KRI Irian (201)

kapal milik Angkatan Laut Republik Indonesia
KRI Irian
Karier (ID) Indonesia
ProduksiGalangan kapal Admiralty, Leningrad (sekarang Saint Petersburg), Severodvinsk
Mulai dibuat 19 Oktober 1949[1]
Diluncurkan 17 September 1950[1] dan bertugas di AL Uni Soviet pada 30 Juni 1952[2]
Harga Unit US$15 Juta (Rp234,38 Miliar) (1961)
Dibeli1962 dari Uni Soviet
Ditugaskan24 Januari 1963
Nama sebelumnyaOrdzhonikidze 310 (Орджоникидзе 310) (Object 055)
Status 1972, dibesituakan di Taiwan
Karakteristik umum
Berat benaman 13.600 T standar, 16.640 T beban penuh
Panjang 210 m keseluruhan, 205  m garis air
Lebar 22 m
Draft6,9 m
Tenaga penggerak2 shaft-geared turbin uap, 6 boiler, 118.100 Shaft Horsepower (Tenaga Kuda) (~125.000 Brake Horsepower)
Kecepatan 32.5 knot (60.19 km/jam)
Awak kapal 1.250 orang
Persenjataan*4x3 meriam kapal B-38/L57 Pattern 1938 152 mm
  • 6x2 meriam Model 1934/L56 100 mm dalam kubah SM-5-1
  • 18x2 pucuk meriam antipesawat udara 37 mm/67 V-11
  • 5x2 tabung torpedo kaliber 533 mm
Perisai*Sabuk kapal = 100 mm
  • Menara pengawas = 150 mm
  • Dek = 50 mm
  • Kubah = 75 mm
  • KRI Irian adalah sebuah kapal penjelajah kelas Sverdlov (Project 68-bus) milik TNI AL pada tahun 1960-an. Kapal jenis ini adalah kapal penjelajah konvensional terakhir yang dibuat untuk AL Uni Soviet, 14 kapal diselesaikan sebelum Nikita Khrushchev menghentikan program ini karena kapal jenis ini dianggap kuno dengan munculnya rudal (peluru kendali). Kapal ini adalah versi pengembangan dari kapal penjelajah kelas Chapayev.

    Desain sunting

    Kapal-kapal dari kelas Sverdlov merupakan versi dari kapal penjelajah kelas Chapayev yang sedikit diperbesar dan ditingkatkan kualitasnya. Mereka memiliki persenjataan, permesinan dan proteksi lambung yang sama dengan kapal pendahulunya (kelas Chapayev), namun dengan kapasitas bahan bakar yang lebih besar untuk jarak tepuh yang lebih jauh, lambung yang sudah dilas, peningkatan proteksi bawah air, serta penambahan perlindungan antipesawat tempur dan radar.

    Perlengkapan radar dari KRI Irian adalah:

    • 1x radar penjejak udara Big Net atau Top Trough
    • 1x radar penjejak udara High Sieve atau Low Sieve
    • 1x radar penjejak udara Knife Rest
    • 1x radar penjejak udara Slim Net
    • 1x radar navigasi Don-2 atau Neptune
    • 2x radar pengatur penembakan senjata Sun Visor
    • 2x radar pengatur penembakan meriam kapal B-38, Top Bow
    • 8x radar pengatur penembakan senjata Egg Cup
    • 2x sistem jamming elektronika Watch Dog

    Kapal Admiral Nakhimov memiliki sistem rudal antikapal SS-N-1 yang dipasang di antara kubah A dan B sebagai percobaan tahun 1957. Pemasangan ini tidak berhasil, dan Admiral Nakhimov pun dibebastugaskan lebih cepat, lalu digunakan sebagai sasaran tembak tahun 1961.

