Kerajaan Salawati

kerajaan di Asia Tenggara

Kerajaan Salawati adalah kerajaan Islam yang pernah berdiri di Pulau Salawati, Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat Daya. Pusat kerajaan Salawati terletak di kampung Samate yang saat ini terletak di kecamatan Salawati Utara, sehingga disebut juga dengan nama Kerajaan Samate.

Kerajaan Salawati

Kerajaan Samate
Perkiraan wilayah kekuasaan Kerajaan Salawati pada abad ke-18.
Perkiraan wilayah kekuasaan Kerajaan Salawati pada abad ke-18.
Ibu kotaSamate
Bahasa yang umum digunakanMelayu Papua (lingua franca)
Ma'ya, Samate (asli)
Agama
Islam
PemerintahanKerajaan
Fun, Kalana 
• 1873–1890
Abdul Al-Kasim
• 1900–1918
Muhammad Aminuddin Arfan
• 1918–1935
Bahar Ad-Din Arfan
Didahului oleh
kslKesultanan
Tidore
Sekarang bagian dari Indonesia
Sunting kotak info
Sunting kotak info • Lihat • Bicara
Info templat
Bantuan penggunaan templat ini

Sejarah sunting

Kerajaan Salawati didirikan oleh seorang raja yang berasal dari Waigeo yakni Fun Malaban atau Fun Tusan yang merupakan leluhur dari gelet (klan kecil) Arfan.[1][2] Dikisahkan saat fun asal Waigeo itu datang, sudah ada penguasa lokal di Pulau Salawati yang bergelar rejao atau jaja ("tuan tanah" dalam bahasa Ma'ya), yang kemudian setuju memberikan hak dan wewenang setingkat raja bagi penguasa asal Waigeo ini setelah memenangkan fasyukul pampon (pertandingan makan).[2]

Menurut cerita keluarga Abdullah Arfan, nenek moyang dinasti Arfan yang bernama Kalewan menikahi muballighah Siti Hawa Farouk yang berasal dari Cirebon, dan mengganti namanya menjadi Bayajid. Ia diyakini menjadi orang Muslim asal Papua pertama dan diperkirakan kejadian ini terjadi pada abad ke-16.[3][4] Ia juga dipercayai merupakan raja ke-4 Salawati.[5]

Salawati juga merupakan kerajaan vasal dari Kesultanan Tidore.[6] Sehingga Raja Salawati seperti leluhurnya Gurabesi memberikan sebagian upeti atau pajak bagi Kesultanan Tidore. Selain itu, Raja Salawati juga dipercayai sebagai pemungut pajak bagi daerah-daerah lain untuk Kesultanan Tidore dengan pelayaran hongi. Seperti catatan tahun 1705 yang mengatakan Sultan Tidore memperoleh upeti dari daerah utara Papua hingga Teluk Cendrawasih yang dipungut oleh Raja Salawati. Selain itu di tahun yang sama, Raja Salawati juga tercatat mengunjungi kampung di Teluk Doreri dekat Manokwari diperkirakan untuk memungut upeti.[7]

Selain itu, kegiatan kerajaan-kerajaan di Raja Ampat adalah berdagang dan merompak. Pada tahun 1653, ekspedisi sebesar 15 kapal yang berasal dari Waigeo dan Salawati menyerang Hitu yang terletak di pesisir utara Pulau Ambon untuk mendapatkan emas dan budak. Walau kejadian yang sama juga menimpa kerajaan di Raja Ampat, pada tahun 1710, ketika Raja Salawati berada di Teluk Cendrawasih, perompak asal Pulau Tidore menawan istri dan anak beserta 150 orang pengikut Raja Salawati. Ia berhasil membebaskan mereka dengan membayar 104 orang budak.[7]

Penyebaran Islam ke Pulau Misool sunting

Berbicara tentang bagaimana masuknya Islam di Pulau Misool dan Kepulauan Raja Ampat pada umumnya tidak lepas dari peran Kerajaan Salawati. Cerita berawal pada suatu hari, ketika raja di Kerajaan Salawati mengadakan acara dan mengundang semua warga termasuk warga Misool yang pada saat itu warga Misool belum menganut agama Islam sementara Raja Salawati sudah terlebih dahulu menganut ajaran Islam. Setelah acara selesai semua warga pulang ke kampung masing-masing, ada satu warga Misool pada saat itu ketiduran sehingga tidak menyadari bahwa semua teman-temannya sudah pulang, orang ini terbangun ketika orang-orang di Kerajaan Salawati membersihkan tempat tersebut dengan menyiram air. Warga yang tertinggal ini kemudian bangun dan mengejar teman-temannya kemudian menceritakan kejadian yang baru saja dialaminya. Setelah mendengar cerita temannya tersebut, sebagian dari mereka marah dan ingin menyerang Raja Salawati karena mereka berpikir Raja Salawati menganggap mereka kotor sehingga harus membersihkan bekas tempat tidur mereka dengan air, tapi sebagian yang lain mengatakan tidak perlu marah dengan kejadian ini justru dengan kejadian ini kita harus mencari dan belajar ajarannya mereka, setelah berbicara agak lama tercapailah kata sepakat bahwa semua warga Misool yang ikut dalam acara tersebut akan berangkat ke Banda untuk mempelajari ajaran yang dianut Raja Salawati.

