Sanchi

bangunan kuil di India

Stupa Sanchi terletak di Kota Sanchi di Distrik Raisen, Negara Madhya Pradesh, India, dan terletak sekitar 46 km arah timur laut dari Bhopal.

Monumen Buddha di Sanchi
Situs Warisan Dunia UNESCO
Stupa Agung di Sanchi
Kriteriasocial classes: (i)(ii)(iii)(iv)(vi)
Nomor identifikasi524
Pengukuhan1989 (ke-13)

' Stupa Agung' di Sanchi adalah bangunan batu tertua di India,[1] aslinya diperintahkan pembangunannya oleh Maharaja Ashoka Agung pada abad ke-3 SM. Stupa ini dimahkotai chatra, struktur seperti payung yang menyimbolkan derajat tinggi dan keagungan, dimaksudkan untuk menghormati relik yang tersimpan di dalam stupa. Pembangunan stupa ini diawasi oleh permaisuri Ashoka, Devi, yang adalah anak perempuan Vidisha. Sanchi juga merupakan kota kelahiran istri Ashoka, serta lokasi Ashoka. Pada abad pertama SM, empat gerbang berhias dan pagar langkan yang mengelilingi stupa ditambahkan.

Torana yang terdapat di penjuru kelulung stupa melambangkan cinta, kedamaian, kepercayaan, dan keberanian. Situs Warisan Dunia ini kini dirawat dengan baik, terbuka untuk kunjungan wisatawan dari pukul 8:00 pagi hingga 7:00 malam. Kunjungan ke situs ini menghabiskan waktu kira-kira satu setengah jam, untuk kunjungan non-riset. Mengambil foto diperbolehkan dan tersedia petunjuk audio.

Sejarah sunting

Zaman Maurya sunting

‘Stupa Agung’ Sanchi adalah bangunan tertua yang dibangun oleh Maharaja Ashoka Agung pada abad ke-3 SM. Inti bangunan ini adalah struktur bata setengah bola yang dibangun di atas relik Buddha. Stupa ini dimahkotai chatra, struktur serupa payung yang melambangkan derajad dan kedudukan yang tinggi. Sebuah Pilar Asoka berupa batu pasir yang dipoles halus didirikan di tempat ini. Stupa lama kemudian dibungkus lapisan batu baru ketika dipugar kemudian.

Zaman Sunga sunting

 
Kumpulan simbolisme Buddha: Shriwatsa di dalam triratana, diatas roda Chakra, pada gerbang Torana di Sanchi.

Berdasarkan Asokawadana, diperkirakan setidaknya stupa ini pernah dirusak pada suatu waktu pada abad ke-2 SM, kejadian yang dikaitkan dengan munculnya kekuasaan Maharaja Sunga Pusyamitra Sunga, seorang jenderal yang merebut kemaharajaan Maurya. Disenbutkan Pushyamitra mungkin telah menghancurkan stupa ini, akan tetapi putranya, Agnimitra membangunnya kembali.[2] Pada masa selanjutnya kerajaan Sunga, stupa ini diperlebar dengan balok batu menjadi lebih besar dua kali lipat dari ukuran stupa asli. Kubah diratakan pada puncaknya, dan dimahkotai tiga susun payung batu dengan pagar keliling bujur sangkar. Susunan banyak ini melambangkan dharma, roda hukum. Kubah ini diletakan di atas landasan melingkar untuk dikelilingi dalam upacara pradaksina, yang dapat dicapai melalui tangga ganda. Jalur jalan batu kedua dipagari oleh pagar langkan melingkar dengan empat gerbang monumental yang disebut torana yang menghadap empat arah mata angin. Bangunan yang kini berdiri mungkin dibangun pada masa wangsa Sunga adalah stupa kedua dan ketiga (tetapi tidak dihiasi gerbang hias, yang berasal dari Satawahana, seperti yang disebutkan prasasti), serta pagar langkan bawah dan pelapis batu Stupa Agung.

Zaman Satawahana sunting

 
Dekorasi pahatan pada gerbang utara Stupa Agung Sanchi. Panel Torana: Chhaddanta,persembahan Sujata, Jataka Wesantara, Tiang Timur: Kunjungan Shakra, iring-iringan kerajaan, Kunjungan Bimbisara,Tiang Barat: Orang asing, Kera, Kapilvastu

Gerbang dan pagar langkan kelihatannya dicat, dan kemungkinan diperintahkan oleh wangsa Satawahana. Sebuah prasasti mencatat hadiah di salah satu puncak pelengkung pada Gerbang Selatan oleh seniman perajin raja Satawahana, Satakarni:

"Hadiah dari Ananda, putra the Wasithi, mandor perajin Raja Siri Satakarni".[3]

DC Sircar mengamati bahwa paleografi catatan Hathigumpha sedikit lebih kemudian daripada catatan Naneghat, dimana huruf prasasti Satakarani di Sanchi mirip huruf pada prasasti. Kharavela dalam prasati ini menyebutkan seorang tokoh bernama Satakarni, yang disamakan dengan Satakarni II, yang juga orang yang sama yang mengukir tulisan ini di Sanchi. Jika ini benar maka penanggalan gerbang dan pagar langkan Sanchi adalah sekitar periode yang lebih awal, pada 180-160 SM.

