Telur sebagai makanan

telur yang digunakan sebagai makanan untuk manusia
(Dialihkan dari Telur (makanan))

Telur merupakan salah satu bahan makanan hewani yang dikonsumsi selain daging, ikan, dan susu. Telur yang dikonsumsi oleh manusia umumnya berasal dari beberapa jenis unggas, seperti ayam, bebek, dan angsa. Namun, telur-telur yang lebih kecil, seperti telur ikan, kadang juga digunakan sebagai campuran dalam hidangan. Selain itu, dikonsumsi pula telur berukuran besar, seperti telur burung unta, maupun telur berukuran sedang, seperti telur penyu.

Infotaula de menjarTelur sebagai makanan
Asal
Keahlian memasakShakshouka, gado-gado, Quindim (en), Telur mata sapi dan Telur dadar
Produsenburung, Reptil dan ikan
Rincian
Jenismakanan
Bahan utamakuning telur dan putih telur
Telur mata sapi dengan di atas roti panggang. Telur yang dimasak dengan teknik ini populer dimakan sebagai sarapan di Amerika

Sebagian besar produk telur ayam yang ditujukan untuk konsumsi manusia tidak dibuahi oleh ayam pejantan. Namun, telur yang dibuahi dapat pula dimakan, meskipun tidak memiliki perbedaan kandungan nutrisi yang signifikan. Telur pasaran yang dibuahi umumnya tidak mengandung embrio yang berkembang karena disimpan dalam lemari pendingin sehingga mencegah pertumbuhan sel-sel dalam telur.

Sejarah sunting

 
Telur berlapis emas dari tahun 1900-1700 SM yang ditemukan Goa Kamares.

Telur burung telah menjadi bahan makanan berharga sejak zaman prasejarah. Domestikasi unggas petelur dari hutan tropis dan subtropis di Asia Tenggara dan subbenua India mulai dilakukan sejak tahun 7000 Sebelum Masehi.[1] Ayam dibawa ke Sumeria dan Mesir pada 1500 SM dan sampai di Yunani pada 800 SM,[2] di mana saat itu burung puyuh menjadi sumber kebutuhan telur utama.[3]

Produksi sunting

Pada 2020, produksi telur ayam dunia mencapai 77 juta ton. Tiongkok merupakan produsen telur terbesar saat itu dengan memproduksi sebanyak 35% produksi telur dunia, disusul oleh Amerika Serikat dengan (8%), India (7%), Meksiko (4%), Brazil (4%), Jepang (3%), Rusia (3%), dan Indonesia (2%).[4] Produsen besar telur umumnya dapat memasok jutaan lusin telur tiap pekannya.[5]

Sebelum didistribusikan, telur biasanya dicek kualitasnya menggunakan cahaya yang dipancarkan melaluinya. Menggunakan metode tersebut, ukuran kantung udara dan keberadaan embrio telur dapat diketahui.[6] Beberapa pemerintah di dunia juga mewajibkan telur untuk dicuci terlebih dahulu sebelum didistribusikan.[7]

Kuliner sunting

Jenis hidangan sunting

 
Telur mata sapi yang diolah dengan cara digoreng

Telur unggas dapat diolah menjadi hidangan asin dan manis dengan berbagai cara, antara lain diasinkan, direbus matang, digoreng, dan direbus setengah matang. Telur juga dapat dimakan mentah, meskipun hal ini tidak dianjurkan bagi orang-orang yang rentan terhadap bakteri Salmonella, seperti orang tua, orang sakit, maupun wanita hamil. Selain itu, protein dari telur yang matang lebih mudah dicerna oleh tubuh daripada telur mentah.[8]

Sebagai bahan makanan, bagian kuning telur merupakan pengemulsi penting dalam kegiatan memasak. Di sisi lain, bagian albumen (putih telur) dapat digunakan secara terpisah untuk membentuk busa pada hidangan-hidangan tertentu. Putih telur dapat diaerasi atau dikocok untuk mendapatkan tekstur yang empuk.

Dalam konsumsi sehari-hari, bagian cangkang telur umumnya dibuang. Namun, cangkang telur sebenarnya dapat digiling atau ditumbuk sebagai bahan tambahan pangan mengandung kalsium.[9] Beberapa resep masakan menggunakan telur yang belum sempurna dengan cara mengambilnya setelah ayam disembelih atau memasak ayam ketika telur masih berada di dalam tubuhnya.[10]

Pemasakan sunting

 
Hidangan telur goreng setengah matang.

Telur mengandung beberapa protein yang memadat (menjadi gel) pada temperatur tertentu. Kuning telur menjadi memadat pada temperatur antara 61 dan 70 °C (142 dan 158 °F). Bagian putih telur memadat pada temperatur 60 hingga 73 °C (140 hingga 163 °F). Dalam beberapa proses memasak, bagian putih telur dimasak terlebih dahulu karena harus berada dalam temperatur tinggi dalam waktu yang lebih lama daripada kuning telur.[11]

Salmonella dapat mati pada temperatur 60 °C (140 °F) apabila dimasak selama 45 menit.[12] Untuk menghindari risiko kontaminasi Salmonella, telur dapat dipasteurisasi pada temperatur 57 °C (135 °F) selama 57,5 menit. Meskipun demikian, proses ini akan meningkatkan kekentalan putih dan kuning telur.[13]

Apabila telur direbus terlalu lama, sebuah cincin berwarna kehijauan seringkali muncul di sekitar bagian kuning telur. Hal ini terjadi karena terjadi perubahan pada senyawa besi dan sulfur dalam telur.[14] Memasak telur hingga terlalu matang juga dapat merusak kualitas proteinnya.[15] Telur yang dimasak terlalu matang dapat direndam dalam air dingin untuk mencegah terbentuknya cincin kehijauan di kuning telur.[16]

