Spandex

serat sintetis elastis

Spandex, Lycra, atau elastane adalah sebuah serat sintetis yang terkenal karena elastisitasnya. Spandex adalah sebuah kopolimer polieter-poliurea yang diciptakan pada tahun 1958 oleh Joseph Shivers di Laboratorium Benger milik DuPont di Waynesboro, Virginia.[1][2][3][4][5]

Pemain bola voli asal Amerika, Cynthia Barboza memakai celana spandex

Nama "spandex" merupakan anagram dari kata "expands".[6] Nama spandex umum digunakan Amerika Utara, namun di Eropa, serat ini lebih sering disebut sebagai "elastane", antara lain élasthanne (Prancis), Elastan (Jerman, Swedia), elastano (Spanyol), elastam (Italia) dan elastaan (Belanda), serta lebih dikenal dengan nama Lycra di Britania Raya, Irlandia, Portugal, Spanyol, Amerika Latin, Australia, Selandia Baru, dan Israel. Nama merek spandex antara lain Lycra (dibuat oleh The Lycra Company, sebelumnya salah satu divisi dari Invista), Elaspan (juga Invista), Acepora (Taekwang Group), Creora (Hyosung), INVIYA (Indorama Corporation), ROICA, Dorlastan (Asahi Kasei), Linel (Fillattice[7]), dan ESPA (Toyobo).

Penemuan sunting

Ilmuwan tekstil DuPont, Joseph C. Shivers bertekad untuk menemukan sebuah serat baru guna menggantikan karet di garmen. Ia lalu membuat terobosan pada awal dekade 1950-an, saat ia menggunakan sebuah zat perantara untuk memodifikasi poliester Dacron.[8] Modifikasi tersebut pun menghasilkan sebuah serat elastis yang dapat menahan suhu tinggi. Setelah hampir satu dekade melakukan riset, serat tersebut berhasil disempurnakan pada tahun 1959. Awalnya disebut Fiber K, DuPont lalu memilih nama Lycra untuk menjadi merek serat spandex buatannya.[9]

Produksi sunting

Serat spandex di bawah sebuah mikroskop cahaya (iluminasi cahaya terpolarisasi silang, pembesaran 100x)
Serat spandex

Serat spandex dapat diproduksi dengan empat cara, yakni ekstrusi leleh, pemintalan reaksi, pemintalan kering larutan, dan pemintalan basah larutan. Semua metode tersebut dimulai dengan mereaksikan monomer untuk menghasilkan prepolimer. Setelah terbentuk, prepolimer direaksikan dalam berbagai cara dan ditarik keluar untuk menghasilkan spandex.

 
Sintesis poliuretan, THF digunakan dalam produksi spandex, bukannya etilen glikol

Metode pemintalan kering larutan digunakan untuk memproduksi lebih dari 94,5% serat spandex di dunia,[10] dan metode tersebut memiliki lima tahap, yakni:

  • 1. Memproduksi prepolimer. Dilakukan dengan cara mencampur monomer diisosianat dengan makroglikol. Keduanya dicampur di dalam sebuah tempat reaksi untuk menghasilkan prepolimer. Rasio glikol terhadap diisosianat umumnya adalah 1:2.[10]
  • 2. Prepolimer direaksikan dengan diamin dalam jumlah yang sama. Reaksi ini dikenal dengan nama reaksi ekstensi rantai. Larutan yang dihasilkan kemudian diencerkan dengan sebuah pelarut (DMAc) untuk menghasilkan larutan pemintalan. Pelarut berfungsi untuk membuat larutan lebih tipis dan lebih mudah ditangani, sehingga dapat dipompa ke sel produksi serat.
  • 3. Larutan pemintalan dipompa ke sebuah sel pemintal silindris, di mana larutan tersebut diubah menjadi serat. Pada sel tersebut, larutan polimer dipaksa melewati sebuah plat logam yang disebut spinneret. Sehingga larutan dapat sebaris dalam untaian polimer cair. Saat melewati sel, untaian tersebut dihangatkan dengan nitrogen dan gas pelarut. Proses ini membuat polimer cair bereaksi secara kimia dan membentuk untaian yang kuat.[10]
  • 4. Saat serat tersebut keluar dari sel, sejumlah untaian diikat untuk menghasilkan ketebalan yang diinginkan. Tiap serat spandex terbuat dari sejumlah serat kecil yang menempel satu sama lain, karena sifat lengket alami dari permukaan serat tersebut.[10]
  • 5. Serat yang dihasilkan kemudian diberi agen, yang dapat berupa magnesium stearat atau polimer. Pemberian agen ini berfungsi untuk mencegah serat tersebut menempel dan membantu produksi tekstil. Serat tersebut kemudian dipindah dengan serangkaian penggulung ke sebuah kumparan.
 
