Rumah Detensi Imigrasi

Rumah Detensi Imigrasi atau yang disingkat dengan rudenim adalah unit pelaksana teknis yang menjalankan fungsi keimigrasian sebagai tempat penampungan sementara bagi orang asing yang melanggar Undang-Undang Imigrasi.[1] Orang asing yang berdiam di rudenim disebut dengan deteni.[1] Rudenim dibangun karena meningkatnya lalu lintas orang, baik yang keluar maupun yang masuk ke Indonesia, sehingga berpotensi timbulnya permasalahan keimigrasian terhadap kedatangan dan keberadaan orang asing di Indonesia yang memerlukan upaya penindakan bagi orang asing yang melanggar ketentuan yang berlaku.[2] Untuk mengefektifkan dan mengefisienkan penindakan tersebut diperlukan adanya sarana dan prasarana pendukung seperti rudenim.[2]

Saat ini, di Indonesia, telah ada tiga belas rudenim yang tersebar di berbagai kota, yaitu Tanjungpinang, Jakarta, Medan, Pekanbaru, Semarang, Surabaya, Pontianak, Balikpapan, Manado, Denpasar, Kupang, Makassar, dan Jayapura.[2]

Sejarah rudenim di Indonesia sunting

Pada tahun 1992 berdasarkan Undang-Undang Nomor 9 tahun 1992 tentang Keimigrasian pasal 1 angka 15 disebutkan bahwa karantina imigrasi adalah tempat penampungan sementara bagi orang asing yang dikenakan proses pengusiran atau deportasi atau tindakan keimigrasian lainnya.[2] Berdasarkan undang-undang tersebut maka dikenallah istilah Karantina Imigrasi sebagai bentuk permulaan dari rudenim.[2]

Pada Maret 2004, berdasarkan Keputusan Menteri Kehakiman dan HAM RI Nomor M.01.PR.07.04 tahun 2004 tentang Organisasi dan Tata Kerja Rumah Detensi Imigrasi, maka sejak saat itulah istilah Karantina Imigrasi berubah menjadi rudenim.[2] Saat ini, rudenim telah berada di tiga belas kota di Indonesia.[2] Rudenim menjadi tempat penampungan sementara bagi para pencari suaka ataupun pengungsi yang datang ke Indonesia sebelum dikembalikan ke negara asalnya.[1]

Fungsi sunting

Setidaknya tercatat tiga fungsi utama rudenim:

  1. Melaksanakan tugas penindakan,[3]
  2. Melaksanakan tugas pengisolasian,[3]
  3. Melaksanakan tugas pemulangan dan pengusiran / deportasi.[3]
  4. Melakukan pengawasan terhadap pengungsi dari luar negeri.[3]

Fungsi-fungsi rudenim tersebut merupakan penjabaran dari misi Kementerian Hukum dan HAM, yaitu melindungi Hak Asasi Manusia (HAM), penegakan hukum, meningkatkan upaya perlindungan, pemajuan, penegakan, pemenuhan dan penghormatan HAM.[3][4]

Dasar hukum pembentukan rudenim sunting

Dasar hukum yang mengikat dalam pembentukan rudenim adalah:

  1. Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI No.M.05.IL.02.01 Tahun 2006 Tentang Rumah Detensi Imigrasi[5]
  2. Peraturan Direktur Jenderal Imigrasi Nomor F-1002.PR.02.10 Tahun 2006 tentang tata cara pendetensian orang asing[5]

Dasar hukum bagi detensi sunting

Dasar hukum Indonesia yang dapat mengikat seorang pencari suaka ataupun pengungsi yang berasal dari luar negeri akan dikarantina dalam rudenim dan dijadikan detensi apabila mereka melanggar peraturan-peraturan:

Pasal 44 Undang-Undang Nomor 9 tahun 1992 tentang Keimigrasian sunting

  • Apabila berada di wilayah Indonesia tanpa memiliki izin keimigrasian yang sah;[2] atau
  • Dalam rangka menunggu proses pengusiran atau deportasi ke luar wilayah Indonesia.[2]

Pasal 31 Peraturan Pemerintah Nomor 31 tahun 1994 tentang Pengawasan Orang Asing dan Tindakan Keimigrasian sunting

bahwa orang asing dikenakan tindakan Pengkarantinaan apabila:

  • Berada di wilayah Negara RI tanpa memiliki izin keimigrasian yang sah;[2]
  • Dalam rangka menunggu proses pengusiran atau deportasi;[2]
  • Dalam rangka menunggu keputusan menteri mengenai pengajuan keberatan yang diajukan[2]

Referensi sunting

  1. ^ a b c "Membangun Rumah Detensi Imigrasi". Diakses tanggal 8 Mei 2014. 
  2. ^ a b c d e f g h i j k l "Sejarah Rudenim Pusat Tanjung Pinang". Diakses tanggal 8 Mei 2014. [pranala nonaktif permanen]
  3. ^ a b c d e "Tugas dan Fungsi". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2014-05-12. Diakses tanggal 8 Mei 2014. 
  4. ^ "Kehidupan di Balik Rumah Detensi Imigrasi". Diakses tanggal 8 Mei 2014. 
  5. ^ a b "Dasar Hukum". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2014-05-12. Diakses tanggal 8 Mei 2014.