Hidangan Indonesia

artikel daftar Wikimedia
(Dialihkan dari Masakan indonesia)

Hidangan Indonesia adalah salah satu tradisi kuliner yang paling kaya di dunia, dan penuh dengan cita rasa yang kuat.[1] Kekayaan jenis masakannya merupakan cermin keberagaman budaya dan tradisi Nusantara yang terdiri dari sekitar 6.000 pulau berpenghuni, dan menempati peran penting dalam budaya nasional Indonesia secara umum.

Contoh hidangan Indonesia khas Sunda; ikan bakar, nasi timbel (nasi dibungkus daun pisang), ayam goreng, sambal, tempe dan tahu goreng, dan sayur asem; semangkuk air dengan jeruk nipis adalah kobokan.
Rendang daging domba
Indonesia adalah asal mula sate; salah satu makanan paling populer di negara ini, ada banyak variasi di seluruh Indonesia.
Nasi dengan lauk-pauknya. Makanan masyarakat Indonesia sehari-hari
Prasmanan, cara penyajian makanan indonesia dalam pesta

Hampir seluruh masakan Indonesia kaya dengan bumbu berasal dari rempah-rempah seperti kemiri, cabai, temu kunci, lengkuas, jahe, kencur, kunyit, kelapa dan gula aren dengan diikuti penggunaan teknik-teknik memasak menurut bahan, dan tradisi-adat yang terdapat pula pengaruh melalui perdagangan yang berasal seperti dari India, Tiongkok, Timur Tengah, Afrika dan Eropa (terutama Belanda, Portugis, dan Spanyol).

Pada dasarnya tidak ada satu bentuk tunggal "masakan Indonesia", tetapi lebih kepada, keanekaragaman masakan daerah yang dipengaruhi secara lokal oleh kebudayaan Indonesia serta pengaruh asing.

Sebagai contoh, beras yang diolah menjadi nasi putih, ketupat atau lontong (beras yang dikukus menggunakan daun pisang atau plastik) sebagai makanan pokok bagi mayoritas penduduk Indonesia, namun untuk bagian timur lebih umum dikonsumsi sagu, jagung, singkong, dan ubi jalar. Bentuk penyajian umum sebagian besar makanan Indonesia terdiri atas makanan pokok dengan lauk-pauk berupa daging, ikan atau sayur di sisi piring.

Masakan Sumatra, sebagai contoh, sering kali menampilkan pengaruh Timur Tengah, dan India, seperti penggunaan bumbu kari pada hidangan daging, dan sayurannya, sementara masakan Jawa berkembang dari teknik memasak asli Nusantara. Unsur budaya masakan Cina dapat dicermati pada beberapa masakan Indonesia. Masakan seperti bakmi, bakso, dan lumpia telah terserap dalam seni masakan Indonesia.

Beberapa jenis hidangan asli Indonesia juga kini dapat ditemukan di beberapa negara di benua Asia. Masakan Indonesia yang populer seperti sate, rendang, dan sambal juga digemari di Malaysia dan Singapura bahkan Meksiko. Bahan makanan berbahan dasar dari kedelai seperti variasi tahu dan tempe, juga sangat populer. Tempe dianggap sebagai penemuan asli Jawa, adaptasi lokal dari fermentasi kedelai. Jenis lainnya dari makanan fermentasi kedelai adalah oncom, mirip dengan tempe tetapi menggunakan jenis jamur yang berbeda, oncom sangat populer di Jawa Barat.

Makanan Indonesia umumnya dimakan dengan menggunakan kombinasi alat makan sendok pada tangan kanan, dan garpu pada tangan kiri, meskipun demikian di berbagai tempat (seperti Jawa Barat dan Sumatera Barat) juga lazim didapati makan langsung dengan tangan telanjang.

Di restoran atau rumah tangga tertentu lazim menggunakan tangan untuk makan, seperti restoran boga bahari, restoran tradisional Sunda dan Padang, atau warung tenda pecel lele dan ayam goreng khas Jawa Timur. Tempat seperti ini biasanya juga menyajikan kobokan, semangkuk air kran dengan irisan jeruk nipis agar memberikan aroma segar. Semangkuk air ini tidak untuk diminum; hanya digunakan untuk mencuci tangan sebelum, dan sesudah makan dengan menggunakan tangan telanjang.