    Kapal Dzerzhinsky memiliki sistem rudal antikapal untuk rudal S-75 Dvina (kode NATO: SA-2 Guideline), menggantikan kubah-kubah di buritan antara 1960-1962. Pemasangan ini juga tidak berhasil, dan tidak ada lagi kapal lainnya yang dimodifikasi. Karena pemasangan sistem rudal diletakkan di atas dek dan S-75 sendiri berbahan bakar cair (asam/minyak tanah), hal itu akan menyebabkan bencana serius untuk kapal ketika beraksi.

    Kapal Senyavin dan Zhdanov dikonversi menjadi kapal komando tahun 1971 dengan mengganti kubah-kubah di buritan dengan akomodasi serta elektronik tambahan. Kedua kapal komando ini dilengkapi dengan landasan helikopter kecil, sebuah hangar, serta sistem rudal SA-N-4 dan 4 pucuk meriam kembar kaliber 30 mm.

    Senjata dan tenaga penggerak sunting

    Senjata artileri KRI Irian sunting

    Senjata utama dari KRI Irian adalah 4 buah turret/kubah, dimana setiap kubah berisi 3 meriam kaliber 6 inci/152 mm. Sehingga total ada 12 meriam kaliber 6 inci di geladaknya.[2]

    • 10 tabung torpedo anti kapal selam kaliber 533 mm (5x2)
    • 12 buah meriam kapal B-38/L57 Pattern 1938 kaliber 152 mm (4x3) 6 di depan, 6 di belakang)
    • 12 buah meriam multifungsi Model 1934/L56 kaliber 100 mm, ditempatkan dalam 6 kubah SM-5-1
    • 32 buah senapan otomatis anti serangan udara 37 mm/67 V-11 (18x2)

    Tenaga penggerak sunting

    Sebagai tenaga penggerak, KRI Irian mengandalkan 2 buah turbin uap TB-72 yang mendapat pasokan uap dari 6 buah ketel KV-68 dan disalurkan melalui 2 buah shaft.

    Tenaga total yang dihasilkan adalah @110.000 HP sampai 122.000 HP pada kedua shaft, tenaga ini mampu membuat kapal seberat 13.600 ton ini mencapai kecepatan maksimal 32,5 knot. Sedangkan jarak maksimal yang bisa ditempuh adalah 9000 mil laut dengan kecepatan konstan 18 knot.[2]

    Riwayat KRI Irian sunting

    KRI Irian sebelumnya adalah kapal bernama Ordzhonikidze 310 (Орджоникидзе 310) (Object 055 oleh NATO, diambil dari nama Menteri Industri Berat era Stalin, Grigory "Sergo" Ordzhonikidze) dari Armada Baltik AL Uni Soviet, kemudian dibeli oleh pemerintah Indonesia tahun 1962. Saat itu KRI Irian adalah salah satu kapal terbesar di belahan bumi selatan. Kapal ini digunakan secara aktif untuk persiapan merebut Irian Barat (operasi Trikora).

    Awal sunting

    Kapal ini dibuat di galangan kapal Admiralty, Leningrad. Peletakan lunas pertama dilakukan tanggal 9 Oktober 1949, diluncurkan tanggal 17 September 1950, dan pertama kali dioperasikan tanggal 30 Juni 1952. Kapal ini dapat menjelajah derasnya arus lautan dengan menempuh kecepayan 60.19 km per jam.

    Persiapan Pengoperasian di Indonesia sunting

    Pada 11 Januari 1961, pemerintah Uni Soviet mulai mengeluarkan instruksi kepada Biro Desain Pusat #17 untuk memodifikasi Ordzhonikidze supaya cocok beroperasi di daerah tropis. Modernisasi skala besar dilakukan untuk membuat kapal ini dapat dioperasikan pada suhu +40 °C, kelembapan 95%, dan temperatur air +30 °C.

    Tetapi perwakilan dari Angkatan Laut Republik Indonesia yang berkunjung ke kota Baltiysk menyatakan bahwa mereka tidak sanggup untuk menanggung biaya proyek sebesar itu. Akhirnya modernisasi dialihkan untuk instalasi genset diesel yang lebih kuat guna menggerakkan ventilator tambahan.