Penyimpanan sunting

Penyimpanan telur yang akan dimakan sangatlah penting untuk mencegah kontaminasi bakteri Salmonella yang dapat menyebabkan keracunan parah. Telur juga dapat dibasuh terlebih dahulu untuk membersihkan cangkangnya.[17] Pakar kesehatan merekomendasikan penyimpanan telur dalam kulkas untuk mencegah pertumbuhan Salmonella.[18]

Pengawetan sunting

 
Telur bebek asin

Metode paling sederhana untuk mengawetkan telur ialah pengasinan. Garam dapat mencegah pertumbuhan bakteri dan jamur.[19] Di Tiongkok, telur asin umumnya dibuat dengan merendam telur bebek ke dalam air garam. Telur asin juga dapat dibuat dengan melapisinya menggunakan pasta garam dan lumpur atau lempung. Telur akan berhenti menyerap garam setelah satu bulan ketika mencapai kesetimbangan. Saat akhir proses pengasinan, bagian kuning telur menjadi berwarna jingga kemerahan dan menjadi padat. Meskipun demikian, bagian putih telur tetap cair dan umumnya harus direbus terlebih dahuku sebelum dikonsumsi.[19]

 
Acar telur yang diberi perwarna bit merah.

Metode pengawetan lain ialah dengan membuat acar telur. Telur yang dibuat acar harus direbus terlebih dahulu, kemudian direndam dalam cuka, garam, dan rempah-rempah (seperti jahe). Sari bit merah dapat ditambahkan untuk memberi warna merah pada telur.[19] Ketika telur direndam dalam campuran tersebut selama beberapa pekan, cuka akan melarutkan sebagian kalsium karbonat yang terkandung dalam cangkang telur sehingga dapat masuk ke putih dan kuning telur dan menghambat pertumbuhan bakteri serta jamur.

 
Bagian dalam telur bitan.

Telur bitan atau "telur seratus tahun" merupakan salah satu proses pengawetan telur dengan cara melumuri telur dengan campuran lempung, abu kayu, garam, kapur tohor, dan sekam beras selama beberapa pekan atau bulan, tergantung metode yang digunakan.[20] Setelah selesai dibuat, kuning telur akan berubah menjadi hijau gelap dan memiliki zat seperti krim beraroma kuat akibat keberadaan sulfur dan ammonia. Sementara itu, bagian putih telur menjadi jelly transparan berwarna coklat gelap dengan rasa yang tidak dominan. Perubahan pada telur bitan dipengaruhi oleh bahan alkalin yang meningkatkan pH secara perlahan.[21]

Nutrisi sunting

Telur ayam
utuh, direbus
Nilai nutrisi per 100 g (3,5 oz)
Energi647 kJ (155 kcal)
1.12 g
10.6 g
12.6 g
Tripofan0.153 g
Treonina0.604 g
Isoleusina0.686 g
Leusina1.075 g
Lisina0.904 g
Metionina0.392 g
Sistina0.292 g
Fenilalanina0.668 g
Tirosina0.513 g
Valina0.767 g
Arginina0.755 g
Histidina0.298 g
Alanina0.700 g
Asam aspartat1.264 g
Asam glutamat1.644 g
Glisina0.423 g
Prolina0.501 g
Serina0.936 g
VitaminKuantitas
%AKG
Vitamin A equiv.
19%
149 μg
Tiamina (B1)
6%
0.066 mg
Riboflavin (B2)
42%
0.5 mg
Niasin (B3)
0%
0.064 mg
Asam pantotenat (B5)
28%
1.4 mg
Vitamin B6
9%
0.121 mg
Folat (B9)
11%
44 μg
Vitamin B12
46%
1.11 μg
Kolina
60%
294 mg
Vitamin D
15%
87 SI
Vitamin E
7%
1.03 mg
Vitamin K
0%
0.3 μg
MineralKuantitas
%AKG
Kalsium
5%
50 mg
Zat besi
9%
1.2 mg
Magnesium
3%
10 mg
Fosfor
25%
172 mg
Potasium
3%
126 mg
Sodium
8%
124 mg
Seng
11%
1.0 mg
Komponen lainnyaKuantitas
Air75 g
Kolesterol373 mg

Hanya mencakup bagian yang dapat dimakan.[a] Berat telur di atas tergolong sebagai telur dengan ukuran besar di Amerika Serikat, tetapi hanya tergolong sebagai ukuran sedang di Eropa dan berukuran standar di Selandia Baru.
Pranala sumber di situs web USDA
Persen AKG berdasarkan rekomendasi Amerika Serikat untuk orang dewasa.
Sumber: USDA FoodData Central

Menurut Departemen Pertanian Amerika Serikat, telur sedang/besar seberat 50 gram mengandung sekitar 70 kilokalori (290 kJ) energi makanan dan 6 gram protein.[22]

Metode memasak dapat memengaruhi nutrisi dan dampak kesehatan telur. Sebagai contoh, telur yang direbus cenderung mengandung protein yang lebih sedikit daripada telur yang digoreng.[23][24] Telur yang direbus dapat mengandung beberapa vitamin dan mineral, seperti vitamin A, riboflavin, asam pantotenat, vitamin B12, fosforus, dan selenium.[25] Telur matang lebih mudah dicerna oleh tubuh[26] serta memiliki risiko penularan salmonelosis lebih rendah daripada telur mentah.[27]

Kandungan nutrisi telur juga dipengaruhi oleh pakan ayam petelur. Sebagai contoh, ayam petelur dapat menghasilkan telur dengan kandungan asam lemak omega-3 tinggi apabila mendapatkan pakan yang mengandung lemak tak jenuh ganda, seperti minyak ikan, biji chia, atau biji flaks.[28] Ayam yang dibiakkan secara bebas di padang rumput juga menghasilkan telur dengan kandungan asam lemak omega-3 yang relatif lebih tinggi daripada ayam yang dibiakkan di kandang.[29]

