Aberasi cahaya

fenomena astronomi
(Dialihkan dari Lanturan cahaya)

Dalam astronomi, aberasi cahaya (juga disebut lanturan cahaya) adalah sebuah fenomena yang menyebabkan suatu benda langit tampak bergerak dari posisinya yang sesungguhnya, bergantung pada kecepatan pengamat. Fenomena ini menyebabkan objek tampak berpindah mendekati arah gerakan pengamat dibandingkan dengan posisi objek ketika pengamatnya diam. Perbedaan sudutnya berorde v/c dengan c adalah laju cahaya dan v adalah kecepatan pengamat. Dalam kasus aberasi "bintang" atau "tahunan", posisi tampak dari suatu bintang bagi seorang pengamat di Bumi berubah-ubah secara periodik selama setahun bersamaan dengan berubahnya kecepatan Bumi selama Bumi mengorbit Matahari, dengan sudut maksimumnya kira-kira 20 detik busur pada asensio rekta atau deklinasi.

Posisi tampak dari suatu bintang yang dilihat dari Bumi bergantung pada kecepatan Bumi. Pengaruhnya biasanya jauh lebih kecil dari yang diilustrasikan.

Istilah aberasi pada sejarahnya telah digunakan untuk menyebutkan berbagai fenomena terkait mengenai perambatan cahaya dalam benda yang bergerak.[1] Aberasi berbeda dengan paralaks, di mana terjadi perubahan posisi tampak dari objek yang relatif dekat, diukur oleh pengamat yang bergerak, relatif terhadap objek yang lebih jauh yang mendefinisikan suatu kerangka acuan. Besar paralaks bergantung pada jarak objek dengan pengamat, sedangkan aberasi tidak. Aberasi juga terkait dengan fenomena koreksi waktu-cahaya dan pemberkasan relativistik, walaupun aberasi biasanya dianggap sebagai efek yang terpisah.

Aberasi cahaya memiliki peran penting dalam perkembangan teori cahaya, elektromagnetisme dan teori relativitas khusus. Aberasi pertama kali diamati pada akhir 1600-an oleh para astronom yang sedang mencari paralaks bintang dalam rangka mengonfirmasi model heliosentris Tata Surya. Namun, pada saat itu aberasi cahaya belum dipahami sebagai fenomena yang berbeda.[2] Pada tahun 1727, James Bradley memberikan penjelasan klasik aberasi dengan suku laju cahaya relatif terhadap gerakan Bumi mengelilingi Matahari,[3][4] yang dia gunakan untuk melakukan salah satu pengukuran pertama laju cahaya. Akan tetapi, teori Bradley tidak cocok dengan teori cahaya abad ke-19, dan aberasi menjadi motivasi utama bagi teori seretan eter Augustin Fresnel (pada tahun 1818) dan G. G. Stokes (pada tahun 1845), dan bagi teori eter elektromagnetisme Hendrik Lorentz pada tahun 1892. Aberasi cahaya, beserta penjabaran elektrodinamika Maxwell oleh Lorents, masalah magnet dan konduktor yang bergerak, percobaan eter yang memberikan hasil negatif, dan eksperimen Fizeau, mendorong Albert Einstein untuk mengembangkan teori relativitas khusus pada tahun 1905.[5]

Penjelasan sunting

Penjelasan klasik sunting

Dalam kerangka acuan Matahari, misalkan seberkas cahaya dengan kecepatan  , dengan komponen kecepatan   dan   masing-masing   dan  , dengan sudut  . Jika Bumi bergerak dengan kecepatan   searah sumbu   relatif terhadap Matahari, lalu, dengan penambahan kecepatan, komponen   dari kecepatan berkas dalam kerangka acuan Bumi adalah  , dan kecepatan   tidak berubah,  . Dengan begitu, sudut cahaya dalam kerangka Bumi dituliskan sebagai rumus bervariabel sudut dalam kerangka Matahari adalah

 

Dalam kasus  , hasil ini tereduksi menjadi  , yang dalam limit   mendekati  .

Penjelasan relativistik sunting

Penjelasan dalam kasus relativistiknya serupa tetapi menggunakan rumus penambahan kecepatan relativistik, yang bisa diturunkan dari transformasi Lorentz antara kerangka acuan yang berbeda. Rumus-rumusnya adalah

 
 

dengan  . Kedua rumus tersebut memberikan komponen kecepatan berkas cahaya dalam kerangka Bumi dituliskan sebagai rumus bervariabel komponen dalam kerangka Matahari. Akibatnya sudut berkas menurut kerangka Bumi adalah [6]

 

Dalam kasusu  , hasil ini tereduksi menjadi  , dan dalam limit   ini mendekati  .