Pesepeda memakai sepasang celana spandex dan seragam bersepeda

Peran di mode sunting

Pasca Perang Dunia II, Departemen Serat Tekstil DuPont yang dibentuk pada tahun 1952, menjadi departemen yang paling populer, karena mendominasi pasar serat sintetis di seluruh dunia.[11] Pada saat itu, wanita muncul sebagai kelompok konsumen yang signifikan, karena membutuhkan pakaian dalam dan kaos kaki.[11] DuPont pun mengadakan riset pasar untuk mengetahui apa yang diinginkan oleh wanita dari tekstil, agar dapat mengembangkan serat yang sesuai dengan kebutuhan wanita, termasuk serat yang lebih baik untuk korset wanita, yang pada saat itu umumnya terbuat dari karet. DuPont lalu tertarik untuk mengembangkan sebuah serat elastis sintetis pada dekade 1930-an, yang kemudian disempurnakan oleh Joseph Shivers pada tahun 1959. Sifat transformatif dari spandex memungkinkannya untuk digabung ke garmen lain, selain korset dan pakaian dalam. DuPont kemudian meluncurkan kampanye iklan untuk merek Lycra, dengan menyewa banyak ruang iklan di majalah wanita terkemuka, seperti Vogue, Glamour, Harper's Bazaar, Mademoiselle, McCalls, Ladies Home Journal, dan Good Housekeeping.[11] Audrey Hepburn membantu memperkenalkan merek Lycra baik di depan maupun di belakang kamera pada akhir dekade 1950-an, yang kemudian diikuti sejumlah model dan aktris seperti Joan Collins dan Anne-Margret yang berpose dengan menggunakan pakaian berbahan Lycra untuk sampul majalah ataupun pemotretan.[12]

Pada pertengahan dekade 1970-an, penjualan korset mulai turun karena munculnya pergerakan kebebasan wanita. Korset terasosiasi dengan anti-kebebasan dan identik dengan zaman dulu.[11] DuPont belum siap untuk meninggalkan pasar yang sebelumnya sangat siginifikan bagi mereka, sehingga DuPont mereposisi Lycra sebagai pakaian kebugaran aerobik yang mulai populer pada dekade 1970-an.[11] Ekspansi lebih lanjut terjadi pada Olimpiade Musim Dingin 1968, saat tim ski Prancis menggunakan pakaian berbahan Lycra.[13] Hal tersebut pun membuat Lycra makin populer sebagai pakaian olahraga, karena bahannya fleksibel dan ringan. Serat tersebut juga makin populer sebagai bahan celana separuh paha untuk pesepeda.[13] Pada dekade 1980-an, tren kebugaran mencapai puncak popularitasnya dan para selebritas mulai menggunakan celana pendek di luar rumah.[14] Spandex terbukti sangat populer, sehingga pada tahun 1987, DuPont kesulitan memenuhi permintaan dari seluruh dunia. Pada dekade 1990-an, sejumlah varian pakaian yang terbuat dari spandex terbukti populer, salah satunya pakaian pembentuk tubuh yang dijual dengan merek Bodyslimmers. Pada dekade tersebut, kaos, celana pendek, gaun, dan bahkan sepatu pun dibuat dengan campuran spandex, dan peritel seperti Banana Republic menggunakan spandex sebagai bahan baku pakaian pria.[14]