Menggunakan sumpit untuk makan lazim ditemui di restoran yang menyajikan masakan China yang telah teradaptasi kedalam masakan Indonesia seperti bakmi atau mi ayam dengan pangsit, mi goreng, dan kwetiau goreng (mi pipih goreng, mirip char kway teow).

Menggunakan Garpu dan Pisau untuk makanan khas Barat di restoran yang menyajikan makanan Barat yang telah diklaim kedalam masakan Indonesia seperti contohnya Steak.

Sejarah sunting

Sepanjang sejarahnya, Indonesia telah terlibat dalam perdagangan dunia berkat lokasi, dan sumber daya alamnya.

Menurut sejarahnya dulu, jejak kuliner Indonesia telah didapati dalam sejumlah prasasti abad ke-8 sampai ke-10 Masehi. Ketika itu, istilah boga telah dikenal, yakni makanan yang berhubungan dengan dapur, dibuat dengan sentuhan seni dan memberikan kenikmatan. Hal itu banyak didapati pada prasasti Jawa.

Namun semakin ke timur Indonesia, tak banyak catatan, dan bahannya makin homogen, yakni sagu. Teknik memasak, dan bahan makanan asli Indonesia berkembang, dan kemudian dipengaruhi oleh seni kuliner India, Timur Tengah, Tionghoa, dan Eropa.[2]

Di masa abad pertengahan, makanan juga merupakan komoditas dagangan yang memang laku untuk dijual. Misalnya, hasil-hasil pengolahan garam di pantai utara Jawa Timur dibawa berdagang ke Sulawesi dan Maluku, dan diperdagangkan secara langsung melalui Banten ke Sumatra.[3] Para pedagang Spanyol dan Portugis membawa berbagai bahan makanan dari benua Amerika jauh sebelum Belanda berhasil menguasai Indonesia. Pulau Maluku yang termahsyur sebagai "Kepulauan Rempah-rempah", juga menyumbangkan tanaman rempah asli Indonesia seperti kunyit kepada seni kuliner dunia. Seni kuliner kawasan bagian timur Indonesia mirip dengan seni memasak Polinesia dan Melanesia.

Catatan Ma Huan dari China pada abad ke-15 juga menyebut bahwa di Jawa itulah, terdapat berbagai bahan langka khas tropis yang kaya dengan berbagai "segala macam labu dan sayuran".[4] Di era-era awal kedatangan Belanda di Nusantara, ketika cabai baru diperkenalkan dari Amerika, diketahui cabai dapat bertumbuh di bagian-bagian Jawa dan segera Gubernur Banten mempergunakannya sebagai pengganti lada.[5]

Di kala madu belum lagi dianggap penting di Eropa, madu terutama dianggap sebagai obat di sini, dan dikumpulkan dari hutan pedalaman. Orang-orang Belanda mendapati madu dengan murah dan berlimpah dari pasokan daerah-daerah yang jauh, seperti Palembang dan Timor. Tambahan lagi, gula merah didapat dari Jepara dan sepanjang pantai timur Jawa.[6]

Nasi sunting

 
Sate Gorontalo atau lebih populer dengan nama Sate Bekantan
 
Menggunakan Kerbau untuk membajak sawah di Jawa; Nasi adalah makanan pokok rakyat Indonesia; Indonesia adalah negara penghasil beras terbesar ketiga di dunia. Pertanian padi banyak mengubah bentang alam Indonesia.

Nasi adalah bahan makanan pokok bagi seluruh lapisan masyarakat Indonesia modern,[7] sebagaimana ia memang dasarnya dominan dalam sejarah pangan Asia Tenggara[8][./Hidangan_Indonesia#cite_note-FOOTNOTEReid201433-8 [8]] dan pertanian padi menempati posisi utama dalam kebudayaan Indonesia, membentuk bentang alam; dijual di pasar, merupakan bahan dasar banyak jenis makanan dari yang gurih hingga manis.

