Lewis Madison Terman (1877-1956) adalah ilmuwan di bidang pendidikan dan psikologi dari Universitas Clark. Di bawah bimbingan Granville Stanley Hall, Dia menerima gelar Doktor Filsafat. Lewis M. Terman berpengalaman sebagai guru, kepala sekolah dan dosen. Lewis bergabung dengan fakultas psikologi Universitas Stanford sampai pensiun pada tahun 1942.

Perhatiannya pada tes mental sepanjang kariernya menjadikan Lewis M. Terman tokoh terkemuka dalam mengembangkan gerakan tes pengujian yang tren. Hasil karyanya yang paling terkena dan digunakan paling luas adalah tes Stanford-Binet tentang intelegensi, yang diiambil dari Skala Intelegensi Binet-Simon tahun 1916 yang direvisi tahun 1937. Hasi karya Lewis yang selanjutnya yang tak kalah terkenalnya, dia mengembangan tes Alpha dan Beta ( tes intelegensi kelompok pertama) yang digunakan dalam klasifikasi prajurit selama Perang Dunia I. Dengan diterbitkannya Tahun 1916 Tes Stanford-Binet, Lewis memperkenalkan istilah kecerdasan intelektual.

Melalui studi komperhensif pertamanya Lewis mengenal anak-anak berbakat untuk mengidentifikasi anak-anak dengan kecerdasan intelektual di atas 140. Dari temuannya dia berkesimpulan anak-anak dengan kecerdasan intelektual yang tinggi cenderung lebih sehat dan lebih bahagia serta lebih stabil daripada anak-anak dengan kemampuan rata-rata. Masih menurut Lewis, anak-anak dengan kecerdasan intelektual yang tinggi lebih berhasil di dalam kehidupan pribadinya dan profesional. Di akhir karyanya dia mendirikan gerakan anak berbakat dan menyediakan program pendidikan khusus bagi siswa yang mampu.[1]

Sumbangsih keilmuan sunting

Tes Stanford-Binet sunting

Tes Stanford-Binet merupakan hasil revisi dari tes Binet-Simon yang diadakan oleh Terman. Revisi ini diadakan di Universitas Stanford.[2] Tujuannya adalah untuk menetapkan standar baku pada tes kecerdasan intelektual.[3] Bahan pertimbangan yang digunakan untuk revisi ini adalah norma-norma populasi.[4]

Revisi ini dikerjakan oleh Terman pada tahun 1916.[5] Perbaikan yang dilakukannya adalah penetapan indeks numerik. Indeks ini menyatakan bahwa kecerdasan sebagai sebuah perbandingan antara umur jiwa dan umur kronologi.[6] Terman kemudian menggunakan istilah kecerdasan intelektual yang telah diperkenalkan pada tahun 1912 oleh William Stern. Ia menggunakan istilah ini untuk hasil tes dari skala kecerdasan dalam tes Stanford-Binet. Penggunaan istilah ini dimulai oleh Terman pada tahun 1916 di Amerika Serikat.[7] Tes Stanford-Binet kemudian diperkenalkan secara luas olehnya dan para rekannnya di Universitas Stanford pada tahun yang sama.[8] Tes ini juga disesuaikan penggunannnya untuk dipakai di Amerika Serikat.[9] Karenanya, tes Stanford-Binet dikenal secara luas di Amerika Serikat.[10]

Setelah merevisi rumus kecerdasan intelektual, Terman kembali mengembangkan tes untuk individu-individu di Amerika Serikat.[11] Ia kembali merevisi tes Stanford-Binet. Revisi ini diadakannya pada tahun 1937. Ia melakukan revisi bersama dengan Maud Amanda Merrill.[12]

Sindrom siswa baik sunting

Sindrom siswa baik merupakan kesimpulan yang diperoleh oleh Terman setelah melakukan studi longttudinal terhadap 1.528 anak dan remaja yang disebut genius. Anak-anak ini memilki nilai kecerdasan intelektual yang sama dengan atau lebih dari 140. Terman menyimpulkan bahwa meskipun mereka memiliki prestasi yang lebih tinggi dibandingkan siswa dengan kecerdasan intelektual rata-rata, hanya sedikit dari mereka yang menjadi masyhur melalui kualitas dan kinerjanya.[13]

Konsep bakat intelektual sunting

Terman merupakan salah satu tokoh yang memperkenalkan definisi dan konsep keberbakatan.[14] Pada awal abad ke-19, Terman memperkenalkan konsep tes mental di sekolah-sekolah yang ada di Amerika Serikat. Upayanya ini telah menjadi dasar bagi konsep keberbakatan. Pengenalan Terman ini kemudian menghasilkan konsep kecerdasan intelektual sebagai bagian dari pengukuran talenta dan bakat. Selanjutnya, konsep kecerdasan intelektual ini menjadi awal bagi pengembangan konsep bakat intelektual.[15]

