Masjid Tua Patimburak

masjid di Indonesia

Masjid Tua Patimburak adalah sebuah masjid tua bersejarah yang terletak di Kampung Patimburak, Distrik Kokas, Fakfak, Papua Barat. Masjid ini merupakan salah satu peninggalan sejarah Islam di Papua dan menjadi salah satu pusat agama Islam di Kabupaten Fakfak. Beberapa literatur sejarah Papua menyebutkan bahwa di tempat inilah awal pertama peradaban Papua dimulai dengan masuknya Islam di Fakfak dengan dibangunnya masjid ini. Manuskrip-manuskrip kuno di Jazirah Onin (Patimunin - Fakfak) menyebutkan bahwa agama Islam masuk di Fakfak pada tahun 1606 melalui proses penyebarluasan kekuasaan Kesultanan Bacan hingga Kesultanan Tidore, karena pengaruh tersebut maka tokoh-tokoh masyarakat di Fakfak kemudian memeluk agama Islam. Meskipun saat itu kondisi masyarakat pedalaman masih menganut kepercayaan animisme (Gunung Nabi), tetapi khususnya rakyat pesisir Fakfak sudah menganut agama Islam.[1]

Masjid Tua Patimburak
Masjid Tua Patimburak
Agama
AfiliasiIslam
Lokasi
LokasiKampung Patimburak, Distrik Kokas, Kabupaten Fakfak, Papua Barat, Indonesia
Arsitektur
TipeMasjid
Rampung1870

Sejarah sunting

Menurut catatan sejarah, masjid ini telah berdiri lebih dari 100 tahun yang lalu, bahkan merupakan masjid tertua di Kabupaten Fakfak. Bangunan yang masih berdiri kokoh dan berfungsi hingga saat ini dibangun pada tahun 1870.[2] Ada dua versi tentang pendiri mesjid yang pertama orang bernama Abuhari Kilian yang merupakan imam pertama mesjid[3] atau raja ke-7 Petuanan Wertuar.[4][2]

Pada masa penjajahan, masjid ini bahkan pernah diterjang bom tentara Jepang. Hingga kini, kejadian tersebut menyisakan lubang bekas peluru di pilar masjid.[5]

Menurut Musa Heremba, penyebaran Islam di Kokas tak lepas dari pengaruh Kekuasaan Sultan Tidore di wilayah Papua. Pada abad XV, Kesultanan Tidore mulai mengenal Islam. Sultan Ciliaci adalah sultan pertama yang memeluk agama Islam. Sejak itulah sedikit demi sedikit agama Islam mulai berkembang di daerah kekuasaan Kesultanan Tidore termasuk Kokas.[3]

Berdasarkan Musa Heremba gedung mesjid sudah mengalami beberapa perubahan. Walau bentuknya sama, yang tidak berubah adalah empat tiang pendukung di dalam mesjid.[5]

Kondisi Masjid sunting

Aura tradisional muncul saat menyambangi lokasi masjid tua ini. Di kampung yang dihuni tak lebih dari 35 kepala keluarga tersebut didapati suasana kesederhanaan yang menyatu dari bangunan masjid dan kehidupan masyarakatnya.

Sekilas bangunan masjid seluas tidak lebih dari 100 meter persegi ini tampak biasa. Namun coba perhatikan lebih saksama. Masjid ini memiliki keunikan pada arsitekturnya, yaitu perpaduan bentuk masjid dan gereja. Musa Heremba mengaku bangunan masjid ini telah mengalami beberapa kali renovasi. Meski mempertahankan bentuk aslinya, tetapi material asli yang belum diganti adalah empat buah pilar penyangga yang terdapat di dalam masjid.

Di pelataran masjid, sebuah pohon mangga kokoh berdiri. Namun, bukan sembarang pohon mangga, dari ukuran batangnya bisa dipastikan usia pohon raksasa ini tak terpaut jauh dengan usia masjid. Syahdan, perlu empat rentang tangan orang dewasa untuk merengkuh keseluruhan batang pohon ini.

Masjid Tua Patimburak memiliki arsitektur yang dipengaruhi arsitektur Belanda dan Jawa yang sangat kental, hal ini dapat dilihat pada kubah masjid yang menyerupai model atap gereja-gereja di Eropa, ventilasi masjid juga berbentuk lingkaran, dan kayu di dinding masjid seperti bangunan kolonial. Di dalam masjid juga terdapat empat buah tiang penyangga yang diprediksikan telah berusia lebih dari satu abad yang tentunya tidak terlepas dari pengaruh ajaran Islam. Adapun bangunan yang khas berbetuk segi enam melambangkan rukun iman dalam kepercayaan Islam sebagai pondasi dalam beragama, sedangkan atas kubahnya berbentuk segi delapan yang melambangkan delapan arah mata angin, dimana mata angin barat ditandai dengan mihrab sebagai kiblat salat dalam ajaran agama Islam.[6]

Masjid Tua Patimburak juga dibangun oleh masyarakat setempat secara gotong royong. Selain mendapat julukan masid tertua di tanah Papua masjid ini juga menjadi wujud filosofi satu tungku tiga batu yang merupakan sebuah konsep toleransi antar umat beragama di Fakfak. Adapun filosofi tiga batu menjadi lambang tiga agama besar di Kabupaten Fakfak yang hidup berdampingan yakni, Islam, Kristen Protestan, dan Katolik. Ketiga batu tersebut menjadi tungku dan diletakkan secara melingkar dan berjarak. Ketiganya harus seimbang untuk menopang kehidupan dalam keluarga yang diibaratkan sebuah periuk.

Aksesibilitas sunting

Masjid Tua Patimburak dapat dicapai dengan menempuh perjalanan darat dari Fakfak ke Kokas selama kurang lebih 2 jam. Tersedia angkutan luar kota dari terminal kota Fakfak. Tiba di kota Kokas, perjalanan menuju Kampung Patimburak harus dilanjutkan menggunakan longboat sewaan selama 1 jam. Jika menggunakan long boat, pengunjung yang ingin menuju masjid bisa menikmati keindahan pulau-pulau karang yang masih perawan di sepanjang perjalanan.[7]

Referensi sunting

  1. ^ Sobirin, Nanang (07/07/2017). "Melihat Sejarah Islam di Tanah Papua". Sindonews.com. Diakses tanggal 27 Februari 2020. 
  2. ^ a b Wanggai, Tony V.M. (2008) (dalam bahasa id). Rekonstruksi Sejarah Islam di Tanah Papua (Tesis). UIN Syarif Hidayatullah. https://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7292/1/Toni%20Victor%20M.%20Wanggai_Rekonstruksi%20Sejarah%20Umat%20Islam%20di%20Tanah%20Papua.pdf. Diakses pada 13 Maret 2022. 
  3. ^ a b "Meniti Jejak Islam di Kokas". Kompas.com. Diakses tanggal 31 January 2021. 
  4. ^ Suteja, Jaja. "Masjid Tua Patimburak Bukti Keberagaman di Fakfak". BeritaSatu. Diakses tanggal 31 January 2021. 
  5. ^ a b "MASJID TUA PATIMBURAK". Mosque Information System (Simas), Kemenag. Diakses tanggal 31 January 2021. 
  6. ^ Baru, Ini (24/09/2018). "Masjid Patimburak, Masjid Dari Tanah Papua yang Mengajarkan Toleransi". Ini Baru Islamepedia. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2020-02-27. Diakses tanggal 27 Februari 2020. 
  7. ^ Sejarah awal Islam di Maluku dan Papua

Pranala luar sunting