Pada umumnya beras dimakan dalam bentuk nasi biasa yang bercita-rasa tawar dengan sedikit sayur-mayur, dan lauk-pauk teman nasi disisinya sebagai sumber protein dan sumber gizi lainnya. Beras juga dapat dijadikan ketupat (beras dikukus dalam anyaman daun kelapa), lontong (beras dikukus dalam kemasan daun pisang), intip (kerupuk beras), jajanan, bihun, mi, arak beras, dan nasi goreng.[9]

Padi termasuk dalam pola makan sehari-hari, akan tetapi seiring berkembangnya teknologi, maka dimungkinkan untuk memperjualbelikan padi, dan beras dari tempat lain. Bukti temuan padi liar ditemukan di pulau Sulawesi berasal dari sekitar tahun 3000 SM. Meskipin demikian, bukti awal dari pertanian beras didapati dari prasasti abad kedelapan di Jawa yeng menyebutkan raja menerapkan pajak dalam bentuk padi.

Pembagian kerja antara laki-laki, perempuan, dan hewan ternak tetap lestari dalam pertanian padi di Indonesia, seperti ditemui dalam ukiran relief candi Prambanan, Jawa Tengah yang berasal dari abad kesembilan: Bajak sawah diikatkan pada kerbau; perempuan menanam benih, dan menumbuk padi, serta laki-laki mengangkut padi hasil panen dengan pikulan di pundaknya. Pada abad keenambelas, bangsa Eropa yang mengunjungi kepulauan Indonesia memandang nasi sebagai makanan bergengsi yang disajikan oleh kaum aristokrat dan ningrat saat upacara, dan perayaan pesta.[7]

Pertanian padi memerlukan sinar matahari yang cukup. Penanaman padi di Indonesia terkait dengan perkembangan perkakas pertanian dari logam dan pemeliharaan ternak kerbau untuk membajak sawah, dan kotorannya digunakan untuk pupuk. Aslinya bentang alam Indonesia diselimuti oleh hutan hujan tropis, namun secara perlahan mulai digantikan dengan sawah, dan permukiman untuk mengembangkan pertanian padi yang telah berkembang selama 1500 tahun.[7]

Bahan makanan pokok lainnya adalah jagung (di kawasan kering seperti Madura, Gorontalo, dan Nusa Tenggara), sagu (di kawasan Indonesia Timur), singkong (dikeringkan, dan disebut tiwul sebagai alternatif makanan pokok di kawasan gersang Jawa seperti Gunung Kidul dan Wonogiri), ketela serta umbi-umbian (khususnya pada musim paceklik).

Bumbu sunting

 
Sambal ulek, pelengkap yang lazim ditemukan di Indonesia.
 
ilabulo bakar dengan kulit, hati, ampela dan lemak ayam yang dicampur dengan sagu dan dibungkus dengan daun pisang kemudian dibakar

Termahsyur di seluruh dunia sebagai "Pulau Rempah-rempah", kepulauan Maluku menyumbangkan tanaman rempah aslinya bagi seni kuliner dunia. Rempah atau bumbu seperti pala, kapulaga, cengkih, laos, kayu manis, dan jahe adalah tanaman asli Indonesia; sementara lada hitam, kunyit, sereh, bawang merah, kemiri, ketumbar, dan asam jawa diperkenalkan dari India sebagaimana daun bawang dan bawang putih yang diperkenalkan dari China. Tanaman bumbu dari benua Asia itu telah dikembangkan sejak zaman dahulu kala, dan telah menjadi bagian integral seni kuliner Indonesia.

Pada masa lalu, Kerajaan Sunda dan kemudian Kesultanan Banten terkenal di seluruh dunia sebagai penghasil utama lada hitam dengan kualitas terbaik. Kemaharajaan bahari seperti Sriwijaya dan Majapahit juga berkembang, dan makmur berkat perdagangan rempah-rempah antara pulau rempah Maluku di Nusantara dengan India, dan China. Kemudian VOC juga meraih keuntungan besar dari perdagangan rempah dunia. Kegemaran orang Indonesia akan makanan pedas semakin diperkaya dengan diperkenalkannya cabai dari benua Amerika oleh pedagang Spanyol sejak abad ke-16. Sejak saat itu sambal menjadi bagian penting dalam masakan Indonesia.