Dampak terhadap kesehatan sunting

Penelitian seputar dampak konsumsi telur terhadap kesehatan manusia menghasilkan kesimpulan yang berbeda-beda. Hal ini karena sebagian besar penelitian merupakan hasil pengamatan sehingga terdapat beberapa efek pengacau yang tidak dapat dikontrol.[30]

Kolesterol dan lemak sunting

Lebih dari setengah kalori yang terkandung dalam telur berasal dari lemak dalam kuning telur. Telur berukuran besar mengandung kuning telur yang tersusun atas 58% (4,5 gram) lemak. Sebesar 35 persen lemak dalam telur merupakan lemak jenuh (asam palmitat, stearat, dan miristat).[31] Sementara itu, bagian putih telur tersusun atas air (sekitar 90 persen) dan protein (sekitar 10 persen), tanpa mengandung (atau sangat sedikit) kolesterol dan lemak.[32]

Terdapat perdebatan mengenai risiko kesehatan akibat konsumsi kuning telur. Sebuah penelitian menyatakan bahwa konsumsi kolesterol yang terkandung dalam telur dapat meningkatkan kadar kolesterol HDL tubuh.[33] Sementara itu, penelitian lain menyatakan bahwa konsumsi telur satu kali sehari tidak tercatat meningkatkan risiko penyakit jantung bagi orang yang sehat.[34] Harold McGee berargumen bahwa peningkatan kadar kolesterol bukanlah akibat dari kolesterol dalam kuning telur, melainkan dampak dari lemak (terutama lemak jenuh) telur.[35]

Diabetes melitus tipe 2 sunting

Terdapat beberapa penelitian tentang dampak konsumsi telur terhadap risiko diabetes tipe 2 dengan hasil yang saling bertolak berlakang. Sebuah metaanalisis yang diterbitkan pada 2013 menemukan bahwa konsumsi telur meningkatkan risiko diabetes tipe dua. Pada penelitian tersebut, disebutkan bahwa orang yang mengonsumsi satu atau lebih telur per hari memiliki 42% kemungkinan lebih tinggi untuk menderita diabetes tipe dua dibandingkan orang yang tidak mengonsumsi telur sama sekali.[36]

Sebuah metaanalisis yang diterbitkan pada 2016 menyimpulkan bahwa hubungan antara konsumsi telur dengan peningkatan risiko diabetes tipe dua mungkin hanya terbatas pada penelitian-penelitian di Amerika Serikat.[37] Sebuah metaanalisis yang diterbitkan pada 2020 menemukan bahwa secara umum, tidak ada hubungan antara konsumsi telur dan risiko diabetes tipe dua. Selain itu, risiko yang ditemukan dalam penelitian-penelitian di Amerika Serikat tidak ditemukan pada penelitian-penelitian serupa di Eropa dan Asia.[38]

Kanker sunting

Sebuah metaanalisis yang terbit pada 2015 menemukan hubungan antara konsumsi tinggi telur (lima kali sepekan) dan peningkatan risiko kanker payudara.[39] Bertolak belakang dengan analisis tersebut, sebuah peninjauan yang dilakukan pada 2021 tidak menemukan hubungan antara konsumsi telur dan kanker payudara.[40]

Metaanalisis lain menemukan bahwa konsumsi telur juga mungkin meningkatkan risiko kanker ovarium.[41] Pada 2021, sebuah umbrella review juga menemukan bahwa konsumsi telur meningkatkan risiko kanker ovarium secara signifikan.[42] Metaanalisis yang terbit pada 2019 menemukan hubungan konsumsi tinggi telur dan risiko kanker sistem pernapasan atas.[43]

Risiko kardiovaskular sunting

Telur merupakan salah satu penyumbang terbesar fosfatidil kolina (lesitin) dalam makanan manusia.[44] Sebuah penelitian yang dipublikasikan di jurnal Nature menunjukkan bahwa fosfatidil kolina dapat dicerna oleh bakteri di usus dan diubah menjadi senyawa TMAO, sebuah senyawa yang sering dikaitkan dengan penyakit jantung.[45] Namun, penelitian lain menemukan bahwa diabetes melitus tipe dua dan penyakit ginjal juga menyebabkan kenaikan kadar TMAO, sehingga hubungan antara TMAO dan penyakit kardiovaskular mungkin juga diakibatkan oleh adanya efek pengacau atau kesalahpahaman sebab akibat.[46]

Pada 2013, sebuah metanalisis menemukan bahwa tidak ada keterkaitan antara konsumsi telur dan penyakit jantung atau strok.[47] Penelitian sistematis dan metanalisis yang diterbikan pada 2013 menemukan tidak adanya keterkaitan antara konsumsi telur dan penyakit kardiovaskular, tetapi menemukan bahwa konsumsi telur lebih dari sekali sehari dapat meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular pada penderita diabetes tipe dua sebesar 1,69 kali dibandingkan penderita diabetes melitus tipe dua yang tidak memakan telur lebih dari sekali sepekan.[36]

Pada 2018, sebuah metaanalisis berbasis uji klinis acak menemukan bahwa konsumsi telur dapat meningkatkan kolesterol total (TC), LDL-C, dan HDL-C dibandingkan tidak mengonsumsi telur sama sekali.[48] Pada 2020, dua metaanalisis tidak menemukan hubungan antara konsumsi telur sekali sehari dan peningkatan risiko penyakit kardiovaskular.[49][50] Sebuah umbrella review yang diterbikan pada 2020 menyimpulkan bahwa peningkatan konsumsi telur tidak berkaitan dengan risiko penyakit kardivaskular pada sebagian populasi manusia.[51]

