Slavofilisme adalah nama suatu aliran atau paham yang berkembang di Rusia mulai tahun ± 1830 yang menolak segala macam pembaharuan yang berasal dari Eropa Barat.[1] Aliran ini bertentangan dengan aliran Barat yang berpegang pada rasionalisme dan individualisme.[1] Menurut Slavofilisme, peradaban Barat akan membawa kekejaman dan kelaliman yang menghancurkan peradaban manusia. Terhadap rasionalisme, aliran ini berpegang pada kebenaran agama yang ortodoks.[1] Untuk menangkal bahaya individualisme, penganutnya berpegang pada ajaran tentang rasa persaudaraan yang dijarkan menurut tradisi Kristen atau Kristus.[1] Aliran ini akhirnya menimbulkan nasionalisme yang bercorak konservatif dan reaksioner.[1] Salah seorang penganutnya yang terkenal adalah Fyodor Dostoyevsky.[1] Ketika paham ini berkembang, Rusia sedang mengalami kebangkitan nilai-nilai agama, budaya, dan kemasyarakatan yang ingin mereka pertahankan, yaitu terkait dengan nilai harmonisasi dan kedekatan relasi antar manusia.[2] Mereka juga membandingkan dengan kondisi banga Barat yang menurut mereka mengalami "kebangkrutan nilai" dalam masyarakatnya.[2] Salah satunya ditujukkan dengan adanya peristiwa perang yang mengakibatkan penderitaan di Barat.[2] Paham ini diusung oleh tokoh-tokoh rusia yang mencita-citakan bentuk pemerintahan otokrasi.[2]

Aleksey Khomyakov salah satu pengusung paham Slavofilisme, 1842
Seorang tahanan laki-laki kurus yang menderita gizi buruk di Kamp konsentrasi Italia di pulau Rab (sekarang Kroasia). Tempat tahanan terbanyak bangsa Slavia

Rujukan sunting

  1. ^ a b c d e f (Indonesia)Hassan Shadily & Redaksi Ensiklopedi Indonesia (Red & Peny)., Ensiklopedi Indonesia Jilid 6 (SHI-VAJ). Jakarta: Ichtiar Baru-van Hoeve, hal. 3221
  2. ^ a b c d (Inggris)Encyclopedia Britannica: Slavophile