Bumbu Kacang sunting

 
Bumbu kacang adalah bagian penting dari gado-gado.

Sejak diperkenalkan dari Meksiko oleh pedagang Portugis dan Spanyol pada abad ke-16, bumbu kacang yang terbuat dari kacang tanah menempati posisi istimewa dalam seni kuliner Indonesia sebagai saus yang populer.

Kacang tanah tumbuh subur di iklim tropis Asia Tenggara, dan kini dapat ditemui dalam bentuk digoreng, dibakar, diiris halus, ditumbuk, disiramkan di atas masakan atau menjadi saus celup. Salah satu ciri penting dari masakan Indonesia adalah penggunaan bumbu kacang yang luas dalam berbagai masakan khas Indonesia seperti sate, gado-gado, karedok, ketoprak, dan pecel.

Saus atau bumbu kacang Indonesia mewakili hal yang rumit, dan membumi, daripada suatu bumbu yang kental, dan manis.[10] Bumbu kacang ini biasanya disiramkan ke atas bahan utama (daging atau sayur) untuk memberikan rasa, atau hanya sebagai saus celup "sambal kacang" (campuran cabai rawit dan kacang goreng yang digiling) untuk otak-otak atau ketan. Bumbu kacang mencapai tingkat perkembangan yang canggih di Indonesia, dengan keseimbangan rasa yang halus yang diperoleh dari berbagai bahan sesuai resep masing-masing jenis bumbu kacang; kacang goreng, gula jawa, bawang putih, bawang merah, jahe, asam jawa, jeruk nipis, sereh, garam, cabai, lada, dan kecap manis, semuanya dihaluskan, dan dicampur dengan tambahan air untuk mencapai tekstur yang tepat. Rahasia bumbu kacang yang baik adalah "tidak terlalu kental dan tidak terlalu encer".

Bumbu kacang Indonesia tidak terlalu manis jika dibandingkan bumbu kacang Thailand (yang merupakan adaptasi campuran). Gado-gado yang dimakan dengan bumbu kacang tersedia hampir di seluruh Indonesia, dan menampilkan keseimbangan yang halus dari cita rasa manis, pedas, dan asam.

Santan sunting

 
Memarut daging buah kelapa untuk mendapatkan santan.
 
Buras, beras dimasak dengan santan, disajikan dengan serundeng serpihan kelapa parut pedas, dari Makassar.

Karena Indonesia terletak di kawasan beriklim tropis, maka sejak dahulu masyarakat Indonesia telah memanfaatkan berbagai kekayaan tanaman tropis seperti kelapa.

Salah satu ciri khas masakan Indonesia adalah banyak memakai santan, seperti rendang, soto, sayur lodeh, opor ayam, serta minuman ringan seperti cendol dan es doger. Santan tidak hanya milik masakan Indonesia, karena santan juga dikenal dalam seni memasak India, Samoa, Thailand, Malaysia, Filipina, hingga Brasil.

Meskipun demikian santan sangat sering digunakan dalam masakan Indonesia, terutama pada masakan Padang dan masakan Gorontalo, sementara pada masakan Minahasa, santan jarang digunakan dalam masakan, kecuali beberapa kue seperti klappertart.

Ada dua jenis santan dalam masakan Indonesia, santan encer, dan santan kental. Perbedaan ini berdasarkan kadar air yang dikandungnya. Santan encer biasanya digunakan untuk sayur berkuah seperti lodeh, dan soto, sementara santan kental digunakan untuk rendang, dan aneka kue dan penganan ringan. Santan dapat diperoleh dari parutan kelapa segar di pasar atau dalam kemasan karton di pasar swalayan.