Pada 2021, sebuah penelitian juga tidak menunjukkan hubungan antara konsumsi tinggi telur (lebih dari satu per hari) dengan peningkatan risiko penyakit kardiovaskular. Namun, penelitian tersebut menemukan hubungan konsumsi telur dengan peningkatan risiko penyakit arteri koroner.[52]

Alergi makanan sunting

Salah satu alergi makanan yang paling sering ditemukan pada anak ialah alergi akibat telur.[53] Negara-negara maju mulai memberi label peringatan pada makanan yang mengandung telur untuk mencegah terjadinya hal-hal seperti ini.[54]

Kontaminasi sunting

 
Proses pembersihan telur di sebuah peternakan di Norwegia

Kontaminasi bakteri patogenik, seperti Salmonella enteritidis, merupakan penyebab masalah kesehatan yang umumnya dikaitkan dengan kontaminasi telur. Kontaminasi telur akibat anggota genus Salmonella dapat terjadi ketika telur keluar dari kloaka unggas betina.[55] Oleh karena itu, perlu penanganan khusus untuk mencegah cangkang telur terkontaminasi oleh feses unggas. Telur di Amerika Serikat mengalami proses pencucian menggunakan larutan pembersih sesaat setelah diambil dari kandang. Risiko infeksi akibat telur mentah atau kurang matang tergantung pada kondisi sanitasi kandang ayam petelur.[56]

Pakar kesehatan menyarankan masyarakat untuk menyimpan telur yang telah dicuci ke dalam kulkas[18] dan memasaknya dengan kematangan dan temperatur yang tepat. Hal ini karena telur yang tidak matang sempurna dan proses pemasakan dengan api yang terlalu kecil tidak akan membunuh bakteri.[57] Sama seperti daging, wadah penyimpanan dan pemrosesan telur mentah harus dipisahkan dengan makanan matang untuk mencegah berpindahnya kontaminan.[58]

Sebuah penelitian yang diakukan oleh Departemen Pertanian Amerika Serikat pada 2002 menemukan bahwa masalah kontaminasi tidak separah yang mereka pikirkan. Dari 69 miliar telur yang diproduksi setahun, hanya terdapat 2,3 juta telur yang terkontaminasi oleh Salmonella—setara dengan satu dari 30.000 telur—sehingga menunjukkan bahwa infeksi Salmonella cukup jarang disebabkan oleh telur. Meskipun demikian, kasus infeksi Salmonella enteritidis dan Salmonella typhimurium menjadi salah satu kekhawatiran utama di negara lain.[59][60] Cangkang telur bertindak sebagai pelindung yang mencegah masuknya bakteri. Namun, penanganan yang tidak tepat dapat menyebabkan kontaminasi telur.

Peternakan sunting

 
Telur yang dijual di toko kelontong.
 
Telur berwarna putih dan coklat dalam sebuah wadah telur.

Sebagian besar telur ayam yang diternakkan untuk kepentingan komersial tidak mengalami pembuahan karena ayam betina dipisahkan dari pejantannya. Telur yang mengalami pembuahan dapat dimakan, tetapi tidak memiliki perbedaan nutrisi yang signifikan dibandingkan telur yang tidak mengalami pembuahan. Embrio dalam telur yang mengalami pembuahan tidak dapat berkembang karena disimpan dalam temperatur rendah dalam waktu yang lama. Namun, embrio ini seringkali dibiarkan berkembang untuk dijadikan hidangan tertentu, contohnya balut.

Mutu berdasarkan kualitas dan ukuran sunting

Departemen Pertanian A.S. menilai telur berdasarkan kualitas interior, penampilan, dan kondisi cangkangnya. Telur dengan nilai kualitas yang sama dapat memiliki berat dan ukuran yang berbeda.[61]

  • Mutu AA A.S.
    • Putih telur tebal dan menyatu; kuning telur tinggi, bulat, dan tidak cacat; serta memiliki cangkang yang bersih dan tidak rusak.
    • Telur bermutu AA dan A baik untuk digoreng dan direbus karena tempilannya yang bagus.
  • Mutu A A.S.
    • Memiliki karakteristik seperti mutu AA, tetapi bagian putih telur hanya "cukup" menyatu.
    • Mutu telur yang paling banyak dijual di toko.
  • Mutu B A.S.
    • Telur dengan bagian putih telur yang kemungkinan lebih tebal serta kuning telur yang lebih lebar dan pipih. Cangkang telur tidak rusak, tetapi dapat sedikit bernoda.
    • Kualitas telur ini umumnya jarang ditemui di toko karena umumnya digunakan untuk membuat produk-produk mengandung telur.

Telur ayam juga dinilai berdasarkan ukurannya untuk kepentingan penjualan. Beberapa telur "maxi" dapat memiliki dua kuning telur dan umumnya dijual secara khusus.[62]

Warna cangkang telur sunting

 
Telur berwarna putih, berbintik kemerahan, dan coklat.

Meskipun warna cangkang telur umumnya hanyalah masalah tampilan dan tidak memiliki pengaruh terhadap rasa atau kualitas telur,[63] tetapi hal ini menjadi masalah karena berkaitan dengan tingkat permintaan di wilayah-wilayah tertentu. Telur berwarna coklat digemari di Tiongkok, Hungaria, Irlandia, Prancis,[64] dan Britania Raya.[65] Sementara itu di Kanada, Finlandia, dan India, telur ayam berwarna putih digemari untuk keperluan rumah tangga.[64]

The New York Times melaporkan bahwa selama Perang Dunia Kedua, ibu rumah tangga di Boston menggemari telur berwarna coklat, sementara ibu rumah tangga di New York lebih memilih telur berwarna putih.[66] Pada Februari 1976, majalah New Scientist mendiskusikan masalah warna telur dengan menyatakan, "ibu rumah tangga cukup rewel dalam memilih warna telur, mereka memilih membayar lebih untuk telur berwarna coklat meskipun kualitasnya sama dengan yang berwarna putih".[67] Oleh karena itu, produsen telur harus mempertimbangkan masalah budaya dan kepentingan komersial dalam memilih ras ayam yang diternakkan.[63]

Budaya sunting

 
Hanácké kraslice, telur Paskah dari wilayah Haná, Republik Ceko.

