Ki Ageng Sela

Ayah dari Ki Ageng Ngenis
(Dialihkan dari Ki Ageng Selo)

Ki Ageng Sela atau Kiyai Ngabdurahman adalah tokoh spiritual dari Sela yang hidup di masa Kesultanan Demak. Ia dikenal dengan kesaktiannya sebagai tokoh yang mampu menaklukkan petir.

Ki Ageng
Sela
ꦯꦺꦭ
Makam Ki Ageng Sela di Grobogan
LahirBagus Songgom
Tempat tinggalSela
Nama lainKyai Abdurrahman
ZamanDemak
PendahuluKi Getas Pandawa
PenggantiKi Ageng Enis
Suami/istriNyai Bicak (Nyai Ageng Sela)
Orang tua

Awal kehidupan sunting

Ki Ageng Sela memiliki nama kecil Bagus Songgom, keturunan Ki Getas Pandawa. Ia hidup di masa Kesultanan Demak. Tepatnya pada masa kekuasaan Sultan Trenggana, awal abad ke-16. Dia lahir sekitar akhir abad-15 atau awal abad ke-16.

Ki Ageng Sela pernah ditolak menjadi anggota prajurit tamtama Kesultanan Demak. Karena dalam ujian mengalahkan banteng, dia memalingkan kepalanya, ketika akibat pukulannya, darah yang menyembur dari kepala banteng, mengenai matanya. Karena memalingkan kepalanya itu, dia dipandang tidak tahan melihat darah, dan karena itu tidak memenuhi syarat. Penolakan itu membuat Ki Ageng Sela kecewa. Bila cita-cita ini tidak dapat tercapai olehnya sendiri, maka dia mengharapkan keturunannya nanti menjadi seorang pemimpin yang pemberani.

Ki Ageng Sela bertempat tinggal di sebuah desa di sebelah timur Tawangharjo, Kabupaten Grobogan. Ia hidup berprofesi sebagai petani yang gemar memperdalam ilmu agama dan tumbuh sebagai seorang yang religius. Di kemudian hari ia benar-benar menjadi orang yang berpengaruh. Desa tempatnya tinggal bernama desa Sela. Nama Sela berkaitan dengan keberadaan bukit/gunung berapi, dan merupakan sumber banyak garam dan api abadi yang terdapat dari wilayah Grobogan. Di desa tersebut juga Ki Ageng Sela meninggal dan dimakamkan.

Menaklukkan petir sunting

Ki Ageng Sela dikenal sebagai sang penakluk petir. Kisah tersebut bermula saat Ki Ageng Sela membuka ladang. Kemudian tiba-tiba langit menjadi mendung dan mulai turun hujan, seketika itu datang petir dan kilat yang menyambar-nyambar, sehingga mengganggu kegiatan pertaniannya. Terganggu dengan hal tersebut, Ki Ageng Sela menantang petir yang berusaha mengganggunya untuk menampakkan wujudnya.[1]

Tak lama kemudian petir tersebut berubah menjadi naga dan berubah wujud berkali-kali menjadi makhluk mengerikan. Ki Ageng Sela yang merasa kesal karena dirinya diganggu oleh makhluk tersebut maka terjadi perkelahian antara keduanya diiringi petir yang menggelegar. Pada akhirnya, Ki Ageng Sela berhasil mengalahkan makhluk tersebut dan mengikatnya di sebuah pohon Gandri dan makhluk tersebut berubah menjadi kakek tua.[1]

Ki Ageng Sela pun membawa kakek tua yang terus berubah-ubah wujud tersebut ke Demak untuk dilaporkan kepada sultan. Di Demak, datanglah seorang nenek yang menyiramkan air ke tubuh kakek tersebut. Lalu, suara petir menggelegar, mendadak kakek dan nenek tersebut menghilang.[1]

Kisah tersebutlah yang membuat Ki Ageng Sela dikenal luas sebagai sang penakluk petir. Kisah Ki Ageng Sela menaklukkan petir diabadikan dalam ukiran pada lawang bledheg atau pintu Masjid Agung Demak. Sampai sekarang, pintu tersebut masih dapat disaksikan. Ukiran pada daun pintu tersebut memperhatikan motif tumbuh-tumbuhan, suluran, jambangan, mahkota mirip stupa, tumpal, camara dan dua kepala naga yang menyemburkan api.[1]

Papali Ki Ageng Sela sunting

Ki Ageng Sela merupakan tokoh yang memiliki pengaruh besar pada masyarakat. Ia memiliki suatu ajaran yang diikuti oleh masyarakat secara luas pada masanya. Ajaran itu adalah ajaran tentang filsafat hidup dan keagamaan. Sebagaimana tradisi pengajaran di tanah Jawa para santri Ki Ageng Sela mencatat dan menuliskan ajaran-ajaran yang disampaikan olehnya. Tulisan-tulisan selanjutnya menjadi pemikiran utama Ki Ageng Sela yang dikemudian hari dikenal dengan sebutan Papali Ki Ageng Sela.

Papali adalah larangan atau nasihat seorang guru kepada muridnya terkait dengan hal-hal yang dianjurkan untuk dijauhi. Nasihat lisan tersebut ditulis dan dikumpulkan oleh murid-muridnya menggunakan bahasa Jawa dalam bentuk tembang macapat. Papali Ki Ageng Sela tersebut mengajarkan tentang kesusilaan, kebatinan, dan keagamaan. Dalam merumuskan ajarannya Ki Ageng Sela menggunakan pendekatan filsafat Jawa seperti yang pernah diterapkan oleh para wali sebelumnya.

Isi papali sunting

Papali Ki Ageng Sela ini dituturkan oleh sesepuh di desa Sela yaitu Ki Pariwara mengatakan; hendaknya pesan ini dihargai karena akan membawa berkah bagi yang melaksanakan. Dan juga akan membuat selamat serta segar bugar. Kalau istilah zaman sekarang, sehat sejahtera, jauh dari segala kesulitan.

Terjemahan:

Referensi sunting

Kutipan sunting

  1. ^ a b c d Abdul Rakhim, dkk (2019)

Bacaan lanjutan sunting

  • Babad Tanah Jawi. 2007. (terj.). Yogyakarta: Narasi
  • Abdul Rakhim, dkk. 2019. Ki Ageng Selo Sang Penakluk Petir. Grobogan: Hanum Publisher
  • H.J.de Graaf dan T.H. Pigeaud. 2001. Kerajaan Islam Pertama di Jawa. Terj. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti
  • Purwadi. 2007. Sejarah Raja-Raja Jawa. Yogyakarta: Media Ilmu