Setelah sari kelapa diperoleh, dan menjadi santan, ampas parutan kelapa dapat digunakan sebagai urap, dibumbui, dan dicampur sayuran. Urap mirip gado-gado, perbedaanya adalah bumbu kacang diganti menjadi bumbu parutan kelapa. Ampas kelapa juga dapat disangrai, dan dibumbui menjadi serundeng. Akan tetapi untuk mendapatkan hasil yang lebih gurih, sebaiknya jangan menggunakan ampas kelapa, tetapi kelapa segar yang masih mengandung sarinya. Serundeng parutan kelapa berbumbu ini dapat dicampur irisan daging atau ditaburkan begitu saja di atas soto atau ketan. Salah satu contoh penggunaan santan yang kaya adalah Buras dari Makassar, beras ketan dibungkus daun pisang dan dimasak dalam santan, kemudian ditaburkan kelapa parut berbumbu pedas mirip serundeng.

Waktu makan sunting

Untuk kawasan Indonesia bagian barat, makanan biasanya dimasak pagi menjelang siang untuk disantap pada tengah hari untuk makan siang. Umumnya keluarga Indonesia tidak menetapkan waktu pasti untuk makan bersama di mana semua anggota keluarga harus hadir. Karena alasan ini maka kebanyakan makanan dibuat agar awet, dan tetap dapat dimakan walaupun dibiarkan dalam suhu ruangan selama beberapa jam.

Seringkali masakan yang sama dihangatkan kembali untuk makan malam. Makanan Indonesia umumnya mengelilingi nasi yang terbuat dari beras lokal. Makanan dapat terdiri dari sup atau sayuran serta lauk-pauk utama. Apapun jenis masakannya, sering kali dilengkapi dengan sambal.

Untuk kawasan Indonesia bagian timur, masyarakat setempat lebih dipengaruhi oleh budaya kepulauan Pasifik, seperti di Papua dan Timor, sumber karbohidrat didapat dari sagu atau umbi-umbian.

Pesta dan perayaan: Tumpeng dan Rijsttafel sunting

 
Tumpeng nasi kuning, disantap saat pesta dan perayaan.

Banyak pesta dan upacara dalam adat istiadat tradisional Indonesia melibatkan makanan, dan pesta. Salah satu contoh terbaik adalah tumpeng. Tumpeng berasal dari Jawa, berupa nasi berbentuk kerucut dikelilingi beraneka ragam masakan Indonesia. Tumpeng biasanya ada dalam perayaan "selamatan". Nasi tumpeng dicetak dengan menggunakan anyaman bambu berbentuk kerucut, nasinya sendiri bisa berupa nasi putih biasa, nasi uduk (dimasak dengan santan), atau nasi kuning (diwarnai dengan kunyit). Nasi ini dikelilingi masakan khas Indonesia seperti sayuran urap, ayam goreng, semur daging, teri kacang Diarsipkan 2016-12-22 di Wayback Machine., udang goreng, telur pindang, dadar gulung iris, tempe orek, perkedel kentang, perkedel jagung, sambal goreng ati, dan lainnya. Tumpeng berasal dari adat, dan kepercayaan asli masyarakat Indonesia yang memuliakan gunung sebagai tempat bersemayam para dewa atau roh leluhur. Nasi berbentuk kerucut dimaksudkan untuk meniru bentuk gunung suci. Perayaan dimaksudkan sebagai wujud rasa syukur atas berlimpahnya panen, dan segala berkah lainnya dari Yang Maha Kuasa. Karena memiliki nilai perayaan, dan syukuran, hingga kini tumpeng sering kali berfungsi sebagai "kue ulangtahun versi Indonesia".

Pesta perayaan Indonesia lainnya adalah Rijsttafel (Bahasa Belanda: meja nasi), masakan ini memamerkan kemewahan pesta makan nan elegan khas orang kaya pada masa kolonial sekaligus menampilkan keanekaragaman seni kuliner Indonesia. Rijstafel klasik terdiri dari 40 macam masakan yang disajikan oleh 40 orang pelayan yang bertelanjang kaki, mengenakan berbusana seragam resmi warna putih, blangkon, dan kain batik melilit pinggang mereka. Pesta kontemporer Indonesia saat ini mengadopsi hidangan bufet gaya Barat. Bufet atau juga disebut prasmanan biasanya dapat ditemukan pada pesta perkawinan atau perayaan lainnya.

