Jembatan Pulau Balang

jembatan di Indonesia

Jembatan Pulau Balang adalah sebuah jembatan yang menghubungkan Kota Balikpapan dan Kabupaten Penajam Paser Utara, Provinsi Kalimantan Timur. Jembatan yang melintasi Teluk Balikpapan ini memiliki panjang sekitar 1.750 meter.

Jembatan pulau Balang di sisi timur pulau
Jembatan P. Balang dari sisi selatan

Jembatan tersebut akan dibangun dengan jenis konstruksi cable stayed dan pelengkung beton presstres, untuk 2007 ini adalah untuk kegiatan awal untuk mendukung pembangunan konstruksi jembatan. Direncanakan jembatan tersebut dibangun dalam dua bentang, yakni bentang pendek sepanjang 500 meter, dari Kabupaten Penajam Paser Utara ke Pulau Balang dapat dibangun dengan konstruksi jenis pelengkung beton presstres dana APBD yang diperkirakan menelan Rp336,5 miliar dan untuk 2008 akan diusulkan Rp95,96 miliar.

Sementara itu untuk bentang lainnya sepanjang 1.250 meter dari Kota Balikpapan ke Pulau Balang dengan konstruksi cable stayed diharapkan dapat ditanggulangi dengan dana APBN, sehingga diharapkan 2 bentang tersebut sudah selesai dan difungsikan pada 2010[1][rujukan rusak].

Kontroversi sunting

Namun, pembangunan Jembatan Pulau Balang yang menghubungkan Kota Balikpapan-Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU) dinilai kurang efisien.[2] Selain itu, jembatan yang dibangun Pemprov Kaltim itu dinilai akan mengancam kawasan Hutan Lindung Sungai Wain (HLSW) sekaligus memutus rantai ekosistem.[3]

Selain itu, dari segi ekonomi, proyek ini merupakan pemborosan anggaran karena jalan yang akan dibangun sebagai akses menuju jembatan terlalu panjang, yakni 100 km.[4]

Sementara itu, pihak pemerhati lingkungan melalui media mengatakan, dampak lingkungan yang akan ditimbulkan melalui pembangunan Jembatan Pulau Balang antara lain adalah terbukanya habitat buaya Sapit di Hutan Rawa Sungai Tempadung untuk di eksploitasi, penurunan populasi Lutung Dahi Putih dan Bekantan, terputusnya jalur menyebrang bagi mamalia melalui sungai, hilangnya tempat perkembangbiakan burung dan ikan, termasuk jenis Pesut, Duyung Karang dan Rumput Laut serta berpotensi besar untuk kerusakan hutan.[5]

Referensi sunting