ke daerah Pekalongan. Mereka adalah Raden Wirodanu dan Pangeran Pekik, dimana dalam pelarian diri akhirnya mereka sampai pada suatu tempat. Ditempat itu mereka menemukan benda berbentuk kendi besar (bahasa jawa: Gentong) yang berwarna ungu. Gentong itu bukan sembarang gentong karena didalamnya terdapat makhluk penunggu yang bernama jin Parilodro. Namun demikian Raden Wirodanu dan Pangeran Pekik sangat tertarik dengan gentong tersebut dan berkeinginan untuk memilikinya. Jin Parilodro mengetahui keinginan dua prajurit tersebut dan berusaha mempertahankan benda yang sudah lama menjadi miliknya, sehingga mereka akhirnya terlibat pertarungan yang dahsyat dan sengit. Dalam pertarungan tersebut akhirnya jin Parilodro dapat dikalahkan. Sampai saat ini tempat terjadinya pertarungan tersebut dinamakan dukuh gentong wungu yang berada dalam wilayah hukum Kecamatan Sragi. Pasca kekalahannya, jin Parilodro kemudian menyingkir sampai didaerah singiran.

Dalam perjalanan selanjutnya, Raden Wirodanu dan Pangeran Pekik melihat pohon besar yang disebut Pohon Randu kemudian keduanya memutuskan untuk berteduh. Ketika sedang berteduh ada seorang gadis yang bernama Putri Rantan Sari yang memperhatikan kedua prajurit tersebut. Putri Rantan Sari akhirnya terpesona akan ketampanan Raden Wirodanu dan jatuh cinta, akan tetapi cintanya ditolak oleh Raden Wirodanu. Raden Wirodanu beranggapan bahwa Putri Rantan Sari adalah makhluk halus bukan manusia lumrah. Atas penolakan ini Rantan Sari merasa malu dan sakit hati yang mendalam. Akhirnya putri Rantan Sari bertekad melakukan ritual topo kungkum (bertapa sambil berendam air) di sungai Brancah. Konon tempat bertemunya Raden Wirodanu dan putri Rantan Sari sekarang dinamakan dukuh Gembyang yang juga berada dalam wilayah hukum Kecamatan Sragi. Tempat terjadinya penolakan tragis yang menimpa putri Rantan Sari sampai saat ini menjadi Mitos bagi seorang laki-laki pendatang yang bila melewati sungai brancah maka sifatnya akan menjadi suka bila melihat wanita cantik (jawa: Brancah/tukmis).

Setelah menolak cinta putri Rantan Sari Raden Wirodanu dan Pangeran Pekik melanjutkan perjalanannya ke utara sampai pada suatu tempat yang disebut dengan nama Alas Rowo Rengginang yang sangat angker. Karena keangkeran hutan tersebut maka muncul istilah jalmo teko jalmo mati yang artinya barang siapa yang mendatangi maka dia akan mati.  Akan tetapi berkat kesaktian kedua prajurit tersebut Alas Rowo Rengginang dapat di buka/dibabat.  Dalam proses babat alas tersebut menyisakan dua pohon yang tidak bisa dirobohkan oleh  Raden Wirodanu dan Pangeran Pekik yaitu Pohon Mojo dan Pohon Asem yang menjadi tempat tinggal penunggu Alas Rowo Rengginang.  Tempat tersebut oleh Raden wirodanu dan Pangeran Pekik dinamakan MEJASEM ( Dari kata MOJO dan ASEM ) yang konon kabarnya kedua pohon tersebut masih berdiri sampai tahun 1960.