Penemuan sunting

Mencari paralaks bintang sunting

Teori heliosentris Copernicus Tata Surya dikonfirmasi oleh pengamatan Galileo dan Tycho Brahe serta penyelidikan matematika Kepler dan Newton.[7] Pada tahun 1573, Thomas Digges mengusulkan bahwa pergeseran paralaks bintang seharusnya terjadi menurut model heliosentris, dan sebagai akibatnya apabila paralaks bintang bisa diamati maka teori ini akan terbantu. Banyak pengamat mengaku telah menentukan paralaks tersebut, tetapi Tycho Brahe dan Giovanni Battista Riccioli menyimpulkan bahwa paralaks yang mereka amati hanya ada di pikiran mereka, dan disebabkan oleh kesalahan alat dan orang. Namun, pada tahun 1680 Jean Picard, dalam Voyage d’Uranibourg menyatakan bahwa, sebagai hasil pengamatan selama sepuluh tahun, Polaris mengalami perubahan posisi hingga 40″ pada setiap tahunnya. Beberapa astronom berusaha menjelaskannya menggunakan paralaks, tetapi usaha tersebut tidak berhasil karena gerakan yang diamati berbeda dengan yang dapat dihasilkan oleh paralaks. John Flamsteed, berdasarkan pengukuran-pengukuran yang dilakukan pada tahun 1689 dan selanjutnya menggunakan kuadran muralnya, juga menyimpulkan bahwa deklinasi Polaris pada bulan Juli 40″ lebih kecil dari bulan September. Robert Hooke, pada tahun 1674, menerbitkan pengamatan γ Draconisnya, sebuah bintang bermagnitudo 2m yang melintasi atas garis lintang London (sehingga pengamatannya cukup terbebas dari proses koreksi rumit yang disebabkan oleh refraksi atmosfer), dan menyimpulkan bahwa bintang ini 23″ lebih utara pada bulan Juli daripada pada bulan Oktober.[7]

Pengamatan James Bradley sunting

 
Pengamatan γ Draconis dan 35 Camelopardalis Bradley sebagaimana direduksi oleh Busch ke tahun 1730.

Karena itu, ketika Bradley dan Samuel Molyneux memasuki bidang penelitian ini pada tahun 1725, masih terdapat ketidakpastian mengenai apakah paralaks bintang telah diamati atau tidak, dan dengan niat menjawab pertanyaan ini dibuatlah teleskop besar di rumah Molyneux di Kew.[4] Mereka memutuskan untuk menyelidiki ulang gerakan γ Draconis menggunakan teleskop yang dibangun oleh George Graham (1675–1751), seorang pembuat peralatan ternama. Teleskop tersebut dipasang di bagian atas cerobong asap vertikal dengan sedemikian rupa agar memungkinkan sedikit oskilasi lensa, yang banyaknya (penyimpangan dari vertikalnya) diatur dan diukur menggunakan sekrup dan bandulan garis vertikal.[7]

Alat tersebut dipasang pada November 1725, dan pengamatan γ Draconis dilakukan mulai bulan Desember. Bintang tersebut diamati bergerak 40″ ke arah selatan di antara bulan September dan Maret, dan kemudian berbalik arah dari Maret hingga September. [7] Pada saat yang sama, 35 Camelopardalis, sebuah bintang dengan asensio rekta yang hampir tepat berlawanan dengan asensio rekta γ Draconis, terletak 19" lebih utara pada awal Maret daripada pada September.[8] Hasil-hasil ini tidak diduga dan tidak dapat dijelaskan oleh teori yang sudah ada.

Hipotesis awal sunting

 
Pengamatan hipotetis γ Draconis apabila gerakannya disebabkan oleh paralaks.
 
Pengamatan hipotetis γ Draconis dan 35 Camelopardalis apabila gerakan mereka disebabkan oleh nutasi.

Bradley dan Molyneux mendiskusikan beberapa hipotesis dengan tujuan menemukan solusinya. Karena gerakan tampaknya tidak disebabkan oleh paralaks maupun oleh kesalahan pengamatan, Bradley awalnya menghipotesiskan bahwa itu gerakan tampak tersebut mungkin disebabkan oleh oskilasi orientasi sumbu Bumi relatif terhadap bola langit – sebuah fenomena yang dikenal sebagai nutasi. 35 Camelopardalis kelihatannya mengalami gerakan tampak yang mungkin konsisten dengan nutasi, tetapi karena deklinasinya berubah hanya satu setengah kali perubahan γ Draconis, tampak jelas bahwa nutasi bukanlah jawabannya[9] (tetapi, Bradley kemudian menemukan bahwa Bumi memang bernutasi).[10] Dia juga menyelidiki kemungkinan gerakan tersebut disebabkan oleh distribusi atmosfer Bumi yang tidak beraturan, sehingga menyebabkan variasi indeks bias yang tak beraturan, tetapi kembali mendapatkan hasil negatif.[9]

Pada 19 Agustus 1727, Bradley memulai serangkaian pengamatan berikutnya menggunakan teleskopnya sendiri yang dipasang di Rectory, Wanstead. Alatnya punya kelebihan memiliki ruang pandang yang lebih besar dan dia dapat mendapatkan posisi banyak bintang selama sekitar dua puluh tahun yang lebih tepat. Selama dua tahun pertamanya di Wanstead, dia menetapkan dengan yakin keberadaan fenomena aberasi, dan ini juga memungkinkannya merumuskan seperangkat aturan yang memungkinkan penghitungan efek dari bintang manapun pada tanggal tertentu.