Hidangan prasmanan disajikan di atas meja panjang. Tata letak prasmanan pesta pernikahan di Indonesia biasanya terdiri dari: piring, alat makan (sendok dan garpu), serbet tisu, diletakkan di ujung, dilanjutkan dengan sajian nasi (nasi putih, dan nasi goreng), serangkaian hidangan khas Indonesia maupun kadang-kadang disajikan pula hidangan asing, sambal, kerupuk, dan diakhiri dengan gelas air putih atau minuman ringan di ujung meja prasmanan.

Pengaruh asing sunting

Anak Benua India sunting

Pengaruh India dapat diamati di Indonesia pada awal abad ke-4. Menyusul penyebaran Islam di Indonesia, pengaruh Muslim India masuk ke masakan Indonesia. Contohnya adalah martabak dan kari yang memengaruhi masakan Aceh, Minangkabau, Melayu, dan Betawi. Beberapa hidangan Aceh dan Minangkabau seperti roti canai, roti tisu, nasi biryani, teh tarik, dan gulai kambing yang dilacak asal-usulnya berasal dari India. Contoh lainnya adalah ayam mentega, nasi rendang, kedli kukus, kue apem, kue putu, putu mayang, dan naan.

Arab sunting

Orang-orang Arab datang ke Indonesia untuk tujuan perdagangan dan dakwah penyebaran agama Islam. Pengaruh Arab pada masakan Indonesia telah terintegrasi dan terakulturasi dengan baik yang mana dapat dijumpai dengan gampang, contohnya antara lain yaitu martabak, Sate Balanga, nasi kebuli, nasi mandi, nasi kabsah, kue kaak, samosa, rabeg, kebab dan roti pita.

Tionghoa sunting

Imigrasi China ke Indonesia dimulai pada abad ke-7, dan dipercepat selama masa kolonial Belanda, sehingga menciptakan perpaduan kultur masakan Tionghoa dengan gaya masakan asli Indonesia. Fenomena masakan perpaduan antara masakan Tionghoa juga dapat diamati di negara tetangga, Malaysia dan Singapura sebagai masakan Peranakan. Beberapa hidangan populer Indonesia yang mendapat pengaruh China antara lain seperti bakmi, bakwan, bakso, mi soto, bakpau, nasi goreng, mi goreng, mi pangsit, mi hokkien, tahu goreng, siomai, pempek, kwetiau, laksa, lumpia, nasi tim, capcai, fu yung hai, yee sang, popiah, dan swike. Beberapa hidangan yang dipengaruhi China ini telah terintegrasi dengan baik ke dalam masakan utama Indonesia.

Eropa sunting

Belanda sunting

Belanda tiba di Indonesia pada abad ke-16 untuk mencari rempah-rempah. Ketika VOC bangkrut pada tahun 1800, Indonesia menjadi koloni yang berharga di Belanda. Melalui kolonialisme, orang Eropa memperkenalkan roti, keju, steik panggang, wafel, dan panekuk. Roti dengan mentega, keju atau selai buah, poffertjes, yogurt, dan keju belanda umumnya dikonsumsi oleh kolonial Belanda dan orang Indo selama era kolonial. Beberapa ningrat kelas atas dan penduduk indigenos yang terpelajar mengenal masakan Belanda; masakan ini dijunjung tinggi sebagai masakan kelas atas masyarakat Hindia Belanda. Hal ini menyebabkan adopsi dan perpaduan masakan Eropa ke dalam masakan Indonesia. Beberapa hidangan Indonesia yang terakulturasi selama era kolonial oleh masakan Belanda, termasuk kroket, roti bakar, roti buaya, selat solo, bistik, semur, brenebon, perkedel, dan sup buntut.

