Serasah atau sarap[butuh rujukan] adalah istilah yang diberikan untuk sampah-sampah organik yang berupa tumpukan dedaunan kering, rerantingan, dan berbagai sisa vegetasi lainnya di atas lantai hutan atau kebun yang sudah mengering dan berubah dari warna aslinya. Serasah kebanyakan memiliki senyawa berbasis karbon. Serasah yang telah membusuk (mengalami dekomposisi) berubah menjadi humus (bunga tanah) dan akhirnya menjadi tanah. Pengomposan serasah memiliki peranan penting dalam mengembalikan karbon dalam siklus karbon.

Serasah di dasar hutan

Produksi serasah sunting

pohon adalah penghasil serasah yang cukup besar dan berperan penting dalam menjaga dan mengembalikan kesuburan tanah. berbeda dengan sistem penanaman tunggal, pohon dalam sistem agroforestri dapat meningkatkan kandungan bahan organik tanah dengan menambahkan jumlah input bahan organik di atas maupun di bawah permukaan tanah[1][2]. Serasah dari pohon dalam sistem agroforestri berguna sebagai faktor penting yang berkontribusi terhadap kualitas tanah. Unsur hara dari serasah berperan penting dalam menjaga kesuburan tanah dan produktivitas primer ekosistem hutan[3]. Akumulasi serasah akan menyediakan habitat dan sumber makanan bagi mikro dan makro invertebrata yang merupakan dasar penting dalam rantai makanan[4].

Ekosistem kecil sunting

Lapisan serasah juga merupakan dunia kecil di atas tanah dan menyediakan tempat hidup bagi berbagai makhluk, terutama para dekomposer. Berbagai jenis kumbang tanah, lipan, kaki seribu, cacing tanah, kapang, jamur, dan bakteri bekerja keras menguraikan bahan-bahan organik yang menumpuk sehingga menjadi unsur-unsur yang dapat dimanfaatkan kembali oleh makhluk hidup lainnya.

Di samping itu, berbagai jenis hewan juga tinggal atau memanfaatkan lingkungan ini. Di antaranya, ada beraneka jenis kodok (misalnya bangkong serasah dan bangkong bertanduk), ular (seperti halnya ular serasah), dan aneka jenis kadal.

Lihat pula sunting

Referensi sunting

  1. ^ Jose, Shibu (2009). Agroforestry for ecosystem services and environmental benefits: an overview. Dordrecht: Springer Netherlands. hlm. 1–10. 
  2. ^ Ramachandran Nair, P. K.; Mohan Kumar, B.; Nair, Vimala D. (2009-02). "Agroforestry as a strategy for carbon sequestration". Journal of Plant Nutrition and Soil Science. 172 (1): 10–23. doi:10.1002/jpln.200800030. ISSN 1436-8730. 
  3. ^ Gnankambary, Z.; Bayala, J.; Malmer, A.; Nyberg, G.; Hien, V. (2008-02-23). "Decomposition and nutrient release from mixed plant litters of contrasting quality in an agroforestry parkland in the south-Sudanese zone of West Africa". Nutrient Cycling in Agroecosystems. 82 (1): 1–13. doi:10.1007/s10705-008-9165-3. ISSN 1385-1314. 
  4. ^ Sangha, Kamaljit K.; Jalota, Rajesh K.; Midmore, David J. (2006-02-01). "Litter production, decomposition and nutrient release in cleared and uncleared pasture systems of central Queensland, Australia". Journal of Tropical Ecology. 22 (2): 177–189. doi:10.1017/s0266467405003020. ISSN 0266-4674.