Pemerintahan Desa Mejasem sunting

 
Kepala Desa Mejasem dan Istri bersama Tim II KKN Undip pada saat upacara Kemerdekaan ke-72 RI di Kecamatan Siwalan

Pada zaman kolonial Belanda Desa Mejasem terdapat dua kelurahan yaitu Mejasem Lor (Utara) dan Mejasem Kidul (Kidul). Untuk mejasem Lor lurah yang pertama bernama Gendul dan mejasem kidul bernama Dakiyan. Kemudian terjadi pergantian lurah pada masa berikutnya, yaitu lurah mejasem lor diganti oleh Lurah Sarpan sedang luruh mejasem kidul diganti Lurah Gabik. Karena luas wilayah mejasem tidak begitu luas maka oleh Pemerintah kolonial belanda waktu itu digabung kembali menjadi satu yaitu Mejasem. Sedangkan Mejasem Kidul dan Mejasem Lor kini menjadi nama Dukuh/Dusun.

Pada tahun 1920 setelah proses penggabungan Mejasem Kidul dan Mejasem Lor menjadi Mejasem diadakan pemilihan lurah. Keluar sebagai pemenang dalam pilkades tersebut adalah Kasmali dari Dukuh mejasem lor. Pusat pemerintahan desa waktu itu ditempatkan di rumah beliau karena Desa Mejasem waktu itu belum memiliki kantor tersendiri.

Pada tahun 1949 terjadi agresi militer belanda dan banyak warga masyarakat Mejasem yang menyelamatkan diri dari serangan belanda termasuk Lurah kasmali. Sehingga sempat terjadi kekosongan lurah dan akhirnya dibentuk Lurah Recomba (lurah bentukan belanda). Adapun yang menjadi lurah recomba adalah Dultabri yang waktu itu menjabat sebagai Bahu/Kadus Mejasem. Setelah Desa Mejasem kembali pada NKRI lurah dijabat lagi oleh Kasmali sampai meninggal dunia pada tahun 1957 dan Dultabri kembali menjadi Bahu.

Setelah Lurah kasmali wafat diadakan pemilihan Lurah yang baru dan yang menjadi Lurah adalah Soewaryo sebagai anak bungsu dari mantan Lurah Kasmali. Pada periode ini jabatan lurah berubah menjadi Kepala Desa. Pada waktu pemerintahan lurah Soewaryo tepatnya pada tahun 1965 kantor Pemerintahan Desa Mejasem dipindah ke Dukuh Mejasem Kidul dengan menempati bangunan baru berupa Balai Desa. Dalam tahun itu Pemerintah Desa Mejasem membangun beberapa sarana, diantaranya adalah bendungan mejasem untuk mengairi persawahan yang ada di Desa Mejasem dan Desa Wonosari dan gedung Sekolah dasar yang bersebelahan dengan balai Desa. Soewaryo menjabat sebagai Kepala Desa Mejasem selama 31 tahun yaitu dari tahun 1957 sampai dengan tahun 1988.

Periode Kepala Desa Mejasem berikutnya dijabat oleh Sutrimo yang menjabat Kepala Desa selama 2 periode, yaitu Periode I tahun 1988 sampai dengan 1996 dan periode II 1996 sampai dengan 2006. Beliau adalah keponakan dari kepala desa Soewaryo dan Cucu dari Lurah Kasmali. Selama pemerintahan Kepala Desa Sutrimo untuk pertama kali di laksanakan pengaspalan jalan poros desa Mejasem serta pembenahan dan perbaikan kantor balai Desa Mejasem. Kemudian menyusul pembangunan gedung PKD, Gedung TK dan gedung BKD dilingkungan Balai Desa Mejasem dan pembuatan SPAL disepanjang jalan poros desa.

Naskhin adalah kepala Desa Mejasem periode berikutnya yang menjabat selama satu periode yaitu dari tahun 2006 sampai dengan 2013. Pada masa kepemimpinan Nasikhin Desa Mejasem mendapatkan bantuan dari pemerintah melaui Program Dana Alokasi Khusus (DAK) berupa air bersih utk masyarakat, serta adanya program PNPM yang dialokasikan untuk pembuatan jalan tembus antara Desa Mejasem dan Desa Wonosari. Pada periode ini juga telah dilaksanakan kegiatan pembuatan SPAL.Pada tahun 2013 sampai sekarang Kepala Desa Mejasem dijabat oleh Sudarto S.E yang mana beliau masih keturunan/cucu dari Lurah Kasmali. Dalam Masa Kepemimpinannya selama satu tahun pertama sudah berhasil membangun pengaspalan seluruh jalan poros dan jalan lingkar Desa Mejasem, juga pengaspalan jalan gang di dukuh mejasem lor, Pembangunan MCK Plus, PAMSIMAS dimana saat ini sudah bisa dikelola menjadi BUMDes, juga pembangunan PAUD terpadu yang ada di dukuh Mejasem lor. Serta ke depan masih banyak pembangunan-pembangunaan yang menunggu gilirannya.