Banyak kue seperti kue bolu, kue sus, kue lidah kucing, kue putri salju, nastar, lapis legit, spiku, dan kaasstengels berasal dari pengaruh Belanda. Beberapa resep diciptakan sebagai masakan perpaduan Hindia Belanda, menggunakan bahan-bahan asli di Indonesia tetapi dengan teknik memasak Eropa. Ini pun termasuk kue pandan dan klappertaart. Kue cubit, biasanya dijual sebagai makanan ringan di sekolah dan pasar, diyakini berasal dari poffertjes. Juga keju edam yang semakin populer di Indonesia. Belanda juga memperkenalkan gula, cabai, jagung, ketela, telur dadar, telur mata sapi dan daging sapi dalam masakan Indonesia.

Portugis dan Spanyol sunting

Sebelum Belanda masuk ke Indonesia, bangsa Portugis dan Spanyol telah masuk ke Indonesia terlebih dahulu. Mereka membawa dan memperkenalkan cabai, lada, kayu manis, vanila, dan safron. Masakan Indonesia yang telah terintegrasi baik dengan masakan Portugis dan Spanyol antara lain risoles, pastel, panada, gado-gado, sambal dan feijoada.

Minuman sunting

Minuman paling umum, dan populer di Indonesia adalah teh dan kopi. Rumah tangga Indonesia biasanya menyajikan teh manis, dan kopi tubruk untuk tamu. Sejak masa kolonial Hindia Belanda, perkebunan terutama di Jawa terkenal sebagai penghasil teh, kopi, dan gula. Sejak saat itu teh, dan kopi panas digemari oleh warga Indonesia. Teh hitam melati adalah jenis teh yang paling populer di Indonesia, akan tetapi karena meningkatnya kesadaran akan kesehatan, teh hijau mulai digemari. Biasanya kopi atau teh disajikan sebagai minuman panas atau hangat, akan tetapi es teh manis dingin juga digemari. Teh botol adalah minuman teh melati manis dalam kemasan botol yang digemari di Indonesia, bahkan bersaing dengan minuman ringan soda mancanegara seperti coca cola dan fanta. Kopi susu adalah versi Indonesia untuk Café au lait.

Jus buah-buahan juga sangat populer, antara lain jus jeruk, jus jambu, jus mangga, jus sirsak, dan jus alpokat yang biasanya disajikan dengan ditambah susu kental manis coklat atau putih sebagai minuman pencuci mulut.

 
Jus alpokat dengan susu coklat

Banyak minuman populer berdasarkan es, dan dapat dikategorikan sebagai minuman pencuci mulut. Es yang populer antara lain es kelapa muda, es cincau, es cendol atau es dawet, es kacang merah, es blewah, dan es rumput laut.

Minuman panas yang manis juga dapat ditemukan, seperti bajigur dan bandrek yang khususnya populer di Jawa Barat. Minuman hangat ini dibuat dari santan, dan gula jawa dengan campuran rempah lainnya. Sekoteng (minuman susu hangat dengan kacang, potongan roti, dan pacar cina) dapat ditemukan di Jawa Barat, dan Jakarta. Wedang jahe (minuman jahe hangat) dan wedang ronde (minuman hangat dengan bola-bola ubi) khususnya populer di Yogyakarta, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.

Sebagai negara dengan penduduk mayoritas beragama Islam, umat muslim Indonesia diharamkan untuk meminum alkohol. Akan tetapi sejak zaman kuno suku bangsa asli di kepulauan Nusantara telah mengenal minuman beralkohol. Berdasarkan kabar dari China, masyarakat Jawa Kuno meminum semacam arak yang disadap dari kelapa yang disebut tuak. Kini tuak bertahan, dan populer di kawasan suku Batak, Sumatera Utara yang kebanyakan beragama Kristen. Kedai minum tradisional Batak yang disebut lapo tuak menyajikan tuak. Di Solo, Jawa Tengah, ciu (adaptasi lokal arak China) juga dikenal. Brem (arak beras) Bali botolan juga populer di Bali. Indonesia juga mengembangkan bir merek lokal seperti Bir Bintang dan Anker Beer.

