Waduk Malahayu

danau di Indonesia

Waduk Malahayu adalah sebuah waduk yang dibangun di dekat perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Barat, tepatnya di Kecamatan Banjarharjo, Kabupaten Brebes, Provinsi Jawa Tengah, Indonesia. Awalnya, waduk ini menggenangi sebagian wilayah Desa Malahayu, Desa Cipajang, dan Desa Penanggapan, tetapi karena pendangkalan, kini secara umum waduk ini hanya menggenangi sebagian wilayah Desa Malahayu, yang juga menjadi lokasi bendungan utamanya. Waduk Malahayu berjarak ± 6 km dari pusat Kecamatan Kecamatan Banjarharjo atau 17 km dari Kecamatan Tanjung.[3]

Waduk Malahayu
Salah satu bangunan peninggalan Belanda di Waduk Malahayu. Masyarakat sekitar sering menyebutnya sebagai Turn
Salah satu bangunan peninggalan Belanda di Waduk Malahayu. Masyarakat sekitar sering menyebutnya sebagai Turn
LokasiMalahayu, Banjarharjo, Brebes, Jawa Tengah
Koordinat7°02′04″S 108°48′45″E / 7.034390°S 108.812580°E / -7.034390; 108.812580Koordinat: 7°02′04″S 108°48′45″E / 7.034390°S 108.812580°E / -7.034390; 108.812580
KegunaanIrigasi
StatusBeroperasi
Mulai dibangunDesember 1933
Mulai dioperasikanMei 1940
PemilikKementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
KontraktorPemerintah Hindia Belanda
PerancangPemerintah Hindia Belanda
Bendungan dan saluran pelimpah
Tipe bendunganUrugan
Tinggi31 m
Panjang177 m
Lebar puncak4 m
Volume bendungan218.400 m3
Ketinggian di puncak59,25 mdpl
MembendungSungai Kebuyutan
Jumlah pelimpah1
Tipe pelimpahAliran bebas
Waduk
Kapasitas normal39.880.000 m3
Kapasitas aktif38.020.000 m3[2]
Kapasitas nonaktif1.860.000 m3
Luas tangkapan63 km2
Luas genangan7 km2[1]
Peta

Pembangunan sunting

Bendungan dari waduk ini dibangun oleh pemerintah Hindia Belanda mulai bulan Desember 1933 hingga bulan Mei 1937, diawali dengan pembangunan bendungan pembantu untuk memungkinkan pembangungan bendungan utama di hilirnya.

Pada saat bendungan pembantu sedang dibangun, tinggi air sungai sempat melebihi tinggi dari bendungan pembantu, sehingga bendungan pembantu hampir runtuh akibat gerusan air sungai. Kejadian tersebut pun menghanyutkan sejumlah alat berat. Bendungan pembantu kemudian ditinggikan dengan pasir yang dikemas dalam karung, sehingga pembangunan bendungan utama dapat dilanjutkan hingga selesai.[4]

Waduk ini dibangun untuk menampung air dari Sungai Kebuyutan yang memiliki daerah aliran sungai seluas 63 km², beserta anak-anak sungainya, seperti Sungai Cimandala, Sungai Pabogohan, dan Sungai Ciomas.

Waduk ini kemudian diresmikan pada tanggal 19 Mei 1938. Pada saat itu, kapasitas waduk ini mencapai 69.000.000 m3 dan dapat mengairi lahan pertanian seluas sekitar 18.456 hektar. Namun, berdasarkan pengukuran pada tahun 1974, kapasitas waduk ini tinggal 47.000.000 m3 akibat terjadinya sedimentasi.[1]

Pemanfaatan sunting

Fungsi pemanfaatan waduk ini disamping sebagai sarana irigasi lahan pertanian wilayah Kecamatan Kecamatan Banjarharjo, Kecamatan Kersana, Kecamatan Ketanggungan, Kecamatan Losari, Kecamatan Tanjung dan Kecamatan Bulakamba juga sebagai pengendali banjir serta dimanfaatkan untuk rekreasi/ objek wisata. Di objek wisata ini dapat ditemukan panorama alam pegunungan dan perbukitan yang indah, dikelilingi hutan jati yang luas dan telah dijadikan bumi perkemahan dan wana wisata.

Berbagai fasilitas tersedia di kompleks wisata ini antara lain kolam renang anak, mainan anak, becak air, perahu pesiar, perahu dayung, panggung terbuka serta disediakan tempat parkir yang cukup luas. Pada setiap Idul Fitri diadakan Pekan Wisata dengan pentas orkes melayu/dangdut sebagai hiburan. Sementara Sedekah Waduk, dilaksanakan oleh masyarakat setempat setiap hari raya. Terkadang diadakan lomba balap perahu, lomba mancing, dan sebagainya. Penduduk setempat juga menggunakan perahu compreng untuk rekreasi air mengelilingi waduk. Ikan Mujaer goreng adalah hidangan istimewa di lokasi wisata ini. Beberapa warung makan yang mendirikan bangunan di timur waduk menyediakan ikan mujair goreng dengan harga murah.

Mitos sunting

Mitos yang hidup di masyarakat sekitar waduk ini adalah bahwa pasangan pengantin baru wajib membasuh muka dengan air waduk. Konon, pasangan yang melaksanakan hal itu akan langgeng mengarungi mahligai rumah tangga. Karena itu, hampir setiap ada pengantin baru, mereka selalu menyempatkan diri berkunjung ke lokasi tersebut. Yang unik, mereka kadang-kadang datang masih mengenakan pakaian pengantin, dengan diiringi puluhan bahkan ratusan pengiring. Tradisi ini dilaksanakan selain dipercaya mengandung berkah kelanggengan bagi pasangan itu, juga sebagai upaya tolak bala.

Lihat pula sunting

Referensi sunting

  1. ^ a b Sinaro, Radhi (2007). Menyimak Bendungan di Indonesia (1910-2006) (dalam bahasa Indonesia). Tangerang Selatan: Bentara Adhi Cipta. ISBN 978-979-3945-23-1. 
  2. ^ Badan Penelitian dan Pengembangan Pekerjaan Umum (1995). Bendungan Besar Di Indonesia (PDF). Jakarta: Departemen Pekerjaan Umum. hlm. 50. 
  3. ^ "Waduk Malahayu, Brebes Jawa Tengah"[pranala nonaktif permanen]
  4. ^ Angoedi, Abdullah (1984). Sejarah Irigasi di Indonesia. Bandung: Komite Nasional Indonesia untuk ICID.