Struktur Pemerintahan sunting

 
PERANGKAT DESA MEJASEM

KEPALA DESA: SUDARTO S.E

SEKRETARIS DESA: AGUS SUPRANOTO.S.H

KADUS I: MUCHIDIN

KADUS II: SUMORO

KAUR PEMERINTAHAN: DRISIPIN

KAUR PEMBANGUNAN: ADE KURNIAWAN

KAUR KESRA: MOH. ISROK

KAUR UMUM: -

PAMONG TANI: SUWARGI

Profil Desa sunting

Letak Geografis sunting

Batas Desa Mejasem Kecamatan Siwalan sebagai berikut:

Ø Sebelah Utara: Desa Tengengkulon Kecamatan Siwalan

Ø Sebelah Selatan: Desa Sragi Kecamatan Sragi

Ø Sebelah Barat: Desa Sukorejo Kecamatan Ulujami Pemalang

Ø Sebelah Timur: Desa Wonosari Kecamatan Siwalan

Luas Wilayah sunting

a. Luas Daratan Dusun Mejasem Lor

Ø Wilayah RW I: 49.085 m2

Ø Wilayah RW II: 19.673 m2

Ø Wilayah RW III: 12.365 m2

b. Luas Daratan Dusun Mejasem Kidul

Ø Wilayah RW IV: 34.567 m2

Ø Wilayah RW V: 30.472 m2

Ø Wilayah RW VI: 23.940 m2

Total luas daratan: 170.102 m2

c. Luas lahan persawahan: 418.044 m2

Total luas desa: 588.146 m2[1]

Monografi Jumlah Penduduk sunting

Rekapitulasi Lahir, Lahir Mati, Mati, Pindah, Datang (Lampid) Bulan Maret 2017

NO PERINCIAN JUMLAH
Laki-laki Perempuan L + P
1
1 Jumlah Penduduk s.d. bulan lalu 1809 1667 3476
2 Jumlah lahir 1 2 3
3 Jumlah Lahir Mati 0 0 0
4 Jumlah Mati 0 1 1
5 Jumlah Pindah 3 1 4
6 Jumlah Datang 3 5 8
7 Jumlah Penduduk s.d. Bulan ini 1810 1672 3482
NO KETERANGAN JUMLAH
1 Jumlah RT 17
2 Jumlah RW 6
3 Jumlah Dusun 2
4 Jumlah KK 1041

Event dan Kegiatan sunting

Legenonan dan Sedekah Bumi sunting

 

Sedekah bumi dan Legenonan ini digelar sebagai ungkapan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas melimpahnya hasil bumi. Prosesi ini juga digelar guna memohon kesuburan tanah dan melimpahnya hasil bumi pada saat musim panen.

Prosesi dimulai dengan pembacaan doa sebagai ucapan syukur dan pembacaan tausiyah singkat mengenai tujuan Legenonan. Setelah itu, prosesi dilanjutkan dengan pemotongan tumpeng dan makan bersama warga Mejasem. Tak berhenti sampai di situ, prosesi Sedekah Bumi dan Legenonan dilanjutkan dengan acara nanggap wayang yang bertempat di PAUD Melati Mejasem. Nanggap Wayang adalah kegiatan menonton wayang dari malam hingga esok pagi.


Referensi sunting

  1. ^ Buku DHKP Desa Mejasem Tahun 2017