Tambang Batu Bara Ombilin

Tambang di Indonesia

Tambang Batu Bara Ombilin adalah bekas tambang batu bara di Kota Sawahlunto, tepatnya di lembah sempit di sepanjang Pegunungan Bukit Barisan, Sumatera Barat, Indonesia. Letaknya sekitar 70 kilometer (43 mi) dari timur laut Kota Padang, ibu kota provinsi. Tambang ini dikenal sebagai situs tambang batu bara tertua di Asia Tenggara dan satu-satunya tambang batu bara bawah tanah di Indonesia. Tambang ini dimiliki oleh PT Bukit Asam Tbk.[1][2][3]

Situs Tambang Batu Bara Ombilin
Situs Warisan Dunia UNESCO
KriteriaBudaya: ii, vi
Nomor identifikasi1610
Pengukuhan2019 (43)
Koordinat0°41′S 100°46′E / 0.683°S 100.767°E / -0.683; 100.767Koordinat: 0°41′S 100°46′E / 0.683°S 100.767°E / -0.683; 100.767
Tambang Ombilin, Sawahlunto sekitar tahun 1915.

Batu bara di Sawahlunto ditemukan pertama kali pada pertengahan abad ke-19 oleh Willem Hendrik de Greve. Sejak saat itu, eksploitasi batu bara dilakukan diiringi dengan pembangunan infrastruktur pendukung untuk kegiatan pertambangan. Penambangan batu bara secara signifikan mengubah lanskap Sawahlunto yang semula pedesaan menjadi situs industri.[1][2][4]

Pada 6 Juli 2019, Situs Tambang Batu Bara Ombilin secara resmi dikukuhkan sebagai Situs Warisan Dunia oleh Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa "UNESCO".[5]

Sejarah sunting

 
Pengangkutan batubara dengan troli listrik di tambang batubara Ombilin di Sawahlunto.
 
Tambang batu bara terbuka yang ada di Ombilin, sekitar 1890.

Batu bara di daerah ini ditemukan oleh insinyur Belanda Willem Hendrik de Greve pada tahun 1868. Penambangan terbuka lalu dimulai pada tahun 1892 seiring dengan rampungnya pembangunan infrastruktur pendukung berupa rel kereta api untuk mengangkut batu bara dari tambang ini ke Pelabuhan Teluk Bayur, Padang. Sebelum Indonesia merdeka, produksi batu bara di tambang ini mencapai puncaknya pada tahun 1930, dengan total produksi mencapai lebih dari 620.000 ton. Produksi batu bara di Ombilin pun dapat memenuhi 90% dari total kebutuhan energi di seantero Hindia Belanda.[2]

Mulai tahun 1942 hingga 1945, tambang ini dikendalikan oleh pemerintah pendudukan Jepang. Setelah Indonesia merdeka, mulai tahun 1945 hingga 1961, tambang ini dikelola oleh Direktorat Pertambangan. Mulai tahun 1961 hingga 1968, tambang ini dikelola oleh sebuah perusahaan negara (PN) bernama PN Tambang Batubara Ombilin.[6] Pada tahun 1968, PN Tambang Batubara Ombilin digabung dengan PN Tambang Batubara Mahakam dan PN Tambang Batubara Bukit Asam untuk membentuk PN Tambang Batubara.[7] Pada tahun 1984, status PN Tambang Batubara diubah menjadi perusahaan umum (Perum).[8] Pada tahun 1990, Perum Tambang Batubara digabung ke dalam PT Tambang Batubara Bukit Asam.[9] Produksi tambang ini pernah mencapai puncaknya pada tahun 1976 dengan total produksi sebesar 1.201.846 ton per tahun.[10]

Pada 2002, cadangan batu bara di tambang terbuka Ombilin mulai menipis. Setelah itu, hanya tambang bawah tanah yang terus beroperasi.[11] China National Technology Import-Export Corporation (CNTIC) pernah menginvestasikan $100 juta untuk tambang Ombilin.[11][12]

Pada 2008, tambang ini diperkirakan memiliki cadangan sekitar 90,3 juta ton batu bara pembuat kokas, di antaranya 43 juta ton bisa ditambang.[10] Tambang ini menghasilkan sekitar 500.000 ton batu bara setiap tahunnya.[10] Pada tahun 2019, Bukit Asam menghentikan operasinya di Ombilin.

Daya tarik wisata sunting

Saat ini, sisa-sisa kejayaan tambang di Sawahlunto dikelola untuk menggerakkan roda perekonomian kota berbasis industri pariwisata warisan budaya. Kawasan bekas tambang dihijaukan dan infrastruktur peninggalan kolonial direvitalisasi untuk tujuan wisata, di antaranya kini dijadikan kebun binatang, pacuan kuda, dan danau. Lubang bekas galian tambang diberi pencahayaan yang cukup dan pasokan udara, salah satunya Lubang Tambang Mbah Soero, untuk menarik wisatawan lokal dan asing, terutama dari Malaysia dan Singapura. Wisatawan dapat masuk dengan biaya Rp30.000 per orang.[2][10]

Galeri sunting

Lihat pula sunting

Referensi sunting

  1. ^ a b https://www.republika.co.id/berita/nasional/daerah/18/08/20/pdr94y430-pt-ba-buru-investor-lanjutkan-proyek-batu-bara-sawahlunto
  2. ^ a b c d https://www.thejakartapost.com/travel/2019/07/09/what-to-know-about-the-ombilin-coal-mine-in-sawahlunto.html
  3. ^ https://travel.kompas.com/read/2019/07/08/064729027/8-fakta-tambang-batubara-ombilin-sawahlunto-yang-baru-jadi-warisan-dunia?page=all
  4. ^ https://www.republika.co.id/berita/pendidikan/eduaction/18/12/05/pj9mei430-sawahlunto-menuju-kota-berwarisan-budaya-yang-diakui-unesco
  5. ^ Pramudy, Indriani/Yashinta Difa (6 July 2019). Suharto, ed. "Ombilin coal mine makes it into UNESCO World Heritage list". ANTARA News. 
  6. ^ "Peraturan Pemerintah nomor 92 tahun 1961" (PDF). Sekretariat Kabinet Republik Indonesia. Diakses tanggal 1 Maret 2023. 
  7. ^ "Peraturan Pemerintah nomor 23 tahun 1968" (PDF). Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. Diakses tanggal 27 Februari 2023. 
  8. ^ "Peraturan Pemerintah nomor 28 tahun 1984" (PDF). Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. Diakses tanggal 27 Februari 2023. 
  9. ^ "Peraturan Pemerintah nomor 56 tahun 1990" (PDF). Sekretariat Kabinet Republik Indonesia. Diakses tanggal 27 Februari 2023. 
  10. ^ a b c d Saleh, Khairul (2011-03-23). "From COAL MINE to tourist spot". The Jakarta Post. Diakses tanggal 2015-01-04. 
  11. ^ a b "Tambang Batubara Bukit Asam" (PDF). B-Inside International Media GmbH. 2004-11-22. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2015-01-04. Diakses tanggal 2015-01-04. 
  12. ^ PT BUKIT ASAM TO EXPLOIT COAL IN OMBILIN WITH CHINESE FIRM., April 7, 2003.

Pranala luar sunting