Selang beberapa hari kemudian berangkatlah rombongan menuju Banda dengan menggunakan perahu mereka bertekad akan mempelajari ajaran yang sudah dianut oleh Raja Salawati, sampai di Banda rombongan ini sampai pada suatu tempat dimana terdapat sebuah pondok. Rombongan tiba di tempat ini Subuh. Dari kejauhan terdengar suara adzan dari dalam sebuah pondok. Perlahan-lahan rombongan mendekati pondok tersebut dan mengintip apa yang sedang dilakukan orang yang ada didalam pondok. Mereka melihat sepasang suami istri yang sedang melaksanakan shalat kemudian mereka mengintip apa yang dilakukan sepasang suami istri tersebut sambil mereka memikirkan bagaimana cara untuk bisa belajar pada kedua orang tersebut. Setelah sepasang suami istri selesai melaksanakan shalat maka rombongan tersebut masuk ke dalam rumah dan mengepung keduanya. Rombongan ini menculik sepasang suami istri ini dan dibawa ke Misool untuk mengajarkan agama mereka. Bukti keberadaan sepasang suami istri tersebut dapat disaksikan dengan adanya makam keduanya yang terdapat pada Goa Tifale.[8]

Wilayah kekuasaan sunting

 
Peta Kepulauan Raja Ampat, Samate di Pulau Salawati, ibukota Kerajaan Salawati

Wilayah kekuasaan Kerajaan Salawati meliputi wilayah yang sebagian terdapat di daerah pesisir tanah besar (Papua), Pulau Salawati bagian utara diantara Kampung Walian hingga Kampung Kalawal, sebelah timur Pulau Batanta dari Sungai Suy hingga Pulau Dayan, dan pulau-pulau kecil disekitarnya seperti Pulau Doom, Pulau Jefman, dan Pulau Senapan. Sebagian daerah di Pulau Waigeo sebelah barat Kampung Wawiyai hingga Kampung Salyo juga disebut wilayah kekuasaan raja Salawati. Di tanah besar, kekuasaan Kerajaan Salawati meliputi daerah Asbaken, Makbon di sebelah barat sampai pesisir Katimin yang terletak di sebelah selatan Kota Sorong saat ini.

Daftar penguasa sunting

 
Raja Abdul Al-Kasim, perkiraan tahun 1890-an.

Berikut ini daftar penguasa (raja) Kerajaan Salawati;

  • Abdul Al-Kasim (1873–1890)
  • Muhammad Aminuddin Arfan (1900–1918)[9][10][11]
  • Bahar Ad-Din Arfan (1918–1935)
  • Abu Al-Kasim Arfan (1935–?)[a]
  • Taher Arfan (2001–?)[1]
  • Rukunuddin Arfan (?)
  • Hery Arfan (2019–)

Catatan sunting

  1. ^ Tahun 1953 masih memerintah.[12]

Referensi sunting

  1. ^ a b Susamto, Dina (2017). "Kontestasi Politik Identitas dalam Cerita Asal-Usul Raja Ampat". Atavisme. Balai Bahasa Jawa Timur. 20 (1): 84–97. doi:10.24257/atavisme.v20i1.286.84-97. ISSN 2503-5215. 
  2. ^ a b Mansoben, Johszua Robert (1995). Sistem Politik Tradisional Di Irian Jaya. Jakarta: LIPI - RUL 1995. hlm. 232–246. ISBN 979-8258-06-1. 
  3. ^ Viartasiwi, Nino (2013). "Holding on a Thin Rope: Muslim Papuan Communities as the Agent of Peace in Papua Conflict". Procedia Environmental Sciences. Elsevier BV. 17: 860–869. doi:10.1016/j.proenv.2013.02.104. ISSN 1878-0296. 
  4. ^ Wanggai, Tony V.M. (2008) (dalam bahasa id). Rekonstruksi Sejarah Islam di Tanah Papua (Tesis). UIN Syarif Hidayatullah. https://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7292/1/Toni%20Victor%20M.%20Wanggai_Rekonstruksi%20Sejarah%20Umat%20Islam%20di%20Tanah%20Papua.pdf. Diakses pada 2022-01-30. 
  5. ^ "SEJARAH ASAL MUASAL KURABESI". Manfasramdi. 2022-08-29. Diakses tanggal 2024-02-25. 
  6. ^ "Mengenal Sejarah Kerajaan-kerajaan Islam di Papua". kumparan.com. Diakses tanggal 18 November 2022. 
  7. ^ a b Remijsen, Albert C.L. (2001). Word-prosodic systems of Raja Ampat languages. Utrecht: LOT 2001. hlm. 171–183. ISBN 90-76864-09-8. 
  8. ^ B. Mene. "Pengaruh Budaya Islam di Pulau Misool, Kabupaten Raja Ampat". jurnalarkeologipapua.kemdikbud.go.id. Diakses tanggal 22 November 2022. 
  9. ^ "Sejarah Kerajaan Salawati Sosial Ekonomi dan Politiknya". www.slideshare.net. Diakses tanggal 18 November 2022. 
  10. ^ "Landsdrukkerij". Regeeringsalmanak voor Nederlandsch-Indie voor 1903. Batavia: Dutch East Indies. 1903. hlm. 294. 
  11. ^ "Landsdrukkerij". Regeeringsalmanak voor Nederlandsch-Indie voor 1904. Batavia: Ter Lands-Drukkerij. 1904. hlm. 296. 
  12. ^ Sollewijn Gelpke, J.H.F. (1993). "On the origin of the name Papua". Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde / Journal of the Humanities and Social Sciences of Southeast Asia. Brill. 149 (2): 318–332. doi:10.1163/22134379-90003129. ISSN 0006-2294.