    Tanggal 14 Februari 1961 kapal ini tiba di Sevastopol, dan tanggal 5 April 1962 kapal ini memulai uji coba lautnya. Pada saat itu kru dari ALRI untuk kapal ini sudah terbentuk dan ada di atas kapal. Mekanik kapal ini, Bapak Yatijan, di kemudian hari menjadi Kepala Departemen Teknik ALRI. Begitu juga banyak dari pelaut yang lain, banyak yang dikemudian hari mampu menduduki posisi penting.

    Operasional sunting

    KRI Irian tiba di Surabaya pada 5 Agustus 1962 dan dinyatakan keluar dari kedinasan AL Uni Soviet pada 24 Januari 1963. Sebelumnya Uni Soviet tidak pernah menjual kapal dengan bobot seberat ini kepada negara lain kecuali kepada Indonesia. ALRI yang belum pernah mempunyai armada sendiri sebelumnya, belajar untuk mengoperasikan kapal-kapal canggih dan mahal ini dengan cara trial and error/coba-coba. Bulan November 1962, tercatat sebuah mesin diesel kapal selam rusak karena benturan hidraulis saat naik ke permukaan, sebuah destroyer rusak dan 3 dari 6 boiler KRI Irian rusak. Suhu yang panas dan kelembapan tinggi berefek negatif terhadap armada ALRI, akibatnya banyak peralatan yang tidak bisa dioperasikan secara optimal. Di lain pihak, kehadiran kapal ini membuat AL Kerajaan Belanda secara drastis mengurangi kehadirannya di perairan Irian Barat.

    Perbaikan sunting

    Pada 1964 kapal penjelajah ini sudah benar-benar kehilangan efisiensi operasionalnya dan akhirnya dikirim ke Vladivostok untuk perbaikan. Bulan Maret 1964, KRI Irian sampai di Pabrik Dalzavod. Para pelaut dan teknisi Soviet terkejut melihat kondisi kapal dan banyaknya perbaikan kecil yang seharusnya sudah dilakukan oleh para awak kapal ternyata tidak dilakukan. Mereka juga tertarik dengan sedikit modifikasi yang dilakukan ALRI yaitu mengubah ruang pakaian menjadi ruang ibadah (sesuatu yang tentu tidak mungkin terjadi di Uni Soviet).

    Penugasan Kembali sunting

    Setelah perbaikan selesai pada bulan Agustus 1964 kapal kembali berlayar menuju Surabaya dengan dikawal oleh kapal perusak AL Uni Soviet. Setahun kemudian (1965), terjadi peristiwa G30S di Indonesia. Kekuasaan pemerintah praktis berada di tangan Jenderal Soeharto. Perhatian Soeharto terhadap ALRI sangat berbeda dibandingkan Presiden Sukarno. Kapal ini dibiarkan terbengkalai di Surabaya, bahkan kadang-kadang digunakan sebagai penjara bagi lawan politik Soeharto.[3]

    Pensiunan sunting

    Terdapat beberapa versi tentang riwayat KRI Irian setelah peristiwa G30S:

