Kapal penjelajah Jepang Myōkō

Kapal penjelajah berat kekaisaran Jepang

Myōkō (妙高) merupakan kapal pemimpin dari kapal penjelajah berat kelas-Myōkōmilik Angkatan Laut Kekaisaran Jepang yang aktif di Perang Dunia II.[2] Namanya berasal dari Gunung Myōkō di Prefektur Niigata. Para saudarinya adalah Nachi, Ashigara, dan Haguro.[3]

Myōkō di Singapura saat akhir Perang Dunia II
Sejarah
Kekaisaran Jepang
Nama Myōkō
Asal nama Gunung Myōkō
Dipesan 1924
Pembangun Arsenal Angkatan Laut Yokosuka
Pasang lunas 25 Oktober 1924
Diluncurkan 16 April 1927
Mulai berlayar 31 Juli 1929
Dicoret 10 Agustus 1946
Nasib Sengaja ditenggelamkan di Selat Malaka, 8 Juni 1946
Ciri-ciri umum
Kelas dan jenis Kapal penjelajah kelas-Myōkō
Berat benaman 13.500 t (13.300 ton panjang)
Panjang 201,7 m (661 ft 9 in)
Lebar 20,73 m (68 ft 0 in)
Sarat air 6,32 m (20 ft 9 in)
Tenaga 130.000 shp (97.000 kW)
Pendorong
Kecepatan 36 knot (41 mph; 67 km/h)
Jangkauan 8.000 nmi (15.000 km) pada 14 kn (16 mph; 26 km/h)
Awak kapal 773 orang
Senjata
Pelindung
  • Sabuk: 100 mm (3,9 in)
  • Geladak: 37 mm (1,5 in)
  • Turet senjata: 25 mm (0,98 in)
  • Barbet: 75 mm (3,0 in)
  • Pesawat yang
    diangkut
    3 pesawat
    Fasilitas penerbangan 2 Katapel pesawat terbang
    Catatan dinas
    Bagian dari:
    • Skuadron Tempur ke-4 (1929)
    • Skuadron Tempur ke-5 (1932)
    Operasi:

    Awal karier sunting

    Myōkō lahir pada 31 Juli 1929 dan merupakan kakak sulung dari empat bersaudari kelas Myōkō. Bersama dengan adik-adiknya, ia membentuk "Sentai-4" yang menjadi bagian dari Armada Ketiga yang bermarkas di Sasebo dan berlatih sebagai satu unit sepanjang dekade 1930-an.[4] Saat Insiden Shanghai Pertama terjadi pada Februari 1932, kelas Myōkō yang harusnya mengawal pendaratan tentara Jepang ke China, harus diletakkan sebagai "cadangan" dengan munculnya keempat kapal penjelajah kelas Takao. Selain itu, mereka juga berpindah dari 'Skuadron Tempur ke-4' ke 'Skuadron Tempur ke-5'.[4]

    Masa dinas sunting

    Ketika Perang Tiongkok-Jepang Kedua meletus, Myōkō menjadi kapal bendera untuk "Sentai-9" dan berpartisipasi dalam Operasi Amoy (10-12 Mei 1938)[5] juga pada Operasi Pulau Hainan (Februari 1939).

    Pada saat penyerangan ke Pearl Harbor, Myōkō dan Nachi membentuk 'Sentai-5' dan terlibat dalam Operasi M, yaitu invasi ke wilayah selatan Filipina. Setelahnya, Myōkō bersama dengan Nachi dan Haguro terlibat dalam penutupan Pertempuran Laut Jawa tepatnya pada saat operasi pembersihan sisa-sisa unit tempur Sekutu di Hindia Belanda. Myōkō membantu Haguro menenggelamkan Exeter dan melukai parah HMS Encounter yang nantinya harus dijagal oleh rekannya sendiri.[5] Setelahnya Myōkō juga berpartisipasi dalam Pertempuran Laut Koral dan Pertempuran Midway.[5]

    Pada masa Kampanye Kepulauan Solomon, Myōkō ikut dalam operasi transportasi dan pasokan logistik tentara Jepang ke area Guadalkanal. Lalu bersama dengan Maya, ia ikut membombardir Lapangan Udara Henderson. Operasinya di wilayah itu berakhir dengan evakuasi semua tentara di wilayah Guadalkanal kembali ke Jepang. Myōkō juga membantu dalam Kampanye Kepulauan Aleut, tepatnya juga untuk proses evakuasi 11.700 tentara Jepang di wilayah itu.

    Pada bulan Mei 1943, Myōkō dan Haguro berlayar ke utara untuk membantu mengevakuasi Kiska. Di bulan Juni-nya, mereka kembali ke Sasebo untuk refit berikutnya. Myōkō dipasangi 4 x Type 96 25 mm AT/AA Gun laras ganda, dan sebuah set radar udara tipe 21.

    Beberapa pertempuran besar yang membuat Myōkō ikut ambil bagian setelahnya antara lain Pertempuran Teluk Empress Augusta, Pertempuran Laut Filipina dan Pertempuran Teluk Leyte.

    Myōkō menjadi bagian dari Armada Kurita (Kekuatan Tengah) dimana ia harus keluar dari medan pertempuran setelah terluka parah karena terkena torpedo pada saat Pertempuran Laut Sibuyan yang menewaskan Musashi. Ia pun kembali ke Singapura untuk mendapatan perbaikan darurat, lalu berencana untuk kembali ke Jepang agar perbaikannya lebih sempurna. Namun, di tengah jalan ia kembali terkena satu torpedo dari USS Bergall dan membuatnya harus dibantu Ushio (yang menghalau mundur kapal selam tersebut) untuk kembali ke Singapura.

    Nasib sunting

    Pada Februari 1945, kepala pangkalan Singapura menyatakan bahwa Myōkō bersama dengan Takao tidak bisa diperbaiki karena keterbatasan material di sana. Praktis ini membuat mereka berdua harus menghabiskan sisa hidupnya sampai Perang Dunia 2 berakhir sebagai benteng pertahanan udara mengapung. Pada tanggal 21 September 1945, Myōkō resmi diserahkan kepada Angkatan Laut Inggris dan dibawa ke Selat Malaka untuk dieksekusi mati disana bersama dengan Takao.Koordinat: 3°5′N 100°40′E / 3.083°N 100.667°E / 3.083; 100.667 Lokasinya dekat dengan tempat eksekusi I-501 dan I-502, yakni di Pelabuhan Swettenham, Malaya (sekarang Pelabuhan Klang, Malaysia).

    Catatan kaki sunting

    1. ^ Lacroix, Japanese Cruisers, hal. 808-809.
    2. ^ Jentsura, Hansgeorg (1976). Warships of the Imperial Japanese Navy, 1869-1945. Naval Institute Press. ISBN 0-87021-893-X.  hal. 81
    3. ^ Nishida, Ships of the Imperial Japanese Navy
    4. ^ a b Patton, Japanese Heavy Cruisers of World War Two, pp. 20-36
    5. ^ a b c Parshall, Tabular Record of Movement

    Referensi sunting

    Pranala luar sunting