Rajungan Biasa
Rajungan P. pelagicus jantan
Klasifikasi ilmiah
Kerajaan:
Filum:
Subfilum:
Kelas:
Ordo:
Infraordo:
Famili:
Genus:
Spesies:
P. pelagicus
Nama binomial
Portunus pelagicus
(Linnaeus, 1758)
Sinonim[3]
  • Pagurus Reidjungan Rumphius, 1741[1]
  • Cancer pelagicus Linnaeus, 1758[2]
  • Portunus denticulatus Marion de Procé, 1822: 133
  • Cancer cedonulli Herbst, 1794: 2(5): 157, Pl. 39
  • Lupa pelagicaH. Milne Edwards, 1834: 450
  • Neptunus pelagicusHeller, 1865: 27 (part)
  • Neptunus peiagicus [sic]: Estampador, 1959: 71
  • Portunus (Portunus) pelagicus var. sinensis Shen, 1932: 70, Pl. 3 Fig. 6, Pl. 4 Fig. 2

Rajungan biasa, rajungan bunga, atau rajungan biru (Portunus pelagicus) adalah sejenis kepiting yang hidup di laut. Jenis ini biasanya ditemukan di wilayah pantai yang dangkal, terutama di perairan Samudra Pasifik bagian barat. Rajungan merupakan salah satu jenis kepiting yang populer dimanfaatkan sebagai sumber pangan dengan harga yang cukup mahal. Dalam bahasa Inggris ia dikenal dengan beberapa sebutan seperti flower crab, blue crab, blue swimmer crab, dan blue manna crab.

Pemerian sunting

 
Pelat identifikasi, dilukis oleh Kawahara Keiga (antara 1823-29)

Rajungan berukuran sedang hingga agak besar, lebar karapas mencapai 20 cm (termasuk duri samping).[4] Lebar karapas antara 2,2–2,3 kali panjangnya, dan spesimen museum yang diketahui terbesar adalah hewan jantan dengan karapas berukuran 155,7 × 73,4 mm dari Singapura.[3]

Karapas dengan permukaan yang kasar hingga berbincul-bincul, bagian-bagian (region) pada karapas terlihat jelas. Wilayah dahi (di antara kedua mata) dengan 4 gigi yang runcing menyegitiga; sisi anterolateral (sebelah luar mata) dengan 9 gigi atau duri, yang paling akhir berukuran paling besar, 2 hingga 4 kalinya gigi ke-8.[4]

Sapit berbentuk memanjang pada hewan jantan, dengan satu duri mengerucut di pangkal jari sapit (dactylus).[4] Ruas merus (ketiga dari ujung) pada sapit ramping dan memanjang, panjang 4,6 kali dari lebarnya; sisi mukanya dengan 3 duri. Kaki pejalan ramping memanjang, dengan rasio panjang - lebar pada propodus (ruas kedua dari ujung) kaki keempat berkisar antara 3,7–4,5 (median 4,1). Ruas ujung pada kaki perenang yang serupa dayung berbentuk bundar telur memanjang, berujung tumpul, panjang lk. 1,7 kali lebar.[3]

Jantan dengan warna-warna biru terang atau kebiruan. Karapas biru tua kehijauan atau kecokelatan dengan bintik-bintik dan garis putih kebiruan, membentuk pola serupa jala yang bermata lebar terputus-putus; sapit biru keunguan berujung merah cokelat karat, dengan bintik-bintik pucat keputihan. Betina hijau kecokelatan kusam, dengan bintik-bintik putih pada karapas, dan noktah hitam di wilayah posterobrankhial.[3]

Agihan dan habitat sunting

Rajungan biasa memiliki agihan yang luas di wilayah perairan Pasifik Barat. Kepiting ini tercatat dari perairan Tiongkok, Jepang, (Okinawa dan Kyushu), Korea, Filipina, Indonesia, terus ke barat setidaknya hingga Selat Malaka. Tercatat pula adanya hibridisasi antara P. pelagicus dan P. reticulatus di perairan Teluk Benggala dan Laut Andaman di wilayah Samudra Hindia. Selain itu, rajungan biasa ini didapati pula di sekitar Darwin, Wilayah Utara Australia.[3]