Tradisi Paskah di beberapa tempat melibatkan penggunaan telur rebus yang diwarnai sebagai dekorasi. Tradisi serupa dapat ditemui di beberapa tempat yang terpengaruh budaya Persia. Sebelum ekuinoks musim semi dalam tradisi Tahun Baru Persia (disebut Nowruz), tiap anggota keluarga mendekorasi telur rebus dan menempatkannya dalam sebuah mangkuk.[68]

Terdapat tradisi berburu telur di Eropa Utara[69] dan Amerika Utara, yakni ketika anak-anak mencari telur Paskah yang telah disembunyikan oleh orang-orang dewasa.[70] Di Eropa Tengah, Eropa Timur, dan sebagian wilayah Inggris, telur Paskah diadu untuk mencari telur mana yang paling kuat.[71] Sejak abad ke-16, terdapat tradisi "telur menari" yang dilakukan di Barcelona dan beberapa kota Katalan ketika Pesta Copus Christi. Tradisi ini dilakukan dengan menempatkan cangkang telur di atas semburan air mancur sehingga telur melayang dan berputar.[72]

Lihat pula sunting

Catatan sunting

  1. ^ Tidak termasuk 12% bagiannya (cangkang)

Referensi sunting

  1. ^ R, Manjunath (2021). Timelines of Nearly Everything (dalam bahasa Inggris). hlm. 625. 
  2. ^ Ginenthal, Charles (2015). Pillars of the Past Volume Three (dalam bahasa Inggris). Lulu Press, Inc. hlm. 220. ISBN 978-1-329-74700-5. 
  3. ^ Hopkins, John-Bryan (2018). Foodimentary: Celebrating 365 Food Holidays with Classic Recipes (dalam bahasa Inggris). 99: Wellfleet Press. ISBN 978-1-57715-180-7. 
  4. ^ "Document card | FAO | Food and Agriculture Organization of the United Nations" (PDF). www.fao.org (dalam bahasa Inggris). hlm. 15. doi:10.4060/cb1329en. Diakses tanggal 2022-01-07. 
  5. ^ Quito, Anne (11 Mei 2017). "Target used 16,000 eggs to decorate a dinner party, in a grand display of design's wastefulness". Quartz. Diakses tanggal 6 Januari 2021. .. “eggs for art” was an unusual request but fulfilling the order was no problem because the facility handles a million dozen eggs a week 
  6. ^ Arcuri, Lauren (2021-03-17). "Learn How to Candle an Egg". The Spruce (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2022-01-07. 
  7. ^ "9 CFR § 590.515 - Egg cleaning operations". LII / Legal Information Institute (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2022-01-07. 
  8. ^ Evenepoel, P.; Geypens, B.; Luypaerts, A.; Hiele, M.; Ghoos, Y.; Rutgeerts, P. (1998). "Digestibility of Cooked and Raw Egg Protein in Humans as Assessed by Stable Isotope Techniques". The Journal of Nutrition. 128 (10): 1716–1722. doi:10.1093/jn/128.10.1716 . PMID 9772141. 
  9. ^ Bartter, Justin; Diffey, Helena; Yeung, Ying Hei; O'Leary, Fiona; Häsler, Barbara; Maulaga, Wende; Alders, Robyn (2018). "Use of chicken eggshell to improve dietary calcium intake in rural sub-Saharan Africa". Maternal & Child Nutrition (dalam bahasa Inggris). 14 (S3): e12649. doi:10.1111/mcn.12649. ISSN 1740-8709. PMC 6221107 . PMID 30332539. 
  10. ^ Loomes, Phoebe (2019-11-21). "Rare butcher's item divides foodies". news.com.au. Diakses tanggal 2022-01-24. 
  11. ^ Vega, César; Mercadé-Prieto, Ruben (2011). "Culinary Biophysics: On the Nature of the 6X°C Egg". Food Biophysics. 6 (1): 152–9. doi:10.1007/s11483-010-9200-1. 
  12. ^ Angelotti, Robert; Foter, Milton J.; Lewis, Keith H. (1961-07). "Time-Temperature Effects on Salmonellae and Staphylococci in Foods". Applied Microbiology. 9 (4): 308–315. ISSN 0003-6919. PMC 1057731 . PMID 13683564. 
  13. ^ Mead, G. C. (2005). Food Safety Control in the Poultry Industry (dalam bahasa Inggris). CRC Press. hlm. 287. ISBN 978-0-8493-3428-3. 
  14. ^ Tinkler, Charles Kenneth; Soar, Marion Crossland (1920-04-01). "The Formation of Ferrous Sulphide in Eggs during Cooking" (PDF). Biochemical Journal. 14 (2): 114–119. doi:10.1042/bj0140114. ISSN 0006-2936. PMC 1258902 . PMID 16742889. 
  15. ^ Kanegsberg, Barbara; Kanegsberg, Ed, ed. (2011). Handbook for Critical Cleaning. 2. Boca Raton: CRC Press Taylor & Francis Group. hlm. 272. doi:10.1201/b10858. ISBN 978-1-4398-2829-8. 
  16. ^ Belt, Deb (2018-03-28). "How To Make Perfect Hard-Boiled Eggs With No Green Ring". Annapolis, MD Patch (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2022-01-08. 
  17. ^ Arumugam, Nadia (25 Oktober 2012). "Why American Eggs Would Be Illegal In A British Supermarket, And Vice Versa". Forbes. Diakses tanggal 9 Januari 2022. 
  18. ^ a b Drowns, Glenn (2012-05-22). Storey's Guide to Raising Poultry, 4th Edition: Chickens, Turkeys, Ducks, Geese, Guineas, Game Birds (dalam bahasa Inggris). Storey Publishing. hlm. 281. ISBN 978-1-60342-768-5. 
