Surya Majapahit

artikel daftar Wikimedia

Surya Majapahit (terj. Matahari Majapahit) adalah lambang yang kerap ditemukan di reruntuhan bangunan yang berasal dari masa Majapahit. Lambang ini mengambil bentuk Matahari bersudut delapan dengan bagian lingkaran di tengah menampilkan dewa-dewa Hindu. Lambang ini membentuk diagram kosmologi yang disinari jurai Matahari khas "Surya Majapahit",[1] atau lingkaran Matahari dengan bentuk jurai sinar yang khas. Karena begitu populernya lambang Matahari ini pada masa Majapahit, para ahli arkeologi menduga bahwa lambang ini berfungsi sebagai lambang Negara Majapahit. Surya Majapahit dapat terlihat juga disusun sesuai arah mata angin atau kosmogoni.[2]

Diagram Surya Majapahit menampilkan tata letak para dewa Hindu di sembilan arah penjuru utama mata angin.

Sejarah sunting

Terdapat 4 lambang kerajaan Majapahit yang digunakan dalam kurun waktu 1293–1478 M.[3] Lambang tersebut antara lain sebagai berikut:

Masa Raden Wijaya hingga Jayanegara (1293–1328 M) sunting

Lambang pertama yang dibuat pada masa pemerintahan Raden Wijaya (1293–1309 M). Lambang yang memiliki bentuk matahari yang memancarkan sinarnya dengan sempurna ke segala arah, terdapat ornamen Dewa Siwa ditengah dengan berbusana perang sedang menunggang kuda. Lambang ini kental dengan pengaruh agama Hindu Buddha saat transisi dari kerajaan Singhasari ke kerajaan Majapahit. Lambang ini digunakan kembali saat pemerintahan Jayanegara (1309–1328 Masehi).

Masa Tribuwanattunggadewi hingga Wikramawardhana (1328–1406 M) sunting

Lambang kedua memiliki bentuk 8 dewa yang setingkat menguasai arah dan berporos dan dewa Siwa sebagai penentu utama, sinar matahari diubah hanya bersudut delapan sesuai arah mata angin. Arah Utara-Timur-Selatan-Barat mempunyai sinaran lebih pendek mempunyai arti raja penguasa arah tersebut (ditinjau dari pusat ibukota) difungsikan sebagai penyangga kekuatan ibukota (kebijakan dalam negeri), sedangkan 4 raja dengan arah lainnya mempunyai sinaran lebih panjang sebagai arah raja yang mengelola manajemen logistik ekspedisi penyatuan nusantara dan perdagangan (kebijakan luar negeri). Lambang kedua ini yang paling dikenal sebagai lambang kerajaan Majapahit, karena yang paling banyak tersebar di nusantara hingga mancanegara guna menyatukan wilayah Nusantara.

Masa Wikramawardhana (1406–1428 M) sunting

Lambang ketiga ada setelah Perang Regreg terjadi, yaitu tahun 1406 Masehi. Jumlah sinar diubah dari 8 penjuru 56 menjadi 10 penjuru (8 Raja bawahan dan 2 elemen) yang keputusan utamanya diwakili raja utama sebagai pusat pemerintahan. Ada istilah “Treseping Madu Trahing Kusumo” karena raja bukanlah keturunan langsung, maka elemen dewa tidak bisa digambarkan mewakilinya, maka gambaran dewa dihilangkan dan diganti lambang kekuasaan utama “Wilwatikta Jayati” (Wilwatikta yang berjaya) ditengah poros lingkarannya.

Masa Suhita hingga Bhre Wirabumi (1429–1478 M) sunting

Lambang keempat ini memiliki ciri yakni jumlah sinar pada Surya Majapahit ini diubah kembali dan menjadi 16 (enam belas) sinar, yang mewakili 8 keluarga dinasti Rajasa pada lingkaran bagian dalam dan 8 keluarga dinasti Brawijaya pada lingkaran bagian luarnya.

Dewa-dewa Hindu sunting

Bentuk paling umum dari Surya Majapahit terdiri dari gambar sembilan dewa dan delapan berkas cahaya Matahari. Lingkaran di tengah menampilkan sembilan dewa Hindu yang disebut Dewata Nawa Sanga. Dewa-dewa utama di bagian tengah ini diatur dalam posisi delapan arah mata angin dan satu di tengah. Dewa-dewa ini diatur dalam posisi:

Dewa-dewa pendamping lainnya terletak pada lingkaran luar Matahari dan dilambangkan sebagai delapan jurai sinar Matahari:

Lambang ini digambar dalam berbagai variasi bentuk, seperti lingkaran dewa-dewa dan sinar Matahari, atau bentuk sederhana Matahari bersudut delapan, seperti lambang Surya majapahit yang ditemukan di langit-langit Candi Penataran.[4] Dewa-dewa ini diatur dalam bentuk seperti mandala. Variasi lain dari Surya Majapahit berupa Matahari bersudut delapan dengan gambar dewa Surya di tengah lingkaran tengah mengendarai kuda atau kereta perang. Ukiran Surya Majapahit biasanya dapat ditemukan di tengah langit-langit Garbhagriha (ruangan tersuci) dari beberapa candi seperti Candi Bangkal, Sawentar, dan Candi Jawi. Ukiran Surya Majapahit juga kerap ditemukan pada stella, ukiran Halo atau Aura, pada bagian belakang kepala arca yang dibuat pada masa Majapahit. Ukiran ini juga ditemukan di batu nisan yang berasal dari masa Majapahit, seperti di Trowulan.

Lihat juga sunting

Referensi sunting

  1. ^ Bullough Nigel, (1995). Historic East Java, Remains in Stone, 50th Anniversary of Indonesia Commemorative Edition. Jakarta: ADLine Communications. hlm. 109. 
  2. ^ Paramita, Widyantari Dyah , 2016. “Pendidikan Karakter Dalam Lambang Surya Majapahit". Skripsi. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta
  3. ^ Endarto, Deddy (2012). "Lambang Kerajaan WILWATIKTA (Majapahit)". Wilwatikta Online Museum. Diakses tanggal 17 November 2021. 
  4. ^ Bullough Nigel, (1995). Historic East Java, Remains in Stone, 50th Anniversary of Indonesia Commemorative Edition. Jakarta: ADLine Communications. hlm. 91.