Terman sendiri menemukan bahwa kondisi fisik dari anak-anak yang berbakat secara intelektual lebih baik dibandingkan dengan anal-anak dengan kecerdesan rata-rata. Selain itu, anak-anak dengan bakat intelektual yang dibandingkan dengan sebayanya, memiliki kondisi fisik yang lebih kuat dan lebih sehat. Sementara dalam hal penyesuaian sosial, tidak ada perbedaan antara anak yang berbakat secara intelektual maupun anak dengan kecerdasan rata-rata.[16]

Pada tahun 1965, Terman menetapkan usia rata-rata mulai berbicara sebagai acuan bagi pemilihan anak berbakat intelektual. Menurutnya, anak laki-laki dikatakan berbakat intelektual jika mulai mampu pada usia 11,7 bulan. Sedangkan anak perempuan dikatakan berbakat intelektual ketika mulai mampu berbicara saat berumur sekitar 11 bulan. Terman meyakini bahwa ucapan yang dihasilkan oleh anak-anak memiliki kaitan yang sangat erat dengan tingkat kecerdasan yang dimilikinya.[17]

Konsep kecerdasan sunting

Kecerdasan diberikan definisi oleh Terman sebagai kemampuan berpikir secara abstrak.[18] Ia mendefinisikan kecerdasan pada tahun 1925. Definisi ini diperoleh sebagai hasil dari studi terhadap seribu anak cerdas dengan menggunakan tes Stanford-Binet.[19] Terman menetapkan bahwa kecerdasan terbentuk oleh faktor tunggal. Faktor tunggal ini adalah faktor genetik. Karena penggunaan faktor tunggal, maka makna dari keberbakatan diartikan sebagai tingkat kecerdasan yang tinggi akibat pengaruh genetik.[20]

Pengingatan misi psikologi sunting

Psikologi memiliki tiga misi setelah berakhirnya Perang Dunia I. Pertama, membuat kehidupan yang lebih baik bagi manusia. Kedua, penyembuhan gangguan jiwa terhadap individu. Ketiga, identifikasi dan pengembangan bakat yang tinggi. Karya-karya Terman yang membahas tentang keluar-biasaan termasuk salah satu pemikiran yang telah mengingatkan kembali misi ini. Hal yang sama dilakukan oleh Terman dalam karya-karyanya yang menjelaskan tentang cara menjadi orang tua yang efektif.[21]

Pengukuran kreativitas sunting

Terman termasuk salah satu psikolog yang menggunakan pendekatan psikometri dalam pengukuran kreativitas. Pada pendekatan ini, hasil tes ditentukan dalam bentuk angka-angka. Sifat dari pendekatan ini adalah pasti karena matematis, namun cenderung kaku. Peserta tes yang tidak memiliki skor tinggi dianggap tidak kreatif.[22]

Terman melakukan penelitian terhadap 14 anak yang terdiri dari 7 anak dengan kecerdasan intelektual yang tinggi dan 7 anak dengan kecerdasan intelektual yang rendah. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa diskriminasi atas kreativitas tidak dapat dilakukan oleh tes kecerdasan. Karena pada tes produksi divergen, anak dengan kecerdasan intelektual yang tinggi tetap dapat memperoleh hasil yang tinggi maupun rendah. Ia menyimpulkan bahwa produksi divergen tidak dapat diketahui dengan pasti hanya dengan menggunakan tes kecerdasan intelektual. Karenanya, produksi divergen tidak berkaitan sepenuhnya dengan tes mental maupun konsep kecerdasan.[23]