Perkembangan teori aberasi sunting

Bradley kemudiang mengembangkan penjelasan aberasinya pada sekitar September 1728 dan teori ini disampaikan kepada Royal Society pada pertengahan Januari tahun berikutnya. Salah satu cerita yang terkenal adalah bahwa dia melihat perubahan arah baling-baling angin dari sebuah kapal di Sungai Thames, yang tidak disebabkan oleh perubahan angin, melainkan oleh perubahan arah kapal relatif terhadap arah angin.[10] Akan tetapi, tidak ada catatan mengenai kejadian ini dalam cerita Bradley mengenai penemuannya, dan cerita tersebut kemungkinan karangan orang lain.

Berdasarkan perhitungannya, Bradley dapat memperkirakan konstanta aberasi sekitar 20.2", yang sama dengan 0.00009793 radian, dan dengan ini dapat diperkirakan laju cahaya 183.300 mil (295.000 km) per detik.[11] Dengan memproyeksikan lingkaran kecil untuk satu bintang di kutub ekliptika, dia dapat menyederhanakan penghitungan hubungan antara laju cahaya dan laju gerekan tahunan Bumi di orbitnya sebagai berikut:

 

Akibatnya, perbandingan laju cahaya terhadap laju gerakan tahunan Bumi di orbitnya adalah 10.210 berbanding satu, dan bisa disimpulkan, bahwa cahaya bergerak, atau dirambatkan dari Matahari ke Bumi dalam 8 menit 12 detik.[12]

Lihat pula sunting

Catatan sunting

Referensi sunting

  1. ^ Schaffner, Kenneth F. (1972), Nineteenth-century aether theories, Oxford: Pergamon Press, hlm. 99–117 und 255–273, ISBN 0-08-015674-6 
  2. ^ Williams, M. E. W. (1979). "Flamsteed's Alleged Measurement of Annual Parallax for the Pole Star". Journal for the History of Astronomy. 10 (2): 102–116. Bibcode:1979JHA....10..102W. doi:10.1177/002182867901000203. 
  3. ^ Bradley, James (1727–1728). "A Letter from the Reverend Mr. James Bradley Savilian Professor of Astronomy at Oxford, and F.R.S. to Dr.Edmond Halley Astronom. Reg. &c. Giving an Account of a New Discovered Motion of the Fix'd Stars.". Phil. Trans. R. Soc. 35 (406): 637–661. Bibcode:1727RSPT...35..637B. doi:10.1098/rstl.1727.0064 . 
  4. ^ a b Hirschfeld, Alan (2001). Parallax:The Race to Measure the Cosmos. New York, New York: Henry Holt. ISBN 0-8050-7133-4. 
  5. ^ Norton, John D., John D. (2004), "Einstein's Investigations of Galilean Covariant Electrodynamics prior to 1905", Archive for History of Exact Sciences, 59 (1): 45–105, Bibcode:2004AHES...59...45N, doi:10.1007/s00407-004-0085-6, diarsipkan dari versi asli tanggal 2009-01-11 
  6. ^ Richard A. Mould (2001). Basic Relativity (edisi ke-2nd). Springer. hlm. 8. ISBN 0-387-95210-1. 
  7. ^ a b c d Eppenstein 1911, hlm. 54.
  8. ^ Bradley, James; Rigaud, Stephen Peter (1832). Miscellaneous works and correspondence of the Rev. James Bradley, D.D., F.R.S. Oxford: University Press. p. 11.
  9. ^ a b Eppenstein 1911, hlm. 55.
  10. ^ a b Berry, Arthur (1961) [1898]. A Short History of Astronomy . Dover. 
  11. ^ Hoiberg, Dale H., ed. (2010). "aberration, constant of" . Encyclopædia Britannica. I: A-ak Bayes (edisi ke-15th). Chicago, IL: Encyclopædia Britannica Inc. hlm. 30. ISBN 978-1-59339-837-8. 
  12. ^ James Bradley (1729). "An account of a new discovered motion of the fixed stars". Philosophical Transactions of the Royal Society. 35: 637–661. doi:10.1098/rstl.1727.0064 . 

Pranala luar sunting