P. pelagicus hidup tidak jauh dari pantai, terutama di dasar laut yang dangkal berpasir atau berlumpur, hingga ke laguna dan padang lamun, serta estuaria; sampai kedalaman lk. 40 m.[3] Juga dijumpai di sekitar terumbu karang, padang rumput laut, dan tepian mangrove. Hewan muda cenderung menyukai wilayah intertidal yang dangkal. Kepiting ini mencapai umur dewasa lk. pada usia setahun.[4]

Perilaku sunting

Rajungan lebih suka tinggal terkubur di bawah pasir atau lumpur, khususnya selama siang hari dan musim dingin, yang dapat menjelaskan toleransi yang tinggi mereka untuk NH 4 + dan NH 3. Binatang ini keluar untuk mencari makan selama pasang tinggi untuk mencari makanannya yaitu organisme seperti bivalvia, ikan, dan alga. Rajungan merupakan perenang yang sangat baik, sebagian besar karena sepasang kaki pipih yang menyerupai dayung. Namun, berbeda dengan kepiting bakau, rajungan tidak dapat bertahan untuk waktu yang lama jika keluar dari air.

Pemanfaatan sunting

Rajungan merupakan salah satu komoditas perikanan yang bernilai ekonomis penting di Indonesia. Selain dikonsumsi di dalam negeri, rajungan merupakan komoditas ekspor yang cukup penting. Antara tahun 2001–2005, potensi total rajungan di Indonesia diperkirakan sebesar 7,2 juta ton/tahun, dan yang telah dimanfaatkan baru sekitar 40% atau 2,7 juta ton/tahun. Ini kira-kira menyumbang sebesar 5,08% dari nilai total produksi perikanan krustasea di negeri ini.[5] Ekspor rajungan pada tahun 2011 telah mencapai 42.410 ton dengan nilai ± Rp 978 miliar.[6]

Bersama dengan kepiting bakau, rajungan diekspor ke negara-negara Amerika Serikat, Tiongkok, Jepang, Hongkong, Korea Selatan, Taiwan, Malaysia, dan negara-negara di kawasan Eropa. Melulu Amerika Serikat saja, permintaannya mencapai 450 ton setiap bulan untuk memenuhi kebutuhan restoran makanan laut. Rajungan diekspor dalam keadaan hidup, dibekukan, atau dikemas dalam kaleng.[5]

Di samping dagingnya yang lezat, kulit rajungan pun dapat diekspor dalam bentuk kering sebagai sumber kitin, kitosan, dan karotenoid yang dimanfaatkan oleh berbagai industri sebagai bahan baku obat, kosmetik, pangan, dan lain-lain.[5] Kulit atau cangkang rajungan mempunyai kandungan mineral yang tinggi, di antaranya kalsium (19,97%) dan fosfor (1,81%); sehingga dapat dimanfaatkan untuk memperkaya kandungan nutrisi makanan.[7]

Konservasi sunting

Permintaan pasar yang tinggi ditambah dengan harga yang menguntungkan, telah menyebabkan eksploitasi yang intensif terhadap sumber daya rajungan di Indonesia; terutama karena produksi rajungan ini masih mengandalkan penangkapan dari alam.[6] Pada banyak wilayah, hal ini telah mengakibatkan tingkat produksi yang stagnan, bahkan di beberapa lokasi cenderung menurun.[5]

Penelitian di pesisir timur Lampung mendapatkan bahwa ± 91% jumlah individu rajungan yang tertangkap dalam studi (± 69% volume tangkapan) berada di bawah ukuran yang diperbolehkan untuk ditangkap menurut Surat Edaran Dirjen P2HPKKP 27 April 2011, yakni dengan ukuran lebar karapas 8 cm ke atas. Selanjutnya, ± 98% jumlah rajungan yang tertangkap (± 92% volume tangkapan) ini juga berada di bawah ukuran rata-rata rajungan matang gonad di perairan pesisir dan laut Lampung Timur, yakni dengan lebar karapas (Lm50) 103 mm. Artinya, sebagian besar rajungan di lokasi kajian masih dalam kategori rajungan muda atau yuwana. Ketimpangan struktur populasi ini diduga sebagai akibat tekanan eksploitasi yang tinggi terhadap stok rajungan di perairan ini, termasuk eksploitasi terhadap stok induk yang sedang mengerami telur sebagai sumber pemasok larva dan yuwana ke perairan ini.[6]