  19. ^ a b c McGee, Harold (2004). On Food and Cooking: The Science and Lore of the Kitchen. Scribner. hlm. 116. ISBN 978-0-684-80001-1. 
  20. ^ Hou, H.C. (1981-04). "Hunger and Technology". Food and Nutrition Bulletin. 3 (2): 1–4. doi:10.1177/156482658100300209. ISSN 0379-5721. 
  21. ^ Teng, Fei; Bito, Tomohiro; Takenaka, Shigeo; Yabuta, Yukinori; Watanabe, Fumio (2016). "Yolk of the Century Egg (Pidan) Contains a Readily Digestible Form of Free Vitamin B12". Journal of Nutritional Science and Vitaminology. 62 (5): 366–371. doi:10.3177/jnsv.62.366. 
  22. ^ "Eggs, Grade A, Large, egg whole". U.S. Department of Agriculture: Agricultural Research Service. 2019-12-16. Diakses tanggal 2022-01-17. 
  23. ^ "Egg, whole, cooked, hard-boiled". U.S. Department of Agriculture: Agricultural Research Service. 2019-04-01. Diakses tanggal 2022-01-28. 
  24. ^ "Egg, whole, cooked, fried". U.S. Department of Agriculture: Agricultural Research Service. 2019-04-01. Diakses tanggal 2022-01-28. 
  25. ^ Berkheiser, Kaitlyn (2018-10-09). "Hard-Boiled Egg Nutrition Facts: Calories, Protein and More". Healthline (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2022-01-07. 
  26. ^ Evenepoel, P; Geypens B; Luypaerts A; et al. (October 1998). "Digestibility of cooked and raw egg protein in humans as assessed by stable isotope techniques". The Journal of Nutrition. 128 (10): 1716–1722. doi:10.1093/jn/128.10.1716 . PMID 9772141. 
  27. ^ Hennessy, Thomas W.; Cheng, Lay Har; Kassenborg, Heidi; Ahuja, Shama D.; Mohle-Boetani, Janet; Marcus, Ruthanne; Shiferaw, Beletshachew; Angulo, Frederick J.; for the Emerging Infections Program FoodNet Working Group (2004-04-15). "Egg Consumption is the Principal Risk Factor for Sporadic Salmonella Serotype Heidelberg Infections: A Case-Control Study in FoodNet Sites". Clinical Infectious Diseases. 38 (Suppl 3): S237–S243. doi:10.1086/381593. ISSN 1058-4838. 
  28. ^ Coorey R, Novinda A, Williams H, Jayasena V (2015). "Omega-3 fatty acid profile of eggs from laying hens fed diets supplemented with chia, fish oil, and flaxseed". J Food Sci. 80 (1): S180–7. doi:10.1111/1750-3841.12735. PMID 25557903. 
  29. ^ Anderson KE (2011). "Comparison of fatty acid, cholesterol, and vitamin A and E composition in eggs from hens housed in conventional cage and range production facilities". Poultry Science. 90 (7): 1600–1608. doi:10.3382/ps.2010-01289 . PMID 21673178. 
  30. ^ Zhang X; Lv M; Luo X (2020). "Egg consumption and health outcomes: a global evidence mapping based on an overview of systematic reviews". Annals of Translational Medicine. 8 (21): 1343. doi:10.21037/atm-20-4243. PMC 7723562 . 
  31. ^ Bruso, Jessica (2018-11-27). "How Fatty Is an Egg Yolk?". Healthy Eating | SF Gate (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2022-01-07. 
  32. ^ West, Helen (2018-12-13). "Egg Whites Nutrition: High in Protein, Low in Everything Else". Healthline (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2022-01-07. 
  33. ^ Weggemans, Rianne M.; Zock, Peter L.; Katan, Matijn B. (1 Mei 2001). "Dietary cholesterol from eggs increases the ratio of total cholesterol to high-density lipoprotein cholesterol in humans: a meta-analysis". Am. J. Clin. Nutr. 73 (5): 885–91. doi:10.1093/ajcn/73.5.885 . PMID 11333841. 
  34. ^ Hu, Frank B.; Stampfer, Meir J.; Rimm, Eric B.; et all (1999-04-21). "A Prospective Study of Egg Consumption and Risk of Cardiovascular Disease in Men and Women". JAMA (dalam bahasa Inggris). 281 (15): 1387. doi:10.1001/jama.281.15.1387. ISSN 0098-7484. 
  35. ^ McGee, Harold (2007-03-20). On Food and Cooking: The Science and Lore of the Kitchen (dalam bahasa Inggris). Simon and Schuster. hlm. 79. ISBN 978-1-4165-5637-4. 
  36. ^ a b Shin, Jang Yel; Xun, Pengcheng; Nakamura, Yasuyuki; He, Ka (2013-7). "Egg consumption in relation to risk of cardiovascular disease and diabetes: a systematic review and meta-analysis123". The American Journal of Clinical Nutrition. 98 (1): 146–159. doi:10.3945/ajcn.112.051318. ISSN 0002-9165. PMC 3683816 . PMID 23676423. 
  37. ^ Tamez, Martha; Virtanen, Jyrki K.; Lajous, Martin (2016-06). "Egg consumption and risk of incident type 2 diabetes: a dose–response meta-analysis of prospective cohort studies". British Journal of Nutrition (dalam bahasa Inggris). 115 (12): 2212–2218. doi:10.1017/S000711451600146X. ISSN 0007-1145. 