Kudapan dan jajanan sunting

 
Penjual Bakso di Bandung

Di berbagai kota besar lazim ditemui jajanan China seperti bakpao, bakmi, dan bakso yang dijual baik oleh pedagang kaki lima di tepi jalan atau di restoran. Masakan Cina sering kali diadaptasi menjadi masakan Indonesia. Salah satu contoh adaptasi ialah daging babi jarang digunakan, dan diganti daging sapi karena menyesuaikan dengan mayoritas warga Indonesia yang kebanyakan muslim. Salah satu makanan jajanan pinggir jalan yang populer adalah siomay dan batagor (singkatan dari Bakso Tahu Goreng), pempek, bubur ayam, bubur kacang hijau, sate, nasi dan mie goreng, toge goreng, laksa, dan gorengan.

Jajanan pinggir jalan Indonesia juga mencakup berbagai minuman manis, seperti es cendol atau es dawet, es teler, es cincau, es doger, es campur, es potong, and es puter. Kue khas Indonesia sering disebut sebagai jajan pasar. Indonesia memiliki kekayaan berbagai macam kudapan, dan kue, baik gurih maupun manis. Kue populer di antaranya risoles, pastel, lumpia, lemper, lontong, tahu isi, lapis legit, getuk, bakpia, bika ambon, lupis, lemang, timpan, klepon, onde-onde, nagasari, soes, dan bolu kukus.

Pedagang jajanan pinggir jalan lazim ditemukan di Indonesia, demikian juga pedagang keliling yang menggunakan gerobak, sepeda, atau pikulan. Pedagang makanan pinggir jalan atau pedagang keliling ini disebut pedagang kaki lima – (berdasarkan lajur trotoar selebar lima kaki di Indonesia, akan tetapi teori lain menyebutkan kata 'kaki lima' berdasarkan jumlah tiga kaki gerobak dengan dua kaki pedagangnya!). Kebanyakan pedagang keliling atau kakilima ini memiliki ciri khas, dan alat tertentu untuk mengumumkan kehadirannya, seperti pedagang sate berteriak "teeee sateee", pedagang gorengan memukul-mukul penggorengan, pedagang bakso memukulkan mangkok atau kentongan, atau pedagang mie ayam memukul kentongan atau balok kayu.

Buah-buahan sunting

 
Rambutan dijual di pasar di Jakarta.

Pasar di Indonesia penuh dengan berbagai jenis buah tropis. Buah adalah bagian penting dalam pola makan Indonesia, baik dimakan langsung, dijadikan kudapan manis (seperti es buah), disajikan menjadi masakan gurih atau pedas seperti rujak, pisang goreng, diproses menjadi keripik seperti keripik nangka dan keripik pisang.

Banyak jenis buah-buahan seperti Manggis, Rambutan, Nangka, Durian, dan Pisang, adalah tanamam asli Indonesia; sementara beberapa jenis buah-buahan diimpor dari negara tropis lainnya, meskipun demikian asal mula buah-buahan ini masih diperdebatkan. Pisang, dan kelapa sangat penting, tidak hanya untuk masakan Indonesia, tetapi untuk berbagai keperluan seperti bahan bangunan untuk dinding atau atap, minyak, alas makan, kemasan, dan lain-lain.

Lihat pula sunting

Daftar utama masakan di Indonesia sunting

Referensi sunting

  1. ^ "About Indonesian food". SBS Australia. 6 September 2013. Diakses tanggal 26 August 2014. 
  2. ^ Tim Info Tempo (14-20 Mei 2018). "Menolak Lupa Jajanan Pasar". Tempo. Jakarta: Tempo Media Grup.
  3. ^ Reid 2014, hlm. 33—34.
  4. ^ Reid 2014, hlm. 35.
  5. ^ Reid 2014, hlm. 36.
  6. ^ Reid 2014, hlm. 37.
  7. ^ a b c Taylor, Jean Gelman (2003). Indonesia: Peoples and Histories. New Haven and London: Yale University Press. hlm. 8–9. ISBN 0-300-10518-5. 
  8. ^ Reid 2014, hlm. 33.
  9. ^ Witton, Patrick (2002). World Food: Indonesia. Melbourne: Lonely Planet. hlm. 29. ISBN 1-74059-009-0. 
  10. ^ James Oseland, Cradle Of Flavor (W.W. Norton & Co., 2006)

Bacaan sunting

Pranala luar sunting