Terompet telinga adalah sebuah alat yang menginspirasi dalam mengurangi noise dalam proses komunikasi. Proses komunikasi yang baik bukanlah proses yang terjadi satu arah melainkan proses yang terjadi dua arah. Dimana dalam proses komunikasi terdapat sender dan receiver. sender merupakan orang atau pihak yang menyampaikan pesan, sedangkan receiver adalah orang atau pihak yang menerima pesan. Agar proses komunikasi berjalan dengan baik, dimana pesan yang disampaikan diterima dengan baik oleh penerima pesan, tentu saja gangguan dalam berjalannya proses komunikasi harus dikurangi. Salah satu contoh gangguan dalam berkomunikasi adalah kondisi fisik dari pengirim maupun penerima pesan yang kurang baik. Sebagai contoh, penyakit Tuli. Seseorang yang menderita penyakit Tuli tentu saja mengalami kesulitan dalam berkomunikasi. Informasi yang disampaikan oleh pengirim pesan berupa suara atau bunyi-bunyian tentu saja tidak dapat diterima dengan baik oleh penderita penyakit ini. Namun seiring perkembangan teknologi, penderita penyakit tuli tidak perlu khawatir dengan kesulitan berkomunikasi dan merasa rendah diri dengan penyakit yang dideritanya. Bagi mereka penderita penyakit ini dapat menggunakan alat bantu dengar yang akan memberi kemudahan dalam berkomunikasi.

Sejarah sunting

Alat bantu dengar berupa terompet telinga yang tercatat dalam karya sastra Yunani Klasik oleh Homer dalam Iliad merupakan sebuah alat yang berbentuk kerucut seperti cerobong yang dirancang untuk mendapatkan energi suara dan mengarahkannya ke saluran telinga. Terompet telinga ini muncul pertama kali pada masa Yunani Kuno sekitar tahun 550 sebelum masehi. Alat ini dibuat oleh seorang penulis dan ilmuwan Yunani, yaitu Alcmaeon dari Croton. Sekitar tahun 300 Sebelum Masehi, orang Yunani kuno mengimpor kulit kerang ke Phoenicia sebagai terompet telinga. Kulit kerang yang kemudian di ubah menjadi terompet telinga ini kemudian dicat dengan warna menarik sehingga dapat dijual. Awal dari tujuan dibuatnya terompet telinga ini oleh ilmuwan yunani tersebut bukanlah sebagai alat bantu dengar bagi penderita tuli melainkan sebagai alat yang dirancang untuk membantu mendengar suara dengan jarak jauh ketika sedang berburu ataupun untuk keperluan militer. Tentu saja alat ini memberikan kemudahan dalam berkomunikasi ketika berburu atau untuk keperluan militer. Hal inilah yang kemudian menjadi inspirasi untuk mengembangkan terompet telinga sebagai alat bantu dengar untuk berkomunikasi bagi penderita tuli.

Perkembangan adopsi terompet telinga sunting

Gagasan terompet telinga kemudian dikembangkan menjadi terompet telinga modern yang lebih canggih. Terompet telinga dikembangkan sehingga dapat digunakan untuk membantu orang tuli agar dapat mendengar dan berkomunikasi dengan baik.

  • 1591-1670, terompet telinga modern dicatat dalam karya ilmuwan Belgia Jean Leurechon dalam buku Recreations Mathematiques yang kemudian diterbitkan pada tahun 1624.
  • Perajin terompet telinga pertama di Inggris adalah Bevan di London tahun 1715.
  • Pada tahun 1898, perusahaan Diktograf Amerika Serikat membuat alat bantu dengar modern yang menggunakan mikropon karbon.
  • Pada tahun 1954, alat bantu dengar yang terinspirasi dari terompet telinga memiliki bentuk yang semakin kecil sehingga dapat dipasang di gagang kacamata.
  • Pada tahun 1955, alat bantu dengar digital yang dapat dipasang di dalam telinga.
  • Pada tahun 1970-an, Professor Graeme Clark dari Melbourne mempelopori teknik implantasi alat bantu dengar yang sebelumnya dilakukan oleh Rod sauders di Melbourne, Australia.
  • Pada tahun 1984, Cochlear Implant dilakukan pertama kali di Amerika Serikat setelah adanya persetujuan dari US Federal Drug Administration (Badan POM Amerika Serikat).

Terompet telinga ini menginspirasikan pembuatan alat bantu dengar dengan tujuan agar proses komunikasi tetap berjalan lancar . Pasalnya komunikasi merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan. Perkembangan teknologi dalam bidang kesehatan menjadi sangat berkembang. Hal ini menginspirasi adanya operasi implantasi alat bantu dengar.

Implantasi alat bantu dengar sunting

Implantasi alat bantu dengar berupa koklea atau rumah siput adalah tindakan menanam elektrode untuk organ pendengaran yang berisi saraf-saraf pendengaran yang terletak di telinga dalam. Implantasi ini dilakukan kepada penderita gangguan pendengaran atau Tuli. Ketulian ini disebabkan oleh sejumlah masalah pada telinga bagian luar dan tengah, yang menghalangi bunyi sehingga tidak sampai ke bagian telinga dalam. Terhambatnya bunyi ini dapat diakibatkan oleh kotoran telinga, infeksi, penimbunan cairan, atau adanya lubang di gendang telinga. Penanganan gangguan pendengaran ini dapat dilakukan dengan operasi implantasi alat bantu dengar. Elektrode yang merupakan alat bantu dengar yang akan ditanam akan berfungsi sebagai koklea organ pendengaran. Pelaksanaan operasi pemasangan alat bantu dengar terdiri atas dua komponen, yang terdiri dari komponen luar dan komponen dalam. Komponen luar terdiri atas speech processor, mikrofon dan pemancar. Komponen dalam terdiri atas alat penerima dan elektrode yang dipasang di dalam tubuh pasien. Tahapan pertama untuk melakukan implantasi alat bantu dengra ini yaitu seleksi kandidat yang merupakan penentuan terhadap pasien apakah layak dioperasi atau tidak. Pada tahap ini akan dilakukan pemeriksaan menyeluruh meliputi aspek medis, psikologis, dan social pasien.

Teknologi ini terus dikembangkan di Indonesia. Proses operasi implantasi alat bantu dengar pertama kali di Indonesia dilakukan oleh Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo. Operasi dilakukan terhadap pasien laki-laki berumur 9 tahun. Operasi dilakukan selama 1.5 jam. Operasi ini akan optimal bila dilakukan pada pasien anak-anak yang berusia dua atau tiga tahun. Berdasarkan data yang ada bahwa penderita gangguan pendengaran sejak lahir berkisar 0.1 persen dari jumlah populasi di Indonesia. Hal ini harus segera di atasi karena perkembangan anak dalm bicara dan bahasa adalah tergantung kemampuannya untuk mendengar. Operasi ini tergolong operasi yang mahal karena paling tidak membutuhkan biaya yang berkisar antara 350 – 400 juta per orang. Dengan adanya implantasi alat bantu dengar ini para penderita gangguan telinga tidak perlu khawatir lagi dengan proses komunikasi yang akan dilakukan.

Lihat pula sunting

Referensi sunting

  • Sartika, ayu (2007)."Terompet Telinga", Depok: FISIP UI

Pranala luar sunting