    • Versi pertama menyebutkan bahwa tahun 1970, KRI Irian sudah sedemikian parah keadaannya hingga sedikit demi sedikit mulai dibanjiri air. Tidak ada orang yang peduli untuk menyelamatkan kapal penjelajah ini. Sehingga pada masa Laksamana Soedomo menjabat sebagai KSAL, maka KRI Irian dibesituakan (scrap) di Taiwan pada tahun 1972 dengan alasan kekurangan komponen suku cadang kronis.[4]
    • Versi kedua, menurut Hendro Soebroto, kapal perang yang dibuat sebanyak empat belas buah ini (enambelas buah lainnya dibatalkan pembangunannya) dijual ke Jepang setelah persenjataannya dipreteli. "Padahal di Tanjung Priok masih terdapat dua gudang suku cadang. Tapi karena perawatan sebelumnya di tangani orang Rusia, selepas Gestapu, kita tidak punya teknisi lagi," kata Hendro.[5]
    • Versi ketiga menyebutkan bahwa ketika dibawa untuk dibesituakan, di tengah perjalanan KRI Irian dicegat oleh kapal Uni Soviet. Versi ketiga ini adalah analisis dari penulis sendiri setelah membaca laporan dari berbagai majalah militer yang mengulas mengenai persenjataan Uni Soviet semasa Perang Dingin. Uni Soviet hanya menjual penjelajah ringan kelas Sverdlov kepada dua negara, yaitu Indonesia (1962) dan India (1989–discrap). Ada dugaan bahwa pihak yang paling tidak menginginkan apabila kelas Sverdlov jatuh ke tangan pihak Barat adalah Uni Soviet. Teori ketiga, ada kemungkinan Uni Soviet mencegat kapal tersebut dan kemudian mengambil alih dengan kesepakatan, bisa jadi dengan mengurangi sejumlah utang pembelian senjata yang belum dilunasi atau bisa jadi dengan melunaskannya. Dari ke-14 buah itu, hanya KRI Irian (Ordzhonikidze/Object 055) yang keberadaannya masih misterius.[6]

    Kru Kapal sunting

    Perwira yang pernah bertugas di atas KRI Irian adalah:

    1. Mantan Panglima TNI dan Menkopolkam di Kabinet Indonesia Bersatu, Laksamana (Purn.) Widodo AS yang saat itu menjabat sebagai Perwira Senjata pada tahun 1968.[7]
    2. dr. Kartono Mohamad, kakak kandung dari Goenawan Mohamad, pendiri Majalah Tempo. Dia dokter definitif memang untuk kapal perang ini. Ia pernah menjadi dokter di kapal penjelajah RI Irian 201 semasa bertugas di TNI-AL (1964-1975).[8]
    3. dr. Tarmizi Taher, mantan Menteri Agama di Kabinet Pembangunan VI, sebagai Perwira Kesehatan Sementara saat Paduka Yang Mulia Presiden RI Dr. Ir. H. Soekarno dalam perjalanan dari Jawa ke Makassar di KRI Irian.[9]
    4. Semua kelasi dan perwira yang berjasa sejak pendidikan di Rusia sejak pemberangkatan dari Surabaya menuju Rusia di Sevastopol hingga kembali ke tanah air baik yang menggunakan atau mengoperasikan kapal perang ini maupun yang kembali ke tanah air dengan kereta api Trans Benua Asia. Hingga kapal penjelajah ini selamat sampai tujuan di Indonesia. Mereka semua pahlawan pejuang kemerdekaan yang tidak dapat disebut satu persatu dan mereka memiliki jiwa pejuang untuk berjuang demi bangsa dan negara Indonesia secara keep silent (operasi rahasia) untuk ALRI dan gugur dengan keep silent pula. Tidak banyak diceritakan oleh mereka sebab mereka memahami bahwa dipundaknya para kru kapal penjelajah adalah hidup untuk mati demi kejayaan bangsa dan negara. Biarlah kejayaan Armada Laut Pejuang Samudera ALRI cukup mereka nikmati saat itu.[10]

    Trivia sunting

    • Ada guyonan seputar KRI Irian: "Tak ada yang ditakuti KRI Irian, termasuk Karel Doorman. Hanya satu yang menciutkan nyalinya, yaitu Haji Syukri (juragan besi loakan ternama di Surabaya)." Dan ini memang sudah disadari bahwa besi tua tersebut termasuk di dalamnya demikian benar adanya.
    • KRI Irian muncul pada Permainan daring multipemain masif World of Warships sebagai kapal premium yang bisa di beli dengan uang nyata ke dalam permainan

    Referensi sunting

    Sumber sunting

    Sumber lainnya sunting

    • Conway's All the World's Fighting Ships 1947-1995