Referensi sunting

  1. ^ Baihaqi, MIF (2014). Ensiklopedi Tokoh Pendidikan Luar Biasa. Bandung: Nuansa cendekia. hlm. 380-381. ISBN 9786028395755. 
  2. ^ Suteja dan Affandi, A. (2016). Dasar-Dasar Pendidikan (PDF). Cirebon: CV. Elsi Pro. hlm. 110. ISBN 978-602-1091-46-3. 
  3. ^ Ridhahani, ed. (2021). Dimensi-dimensi Pendidikan Agama Islam (PDF). Pati: Maghza Pustaka. hlm. 193. ISBN 978-623-6106-24-2. 
  4. ^ Enny, Mahmudah (2019). Manajemen Sumber Daya Manusia (PDF). Surabaya: UBHARA Manajemen Press. hlm. 106. ISBN 978-602-744-2443. 
  5. ^ Nastiti, D., dan Laili, N. (2020). Maryam, Effy Wardati, ed. Buku Ajar Asesmen Minat dan Bakat: Teori dan Aplikasinya. Sidoarjo: UMSIDA Press. hlm. 3. ISBN 978-623-6833 74-2. 
  6. ^ Suralaga, Fadhilah (2021). Psikologi Pendidikan: Implikasi dan Pembelajaran (PDF). Depok: Rajawali Pers. hlm. 60. ISBN 978-623-231-827-4. 
  7. ^ Nur’aeni (2012). Tes Psikologi: Tes Inteligensi dan Tes Bakat (PDF). Yogyakarta: Universitas Muhammadiyah (UM) Purwokerto Press. hlm. 24. 
  8. ^ Wibowo, Mungin Eddy Wibowo (2018). Ramadhoni, S. R., dkk., ed. Profesi Konseling Abad 21 (PDF). Semarang: Unnes Press. hlm. 23. ISBN 978-602-285-121-9. 
  9. ^ Ismail, Wahyudi (2020). Religiusitas Pecandu Narkoba (PDF). Gowa: Alauddin University Press. hlm. 73. ISBN 978-602-328-354-5. 
  10. ^ Ediati, A., dkk. (2020). Hardan, H.M. Wibi, ed. Psikologi Klinis: Teori dan Aplikasi (PDF). Jakarta: Penerbit Erlangga. hlm. 10. ISBN 978-623-266-361-9. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2022-03-05. Diakses tanggal 2022-03-13. 
  11. ^ Yusnidar dan Suriati, I. (2020). Psikologi Kebidanan (PDF). Palopo: LPPI UM Palopo. hlm. 6. ISBN 978-623-93776-3-2. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2022-02-04. Diakses tanggal 2022-03-13. 
  12. ^ Inanna, dkk. (2021). Evaluasi Pembelajaran: Teori dan Praktek (PDF). Tahta Media Group. hlm. 78. ISBN 978-623-6436-29-5. 
  13. ^ Sit, M., dkk. (2016). Pengembangan Kreativitas Anak Usia Dini: Teori dan Praktik (PDF). Medan: Perdana Publishing. hlm. 72. ISBN 978-602-6462-11-4. 
  14. ^ Yuwono, I., dan Mirnawati (2021). Aksesibilitas Bagi Penyandang Tunanetra di Lingkungan Lahan Basah (PDF). Sleman: Deepublish. hlm. 18. 
  15. ^ Sugiarti, R., dan Suhariadi, F. (2015). "Gambaran Kompetensi Sosial Siswa Cerdas Istimewa" (PDF). Seminar Psikologi dan Kemanusiaan: 300. ISBN 978-979-796-324-8. 
  16. ^ Thabrani, Abdul Muis (2013). Faisol, Moh., ed. Pengantar dan Dimensi-Dimensi Pendidikan (PDF). Jember: STAIN Jember Press. hlm. 42. ISBN 978-602-8716-83-3. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2022-03-26. Diakses tanggal 2022-03-13. 
  17. ^ Mahasiswa Fakultas Sastra Universitas Ekasakti dan Dosen (2019). Aditiawarman, Mac, ed. Variasi Bahasa Masyarakat (PDF). Tonggak Tuo. hlm. 264. ISBN 978-602-14103-9-4. 
  18. ^ Darmawati (2019). Fun Learning Berbasis Learning Style Siswa dalam Pembelajaran Bahasa Arab (PDF). Yogyakarta: Idea Press. hlm. 41. ISBN 978-623-7085-40-9. 
  19. ^ Muhid, Abdul (2019). Sa’adillah, Rangga, ed. Gifted-Underachiever: Mengungkap Black Box Sekolah tentang Rekam Jejak Siswa Berbakat Berprestasi Kurang (PDF). Malang: Inteligensia Media. hlm. XX. ISBN 978-602-5562-98-3. 
  20. ^ Zaitun (2017). Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus. Pekanbaru: Kreasi Edukasi. hlm. 65. 
  21. ^ Diponegoro, Ahmad Muhammad (2008). Psikologi Konseling Islami dan Psikologi Positif (PDF). Yogyakarta: UAD Press. hlm. 18. ISBN 979-3812-08-7. 
  22. ^ Mulyadi, Seto (2008). Psikologi Pengembangan Keberbakatan dan Kreativitas (PDF). Jakarta: Gunadarma. hlm. 46. ISBN 978-979-1223-75-1. 
  23. ^ Purwanto (2010). "Intelegensi: Konsep dan Pengukurannya". Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan. 16 (4): 480.