Meskipun dibangun dari batu, cara pembangunan dan pemahatan bangunan ini dilakukan dengan cara seperti membangun gerbang kayu yang dipenuhi patung relief naratif. Relief ini mengisahkan adegan dari kehidupan Sang Buddha, terintegrasi dengan kejadian sehari-hari yang akrab dengan khalayak sehingga membuat mereka lebih mudah memahami iman Buddha yang relevan dengan kehidupan mereka. Di Sanchi dan sebagian stupa lainnya, penduduk setempat menyumbangkan uang untuk hiasan stupa untuk mencapai pencapaian spiritual. Tidak ada perlindungan dan sponsor kerajaan langsung. Umat yang beriman, baik pria maupun wanita, ymenyumbangkan uang pada patung yang mereka sukai dan memilih adegan favorit mereka dari kehidupan Sang Buddha, kemudian menuliskan nama mereka di atasnya. Catatan ini mengenai pengulangan acak episode khusus pada stupa (Dehejia 1992). Pada ukiran batu ini Sang Buddha tidak pernah digambarkan sebagai sosok manusia. Sebaliknya para seniman memilih untuk mewakilinya oleh atribut dan simbol tertentu, seperti kuda ketika dia meninggalkan rumah ayahnya, jejak kakinya, atau kanopi di bawah pohon bodhi pada titik pencerahannya. Tubuh manusia dianggap terlalu membatasi untuk Buddha.

Bebrapa relief di Sanchi juga menampilkan penganut berbusana Yunani (pakaian, sikap tubuh, dan alat musik Yunani) tengah memuliakan stupa.[4]

Periode kemudian sunting

Stupa yang lebih jauh dan bangunan Buddha tambahan lainnya ditambahkan pada abad-abad kemudian hingga abad ke-12 M. Candi 17 mungkin adalah candi buda paling awal yang diperkirakan berasal dari zaman Kekaisaran Gupta. Bangunan ini terdiri atas ruangan dalam suci beratap rata berdebah bujur sangkar dengan portiko dan empat pilar. Bagian dalam dan ketiga sisi luarnya polos tanpa hiasan, sedangkan pada bagian depan dan pilarnya dihiasi dengan anggun, memberikan penampilan ‘klasik’ pada candi ini. (Mitra 1971).

Candi 45 adalah candi Buddha terakhir yang dibangun, sekitar abad ke-10 sampai ke-11. Pada saat ini monumen-monumen ini dibatasi pagar. Dengan mulai pudarnya ajaran Buddha di India, monumen di Sanchi tidak dipergunakan lagi dan kemudian rusak ditelan zaman. Pada tahun 1818, Jendral Taylor dari kavaleri Benggala mengunjung Sanchi. Pada saat itu monumen tampak dibiarkan tanpa diganggu untuk waktu yang lama, dan secara umum dalam kondisi baik.

Penemuan kembali oleh barat sunting

 
Gerbang Stupa enSanchi pada 1932

Pejabat Inggris 1818, Jenderal Taylor, adalah sejarawan barat pertama yang menulis mengenai keberadaan Stupa Sanchi (Sāñcī) dalam bahasa Inggris. Para arkeolog amatir dan pemburu harta menjarah situs ini hingga 1881, ketika upaya pemugaran yang pantas dimulai. Antara tahun 1912 dan 1919 bangunan dipugar ke kondisi seperti sekarang di bawah pengawasan Sir John Marshall.[5]

Kini tersisa sekitar lima puluh monumen di perbukitan Sanchi, termasuk tiga stupa dan beberapa candi. Monumen-monumen ini telah dimasukkan dalam daftar Situs Warisan Dunia oleh UNESCO sejak 1989.