  38. ^ Drouin-Chartier, Jean-Philippe; Schwab, Amanda L; Chen, Siyu; Li, Yanping; Sacks, Frank M; Rosner, Bernard; Manson, JoAnn E; Willett, Walter C; Stampfer, Meir J; Hu, Frank B; Bhupathiraju, Shilpa N (2020). "Egg consumption and risk of type 2 diabetes: findings from 3 large US cohort studies of men and women and a systematic review and meta-analysis of prospective cohort studies". The American Journal of Clinical Nutrition. 112 (3): 619–630. doi:10.1093/ajcn/nqaa115. PMC 7458776 . PMID 32453379. 
  39. ^ Keum, N.; Lee, D. H.; Marchand, N.; Oh, H.; Liu, H.; Aune, D.; Greenwood, D. C.; Giovannucci, E. L. (2015-10). "Egg intake and cancers of the breast, ovary and prostate: a dose–response meta-analysis of prospective observational studies". British Journal of Nutrition (dalam bahasa Inggris). 114 (7): 1099–1107. doi:10.1017/S0007114515002135. ISSN 0007-1145. 
  40. ^ Kazemi, Asma; Barati-Boldaji, Reza; Soltani, Sepideh; Mohammadipoor, Nazanin; Esmaeilinezhad, Zahra; Clark, Cian C T; Babajafari, Siavash; Akbarzadeh, Marzieh (2021-05-01). "Intake of Various Food Groups and Risk of Breast Cancer: A Systematic Review and Dose-Response Meta-Analysis of Prospective Studies". Advances in Nutrition. 12 (3): 809–849. doi:10.1093/advances/nmaa147. ISSN 2161-8313. 
  41. ^ Zeng, Sai-tian; Guo, Liang; Liu, Shi-kai; Wang, Dong-hui; Xi, Jie; Huang, Ping; Liu, Dan-tong; Gao, Jie-fan; Feng, Jing (2015-08-01). "Egg consumption is associated with increased risk of ovarian cancer: Evidence from a meta-analysis of observational studies". Clinical Nutrition (dalam bahasa English). 34 (4): 635–641. doi:10.1016/j.clnu.2014.07.009. ISSN 0261-5614. PMID 25108572. 
  42. ^ Tanha, K., Mottaghi, A., Nojomi. (2021). "Investigation on factors associated with ovarian cancer: an umbrella review of systematic review and meta-analyses" (PDF). Journal of Ovarian Research. 14 (1): 153. doi:10.1186/s13048-021-00911-z. 
  43. ^ Aminianfar, Azadeh; Fallah-Moshkani, Roohallah; Salari-Moghaddam, Asma; Saneei, Parvane; Larijani, Bagher; Esmaillzadeh, Ahmad (2019-7). "Egg Consumption and Risk of Upper Aero-Digestive Tract Cancers: A Systematic Review and Meta-Analysis of Observational Studies". Advances in Nutrition. 10 (4): 660–672. doi:10.1093/advances/nmz010. ISSN 2161-8313. PMC 6628841 . PMID 31041448. 
  44. ^ Patterson, Kristine. "USDA Database for the Choline Content of Common Foods" (PDF). U.S. Department of Agriculture. Diakses tanggal 9 Januari 2021. 
  45. ^ Wang, Zeneng (7 April 2011). "Gut flora metabolism of phosphatidylcholine promotes cardiovascular disease". Nature. 472 (7341): 57–65. Bibcode:2011Natur.472...57W. doi:10.1038/nature09922. PMC 3086762 . PMID 21475195. 
  46. ^ Jia, Jinzhu; Dou, Pan; Gao, Meng; Kong, Xuejun; Li, Changwei; Liu, Zhonghua; Huang, Tao (September 2019). "Assessment of Causal Direction Between Gut Microbiota–Dependent Metabolites and Cardiometabolic Health: A Bidirectional Mendelian Randomization Analysis". Diabetes. 68 (9): 1747–1755. doi:10.2337/db19-0153 . PMID 31167879. Diakses tanggal 9 Januari 2022. 
  47. ^ Rong, Ying; Chen, Li; Tingting, Zhu; Yadong, Song; Yu, Miao; Shan, Zhilei; Sands, Amanda; Hu, Frank B; et al. (2013). "Egg consumption and risk of coronary heart disease and stroke: dose-response meta-analysis of prospective cohort studies". British Medical Journal. 346 (e8539): e8539. doi:10.1136/bmj.e8539. PMC 3538567 . PMID 23295181. 
  48. ^ Rouhani, Mohammad Hossein; Rashidi-Pourfard, Nafiseh; Salehi-Abargouei, Amin; Karimi, Majid; Haghighatdoost, Fahimeh (2018). "Effects of Egg Consumption on Blood Lipids: A Systematic Review and Meta-Analysis of Randomized Clinical Trials". Journal of the American College of Nutrition. 37 (2): 99–110. doi:10.1080/07315724.2017.1366878. PMID 29111915. 
  49. ^ Drouin-Chartier JP, Chen S, Li Y. (2020). "Egg consumption and risk of cardiovascular disease: three large prospective US cohort studies, systematic review, and updated meta-analysis". The BMJ. 368: m513. doi:10.1136/bmj.m513. PMC 7190072 . PMID 32132002. 
  50. ^ Godos J, Micek A, Brzostek T, Toledo E, Iacoviello L, Astrup A, Franco OH, Galvano F, Martinez-Gonzalez MA, Grosso G. (2020). "Egg consumption and cardiovascular risk: a dose-response meta-analysis of prospective cohort studies". European Journal of Nutrition. 60 (4): 1833–1862. doi:10.1007/s00394-020-02345-7 . PMID 32865658. 
  51. ^ Mah E, Chen CO, Liska DJ (October 2019). "The effect of egg consumption on cardiometabolic health outcomes: an umbrella review". Public Health Nutr. 23 (5): 935–955. doi:10.1017/S1368980019002441. PMID 31599222. 
