Reaksi rantai proton-proton

Salah satu reaksi fusi di mana bintang mengubah hidrogen menjadi helium

Reaksi rantai proton-proton atau reaksi rantai pp adalah salah satu dari dua reaksi fusi yang mengubah hidrogen menjadi helium di dalam inti bintang, reaksi lainnya adalah siklus CNO. Reaksi rantai proton-proton terutama terjadi di dalam bintang-bintang seukuran Matahari atau lebih kecil.

Reaksi proton-proton.

Umumnya fusi proton-proton hanya dapat terjadi pada temperatur yang sangat tinggi untuk membuat proton-proton memiliki cukup energi kinetik dalam mengatasi tolakan Coulomb. Temperatur yang tinggi ini adalah sebab reaksi seperti ini disebut sebagai reaksi termonuklir. Teori bahwa reaksi proton-proton adalah dasar bagi Matahari dan bintang-bintang lain bersinar diajukan oleh Arthur Eddington pada 1920-an, tetapi masalah timbul karena temperatur Matahari didapati masih terlalu kecil untuk mengatasi penghalang gaya Coulomb. Setelah berkembangnya mekanika kuantum, ditemukan bahwa efek terowongan dalam fungsi gelombang proton-proton tersebut memungkinkan reaksi fusi terjadi pada temperatur yang lebih rendah. Setiap rangkaian reaksi pp memakan waktu rata-rata 109 tahun pada kondisi suhu inti Matahari. Karena lambatnya reaksi ini maka Matahari masih bersinar; jika lebih cepat, Matahari sudah sejak lama menghabiskan hidrogennya.

Reaksi proton-proton merupakan reaksi berantai yang melibatkan tumbukan enam proton dengan hasil akhir satu inti helium, dua proton, dua positron, dua neutrino, dan energi. Dinamai reaksi proton-proton karena reaksi pertama dalam rangkaian reaksi rantai tersebut melibatkan dua proton.

Rantai pp sunting

Langkah pertama rantai pp melibatkan dua inti hidrogen 1H (proton) untuk kemudian membentuk satu inti deuterium 2H. Pembentukan inti deuterium memaksa sebuah proton berubah menjadi netron dalam proses peluruhan beta dengan melepaskan sebuah positron dan sebuah neutrino:

(1) 1H + 1H     2H + e+ + νe + 0,16 MeV   (setidaknya 0,53 MeV dibawa oleh neutrino)

Pelepasan neutrino pada langkah ini membawa energi lebih dari 0,53 MeV. Langkah ini sebenarnya adalah reaksi yang tidak biasa dibandingkan dengan kebanyakan proses-proses fusi lainnya. Untuk menghasilkan 2H, proton-proton harus mengalami peluruhan β+ pada saat titik terdekat mereka. Proses ini diatur oleh interaksi lemah dan sangat jarang terjadi. Oleh karenanya reaksi pertama memiliki penampang nuklir (cross-section) yang sangat kecil dan sebuah proton harus menunggu rata-rata selama 10 9 tahun untuk berfusi dengan sesamanya dalam membentuk deuterium.

Positron yang terbentuk kemudian segera musnah oleh sebab interaksi dengan sebuah elektron. Energi massa mereka dibawa oleh dua foton sinar gamma:

(2) e+ + e     2γ + 1.02 MeV

Deuterium yang terbentuk kemudian bereaksi dengan proton yang lain untuk membentuk isotop ringan helium, 3He:

(3) 2H + 1H     3He + γ + 5.49 MeV

Rantai reaksi (1), (2) dan (3) dapat terjadi pada temperatur di bawah 10 juta Kelvin. Setelah proses ini, terdapat tiga cabang reaksi yang mungkin dalam pembentukan inti 4He yaitu cabang pp1, pp2, dan pp3 yang kesemuanya dimulai dengan 3He dan sangat bergantung pada temperatur.

Cabang pp1 sunting

Alternatif pertama membutuhkan dua inti 3He. Artinya rangkaian reaksi (1), (2), (3) setidaknya harus terjadi dua kali terlebih dulu:

(4a) 3He + 3He     4He + 1H + 1H + 12,86 MeV

Cabang pp1 dominan pada temperatur antara 10 juta hingga 14 juta Kelvin. Energi netto yang dilepaskan dalam cabang pp1 adalah sebesar 2   (0,16 + 1,02 + 5,49) + 12,86 = 26,20 MeV (jika energi yang dibawa neutrino sebesar 0,53 MeV diperhitungkan, maka energi netto yang dihasilkan adalah sekitar 26,73 MeV).

Cabang pp2 sunting

Cabang pp2 mensyaratkan 4He harus sudah ada terlebih dahulu. Keberadaan 4He dapat berasal dari reaksi pp1 ataupun dari nukleosintesis Big Bang. Rantai pp2 berlangsung sebagai berikut:

(4b) 3He + 4He     7Be + γ     + 1,59 MeV
(5b) 7Be + e     7Li + νe + γ + 0,06 MeV
(6b) 7Li + 1H     4He + 4He     + 17,35 MeV

Cabang pp2 dominan pada temperatur antara 14 juta hingga 23 juta Kelvin. 90% neutrino yang dihasilkan pada reaksi (5b) membawa energi sebesar 0,861 MeV, sementara sisanya yang 10% membawa energi sebesar 0,383 Mev (bergantung pada apakah litium-7 berada dalam keadaan tereksitasi atau dasar).

Cabang pp3 sunting

Cabang antara pp2 dan pp3 terjadi karena 7Be dapat bereaksi baik dengan e maupun 1H. Degan demikian pada pp3, setelah reaksi (4b) berlangsung reaksi sebagai berikut:

(5c) 7Be + 1H     8B + γ     + 0,13 MeV
(6c)     8B     8Be + γ + νe + 10,78 MeV
(7c)     8Be     4He + 4He     + 0,095 MeV

Reaksi pp3 dominan pada suhu di atas 23 juta Kelvin.

Sumber rujukan sunting

  • Kippenhahn, Rudolf (1990). Stellar Structure and Evolution. Berlin: Springer-Verlag. ISBN 3-540-50211-4. 
  • Sutantyo, Winardi (1984). Astrofisika mengenal bintang. Bandung: Penerbit ITB.