Penggunaan sunting

Elastisitas dan kekuatan spandex (dapat direntangkan hingga lima kali panjang aslinya) membuatnya dipakai sebagai bahan untuk berbagai macam garmen, terutama garmen ketat. Keunggulan spandex adalah kekuatan dan elastisitasnya yang besar, serta kemampuannya untuk kembali ke bentuk semula setelah direntangkan dan dapat lebih cepat kering daripada serat biasa. Untuk pakaian, spandex biasanya dicampur dengan katun atau poliester, dan biasanya spandex hanya dalam jumlah kecil, sehingga tidak terlalu tampak di hasil akhirnya. Di Amerika Utara, spandex lebih umum digunakan oleh wanita. Diperkirakan pada tahun 2010, sebanyak 80% pakaian yang dijual di Amerika Serikat mengandung spandex.[15]

Tipe garmen yang mengandung spandex antara lain:

Dampak lingkungan sunting

Saat ini, sebagian besar pakaian yang mengandung spandex berakhir sebagai limbah yang tidak dapat didaur ulang, karena pakaian yang mengandung spandex sulit untuk didaur ulang.[16] Sehingga berkontribusi menyebabkan polusi lingkungan.

Referensi sunting

  1. ^ Templat:US Patent, "Segmented copolyetherester elastomers" filed May 29, 1958, issued Feb 27, 1962
  2. ^ Flynn, Elizabeth and Patel, Sarah (2016) The Really Useful Primary Design and Technology Book: Subject Knowledge and Lesson Ideas New York: Routledge. p.86. ISBN 9781317402565
  3. ^ Teegarden, David M. (2004) Polymer Chemistry: Introduction to an Indispensable Science NSTA Press. p.149. ISBN 9780873552219
  4. ^ Editors of Time-Life (2016) TIME-LIFE American Inventions: Big Ideas That Changed Modern Life Time-Life Books. ISBN 9781683306313
  5. ^ Moskowitz, Sanford L. (2016) Advanced Materials Innovation: Managing Global Technology in the 21st Century Wiley. ISBN 9780470508923
  6. ^ Kadolph, Sara J. (2010) Textiles. Pearson. ISBN 9780135007594
  7. ^ https://www.textileworld.com/textile-world/features/2000/03/fillattice-stretches-its-reach-globally/
  8. ^ "Wayback Machine" (PDF). 2013-12-03. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2013-12-03. Diakses tanggal 2018-11-26. 
  9. ^ "WHAT'S THAT STUFF? - SPANDEX". pubs.acs.org. Diakses tanggal 2018-12-06. 
  10. ^ a b c d "How spandex is made" from How Products Are Made
  11. ^ a b c d e O'Connor, Kaori (2008), "CHAPTER ELEVEN. The Body and the Brand: How Lycra Shaped America", Producing Fashion, University of Pennsylvania Press, doi:10.9783/9780812206050.207, ISBN 9780812206050 
  12. ^ Clark, Meaghan. "What Came First: The Yoga Pant Or The Skinny Jean?". www.refinery29.com (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2018-12-11. 
  13. ^ a b The Sydney Morning Herald, Lycra: a brief history, diakses tanggal 2018-12-11 
  14. ^ a b "Spandex - Fashion, Costume, and Culture: Clothing, Headwear, Body Decorations, and Footwear through the Ages". www.fashionencyclopedia.com. Diakses tanggal 2018-12-11. 
  15. ^ Marisa Penaloza (2011-12-11). "Spandex Stretches To Meet U.S. Waistlines". NPR. Diakses tanggal 2012-01-17. 
  16. ^ Yunjie Yin; Donggang Yao; Chaoxia Wang; Youjiang Wang (2014). "Removal of spandex from nylon/spandex blended fabrics by selective polymer degradation". Textile Research Journal. Textile Research Journal, Volume 84, Issue 1, January 2014. 84: 16–27. doi:10.1177/0040517513487790. 

Pranala luar sunting