  52. ^ Krittanawong, Chayakrit; Narasimhan, Bharat; Wang, Zhen; Virk, Hafeez Ul Hassan; Farrell, Ann M.; Zhang, HongJu; Tang, W. H. Wilson (2021-01-01). "Association Between Egg Consumption and Risk of Cardiovascular Outcomes: A Systematic Review and Meta-Analysis". The American Journal of Medicine (dalam bahasa English). 134 (1): 76–83.e2. doi:10.1016/j.amjmed.2020.05.046. ISSN 0002-9343. PMID 32653422. 
  53. ^ Allen, Clare Wendy; Campbell, Dianne Elizabeth; Kemp, Andrew Stewart (2007). "Egg allergy: Are all childhood food allergies the same?". Journal of Paediatrics and Child Health (dalam bahasa Inggris). 43 (4): 214–218. doi:10.1111/j.1440-1754.2007.00996.x. ISSN 1440-1754. 
  54. ^ Food allergen labelling and information requirements under the EU Food Information for Consumers Regulation No. 1169/2011: Technical Guidance (PDF). Food Standards Agency. April 2015. hlm. 22–23. 
  55. ^ Gast, R.K.; Holt, P.S.; Murase, T (2005-04). "Penetration of Salmonella enteritidis and Salmonella heidelberg into egg yolks in an in vitro contamination model". Poultry Science. 84 (4): 621–625. doi:10.1093/ps/84.4.621. ISSN 0032-5791. 
  56. ^ Salihu, M. D.; Garba, B.; Isah, Y. (2015). "Evaluation of microbial contents of table eggs at retail outlets in Sokoto metropolis, Nigeria". Sokoto Journal of Veterinary Sciences (dalam bahasa Inggris). 13 (1): 22–28. doi:10.4314/sokjvs.v13i1.4. ISSN 1595-093X. 
  57. ^ Heritage, J.; Evans, E. G. V.; Evans, Glyn; Killington, R. A. (1999-06-28). Microbiology in Action (dalam bahasa Inggris). Cambridge University Press. hlm. 89. ISBN 978-0-521-62912-6. 
  58. ^ "Safe handling of raw egg products". ww2.health.wa.gov.au. Environmental Health Directorate. 2021-03-03. Diakses tanggal 2022-01-10. 
  59. ^ Kimura, Akiko C.; Reddy, Vasudha; Marcus, Ruthanne; Cieslak, Paul R.; Mohle‐Boetani, Janet C.; Kassenborg, Heidi D.; Segler, Suzanne D.; Hardnett, Felicia P.; Barrett, Timothy (2004-04-15). "Chicken Consumption Is a Newly Identified Risk Factor for SporadicSalmonella entericaSerotype Enteritidis Infections in the United States: A Case‐Control Study in FoodNet Sites". Clinical Infectious Diseases. 38 (s3): S244–S252. doi:10.1086/381576. ISSN 1058-4838. 
  60. ^ Little, C. L.; Surman-Lee, S.; Greenwood, M.; Bolton, F. J.; Elson, R.; Mitchell, R. T.; Nichols, G. N.; Sagoo, S. K.; Threlfall, E. J. (2007). "Public health investigations of Salmonella Enteritidis in catering raw shell eggs, 2002–2004". Letters in Applied Microbiology (dalam bahasa Inggris). 44 (6): 595–601. doi:10.1111/j.1472-765X.2007.02131.x. ISSN 1472-765X. 
  61. ^ Egg-Grading Manual (PDF). United States Department of Agriculture. Juli 2000. hlm. 27–30. 
  62. ^ Merwin, Hugh (25 November 2014). "Noticed November 25, 2014 10:00 a.m. You Can Now Buy Double-Yolk Eggs by the Dozen". Grub Street. Diakses tanggal 18 Januari 2022. 
  63. ^ a b Munn, Dorothy (29 Desember 2013). "Why are chicken eggs different colors?". MSU Extension (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 24 Januari 2022. 
  64. ^ a b Bichell, Rae Ellen (2014-09-11). "Why The U.S. Chills Its Eggs And Most Of The World Doesn't". NPR (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2022-01-24. 
  65. ^ McDougal, Tony (18 Juni 2021). "Largest UK retailer expands white egg offering to consumers". PoultryWorld (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 24 Januari 2022. 
  66. ^ "According to One Authority That Month Provides the Best Even After Cold Storage" (PDF). New York Times. 21 Desember 1919. Diakses tanggal 24 Januari 2022. 
  67. ^ A Blue Story. New Scientist. Reed Business Information. 1976. hlm. 449. Diakses tanggal 24 Januari 2022. 
  68. ^ Fulton, April; Ardalan, Davar (2016-03-20). "Nowruz: Persian New Year's Table Celebrates Spring Deliciously". NPR (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2022-01-25. 
  69. ^ "German traditions include Easter fires, egg hunts, lamb-shaped cakes". www.army.mil (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2022-01-25. 
  70. ^ "What's with the bunny and the eggs? Easter traditions explained". www.cbsnews.com (dalam bahasa Inggris). 20 April 2014. Diakses tanggal 25 Januari 2022. 
  71. ^ "Jarpers vie for egg-bashing title" (dalam bahasa Inggris). 13 April 2009. Diakses tanggal 25 Januari 2022. 
  72. ^ Brown, Jules; Guides, Rough (2014). The Rough Guide to Barcelona (dalam bahasa Inggris). Rough Guides UK. hlm. 50. ISBN 978-1-4093-5421-5. 

Pranala luar sunting