Wihara Chetiyagiri dan Relik Suci sunting

Relik tulang (‘’dhatu’’) dari Mahaguru agama Buddha bersama relik-relik lain, diambil oleh Maisey dan Cunningham dan dibawa ke Inggris sebagai barang koleksi pribadi.[6] Keluarga Maisey kemudian menjual benda-benda itu kepada Museum Victoria dan Albert dan benda suci itu disimpan di sana untuk waktu yang lama. Umat Buddha di Inggris, Sri Lanka, dan India, dipimpin oleh Lembaga Maha Bodhi menuntut pengembalian relik itu. Beberapa relik Sariputta danMoggallana dikirim ke Sri Lanka, yang kemudian dipamerkan pada 1947.[7] Hampir seluruh rakyat Sri Lanka mengunjunginya. Relik ini kemudian dikembalikan ke India. Candi baru bernama Wihara Chetiyagiri dibangun untuk menyimpan relik ini pada 1952.[8] Dalam pandangan nasionalistik, peristiwa ini menandai secara resmi pendirian kembali tradisi Buddha di India. Beberapa relik dimiliki Birma.[9]

Prasasti sunting

Sanchi, terutama Stupa 1, memiliki banyak prasasti beraksara Brahmi. Meskipun kebanyakan kecil dan hanya menyebutkan sumbangan, tulisan ini memiliki makna sejarah penting. James Prinsep pada 1837, mencatat bahwa kebanyakan tulisan itu diakhiri dua huruf Brahmi yang sama. Princep menganggapnya sebagai "danam" (dana sumbangan), yang memungkinkan menafsirkan aksara Brahmi.[10][11]

Analisis catatan sumbangan [12] menunjukkan bahwa kebanyakan donor adalah warga lokal (dengan tanpa menyebutkan asal usul mereka), beberapa di antara mereka berasal dari Ujjain, Vidisha, Kurara, Nadinagar, Mahisati, Kurghara, Bhogavadhan, dan Kamdagigam.

Prasasti itu termasuk tulisan dari zaman Maurya, Shunga/Satavahana (175 SM-15 M), Kushana (100-150M), Gupta (600-800 M). Prasasti Ye Dharma Hetu pada candi 45 mungki berasal dari abad ke-9 M.

Galeri sunting

Lihat juga sunting

Referensi sunting

  1. ^ Buddhist Art Frontline Magazine May 13–26, 1989
  2. ^ "Siapa yang bertanggung jawab merusak stupa bata asli Ashoka dan bagaimana persisnya upaya pemugaran dilakukan tidak diketahui, tetapi agaknya pelaku perusakan adalak Pusyamitra, raja pertama Sunga (184-148 SM), yang terkenal memusuhi ajaran Buddha, sedangkan pemugaran dilakukan oleh putranya dan pewarisnya Agnimitra." Dalam buku karya John Marshall, A Guide to Sanchi, p. 38. Calcutta: Superintendent, Government Printing (1918).
  3. ^ Original text "L1: Rano Siri Satakarnisa L2: avesanisa vasithiputasa L3: Anamdasa danam", John Marshall, "A guide to Sanchi", p. 52
  4. ^ "A guide to Sanchi" John Marshall. These "Greek-looking foreigners" are also described in Susan Huntington, "The art of ancient India", p. 100
  5. ^ "John Marshall, "An Historical and Artistic Description of Sanchi", from A Guide to Sanchi, Calcutta: Superintendent, Government Printing (1918). Pp. 7-29 on line, Project South Asia". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2009-02-10. Diakses tanggal 2014-01-03. 
  6. ^ Brekke, Torkel, Bones of Contention: Buddhist Relics, Nationalism and the Politics of Archaeology, Numen, Volume 54, Number 3, 2007, pp. 270-303(34)
  7. ^ Ceylon Allowed To Keep Sanchi Relics Till May 8, Indian Express - Apr 28, 1947.
  8. ^ BUDDHA DISCIPLES WILL BE REBURIED; Relics of Followers of Ancient Leader to Be Reinterred at Rites in India Saturday, THE NEW YORK TIMES, November 25, 1952
  9. ^ Sariputta and Moggallana in the Golden Land: The Relics of the Buddha's Chief Disciples at the Kaba Aye Pagoda, Jack Daulton, Journal of Burma Studies, Volume 4, 1999 pp. 101-128
  10. ^ Indian Epigraphy: A Guide to the Study of Inscriptions in Sanskrit, Prakrit, and the other Indo-Aryan Languages, Richard Salomon, Oxford University Press, 1998
  11. ^ Ashoka: The Search for India's Lost Emperor, Charles Allen, Little, Brown Book Group Limited, 2012
  12. ^ A study of inscribed reliefs within the context of donative inscriptions at Sanchi, Author: Milligan, Matthew David, Thesis, p.77

Daftar pustaka sunting

  • Dehejia, Vidya. (1992). Collective and Popular Bases of Early Buddhist Patronage: Sacred Monuments, 100 BC-AD 250. In B. Stoler Miller (ed.) The Powers of Art. Oxford University Press: Oxford. ISBN 0-19-562842-X.
  • Dehejia, Vidya. (1997). Indian Art. Phaidon: London. ISBN 0-7148-3496-3.
  • Mitra, Debala. (1971). Buddhist Monuments. Sahitya Samsad: Calcutta. ISBN 0-89684-490-0

Pranala luar sunting