Untuk melindungi populasi rajungan, Pemerintah Indonesia melalui Menteri Kelautan dan Perikanan pada tahun 2015 telah menaikkan batas ukuran lebar karapas rajungan yang boleh ditangkap, yaitu di atas 10 cm. Di samping itu dilarang menangkap rajungan, kepiting, dan lobster yang tengah mengandung telur.[8]

Catatan taksonomis sunting

Portunus pelagicus (sensu lato) semula dianggap menyebar luas mulai dari pesisir timur Afrika, ke anak-benua India, Asia Tenggara, hingga Jepang, Australia, dan Kaledonia Baru. Kajian pada 2010 mengenali adanya empat spesies yang tersembunyi (cryptic species), yakni:[3]

  1. P. pelagicus (sensu stricto), dengan wilayah penyebaran terutama di wilayah Pasifik Barat.
  2. P. segnis, menyebar di Samudera Hindia bagian barat hingga Laut Tengah.
  3. P. reticulatus, menyebar di Samudera Hindia bagian timur (pesisir timur India, Sri Lanka, dan Teluk Benggala)
  4. P. armatus, menyebar di perairan Australia hingga Kaledonia Baru.

Catatan kaki sunting

  1. ^ Rumpf, G.E. 1741 (1705). D'Amboinsche Rariteitkamer ... : behelzende eene beschryvinge van allerhande zoo weeke als harde Schaalvisschen, te weeten raare Krabben, Kreeften, en diergelyke Zeedieren ... p. 11, Tab. VII lett. R. T'Amsterdam :Gedrukt by François Halma, 1705.
  2. ^ Linnaeus, C. & L. Salvius. 1758. Systema naturae per regna tria naturae :secundum classes, ordines, genera, species, ... Editio decima. t. 1: 626. Holmiae : Impensis Direct. Laurentii Salvii, 1758-1759
  3. ^ a b c d e f g Lai, JCY., PKL. Ng & PJF. Davie. "A revision of the Portunus pelagicus (Linnaeus, 1758) species complex (Crustacea: Brachyura: Portunidae), with the recognition of four species." The Raffles Bulletin of Zoology 58(2): 199-237. Diarsipkan 2014-04-22 di Wayback Machine. (31 Agustus 2010)
  4. ^ a b c d Ng, P.K.L. 1998. "Crabs". in Kent E. Carpenter & Volker H. Niem (Eds.). FAO Species Identification Guide: The Living Marine Resources of The Western Pacific. Vol. 2: 1046-155. Rome:Food and Agriculture Organization. (Portunus pelagicus p.1124)
  5. ^ a b c d Sulistiono, T. Nugroho, & M. Zahid. 2009. Ekobiologi dan potensi pengembangan perikanan rajungan Indonesia. Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB. (tidak diterbitkan)
  6. ^ a b c Kurnia, R., Mennofatria Boer, & Zairion. 2014. "Biologi populasi rajungan (Portunus pelagicus) dan karakteristik lingkungan habitat esensialnya sebagai upaya awal perlindungan di Lampung Timur". Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia (JIPI) Vol. 19(1): 22-8. (April 2014)[pranala nonaktif permanen]
  7. ^ Yanuar, V., J. Santoso, & E. Salamah. 2009. "Pemanfaatan cangkang rajungan (Portunus pelagicus) sebagai sumber kalsium dan fosfor dalam pembuatan produk crackers." Jurnal Pengolahan Hasil Perikanan Vol. XII(1): 59-72. Diarsipkan 2019-02-14 di Wayback Machine. (Okt. 2009).
  8. ^ Kementerian Kelautan dan Perikanan RI. 2015. "Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 1/Permen-KP/2015 tentang Penangkapan Lobster (Panulirus spp.), Kepiting (Scylla spp.), dan rajungan (Portunus pelagicus spp.)" Diarsipkan 2015-06-16 di Wayback Machine..

Pranala luar sunting